A. Latar Belakang
Semakin meningkatnya biaya penanganan dan semakin banyaknya jenis layanan yang harus diterima
oleh pasien dalam program perawatan jangka panjang, menjadikan case management berperan
penting dalam upaya menekan biaya penanganannya. Di Indonesia sistem ini mulai dikenal tahun
2012 saat Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) melalui standar akreditasi rumah sakit mendorong
perkembangan pelayanan case management dan menggunakan istilah Manajer Pelayanan Pasien
(MPP) untuk case manager yang jadi koordinatornya. Pemberian pelayanan kesehatan selalu
memperhatikan mutu, keselamatan, dan biaya baik oleh pemberi pelayanan, pembayar (asuransi),
apalagi pasien sebagai pengguna. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk mengoptimalkan hal
tersebut pada era Jaminan Kesehatan Nasional.
Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan mempunyai tatanan dan sistem yang cukup kompleks,
dengan pemangku kepentingan utama yang meliputi pengelola, pemilik, pembayar, tim profesional
pemberi asuhan, pasien dengan keluarganya, dan komunitas / lingkungan di rumah sakit. Case
management merupakan suatu intervensi yang penting dan komprehensif dalam rangka peningkatan
mutu dan keselamatan asuhan pasien, kendali biaya, pelayanan berfokus pada pasien (Patient
Centered Care), asuhan pasien terintegrasi, kontuinitas pelayanan, kepatuhan pasien serta kepuasan
pasien.
Melihat hal tersebut diatas, diperlukan Manajer Pelayanan Pasien (Case Manager) untuk mengelola
dan mengatur kolaborasi antar professional pemberi asuhan, keperawatan, staf medik fungsional,
dan lainnya dalam merencanakan, monitoring dan evaluasi hasil pelayanan pada seorang pasien.
B. Dasar Hukum
Definisi Manajemen Pelayanan Pasien menurut KARS adalah suatu proses kolaboratif untuk asesmen,
perencanaan, fasilitas, koordinasi pelayanan, evaluasi, dan advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi
pemenuhan kebutuhan komprehensif pasien dan keluarganya melalui komunikasi dan sumber daya
yang tersedia sehingga memberi hasil asuhan pasien yang bermutu dengan biaya efektif.
MPP bukan seorang PPA, secara garis besar MPP adalah seorang koordinator, fasilitator, pemberi
advokasi, manajer financial, problem solver, konselor, manajer perencanaan, dan juga edukator. MPP
harus siap menjangkau staf klinis dalam tim PPA (Profesional Pemberi Asuhan) untuk memberikan
advokasi dan dukungan.
KARS mengarahkan manajemen pelayanan pasien dengan konsep single case management dan
dengan kualifikasi MPP adalah dokter umum dan perawat dengan kualifikasi tertentu yang tidak aktif
sebagai PPA.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Manajer Pelayanan Pasien, maka seorang MPP
harus mempunyai kualifikasi sebagai berikut:
Selain kualifikasi tersebut, seorang Manajer Pelayanan Pasien harus terlebih dahulu menjalani
pelatihan tambahan sebagai berikut:
Sehingga seorang Manajer Pelayanan Pasien dapat memiliki kompetensi inti sebagai berikut:
1. Konsep Mananajemen Pelayanan Pasien / Case Management Concepts
a. Administration and Leadership
b. CM Processes
c. CM Resources
d. Outcomes
e. Regulations
f. Skills and Techniques
g. Communication Skills
6. Rehabilitasi / Rehabilitation
a. Processes of Rehabilitation Care
b. Rehabilitation Resources and Services
c. Outcomes of Rehabilitation Services
d. Skills of Rehabilitation CMs
e. Communication in Rehabilitation
f. Rehabilitation-Relevant Regulations
5. Monitoring
a. Mencatat perjalanan/ perkembangan kolaborasi dengan pasien, keluarga, pemberi
asuhan, tim PPA, dan pemangku kepentingan lain yang terkait, sehingga dapat dinilai
respons pasien terhadap intervensi yang diberikan
b. Verifikasi kelangsungan pelaksanaan rencana asuhan yang memadai, dipahami, dan
diterima pasien serta keluarga
c. Pahami dan sadari akan kebutuhan revisi rencana asuhan, termasuk preferensi
perubahan, transisi pelayanan, kendala pelayanan
d. Lakukan kolaborasi dalam rangka perubahan rencana dan pelaksanaannya
7. Advokasi
a. MPP menyampaikan, mendistribusikan dengan PPA dan staf lain tentang kebutuhan
pasien, kemampuannya dan sasaran pasien
b. Memfasilitasi akses ke pelayanan sesuai kebutuhan pasien melalui koordinasi dengan
PPA atau pemangku kepentingan terkait
c. Meningkatkan kemandirian menentukan pilihan dan pengambilan keputusan
d. Mengenali, mencegah, dan menghindari disparitas untuk mengakses mutu dan hasil
pelayanan terkait dengan ras, etnik, agama, gender, latar belakang budaya, status
pernikahan, umur, pandangan politik, disabilitas fisik-mental-kognitif
e. Melakukan advokasi untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan yang berkembang /
bertambah karena perubahan kondisi
8. Hasil Pelayanan
a. Lakukan pendokumentasian pencapaian sasaran
b. Catat keberhasilan, kualitas, kendala biaya efektif dari intervensi PP dalam mencapai
sasaran asuhan pasien
c. Nilai dan buat laporan tentang dampak pelaksanaan rencana asuhan pasien
d. Catat utilisasi sesuai panduan / norma yang digunakan
e. Catat kepuasan pasien, keluarga dengan manajemen pelayanan pasien
Asesmen pasien oleh PPA terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang sesuai dengan standar AP
(asesmen pasien), Standar Akreditasi Rumah Sakit (v.2012). Asesmen pasien terdiri dari 3 proses
utama dengan metode IAR (informasi, Analisis, Rencana):
1. Mengumpulkan data dan informasi tentang status fisik, psikologik, social pasien, dan riwayat
kesehatan pasien
2. Analisis data dan informasi, termasuk hasil tes laboratorium dan diagnostic imaging, untuk
identifikasi kebutuhan pasien
3. Menyusun rencana untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah teridentifikasi asesmen
pasien menggunakan metode IAR
Pendokumentasian MPP harus mencerminkan elemen-elemen sebagai berikut (NASW Standards for
Social Work Case Management 2013):
Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) atau Discharge Planning adalah kegiatan merencanakan dan
memfasilitasi perpindahan pasien ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) lain atau ke rumah
dengan lancer dan aman. P3 merupakan proses multidisiplin yang melibatkan PPA dan MPP.
Sasarannya adalah meningkatkan / menjaga kontinuitas pelayanan