Anda di halaman 1dari 15

SUPPOSITORIA DAN

OVULA
AHMAD SOPIAN
SUPPOSITORIA
• Menurut Farmakope Indonesia suppositoria adalah suatu bentuk sediaan
padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimasukkan melalui lubang
atau celah pada tubuh.

• Suppositoria setelah dimasukkan ke dalam lubang tubuh ia akan


melebur, melunak atau melarut, dan memberikan efek lokal atau
sistemik.
SUPPOSITORIA
• Kata suppositoria sendiri berasal dari bahasa latin
supponere, sup artinya: di bawah dan ponere artinya:
ditempatkan. Berarti, supponere mempunyai arti “untuk
ditempatkan di bawah”. Oleh karena itu, suppositoria
digunakan untuk ditempatkan di bagian bawah tubuh
seperti di rektum
• Pada umumnya Suppositoria dimasukkan melalui rektum, vagina, tetapi kadang-kadang dimasukkan
melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung.
• Suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang sudah tidak digunakan lagi. Mengapa dibuat
sediaan dalam bentuk suppositoria? Untuk Anda ketahui bahwa suppositoria sebenarnya dibuat
dengan tujuan sebagai berikut.
1. Untuk pengobatan lokal pada rektum, vagina, urethra, misal wasir, infeksi, dan lain lain.
2. Sebagai alternatif bila oral tidak dapat dilakukan. Misalnya pada bayi, pasien debil (lemas,
tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan sistem pencernaan (mual, muntah), dan kerusakan
saluran cerna.
3. Agar obat lebih cepat bekerja, karena absorpsi obat oleh selaput lendir rektal langsung ke
sirkulasi pembuluh darah.
4. Untuk mendapatkan “prolonged action” (obat tinggal ditempat tersebut untuk jangka waktu yang
dikehendaki).
5. Untuk menghindari kerusakan obat pada saluran cerna.
MACAM-MACAM SEDIAAN SUPPOSITORIA
1. Rektal Suppositoria rectal/rektum (anus).
Penggunaan suppositoria ini dimasukkan ke dalam anus dengan menggunakan
tangan.
Berbentuk seperti peluru, dengan panjang + 32 mm (1,5 inci). Mempunyai berat
untuk orang dewasa = 3 g dan anak = 2 g jika menggunakan lemak coklat
(Theobroma oil) sebagai basis.

Gambar 1. Bentuk suppositoria


2. Vaginal Suppositoria = Ovula = Pessary. Penggunaan suppositoria ini dimasukkan ke dalam
vagina dengan menggunakan bantuan alat. Menurut Farmakope Indonesia III, ovula merupakan
suatu sediaan padat yang digunakan melalui vagina. Bentuk Ovula pada umumnya berbentuk telur,
dapat melarut, melunak, dan meleleh pada suhu tubuh. Jadi, ovula berbentuk seperti telur atau bola
lonjong atau kerucut dengan berat 3 – 6 gram. Namun demikian, berat ovula umumnya 5 gram jika
menggunakan lemak coklat sebagai basis. Akan tetapi, berat ovula dapat beragam tergantung pada
basis dan produk industri.
3. Urethral Suppositoria = Bacilla = Bougies. Jenis
suppositoria ini cara penggunaannya dimasukkan ke dalam
urethra (saluran kemih) pada pria dan wanita. Suppositoria
jenis yang ini berbentuk batang-batang seperti pensil dengan
ukuran:  Untuk laki-laki ♂: panjang + 140 mm, diameter =
3,6 mm, dan berat = 4 gram  Untuk perempuan ♀: panjang +
70 mm, diameter = 1,5 – 3 mm, dan berat = 2 gram Sekedar
informasi untuk Anda bahwa pemakaian suppositoria uretral
sekarang ini sudah jarang digunakan
TUJUAN PENGOBATAN DENGAN MENGGUNAKAN SEDIAAN
SUPPOSITORIA
• Berikut ini akan dijelaskan maksud dari dibuatnya sediaan suppositoria dan ovula.
1. Tujuan untuk efek secara lokal Saat suppositoria dimasukkan, maka basis suppositoria akan meleleh,
melunak atau melarut, dan menyebarkan bahan obat ke jaringan-jaringan di daerah tempat
dimasukkannya. Tujuan pemberian ini agar bahan obat tersebut dapat dimaksudkan untuk efek kerja
lokal di tempat tersebut atau dapat juga dimaksudkan agar diabsorpsi untuk mendapatkan efek
sistemik. Jenis-jenis suppositoria yang berefek lokal adalah sebagai berikut.
a. Suppositoria rektal Suppositoria ini paling sering digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa
sakit, iritasi, rasa gatal, dan radang sehubungan dengan wasir (hemoroid) atau lewat rektal lainnya.
yang termasuk jenis suppositoria rektal ini dapat berupa:
• Suppositoria antiwasir. Suppositoria jenis ini biasanya mengandung sejumlah bahan obat. Diantaranya adalah
anaestetik lokal, vasokonstriktor, astringen, analgesik, pelunak, dan pelindung.
• Suppositoria laksatif. Suppositoria jenis ini biasanya suppositoria gliserin yang berefek laksasi (pencahar)
karena iritasi lokal dari membran mukosa, karena dengan efek dehidrasi gliserin pada membran tersebut
b. Suppositoria vaginal Suppositoria jenis ini dimaksudkan untuk memberi
efek lokal dan terutama berfungsi sebagai:
• Kontrasepsi. Yang termasuk jenis ini misalnya: obat nonoksinol-9
• antiseptik pada kebersihan wanita dan sebagai zat untuk menghambat
atau mematikan penyebab penyakit akibat jamur ataupun bakteri.
Biasanya mengandung trikomonosida untuk mengobati vaginitis yang
disebabkan oleh mikroorganisma Trichomonas vaginalis dan Cadida
albicans.
• antiinfeksi/biotik untuk mikroorganisma lainnya.
c. Suppositoria uretral Suppositoria ini digunakan dengan tujuan sebagai
antibakteri dan anestetik lokal untuk pengujian uretral.
2. Tujuan untuk efek secara sistemik Saudara mahasiswa, pemberian suppositoria dimaksudkan untuk
memberi efek sistemik. Saat penggunaannya, biasanya diberikan melalui membran mukosa rektal dan vagina.
Mengapa demikian? Ya karena suppositoria mampu mengabsorpsi dari kebanyakan obat yang lain. Namun
demikian, pemberian suppositoria melalui rektal ini lebih sering digunakan sebagai tempat absorpsi sistemik.
Pemberian suppositoria melalui vagina jarang digunakan untuk tujuan sistemik.
Absorpsi melalui rektal untuk efek sistemik mempunyai kelebihan dibandingkan peroral yaitu:
• Obat yang rusak atau inaktivasi oleh pH dan aktivitas enzim pada lambung atau usus tidak perlu terpapar
pada enzim destruktif tersebut.
• Obat yang mengiritasi mukosa dapat diberikan tanpa menyebabkan iritasi.
• Obat tidak melewati liver setelah absorpsi melalui rektum, sehingga tidak dirusak dalam sirkulasi portal
(yaitu obat melintasi sirkulasi portal setelah pemberian melalui oral dan terabsorpsi).
• Rute melalui rektal cukup nyaman untuk pemberian obat pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau
menelan obat.
• Rute melalui rektal merupakan rute yang efektif untuk pasien yang mudah muntah.
Bahan obat yang digunakan melalui suppositoria rektal untuk mendapatkan efek sistemik antara lain:
a. sebagai obat asma, yaitu: aminofillin dan teofilin
b. sebagai obat antiemetik, mual, dan penenang, yaitu: proklorperazin dan klorpromazin
c. sebagai hipnotik-sedatif, yaitu: kloralhidrat
d. sebagai antispasmodik dan analgesik, yaitu: belladonna dan opium
e. sebagai antimigrain, yaitu: ergotamin tartrat
f. sebagai analgetik narkotik, yaitu: oksimorfon
g. sebagai antipiretik dan analgesik, yaitu: aspirin
h. sebagai analgetik antiinflamasi dan antipiretik non steroid, yaitu: indometasin
i. sebagai penghilang mual dan muntah, yaitu: ondansetron
Waktu Terbaik Menggunakan Sediaan Suppositoria
• Dalam menggunakan sediaan suppositoria ini perlu memperhatikan waktu-waktu yang
terbaik agar memperoleh hasil yang maksimal. Berikut ini adalah waktuwaktu yang
disarankan dalam menggunakan sediaan suppositoria tersebut.
1. Sesudah defekasi untuk suppos anal (rektal), untuk menghindari obat dikeluarkan
terlalu cepat bersama faeces sebelum sempat bekerja.
2. Malam hari sebelum tidur, penderita dalam posisi telentang untuk menghindari
melelehnya obat keluar rectum / vagina.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat
dari Suppositoria Rektal
Dalam sajian berikut kita akan membahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi
terhadap sediaan suppositoria rektal. Hal ini tentu sangat penting untuk Anda pahami
sebagai tenaga teknis kefarmasian, karena faktor-faktor yang dimaksud tersebut dapat
mempengaruhi efek obat yang diberikan dalam bentuk sediaan suppositoria. Dosis obat
yang dimasukkan melalui rektal dapat lebih besar atau lebih kecil dibandingkan obat yang
sama yang diberikan secara oral. Terdapat 2 (dua) kelompok faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat suppositoria, yaitu
sebagai berikut.
1. Faktor Fisiologis Bahan obat yang diberikan melalui rektum dosisnya dapat lebih besar atau
lebih kecil dibandingkan dengan pemberian obat secara oral. Hal tersebut tergantung dari
faktorfaktor berikut:
 keadaan tubuh pasien
 sifat fisika kimia obat
 kemampuan obat melewati rintangan fisiologi untuk dapat di absorpsi
 sifat pembawa suppositoria dan kemampuan basis untuk melepaskan obat supaya siap di absorpsi.
Panjang rektum kira-kira 15 – 20 cm. Saat keadaan kolon kosong rektum berisi antara 2 – 3 ml cairan
mukosa. Dalam kondisi istirahat, rektal tidak bergerak dan tidak ada vili atau mikrovili pada mukosa rektal.
Namun demikian, terdapat vaskularisasi berlimpah pada daerah submucosa dinding rektal dengan
pembuluh darah dan limpa. Faktor fisiologi yang mempengaruhi absorpsi obat dari rektum adalah :
a. Kandungan kolon
b. Jalur sirkulasi
c. pH dan tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.
2. Faktor fisika dan kimia dari obat dan basis suppositoria. Faktor fisika dan kimia dari obat yang
dapat mempengaruhi absorpsi meliputi dua hal berikut ini.
 sifat seperti kelarutan obat relatif dalam lemak dan dalam air
 ukuran partikel obat terdispersi.
Faktor fisika dan kimia dari basis yang dapat mempengaruhi absorpsi meliputi tiga hal berikut ini.
 kemampuan meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh
 kemampuan melepaskan bahan obat, dan
 karakteristik hidrofilik dan hidrofobik
a. Kelarutan lemak-air
b. Ukuran partikel
c. Sifat basis

Anda mungkin juga menyukai