DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
MAYANG WULANDARI
VISIE FEBRIDESNOVI V
SELLY APRILIYANTI
SYAFRINA
YUNISTRI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah
dengan judul ‘ Konsep Dasar Medis dan Asuhan Keperawatan DM, Hipertiroid, dan
Hipotiroid ‘. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliah Keperawatan
HIV / AIDS di jurusan keperawatan stikes Hangtuah. Dalam kesempatan ini penyusun juga
bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Heri Priatna, Sst.FT, SKM, S. Sos, MM, Sp. FOM selaku Ketua Stikes
Hangtuah Tanjungpinang.
2. Bapak dr. Bukit Gultom Selaku Direktur RSUD Dabo.
3. Ibu Zakiah Rahman, S. Kep, Ns, M. Kep Selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Hiv /
Aids.
4. Teman – teman seperjuangan yang tiada hentinya saling memberi motovasi.
Semoga Allah SWT memberi balasan yang setimpal kepada semuanya.
Penyusun berharap makalah yang telah disusun ini bisa memberikan sumbangsih
untuk menambah pengetahuan para pembaca, dan akhir kata, dalam rangka perbaikan
selanjutnya, penyusun akan terbuka terhadap saran dan masukan dari semua pihak karena
penyusun menyadari makalah yang telah disusun ini memiliki banyak sekali kekurangan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...
…………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................................3
1.3 TUJUAN...................................................................................................................3
A. TUJUAN UMUM...............................................................................................3
B. TUJUAN KHUSUS.............................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………….13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
alternatif, menyadari keterbatasan diri, mendukung ekspresi perasaan/pikiran, tidak
menghakimi dan berpengetahuan (Kemenkes RI, 2012).Berdasarkan kompetensi tersebut
konselor dapat memberikan layanan VCT dengan baik.
Pelaksanaan VCT tidak selalu berjalan dengan baik.Menurut Commonwealth
Regional Health Community Secretariat (2002), ada 3 (tiga) masalah serius dalam
pelaksanaan VCT yaitu 1) menciptakan kesadaran masyarakat;2) kekuatan dan
infrastruktur konselor VCT; dan 3) mempertahankan kualitas layanan VCT. Sedangkan
menurut Layer, et al.(2014), ada 3 (tiga) hambatan dalam pelaksanaan VCT meliputi;1)
individu; 2) fasilitas; dan 3) masyarakat dan struktural.Adapun Menurut Dayaningsih
(2009), ada 5 (lima) faktor hambatanpelaksanaaan VCT, yaitu;1) faktor konselor;2)
faktor klien; 3) faktor keluarga;4) faktor masyarakat; dan 5) faktor fasilitas pelayanan
VCT. Jadidapat disimpulkan bahwa faktor yang sering menjadi hambatan pelaksanaan
VCT adalah faktor konselor, klien, keluarga,masyarakat dan fasilitas pelayanan.
Konselor merupakan faktor pertama yang dikaitkan berperan penting dalam layanan
VCT.
Menurut Senyonyi (2012) di Uganda, konseling menjadi dasar dalam menekan
epidemi HIV/AIDS dan pengembangan konselor dilakukan dengan menetapkan
kewenangan hukum untuk mengatur pelatihan konselor, pengawasan dan praktek.
MenurutSetyoadi dan Triyanto (2012), konselor mempertahankan layanan VCT
bertujuan agar klien HIV/AIDS menerima kondisinya, meningkatkan kualitas hidup dan
terus mendapatkan konseling dalam mengatasi stress dan depresi klien HIV/AIDS,
membangun kembali perasaan, sikap dan perilaku baru.
Faktor kedua yang menjadi penghambat pelaksanaan VCT yaitu klien. Klien
HIV/AIDS harus menentukan sikap untuk mendapatkan layanan VCT. Menurut Wei Ma
(2010), tingginya angka kemiskinan dan ketidakmauan terhadap VCT menjadi penyebab
kurangnya pemanfaatan layanan VCT oleh klien. Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional (2012) menyatakan bahwa adanya hambatan dari klien dalam mengakses
layanan karena rasa malu atau takut.Menurut hasil penelitian Bhoobun, Shaline (2013)
didapatkan lebih dari 90% peserta menyatakan keinginan privasi agar fasilitas
layananVCT jauh dari rumah dan tidak ada satu akan mengenalnya mereka.
Keluarga dan masyarakat termasuk faktor ketiga dan keempat penghambat
pelaksanaan VCT yang memberikan pengaruh bagi klien HIV/AIDS. Menurut UNAIDS
(2000), stigmasisasi, penolakan sosial dan diskriminasi terhadap klien HIV/AIDS terjadi
di lingkungan keluarga dan masyarakat. Menurut NAM-aidsmap (2012), stigma
2
mengakibatkan klien HIV/AIDS dihina, ditolak, dipergunjingkan dan dikucilkan dari
kegiatan sosial. Sehingga klien HIV/AIDS ketakutan, mengisolasi diri dan tidak
mendapat bantuan. Adapun menurut Departement For International Development (2007),
individu yang hidup dalam masyarakat yang ketakutan dan menolak HIV cenderung
tidak mau melakukan tes HIV/AIDS, mengungkapkan status kepada orang lain, akses
perawatan dan pengobatan.
Faktor kelima yang menghambat pelaksanaan VCT yaitu fasilitas pelayanan
VCT. Menurut Kemenkes RI dan Dirjen PP dan PL (2011), fasilitas layanan mencakup
sistem layanan yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan
birokratik berperan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan klien tidak
dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Fasilitas layanan juga termasuk
ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang
ramah dan membantu klien. Jadi hambatan dari faktor fasilitas pelayanan dapat
menyebabkan klien HIV/AIDS tidak mendapatkan kemudahan mengakses layanan VCT.
Pemanfaatan fasilitas layanan VCT kurang optimal berpengaruh terhadap kepatuhan
klien HIV/AIDS dalam kegiatan konseling.
Kepatuhan klien HIV/AIDS menjalani konseling teridentifikasi dari kunjungan konseling
pra dan pasca tes.Hasil penelitian Ladner, et al. (1996) di Kigali (Rwanda) didapatkan
bahwa hasil tes HIV/AIDS positif menjadi penyebab klien tidak melakukan konseling
pasca tes.
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan makalah ini untuk mengetahui tentang VCT dann dasar – dasar
konseling pada pasien dengan HIV / AIDS.
b. Tujuan Khusus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
telah melakukan tindakan yang berisiko untuk tertular HIV, mereka yang telah
tertular HIV dan keluarganya, mereka yang membutuhkan VCT untuk 9
kepentingan dinas atau pekerjaan, serta mereka yang termasuk ke dalam kelompok
berisiko tinggi. (UNAIDS, 2000).
Konseling dan tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara
global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C (informed consent; confidentiality;
counseling; correct test results; connections to care, treatment and prevention
services). Prinsip 5C tersebut harus diterapkan pada semua model layanan Konseling
dan Tes HIV.
5
sesegera mungkin kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang
memeriksa.
5. Connections to, care, treatment and prevention services. Pasien/klien harus
dihubungkan atau dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.
b. Tahapan VCT
b. Tes HIV
Secara konvensional tes HIV dilakukan dengan mendeteksi antibodi HIV. Jika
seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang
itu telah terinfeksi HIV. Kini berbagai varian tes antibodi HIV telah tersedia antara
lain Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay (ELISA), Western Blot dan tes
lainnya yang prinsip penggunaannya lebih mudah dan harga lebih terjangkau. Hasil
test HIV dapat digolongkan ke dalam 3 hasil yakni:
6
1. Non Reaktif Hasil tes non reaktif menunjukkan bahwa tidak terdeteksi
antibodi di dalam darah. Hasil ini dapat mempunyai beberapa arti yakni
individu tersebut tidak terinfeksi HIV atau individu tersebut mungkin
terinfeksi HIV tetapi tubuhnya belum dapat memproduksi antibodi HIV
dimana dalam kondisi ini individu tersebut berada dalam status window period
sehingga untuk memastikannya dapat dilakukan kembali tes HIV 3 atau 6
berikutnya.
2. Reaktif
Hasil tes reaktif menunjukkan bahwa antibodi HIV terdeteksi di dalam darah.
Hasil ini menunjukkan bahwa individu dengan hasil tes HIV reaktif berarti
telah terinfeksi HIV, tetapi belum tentu individu tersebut telah mengidap
AIDS. Untuk hasil tes reaktif konselor akan menjelaskan makna hasil tes
reaktif dan menanyakan kepada klien siapa saja yang boleh mengetahui hasil
tes. Sedangkan untuk hasil tes non reaktif dan intermediate konselor
menjelaskan makna hasil tes dimana klien juga diberikan konseling mengenai
perubahan perilaku.
3. Intermediate
Hasil tes intermediate menunjukkan hal sebagai berikut: individu tersebut
mungkin terinfeksi HIV dan sedang dalam proses membentuk antibodi
(serokonversi akut), atau individu tersebut mempunyai antibodi dalam darah
yang mirip dengan antibodi HIV
7
c. Contoh SOP Penatalaksanaan VCT
1. TUJUAN.
Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Konseling dan Testing HIV/AIDS
secara sukarela
2. RUANG LINGKUP
Tindakan dimulai dari anamnesa, konseling, tindakan, sampai dengan
pencatatan
3. KRITERIA PENCAPAIAN
Penatalaksanaan VCT dapat dilaksanakan 100% sesuai prosedur
penatalaksanaan klinik VCT
4. DEFINISI
Voluntary Counseling Test (VCT) adalah Proses konseling pra testing,
konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV.
Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat
testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV
yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk
mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.
Voluntary Counseling Test (VCT) merupakan pintu masuk penting untuk
pencegahan dan perawatan HIV
5. URAIAN UMUM
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli (disebut konselor / pembimbing) kepada individu yang mengalami
sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi pelanggan. Konseling merupakan dialog yang terjaga
kerahasiaan antara konselor dan pelanggan.
6. PERALATAN
1) Alat
2) Papan nama dan petunjuk
3) Poster HIV/AIDS dan IMS
4) Leaflet HIV/AIDS dan IMS
5) Brosur HIV/AIDS dan IMS
6) Kotak saran
7) Tempat sampah
8
8) Meja dan kursi
9) Jam kerja layanan, kalender dan kondom.
10) Alat peraga penis dan alat peraga reproduksi wanita
11) Lemari arsip dan dokumen
12) Bahan
13) Tisu
14) Air minum
15) Persedian air minum
7. INTRUKSI KERJA
9
test.
1.13 Menjelaskan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan
memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status
HIV.
1.14 Menjajaki kemapuan pelanggan dalam mengatasi masalah.
1.15 Melakukan penilaian system dukungan.
1.16 Memberi waktu untuk berfikir.
1.17 Bila pelanggan menyetujui untuk test, konselor memberikan
form informed consent kepada pelanggan dan meminta tanda
tangannya setelah pelanggan membaca isi form HIV/.AIDS.
1.18 Mengisi dokumen pelanggan dengan lengkap dan mengisi form
rujukan ke laboratorium.
1.19 Membuat perjanjian dengan pelanggan untuk menunggu hasil
test.
1.20 Mengantar pelanggan ke tempat pengambilan darah dan
menyerahkan form laboratorium kepada petugas pengambilan darah.
1.21 Bila pelanggan tidak menyetujui untuk di test, konselor
menawarkan kepada pelanggan untuk dating kembali sewaktu-waktu
bila masih memerlukan dukungan dan / atau untuk dilakukan test.
1.22 Mengucapkan salam dan mengakhiri proses.
10
menerima hasil test, maka konselor menawarkan kepada pelanggan
untuk membuka amplop bersama konselor.
2.6.2 Apabila pelanggan menyatakan belum siap, konselor meberi
dukungan kepada pelanggan untuk menerima hasil dan beri waktu
sampai pelanggan menyatakan dirinya siap.
2.7 Membuka amplop dan menyampaikan secara lisan hasil testing
HIV.
2.8 Memberi kesempatan pelanggan membaca hasil.
2.9 Menjelaskan kepada pelanggan tentang hasil testing HIV yang
telah dibuka dan yang telah dibaca bersama.
2.10 Memberi kesempatandanventilasikankeadaanemosinya.
Menerapkanmanajemenreaksi.
11
hadir, disarankan untuk menghubungi konselor melalui telepon
untuk perjanjian berikutnya.
3.1.11 Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum diketahui.
3.1.12 Menawarkan pelayanan VCT pada pasangan pelanggan.
3.1.13 Apabila pelanggan sudah jelas dan tidak ada pertanyaan,
maka konseling pasca-testing ditutup.
3.1.14 Memotivasi agar bersama di damping oleh MK.
3.1.15 Konselor mengisi form pasca-konseling.
DAFTAR PUSTAKA
12
Booklet HIV & AIDS. BKKBN. 2011
http://m.metrotvnews.com/read/2015/11/30/196222/jumlah-kasus-hiv-aids-di-indonesia-
meningkat.
Katiandagho, Desmon. 2015. EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS. In Media : Bogor
Nursalam, dkk. 2007. Asuhan Keperwatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba
Medika : Jakarta
Yan Deivita. 2017. “MANAJEMEN HIV/AIDS” DETEKSI DAN PERAWATAN
HIV/AIDS (VCT & CST). Diakses tanggal 11 maret 2020
13