Anda di halaman 1dari 8

PEMBERIAN LAXOBERON TETES ORAL TIDAK SESUAI RUTE

Nama pasien : Tn.S usia 90th

No.MR : 15-54-65

Diagnosa: CVDNH berulang, nefropati, hipo K

Dr.penanggungjawab : dr.S

tgl masuk : 8-12-2017

jaminan : pribadi

pasien Tn.S usia 90th, pada pukul 12.oo wib Sr.F memberi diit dan ganti pempres karna
pempresnya sudah penuh dengan air pipis setelah selesai semua , sr.F mengecek brief obat
ternyata ada salah satu obat laxoberon blm dikasih, karna terlalu semangat Jam 13.10 wib sr.F
ambil obat laxoberon tersebut dan ditetes kemata tidak keluar", posisi tersebut ada 2 orang yang
mendampingi, setelah itu Sr.F mencoba lagi ke mata kiri tidak terlalu berhasil dan dimata kanan
sr.F minta tolong brudernya nya sempet ke tetes, sr.F ragu karna baru satu tetes saja sulit keluar
sedangkan ini intruksinya 10 tetes, sr.F baca keterangannya ternyata ditetes ke air langsung sr.F
konfirmasi ke PJ ternyata benar tetes ke air.

J.13.15 obat tersebut diteteskan ke air dan diberikan lewat sonde oleh sr.F, 10 Menit kemudian
tn.S bel ternyata BAB.

J.13.25 keluarga menanyakan obat tetes tersebut Sr.F call Dr.N mengenai obat laxoberon ditetes
ke mata 1 tetes, advice beliau lakukan tindakan irigasi mata dengan Nacl 0,9%

j 14.20 tn.S di irigasi mata oleh dr.N dan sr.L.

setelah dr.N melakukan irigasi saran beliau konsul ke dr.mata.

Laksatif,
Pencahar

Tag: konstipasi , sudah


BAB , sembelit , pencahar

Komposisi: natrium pikosulfat 7,5mg/ml

Indikasi: konstipasi dan defikasi yang teratur karena berbaring lama ditempat tidur,
perubahan diet, perubahan iklim, setelah operasi dan kelahiran.

Dosis: dewasa: 8-12 tetes sehari. anak >1 tahun: 4-8 tetes sehari

Penyajian: diminum sebelum tidur malam

Perhatian: ileus, kelainan abdomen akut

Kemasan: 1 Pcs

Harga: Rp 109.011,- / Pcs

Deskripsi: Laxoberon Drop merupakan obat pencahar yang dikemas dalam bentuk drop dan
mengandung 7,5mg natrium pikosulfat pada setiap ml.laxoberon Drop dapat
digunakan untuk membantu melancarkan masalah buang air besar (BAB).
Laxoberon diproduksi oleh PT. Boehringer Ingelheim dan telah terdaftar pada
BPOM.
Makalah Jalur Pemberian Obat (Farmakologi Dasar) Kelompok 2 (Farmasi B) Page 9
intracardial (jantung) ddan anti-artikuler (ke celah-celah sendi)adalah beberapa cara injeksi
lainnya untuk memasukkan obatlangsung ke tempat yang diinginkan.-

Implantasi subkutanImplantasi subkutan adalah memasukkan obat yang


berbentuk pellet steril (tablet silindris kecil) ke bawah kulit denganmenggunkan suatu alat
khusus (trocar). Obat ini terutamadigunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon
kelamin(estradiol dan testosteran. Akibat resorpsi yangh lambat,
satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-
5 bulan lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obatantihamil dengan lama kerja 3 tahun
(Implanon, Norplant).-

RektalRektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yanglayak untuk obat yang
merangsang atau yang diuraikan oleh asamlambung, biasanya dalam bentuk suppositoria,
kadang-kadangsebagai cairan (klisma: 2-10 mL, lavemen: 10-500 mL). Obat initerutama
digunakan pada pasien yang mual atau muntah-muntah(mabuk jalan atau migrain) atau yang
terlampau sakit untukmenelan tablet. Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat,misalnya
laksans (suppose, bisakodil/gliserin) dan klisma(prednisone atau neomisin).Sebagai bahan dasar
(basis) suppositoria digunakan lemakyang meleleh pada suhu tubuh (k.l. 36,8
0
C), yakni oleum cacaodan gliserida sintetis (Estarin, Wittepsol). Demikian pula zat-zathidrofil
yang melarut dalam getah rectum, misalnya tetrasiklin,kloramfenikol dan sulfonamida (hanya
20%). Karena inisebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada rectum kosong(tanpa tinja).
Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknyalebih cepat dan lebih kuat dibandingkan
pemberian per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rectum tidak

Makalah Jalur Pemberian Obat (Farmakologi Dasar) Kelompok 2 (Farmasi B) Page 10


tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati
pada peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakanFirst Pass Effect.
Pengecualian adalah bila obat diserap di bagianatas rectum dan oleh vena porta dan kemudian ke
hati. Misalnyathiazianium.Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yangtergantung
dari basis suppositoria yang digunakan, dapatmenentukan rutenya ke sirkulasi darah besar.
Suppositoria dansalep juga sering digunakan untuk efek local pada
gangguan poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapatmenimbulkan peradangan bila
digunakan terus-menerus.
2.

Efek Lokal
a.

IntranasalMukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalamtubuh, dapat
menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efeksetempat. Secara intranasal (melalui
hidung) digunakan tetes hidung padaselesma untuk menciutkan mukosa yang bengkak
(efedrin,ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efeksistemis, misalnya
vasopressin dan kortikosteroida (heklometason,flunisolida).
6
b.

Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)Obat berbentuk tetes atau salep
digunakan untuk mengobati penyakitmata atau telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat
tetes haruswaspada, karena obat dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efektoksik,
misalnya atropin.
7
c.

Inhalasi (Intrapulmonal)Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai
inhalasi(aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alataerosol. Semprotan
obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi
6
Ibid, hal 20
7
Ibid

Makalah Jalur Pemberian Obat (Farmakologi Dasar) Kelompok 2 (Farmasi B) Page 11


melalui mukosa mulut, tenggorokan dan saluran napas. Tanpa melaluihati, obat dapat dengan
cepat memasuki predaran darah danmenghasilkan efeknya. Yang digunakan secara inhalasi
adalah anestetikaumum (eter, halotan) dan obat-obat asam (adrenalin,
isoprenalin, budenosida dan klometason) dengan maksud mencapai kadar setempatyang tinggi
dan memberikan efek terhadap brochia. Untuk maksud ini,selain larutan obat, juga dapat
digunakan zat padatnya (turbuhaler) dalamkeadaan sangat halus (microfine: 1-5 mikron),
misalnyanatriumkromoglikat, beklometason dan budesonida.
8
d.

IntravaginalUntuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atausejenis
suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalamvagina dan melarut di situ.
Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis(radang vagina) akibat parasit trichomonas dan
candida. Obat dapat puladigunakan sebagai cairan bilasan. Penggunaan lain adalah
untukmencegah kehamilan, di mana zat spermicide (dengan daya mematikansel-sel mani)
dimasukkan dalam bentuk tablet busa, krem atau foam.
9
e.

Kulit (topical)Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau
lotion(kocokan). Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapiresorpsi
berlangsung lebih mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yangmenyusul kadang-kadang
berbahaya, seperti degan dengan kortikosterida(kortison, betametason, dll), terutama bila
digunakan dengan caraocclusi

Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik - Pada posting sebelumnya telah diuraikan


sejumlahpengertian komunikasi terapeutik menurut para ahli. Selanjutnya, terdapat empat tahap
atau fase dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen (1998), yang dapat
dijelaskan di bawah ini.

1. Tahap Pre-interaksi

Tahap pertama ini merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan pasien. Tugas
perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri;
menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; mengumpulkan data tentang
klien jika memungkinkan; dan merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap orientasi

Yakni tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas perawat dalam tahap ini
meliputi: menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; membina rasa percaya, penerimaan
dan komunikasi terbuka; menggali pikiran, perasaan dan tindakan-tindakan klien;
mengidentifikasi masalah klien; menetapkan tujuan dengan klien; dan, merumuskan bersama
kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan mencakupkan nama, peran, tanggung
jawab, harapan, tujuan, tepat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi dan
kerahasiaan.

3. Tahap kerja

Tahap komunikasi terapeutik yang ketiga ini adalah tahap dimana perawat memulai kegiatan
komunikasi. Tugas perawat pada tahap ini adalah menggali stresor yang relevan; meningkatkan
pengembanganpenghayatan dan penggunaan mekanisme koping klien yang konstruktif; serta
membahas dan atasi perilaku resisten.

4. Tahap terminasi

Tahap terminasi adalah tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi dengan klien, tahap
ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi sementara ataupun perpisahan atau terminasi
akhir. Tugas perawat pada tahap ini adalah: membina realitas tentang perpisahan; meninjau
kemampuan terapi dan pencapaian tujuan-tujuan; serta menggali secara timbal balik perasaan
penolakan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.

Baca juga: Contoh Dialog Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Demikian 4 fase atau tahap komunikasi terapeutik dan penjelasannya. Disamping memahami
tahapan komunikasi terapeutik, yang lebih penting lagi menguasai teknik-teknik komunikasi
terapeutik yang juga dapat dibaca di blog ini. Semoga bermanfaat.

Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat sehingga
dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral
dan parenteral.

A. Enteral

1. Oral : memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling
umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan.
Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama
ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat
diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke ahti sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika
diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi.
Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga
obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena
itu, penisilin ata obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat
melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung
pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.

2. Sublingual : penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi kedalam


anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pemberian
suatu obat dengan rute ini mempunyai keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan
hati dan obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme.

3. Rektal : 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan
tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam
lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan
secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah.

B. Parenteral

Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran cerna, dan
untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral juga
digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja
obat yang cepat.

Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya
dimasukkan kedalam tubuh.

1. Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering
dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan
pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme
first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas
kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-
obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan
activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat
konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus
dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang
disuntikkan secara intra-arteri.

2. Intramuskular (IM) : obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan
dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam vehikulum non aqua
seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat
depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap
pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikansuatu dosis sedikit
demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.

3. Subkutan : suntukan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan


intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan
suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan
mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain
pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang berisikan
kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi unutk jangka yang sangat panjang.

C. Lain-lain

1. Inhalasi : inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari
saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan efek yang
dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan penderita-
penderita dengan keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena
obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.

2. Intranasal : Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus;


kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam pengobtana
osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain, biasanya digunakan
dengan cara mengisap.

3. Intratekal/intraventrikular : Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara


langsung ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada leukemia limfostik akut.

4. Topikal : Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk
pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem secara langsung pada kulit
dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk
mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.

5. Transdermal : Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada
kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan absorbsi sangat bervariasi
tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian. Cara pemberian obat ini paling
sering digunakan untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina, nitrogliserin.

Anda mungkin juga menyukai