Anda di halaman 1dari 21

Nama : Sonia Herpika

Nim : 204330761
MK : Farmakologi

RUTE PEMBERIAN OBAT


Obat bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai jalan. Setiap rute memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Rute yang paling umum adalah melalui mulut (per oral) karena
sederhana dan mudah dilakukan. Beberapa rute tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, namun
harus diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama,
enteral dan parenteral.
Berikut macam-macam rute pemberian obat:
 Diminum (oral)
 Diberikan melalui suntikan ke pembuluh darah (intravena), ke dalam otot (intramuskular), ke
dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang (intratekal), atau di bawah kulit (subkutan)
 Ditempatkan di bawah lidah (sublingual) atau antara gusi dan pipi (bukal)
 Dimasukkan ke dalam rektum (dubur) atau vagina (vagina)
 Ditempatkan di mata (rute okular) atau telinga (rute otic)
 Disemprotkan ke hidung dan diserap melalui membran hidung (nasal)
 Terhirup masuk ke dalam paru-paru, biasanya melalui mulut (inhalasi) atau mulut dan
hidung (dengan nebulisasi)
 Diterapkan pada kulit (kutanea) untuk efek lokal (topikal) atau seluruh tubuh (sistemik)
 Dihantarkan melalui kulit dengan patch (transdermal, semacam koyo) untuk efek sistemik.

A. Enteral
Enteral adalah rute pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna.
1. Rute Oral
memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling umum
tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan.
Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk
utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan
obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi
umum. Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat
ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi
absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan
lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnyapenisilin menjadi rusak atau
tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam lainnya dapat
dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa
mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa
diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.
Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, cairan (sirup, emulsi),
kapsul, atau tablet kunyah. Rute ini paling sering digunakan karena paling nyaman dan
biasanya yang paling aman dan tidak mahal. Namun, rute ini memiliki keterbatasan
karena jalannya obat biasanya bergerak melalui saluran pencernaan. Untuk obat diberikan
secara oral, penyerapan (absorpsi) bisa terjadi mulai di mulut dan lambung. Namun,
sebagian besar obat biasanya diserap di usus kecil. Obat melewati dinding usus dan
perjalanan ke hati sebelum diangkut melalui aliran darah ke situs target. Dinding usus dan
hati secara kimiawi mengubah (memetabolisme) banyak obat, mengurangi jumlah obat
yang mencapai aliran darah. Akibatnya, ketika obat yang sama diberikan secara suntikan
(intravena), biasanya diberikan dalam dosis yang lebih kecil untuk menghasilkan efek
yang sama.
Ketika obat diambil secara oral, makanan dan obat-obatan lainnya dalam saluran
pencernaan dapat mempengaruhi seberapa banyak dan seberapa cepat obat ini diserap.
Dengan demikian, beberapa obat harus diminum pada saat perut kosong, beberapa obat
lain harus diambil dengan makanan, beberapa obat lain tidak harus diambil dengan obat-
obatan tertentu lainnya, dan beberapa obat yang lain tidak dapat diambil secara oral sama
sekali.
Beberapa obat oral mengiritasi saluran pencernaan. Misalnya, aspirin dan sebagian
besar obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID) dapat membahayakan lapisan
lambung dan usus kecil untuk berpotensi menyebabkan atau memperburuk ulser yang
sudah ada sebelumnya. Beberapa obat lain penyerapannya buruk atau tidak teratur dalam
saluran pencernaan atau dihancurkan oleh enzim asam dan pencernaan di dalam perut.
Rute pemberian lain yang diperlukan ketika rute oral tidak dapat digunakan,
misalnya:
 Ketika seseorang tidak bisa mengambil apapun melalui mulut
 Ketika obat harus diberikan secara cepat atau dlm dosis yang tepat atau sangat tinggi
 Ketika obat buruk atau tidak teratur diserap dari saluran pencernaan

2. Rute Sublingual dan Rute bukal


Sublingual: penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi
kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai keuntungan obat melakukan
bypass melewati usus dan hati dan obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme.
Beberapa obat ditempatkan di bawah lidah (secara sublingual) atau antara gusi dan
gigi (secara bucal) sehingga mereka dapat larut dan diserap langsung ke dalam pembuluh
darah kecil yang terletak di bawah lidah. Obat ini tidak tertelan. Rute sublingual sangat
baik untuk nitrogliserin, yang digunakan untuk meredakan angina, karena penyerapan
yang cepat dan obat segera memasuki aliran darah tanpa terlebih dahulu melewati
dinding usus dan hati. Namun, sebagian besar obat tidak bisa digunakan dengan cara ini
karena obat dapat diserap tidak lengkap atau tidak teratur.
3. Rute Dubur atau Rektal
Rektal: 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai
keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH
rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi
muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah. Bentuk
sediaan obat untuk pemberian rektal umumnya adalah suppositoria dan ovula.
Banyak obat yang diberikan secara oral dapat juga diberikan secara rektal sebagai
supositoria. Dalam bentuk ini, obat dicampur dengan zat lilin yang larut atau mencairkan
setelah itu dimasukkan ke dalam rektum. Karena dinding rektum adalah tipis dan kaya
pasokan darah, obat ini mudah diserap. Supositoria diresepkan untuk orang-orang yang
tidak bisa menggunakan obat oral karena mereka mengalami mual, tidak bisa menelan,
atau memiliki pembatasan makan, seperti yang diperlukan sebelum dan setelah operasi
bedah. Obat-obatan yang dapat diberikan secara rektal termasuk asetaminofen atau
parasetamol (untuk demam), diazepam (untuk kejang), dan obat pencahar (konstipasi).
Obat yang membuat perih dalam bentuk supositoria mungkin harus diberikan melalui
suntikan.

B. Panenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran
cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian
parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang
memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik
terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
Suatu obat dapat dibuat atau diproduksi dengan cara yang memperpanjang penyerapan
obat dari tempat suntikan selama berjam-jam, hari, atau lebih lama. Produk tersebut tidak
perlu diberikan sesering produk obat dengan penyerapan yang lebih cepat.

1. Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering dilakukan.
Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan pemberian
IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first
pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali
atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau
pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat
memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan
karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-
jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang
sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
Rute intravena : jarum dimasukkan langsung ke pembuluh darah. Suatu larutan yang
mengandung obat dapat diberikan dalam dosis tunggal atau dengan infus kontinu. Untuk
infus, larutan digerakkan oleh gravitasi (dari kantong plastik dilipat) atau, lebih umum,
dengan pompa infus melalui pipa fleksibel tipis ke tabung (kateter) dimasukkan ke dalam
pembuluh darah, biasanya di lengan bawah. Pemberian intravena adalah cara terbaik
untuk memberikan dosis yang tepat dengan cepat dan dengan cara yang terkendali
dengan baik ke seluruh tubuh. Hal ini juga digunakan untuk larutan yang membuat iritasi,
yang akan menyebabkan nyeri dan kerusakan jaringan jika diberikan melalui suntikan
subkutan atau intramuskular. Suntikan intravena dapat lebih sulit untuk dikelola daripada
injeksi subkutan atau intramuskular karena memasukkan jarum atau kateter ke dalam
vena mungkin sulit, terutama jika orang tersebut adalah obesitas.
Ketika diberikan secara intravena, obat dikirimkan langsung ke aliran darah dan
cenderung berlaku lebih cepat daripada ketika diberikan oleh rute lain. Akibatnya,
praktisi kesehatan terus memantau orang yang menerima suntikan intravena untuk tanda-
tanda bahwa obat ini bekerja atau menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
Juga, efek dari obat yang diberikan oleh rute ini cenderung bertahan untuk waktu yang
lebih singkat. Oleh karena itu, beberapa obat harus diberikan melalui infus terus menerus
untuk menjaga efeknya konstan.

2. Intramuskular (IM)
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam air atau
preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti
etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat
depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek
terapetik yang panjang.
Rute intramuskular disukai dibanding rute subkutan ketika diperlukan obat dengan
volume yang lebih besar. Karena otot-otot terletak di bawah kulit dan jaringan lemak,
digunakan jarum yang lebih panjang. Obat biasanya disuntikkan ke dalam otot lengan
atas, paha, atau pantat. Seberapa cepat obat ini diserap ke dalam aliran darah tergantung,
sebagian, pada pasokan darah ke otot: Semakin kecil suplai darah, semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk obat yang akan diserap.

3. Subkutan
Suntukan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan
intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrinkadang-kadang dikombinasikan
dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai
vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat
pemberian. Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat
seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi unutk
jangka yang sangat panjang.
Rute subkutan, jarum dimasukkan ke dalam jaringan lemak tepat di bawah kulit.
Setelah obat disuntikkan, kemudian bergerak ke pembuluh darah kecil (kapiler) dan
terbawa oleh aliran darah. Atau, obat mencapai aliran darah melalui pembuluh limfatik.
Obat protein yang berukuran besar seperti insulin, biasanya mencapai aliran darah
melalui pembuluh limfatik karena obat ini bergerak perlahan dari jaringan ke kapiler.
Rute subkutan digunakan untuk banyak obat protein karena obat tersebut akan hancur
dalam saluran pencernaan jika mereka diambil secara oral.
Obat-obatan tertentu (seperti progestin yang digunakan untuk pengendalian kelahiran
hormonal) dapat diberikan dengan memasukkan kapsul plastik di bawah kulit
(implantasi). Meskipun rute ini jarang digunakan, keunggulan utamanya adalah untuk
memberikan efek terapi jangka panjang (misalnya, etonogestrel yang ditanamkan untuk
kontrasepsi dapat bertahan hingga 3 tahun).

C. Lain-lain
1. Inhalasi
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari
saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan efek
yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan
penderita-penderita dengan keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif
kronis karena obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis
minimal.
Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan menjadi tetesan lebih
kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat dapat melewati tenggorokan (trakea) dan
ke paru-paru. Seberapa dalam obat bisa ke paru-paru tergantung pada ukuran tetesan.
Tetesan kecil pergi lebih dalam, yang meningkatkan jumlah obat yang diserap. Di dalam
paru-paru, mereka diserap ke dalam aliran darah.
Relatif sedikit obat yang diberikan dengan cara ini karena inhalasi harus dimonitor
untuk memastikan bahwa seseorang menerima jumlah yang tepat dari obat dalam waktu
tertentu. Selain itu, peralatan khusus mungkin diperlukan untuk memberikan obat dengan
rute ini. Biasanya, metode ini digunakan untuk pemberian obat yang bekerja secara
khusus pada paru-paru, seperti obat antiasma aerosol dalam wadah dosis terukur (disebut
inhaler), dan untuk pemberian gas yang digunakan untuk anestesi umum.

2. Intranasal
Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus;
kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam
pengobtana osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain,
biasanya digunakan dengan cara mengisap.
Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi tetesan kecil di
udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan diserap melalui membran mukosa
tipis yang melapisi saluran hidung. Setelah diserap, obat memasuki aliran darah. Obat
yang diberikan dengan rute ini umumnya bekerja dengan cepat. Beberapa dari obat
mengiritasi saluran hidung. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute hidung
termasuk nikotin (untuk berhenti merokok), kalsitonin (osteoporosis), sumatriptan (untuk
sakit kepala migrain), dan kortikosteroid (untuk alergi).
3. Intratekal/intraventrikular
Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara langsung ke dalam cairan
serebrospinal, seperti metotreksat pada leukemia limfostik akut.
Rute intratekal, jarum dimasukkan antara dua tulang di tulang punggung bagian
bawah dan ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Obat ini kemudian
disuntikkan ke kanal tulang belakang. Sejumlah kecil anestesi lokal sering digunakan
untuk memati rasakan tempat suntikan. Rute ini digunakan ketika obat diperlukan untuk
menghasilkan efek yang cepat atau lokal pada otak, sumsum tulang belakang, atau
lapisan jaringan yang menutupi (meninges) -misalnya, untuk mengobati infeksi dari
struktur ini. Anestesi dan analgesik (seperti morfin) kadang-kadang diberikan dengan
cara ini.

4. Topikal
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk
pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem secara langsung pada
kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam
mata untuk mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.

5. Transdermal
Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada kulit,
biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan absorbsi sangat bervariasi
tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian. Cara pemberian obat ini
paling sering digunakan untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina,
nitrogliserin.
Beberapa obat dihantarkan ke seluruh tubuh melalui patch (bentuknya semacam
koyo) pada kulit. Obat ini kadang-kadang dicampur dengan bahan kimia (seperti alkohol)
yang meningkatkan penetrasi melalui kulit ke dalam aliran darah tanpa injeksi apapun.
Melalui patch, obat dapat dihantarkan secara perlahan dan terus menerus selama berjam-
jam atau hari atau bahkan lebih lama. Akibatnya, kadar obat dalam darah dapat disimpan
relatif konstan. Patch sangat berguna untuk obat yang cepat dieliminasi dari tubuh karena
obat tersebut, jika diambil dalam bentuk lain, harus sering digunakan.
Namun, patch dapat mengiritasi kulit beberapa orang. Selain itu, patch dibatasi oleh
seberapa cepat obat dapat menembus kulit. Hanya obat yang akan diberikan dalam dosis
harian yang relatif kecil dapat diberikan melalui patch. Contoh obat tersebut termasuk
nitrogliserin (untuk nyeri dada), skopolamin (untuk mabuk perjalanan), nikotin (untuk
berhenti merokok), klonidin (untuk tekanan darah tinggi), dan fentanil (untuk
menghilangkan rasa sakit).

6. Rute Okular (Mata)


Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mata (seperti glaukoma,
konjungtivitis, dan luka) dapat dicampur dengan zat aktif untuk membuat cairan, gel, atau
salep sehingga mereka dapat diberikan pada mata. Tetes mata cair relatif mudah
digunakan, namun mudah keluar dari mata terlalu cepat untuk diserap dengan baik.
Formulasi gel dan salep menjaga obat kontak dengan permukaan mata, tetapi mereka
mungkin mengaburkan penglihatan. Obat mata yang hampir selalu digunakan untuk efek
lokal. Misalnya, air mata buatan yang digunakan untuk meredakan mata kering. Obat lain
(misalnya, yang digunakan untuk mengobati glaukoma, seperti asetazolamid dan
betaksolol, dan yang digunakan untuk melebarkan pupil, seperti fenilefrin dan
tropikamid) menghasilkan efek lokal (beraksi langsung pada mata) setelah obat diserap
melalui kornea dan konjungtiva. Beberapa obat ini maka memasuki aliran darah dan
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan pada bagian tubuh lainnya.

7. Rute Telinga (Otic)


Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi dapat diberikan
secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang mengandung larutan atau suspensi
biasanya diberikan hanya pada liang telinga luar. Sebelum meneteskan obat tetes telinga,
orang harus benar-benar membersihkan telinga dengan kain lembab dan kering. Kecuali
obat yang digunakan untuk waktu yang lama atau digunakan terlalu banyak, sedikit obat
masuk ke aliran darah, sehingga efek samping pada tubuh tidak ada atau minimal. Obat-
obatan yang dapat diberikan melalui rute otic termasuk hidrokortison (untuk meredakan
peradangan), siprofloksasin (untuk mengobati infeksi), dan benzokain (untuk memati-
rasakan telinga).

8. Rute Nebulisasi
Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi (dikabutkan)
harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk mencapai paru-paru. Nebulisasi
memerlukan penggunaan perangkat khusus, paling sering sistem nebulizer ultrasonik atau
jet. Menggunakan perangkat benar membantu memaksimalkan jumlah obat dikirim ke
paru-paru. Obat-obat yang diberikan melalaui rute ini misalnya tobramisin (untuk cystic
fibrosis), pentamidin (pneumonia Pneumocystis jirovecii), dan albuterol atau salbutamol
(untuk serangan asma).
Efek samping bisa terjadi bila obat disimpan langsung di paru-paru (seperti batuk,
mengi, sesak napas, dan iritasi paru-paru), penyebaran obat ke lingkungan (mungkin
mempengaruhi orang lain), dan kontaminasi dari perangkat yang digunakan untuk
pengabutan (terutama bila perangkat digunakan kembali dan tidak cukup dibersihkan).
Menggunakan perangkat benar membantu mencegah efek samping.

9. Rute Kutanea
Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal dan dengan demikian
yang paling sering digunakan untuk mengobati gangguan kulit yang dangkal, seperti
psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus, bakteri, dan jamur), gatal-gatal, dan kulit kering.
Obat ini dicampur dengan bahan tidak aktif sebagai pembawa. Tergantung pada
konsistensi bahan pembawa, formulasi bisa berupa salep, krim, losion, larutan, bubuk,
atau gel.

Anda mungkin juga menyukai