Anda di halaman 1dari 19

Suppositoria (ovulae)

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan

melalui rectal,vaginal atau uretra. Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dapat

dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan

kejanggalan begitu masuk, harus dapat bertahan untuk suatu waktu tertentu.

Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi:

1. Suppositori rectal : Suppositorial untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya

dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g

2. Suppositoria vaginal : umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5,0

g dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air seperti

polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.

3. Suppositoria uretra : suppositoria untuk saluran urine yang juga disebut bougie. Bentuknya

ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine pria atau wanita.

Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran

ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya

4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria,

panjang 70 mm dan beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya

4. Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk

sama dengan suppositoria uretra hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm.
suppositoria telinga umumnya diolah dengan basis gelatin yang mengandung gliserin. Namun,

suppositoria untuk obat hidung dan telinga jarang digunakan.

Suppositiria rectum umunya dimasukkan dengan jari tangan, biasanya suppositoria

rectum panjangnya lebih kurang dari 32 mm (1,5 inci), dan berbentuk silinder dan kedua

ujungnya tajam. Benruk suppositoria rectum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari

kecil, tergantung pada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP

sebesar 2 g untuk menggunakan basis oleum cacao.

Penggunaan suppositoria bertujuan :

1. Untuk tujuan lokal seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya.

Suppositoria untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum.

2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat

3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan

obat secara biokimia di dalam hati.

B. PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN MASALAH

1. Suppositoria

a. Permasalahan

b. penyelesaian permasalahan

-
BAB II
LANDASAN TEORI

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan

melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat

terapetik yang bersifat local atau sistematik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan

adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen

glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol (Depkes R.I., 1995).

Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.

Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum cacao), polietilenglikol atau

lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau Gelatin. Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain

adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak. Suppositoria supaya disipan dalam wadah

tertutup baik dan di tempat yang sejuk. Keuntungan bentuk torpedo adalah bila bagian yang

besar masuk melalui otot penutup dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendiri.

Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral atau melalui

saluran pencernaan adalah :


1. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.

2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan

3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah dan berakibat obat dapat memberi efek lebih

cepat daripada penggunaan obat per oral

4. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)

Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :

1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya.

Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane

mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak

memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.

2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap

oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.

3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan

obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).

Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Bahan dasar yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan yang ada

dalam rectum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar apabila perlu, dipanaskan. Bila obatnya

sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.


2. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan dalam cetakan

suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi nikel atau logam

lain, ada juga dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk

mengeluarkan suppositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan tube gelas atau gulungan

kertas (Anief, 2004).


Isi berat dari suppositoria dapat ditentukan dengan membuat percobaan sebagai berikut:

1. Menimbang obat untuk sebuah suppositoria

2. Mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan

3. Memasukakn campuran tersebut ke dalam cetakan

4. Mendinginkan cetakan yang berisi campuran tersebut. Setelah dingin suppositoria dikeluarkan

dari cetakan dan ditimbang

5. Berat suppositoria dikurangi berat obatnya merupakan berat bahan dasar yang harus ditimbang

6. Berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam (Anief, 2004).

Untuk menghindari massa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk

menghindari massa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi dengan

parafin, minyak lemak, spritus Saponatus (Soft soap liniment). Yang terakhir jangan digunakan

untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan bereaksi dengan sabunnya dan

sebagai pengganti dapat digunakan larutan Oleum Ricini dalam etanol. Untuk suppositoria

dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelican karena pada pendinginan mudah

lepas dari cetakan karena mengkerut (Anief, 2004).

Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal yaitu :

1. Faktor fisiologis, antara lain pelepasan obat dari basis atau bahan dasar, difusi obat melalui

mukosa, deteoksifikasi atau metabolisme, distribusi di cairan jaringan, dan terjadinya ikatan

protein di dalam darah atau cairan jaringan.

2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran

partikel, dan basis suppositoria (Syamsuni, 2005).

Kerugian penggunaan bentuk sediaan suppositoria antara lain :

1. Tidak menyenangkan penggunaan


2. Absorbsi obat sering tidak teratur dan sedikit diramalkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat per rektal :

1. Faktor fisiologis antara lain pelepasan uobat dari basis atau bahan dasar, difusi obat melalui

mukosa, detoksifikasi atau metanolisme, distribusi di cairan jaringan dan terjadinya ikatan

protein di dalam darah atau cairan jaringan.

2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain : kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran

partikel dan basis supositoria

3. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut dalam air atau

meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah lemak cokelat (oleum

cacao), polietilenglikol (PEG), lemak tengkawang (oleum shorae) atau gelatin (Syamsuni, 2005).

Bahan dasar suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :

1. Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tetapi akan melunak

pada suhu rectum dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.

2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.

3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.

4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, dan bau serta pemisahan obat.

5. Kadar air mencukupi.

6. Untuk basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan iodium dan bilangan

penyabunan harus jelas diketahui (Syamsuni, 2007).

Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Bahan dasar yang digunakan harus meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan yang ada di

rektum.
2. Obat harus larut dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut, obat harus

diserbukkan terlebih dahulu sampai halus.

3. Setelah campurn obat dan bahan dasarnya meleleh atau mencair, campuran itu dituangkan ke

dalam cetakan supositoria dan didinginkan. Cetakan ini dibuat dari besi yang dilapisi nikel dan

logam lain; ada juga terbuat dari plastik (Syamsuni, 2005).

Sifat suppositoria yang ideal :

1. melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh.

2. tidak toksik dan tidak merangsang

3. dapat tercampur (kompartibel) dengan bahan obat.

4. dapat melepas obat dengan segera.

5. mudah dituang kedalam cetakan dan dapat dengan mudah dilepas dari cetakan.

6. stabil terhadap pemanasan di atas suhu lebur.

7. mudah ditangani.

8. stabil selama penyimpanan.

Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat (oleum cacao) :

1. Merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat; berwarna putih kekuningan;

padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 310-340C.


2. Karena mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat sejuk, kering, dan

terlindung dari cahaya.

3. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya pada pemanasan tinggi.

Di atas titik leburnya, oleum cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan

inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali.

a. Bentuk (alfa) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi didinginkan dan segera pada 0 0C dan

bentuk ini memiliki titik lebur 240C (menurut literature lain 220C).
b. Bentuk (beta) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18 0-230C dan

bentuk ini memiliki titik lebur 280-310C.


c. Bentuk stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan bentuk secara perlahan-lahan disertai

kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 340-350C (menurut literature lain 34,50C).
d. Bentuk (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (20 0C) dan

bentuk ini memiliki titik lebur 180C.

4. Untuk menghindari bentuk-bentuk Kristal tidak stabil diatas dapat dilakukan dengan cara :

a. Oleum cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 nya saja yang dilelehkan.

b. Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabil kedalam lelehan oleum cacao untuk

mempercepat perubahan bentuk karena tidak stabil menjadi bentuk stabil.

c. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari.

5. Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, memiliki bau khas, dan bersifat

polimorf (mempunyai banyak bentuk kristal). Jika dipanaskan, pada suhu 300C akan mulai

mencair dan biasanya meleleh sekitar 340-350C, sedangkan pada suhu di bawah 300C berupa

massa semi padat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti
minyak dan akan kehilangan semua inti kristal stabil yang berguna untuk memadat. Jika

didinginkan di bawah suhu 150C, akan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil. Agar

mendapatkan suppositoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai

cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap mengandung inti kristal dari bentuk

stabil.

6. Untuk menaikkan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau cetasium (spermaseti).

Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6% sebab akan menghasilkan campuran yang

mempunyai titik lebur diatas 370C dan tidak boleh kurang dari 4% karena akan diperoleh titik

lebur < 330C. Jika bahan obat merupakan larutan dalam air, perlu diperhatikan bahwa lemak

coklatnya hanya sedikit menyerap air. Oleh karena itu penambahan cera flava dapat juga

menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.

7. Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat juga digunakan tambahan sedikit kloralhidrat

atau fenol, atau minyak atsiri.

8. Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena

itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati.

9. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat

terserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rectal karena disolusinya

lambat.

10. Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampurkan bahan obat

yang dihaluskan kedalam minyak lemak padat pada suhu kamar, dan massa yang dihasilkan

dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat

kemudian dibiarkan sampai dingin dalam cetakan. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah

tertutup baik, pada suhu dibawah 300C.


11. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar oleum cacao sebaiknya dihindari karena :

a. Menyebabkan reaksi antara obat-obatan di dalam suppositoria.


b. Mempercepat tengiknya oleum cacao.
c. Jika airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari suppositoria.

12. Keburukan oleum cacao sebagai bahan dasar suppositoria :

a. Meleleh pada udara yang panas.


b. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.
c. Titik leburnya dapat turun atau naik jika ditambahkan bahan tertentu.
d. Adanya sifat polimorfisme.
e. Sering bocor (keluar dari rectum karena mencair) selama pemakaian.
f. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (Syamsuni, 2007).

Akibat beberapa keburukan oleum cacao tersebut dicari pengganti oleum cacao sebagai

bahan dasar suppositoria, yaitu :

1. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
2. Campuran setilalkohol dengan oleum amygdalarum dalam perbandingan 17 : 83.
3. Oleum cacao sintesis : coca buta, supositol (Syamsuni, 2007).

Pada pembuatan suppositoria dengan menggunakan cetakan, volume suppositoria harus

tetap, tetapi bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan,

misalnya extr. Belladonae, gram alkaloid.

Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang mempunyai volume

yang sama dengan 1 g obat (Syamsuni, 2007).

Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu :

Acidum boricum : 0,65 Aethylis aminobenzoas : 0,68

Garam alkaloid : 0,7 Aminophylinum : 0,86

Bismuthi subgallus : 0,37 Bismuthi subnitras : 0,20

Ichtammolum : 0,72 Sulfonamidum : 0,60


Tanninum : 0,68 Zinci oxydum : 0,25

Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0,7, kecuali untuk garam bismuth dan

zink oksida. Untuk larutan, nilai tukarnya dianggap 1. Jika suppositoria mengandung obat atau

zat padat yang banyak pengisian pada cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran

massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat

suppositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar

sebagai berikut (Syamsuni, 2007).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. RESEP

Dr. rahmat saleh


SIP : 399/IDI/2001
Jln. Malik raya kendari

R/ Tiap suppositoria mengandung :


Aminophyllin 250 mg
Suppositorium dasar yang cocok

Dosis : 1-2 kali sehari

B. KELENGKAPAN RESEP

Dr. Rahmat Saleh


SIP : 399/IDI/2001
Jln. Malik Raya Kendari
NO :12 Kendari, 1-6-
2012

R / Tiap suppositoria mengandung :


Aminophyllin 250 mg
Suppositorium dasar yang cocok

Pro : Febri
Umur : Dewasa
Alamat : Jln. Rambutan No.4
C. URAIAN BAHAN
1. Aminophyllin (FI Edisi III, hal. 82)
a resmi : AMINOPHYLLINUM
nim : Aminofilina, Teofilina Etilendiamina
Rumus bangun : o H

CH3- N N

us molekul : C16 H24 N10 O4


rian : Butir atau serbuk : putih atau agak kekuningan, bau lemah mirip

amoniak, rasa pahit.


utan : larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika dibiarkan mungkin

menjadi keruh, praktis tidak larut dalam etanol (95%)p dan dalam eter p.
impanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
: Bronkodilator : obat yang digunakan untuk menyembuhkan batuk
Antispasmodikum : obat yang digunakan untuk meredakan
kejang-kejang dan mengurangi tegangan tinggi dari jaringan otot polos. Diuretikum : obat yang
digunakan agar dapat memperbanyak pengeluaran air kemih yang langsung terhadap ginjal.

2. Oleum Cacao (FI, edisi III hal.453)


a resmi : OLEUM CACAO
nim : Lemak coklat
rian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas

lemak, agak rapuh.


uratan : praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) p

larut dalam kloroform p, dalam eter p hangat, dalam minyak lemak, dan dalam minyak atsiri.
impanan : dalam wadah tertutup baik
: Zat tambahan

3. Cera Flava (FI Edisi III, hal.140)


a resmi : CERA FLAVA
nim : Malam kuning
rian : Zat padat, coklat kekuningan, bau enak seperti madu, agak rapuh

jika dingin, menjadi elastis jika hangat dan bekas patahan buram dan berbutir-butir
utan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) p
larut dalam kloroform p, dalam eter p hangat, dalam minyak lemak, dan dalam minyak atsiri
impanan : Zat tambahan
D. PERHITUNGAN BAHAN
R/ Aminophylin 250 mg
Suppositorium dasar yang cocok oleum cacao
Dibuat suppo sebanyak 12 buah
Berat suppo 3 gram
Diperlukan = 12 x 250 = 3000 mg = 3 g
Berat suppo = 12 x 3 = 36 g oleum cacao
Nilai tukar = 0,86 x 3 = 36 2,58 = 33,42 gram oleum cacao
@ 1 suppo = 33,42 g = 2,785 gram oleum cacao

12

Perhitungan Bahan

1. Aminophyllin = 250 mg x 12 = 3 g
10
Dileburkan 10 % =3 x = 0,3 g
100

Jadi, Aminophyllin yang ditimbang adalah,

= 3 + 0,3 = 3,3 g

2. Oleum Cacao = 2,875 x 12 = 33,42 g

Dilebihkan 10 % = 33,42 x 10 = 3,342 g


100

Jadi, oleum cacao yang ditimbang adalah,

= 33,42 + 3,342 = 36, 762

3. Cera Flavum 10 % = 10 x 36 = 3,6 g


100

E. ALAT DAN BAHAN

ALAT
1. Aluminium foil
2. Batang pengaduk
3. Gelas kimia
4. Hot plate
5. Kertas perkamen
6. Sendok tanduk
7. Sudip
8. Timbangan Analitik
9. Timbangan kasar

BAHAN

1. Aminophyllin
2. Aquadest
3. Cera Flava
4. Oleum Cacao

F. CARA KERJA

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Disetarakan timbangan

3. Timbang bahan satu per satu

- Aminophyllin = 3,3 g
- Oleum cacao = 36, 762 g
- Cera Flavum = 3,6 g
4. Dicampur Aminophyllin + oleum Cacao + Cera Flava ke dalam gelas kimia

5. Dilebur diatas hot plate

6. Dituang ke dalam cetakan suppo biarkan hingga dingin

7. Ditimbang masing-masing suppo dengan berat 3 gram, jika berlebih potong bagian suppo yang

tumpul

8. Dibungkus dengan aluminium foil dan masukkan kedalam kotak suppo

9. Diberi etiket, dan brosur lalu simpan dilemari.


G. WADAH
Aluminium foil + sak obat

H. ETIKET

Apotek Bina Husada Kendari


Jln. Asrama Haji no.17 Telp. 0401 319093
Apoteker : Tantri
SIK : F.11.113

No : 31 Tgl : 1 juni 2012


Nama : Febri
Aturan Pakai : 3 x sehari

Masukan ke lubang anus


Obat Luar
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dialakukan pembuatan sediaan suppositoria dengan menggunakan bahan

aktif yaitu Aminophyllin dan basis suppositoria yang digunakan adalah oleum cacao. Pada

percobaan ini, dibuat suppositoria sebanyak 12 suppo untuk tiap kelompok. Penimbangan bahan

yang dilakukan adalah dengan menimbang Aminophyllin sebanyak 3,3 gram, oleum cacao

sebanyak 36,762 gram dan cera flavum sebanyak 3,6 gram. Semua bahan ditimbang dikertas

perkamen terkecuali oleum cacao yang ditimbang langsung kedalam gelas kimia. Oleum cacao

ini berperan sebagai bahan dasar suppositoria karena sifatnya yang dapat melarut dalam air atau

meleleh pada suhu tubuh.

Pada proses pembuatan suppositoria, masukkan Aminophyllin, oleum cacao dan cera flava

kedalam gelas kimia dan lebur di atas hot plate sambil diaduk dengan menggunakan batang

pengaduk. Peleburan dilakukan sampai semua bahan yang terdapat dalam gelas kimia dapat

tercampur secara homogen. Penambahan cera flava berfungsi untuk meninggikan titik lebur pada

oleum cacao dan dapat menaikkan daya serap oleum cacao terhadap air.

Pada pengisian masa suppositoria ke dalam cetakan, oleum cacao cepat membeku oleh

karena itu harus diadukl sesering mungkin, serta pada saat pengisian cetakan harus diisi lebih

karena pada saat pendinginan (cetakan dimasukkan kedalam kulkas) terjadi penyusutan volume

hingga terjadi lubang di atas masa. Apabila panjangnya berlebih maka barulah ujung suppo bisa

dipotong, bagian yang dipotong harus menggunakan pisau tajam dan jangan memotong bagian

suppo yang lancip akan tetapi potonglah bagian suppo yang tumpul.
Setelah suppo memadat dan dikeluarkan dari lemari pendingin, suppo dikeluarkan dari

cetakan dan dibungkus dengan menggunakan aluminium foil dan kemudian dikemas dengan

menggunakan sak obat. Suppositoriapun siap digunakan.

Pada pembuatan suppositoria dikenal dengan adanya istilah nilai tukar untuk pembuatan

dengan basis oleum cacao. Nilai tukar dimaksudkan untk mengetahui berat lemak coklat yang

mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram obat

Karena itu dalam penimbangan seharusnya tidak dilakukan satu persatu, tapi dihitung nilai

tukar zat aktif untuk mencari kebutuhan oleum cacao yang diperlukan.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suppositoria yang dibuat berbentuk peluru.

Bahan dasar suppositoria yang digunakan adalah oleum Cacao

Suppositoria memenuhi persyaratan evaluasi keseragaman bobot dimana tidak ada satu

suppositoria pun yang penyimpangannya lebih dari 10%.


Suppositoria memenuhi persyaratan uji homogenitas.

B. SARAN

Praktikan hendaknya mengetahui prosedur kerja dari percobaan.

Praktikan hendaknya melakukan prosedur percobaan dengan baik agar diperoleh hasil

yang baik.

Anda mungkin juga menyukai