Anda di halaman 1dari 6

RUTE PEMBERIAN OBAT

Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbed, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian
obat. Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang
utama, enteral dan parenteral.

A. Enteral

Pemberian obat secara enteral adalah pemberian obat melalui saluran cerna (Gastro
Intestinal) mulai dari cavum oris sampai rectum, contohnya dengan cara per oral, sublingual,
bucal dan rectal)

1. Pemberian Obat Per Oral

Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien.. Kerugian
timbul dari pemberian obat secara oral yaitu efek lambat, tidak bermanfaat untuk
pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan
rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang inaktif atau terurai oleh cairan
lambung atau usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin), obat absorpsi tidak teratur.
Untuk tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah
yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa
obat yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien
muntah-muntah, koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui
oral tidak dapat dipakai.

Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling
umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang paling rumit untuk
mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung tetapi duodenum merupakan
jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih
besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum
disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati
membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Tujuan pemberian obat oral
adalah untuk mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi
dari jenis obat. Obat oral baik sekali untuk mengobati infeksi usus. Bentuk sediaan
obat oral diantaranya yaitu : tablet, kapsul, obat hisap, sirup dan tetesan.

Mekanisme obat yang diberikan per oral yaitu sebagian besar obat diberikan
melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat (misal, alkohol dan aspirin) dapat diserap
secara cepat dari lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar pada
usus halus. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat, baik
secara in vivo maupun secara in vitro, menunjukkan bahwa mekanisme dasar absorpsi
obat melalui usus halus adalah difusi pasif, kecepatan transfer obat ini ditentukan oleh
derajat ionisasi dan kelarutan obat dalam lipid.
2. Sublingual

Pemberian obat secara sublingual merupakan pemberian obat yang cara


pemberiannya ditaruh sibawah lidah. Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat
tersebut berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Absorbsinya baik melalui jaringan kapiler dibawah lidah,
obat-obatan ini mudah dikonsumsi. Tujuannya agar efek terapi yang ditimbulkan bisa
lebih cepat karena pembuluh darah dibawah lidah merupakan pusat dari rasa sakit.
Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka
obat segera mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah
dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Selain itu, tujuannya untuk
memperoleh efek local dan sistemik, memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat
dibandingkan secara oral dan menghidari kerusakan obat oleh hepar.

Mempunyai kelebihan yaitu efek yang ditimbulkan lebih cepat dan kerusakan
obat pada saluran cerna dan metabolisme didinding usus dan hati dapat dihindari.
Sedangkan kekurangannya yaitu kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan
dapat merangsang selaput lendir mulut. Hanya obat yang bersifat lipofil yang dapat
diberikan dengan jalan ini. Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di
bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah
lidah tidak boleh ditelan. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan dicapai. Untuk
mencegah obat tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di
bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap. Dengan cara sublingual, obat
bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga
menit (Rodman dan Smith, 1979). Contoh obat yang biasa diberikan secara sublingual
yaitu Gliserin (nitrogliserin untuk angina pektoris) dan isoprenalin (asma bronkial).
Nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh
darah. Obat ini banyak diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat
angina pektoris.

3. Rektal

Pemberian obat rektal adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau
anus. Penggunaan rute rektal untuk obat adalah untuk tujuan memperoleh efek lokal
dan efek sistemik. Bentuk sadiaan obat yang digunakan adalah larutan, supositoria
dan salep. Penggunaan salep pada rektum dimaksudkan untuk efek local, sedang
berupa yang larutan digunakan untuk larutan pembersih.

Penggunaan salep pada rektum dimaksudkan untuk efek lokal dan sistemik.
Pengunaan salep rektal umumnya terbatas pada keadaan setempat. Bila supusitoria
dimasukan kedalam rektum maka akan melunak atau larut dalam cairan rektum.
Rektum dan kolom mampu menyerap banyak obat yang diberikan secara rektal untuk
tujuan memperoleh efek sistemik, hal ini dapat menghindari perusakan obat atau obat
menjadi tidak aktif karena pengaruh lingkungan perut dan usus. Juga memberi obat
per-rektal dilakukan bila pasien muntah atau sulit menelan obat.

Absorpsi pemakaian melalui Rektum, obat yang di absorpsi melalui rektal


beredar dalam darah tidak melalui hati dulu hingga tidak mengalami detoksikasi atau
bio-transformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif, karena bagian
yang di absorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava
inferior dan tidak melalui vena porta. Akan tetapi kuosien absorpsi umumnya jelas
lebih rendah dari pada pemakaian secara oral dan di samping itu terdapat
penyimpangan dalam individu dan antar individu. Kerugiaan pemberian obat melalui
rectum adalah tidak menyenangkan dan absorpsi obatnya tidak teratur dan sukar
diramalkan

Tindakan pengobatan ini disebut juga pemberian obat supositorium. Contoh


pemberian yang memiliki efek lokal seperti pada obat dulkolak supositoria yang
berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi. Contoh efek sistemik adalah
pemberian obat aminofilin supositoria dengan fungsi mendilatasi bronkial. Pemberian
obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding mukosa rektal yang melewati
sfingter anus interna

50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi
obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan
tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di
dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah
ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah.

Anda mungkin juga menyukai