Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan sebuah substansi yang di berikan kepada manusia atau binatang
sebagai perawatan dan pengobatan, bahkan sebagai pencegahan terhadap gangguan
kesehatan. Pemberian obat pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa cara diantara
nya Oral, intrakutan, subkutan, intravena langsung, bukal, melalui selang intravena,
intramuscular,melalui rectum, melalui vagina, mata, kulit, telinga dan hidung. Dengan
menggunakan prinsip 6 benar yaitu:

1. Benar pasien
2. Benar obat
3. Benar dosis obat
4. Benar cara pemberian obat
5. Benar waktu pemberian obat
6. Benar dokumentasi

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Untuk itu, obat sangat
diperlukan.
Rectum Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus
atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini
disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat,
menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar. Contoh pemberian
obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang berfungsi secara
lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat aminofilin
suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini
diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi
pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Pemberian Obat pada Rektum
2. Tempat-tempat pemberian Obat dan Rektum
3. Persiapan Alat dalam pemberian Obat
4. Persiapan Tempat & Lingkungan
5. Persiapan Pasien dalam pemberian Obat

1
6. Cara Kerja dalam Pemberian Obat melalui Rektum
7. Hal-hal yang diperlukan dalam Pemberian Obat

1.3 Tujuan

Tujuan Umum :
1. Mengetahui Pemberian Obat Per Rektum
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui pengertian pemberian Obat Per Rektum
2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi pemberian Obat Per Rektum
3. Mengetahui tujuan pemberian Obat Per Rektum
4. Mengetahui macam-macam Obat Pervagina dan Rektum
5. Mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian Obat Per Rektum
6. Mampu melakukan tindakan pemberian Obat Per Rektum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemberian Obat Melalui Rektal

2
Pemberian Obat via Anus/Rektum Merupakan cara memberikan obat dengan
memasukkan obat melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan
sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air
besar. Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang
berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat
aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini
diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rektal.

Obat dapat diberikan melalui rektal. Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan
melalui rektal yang disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besar dan
panjang (supositoria) juga dikemas untuk diberikan melalui anus/rektum.
1. Supositoria merupakan bentuk obat yang paling sering digunakan secara rektal pada
anak. Obat ini biasanya dikombinasikan dengan basa gliserin atau lanolin yang
mencair pada suhu tubuh.
Ada beberapa keuntungan penggunaan obat supositoria antara lain:
a. supositoria tidak menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan bagian atas
b. beberapa obat tertentu dapat di absorpsi dengan baik melalui dinding permukaan
rektum.
c. Supositoria rektal diperkirakan mempunyai tingkatan (titrasi) aliran pembuluh
darah yang besar, karena pembuluh darah vena pada rektum tidak
ditransportasikan melalui liver.
2. Pemberian obat elalui enema
a. Umumnya, obat diberikan di dalam enema. Ikuti prosedur lembaga untuk
pemberian enema pada anak.
b. Anak, khususnya selama masih bayi, sangat rentan mengalami kelebihan cairan
dan ketidakseimbangan elektrolit karenanya, alat bantu serta jumlah larutan untuk
enema harus dievaluasi secara cermat.

Ada beberapa prinsip yang harus dipegang dalam memberikan obat dalam bentuk enema dan
sipositoria, antara lain:
a. Untuk mencegah peristaltik, lakukan enema retensi secara pelan dengan cairan sedikit
(tidak lebih dari 120ml) dan gunakan rektal tube kecil.
b. Selama enema berlangsung, anjurkan pasien berbaring miring ke kiri dan bernapas
melalui mulut untuk merilekskan spingter.
c. Retensi enema dilakukan setelah pasien buang air besar
d. Anjurkan pasien untuk berbaring telentang 30 menit setelah pemberian enema

3
e. Obat supositoria harus disimpan di lemari es karena obat akan meleleh pada suhu
kamar.
f. Gunakan pelindung jari atau sarung tangan. Gunakan jari telunjuk untuk pasien
dewasa dan jari ke empat pada pasien bayi.
g. Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat masuk.
h. Bila diperlukan, beritahu pasien cara mengerjakan sendiri enema atau memasukkan
supositoria.

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Obat Melalui Rektum

INDIKASI

1. Konstipasi

Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses
melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi
berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan
dari otot-otot volunter pada proses defekasi.

Ada banyak penyebab konstipasi :


1. Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur

Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang
tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini
terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi
hilang.
Anak pada masa bermain biasa mengabaikan refleks-refleks ini, orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan
bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet
juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah
membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
2. Penggunaan laxative yang berlebihan

Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.


Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan

4
keinginan b.a.b refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna
laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek
yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3. Peningkatan stres psikologis

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik
usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan
usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan
konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya
periode pertukaran antara diare dan konstipasi.
4. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas
sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya
asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5. Obat-obatan
Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;
morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab
lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek mengecilkan dan kerja yang lebih secara lokal pada
mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang.
6. Latihan yang tidak cukup
Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk
otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya
latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan
kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses
defekasi.
7. Umur
Pada manula, otot-otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab
punurunan kemampuan defekasi.
8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi
usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang

5
menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar;
terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada
abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat
defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas.
Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, trauma
otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal
dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang
mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun,
menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

2. Impaksi Feses (tertahannya feses)

Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses
seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi
dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon
sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan
merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan
pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat
dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya
penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi tegang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi.
Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan
radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab,
sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan
barium.
Pada orang yang lebih tua, faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan
cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena rangsangan pada
nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.

3. Persiapan pre operasi

6
Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya di lakukan enema. Anastesia umum (GA)
dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan tujuan untuk mengurangi efek
muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.

4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi seperti colonoscopy, endoscopy, rotgen, x-ray.

Kontra Indikasi

Iritasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis,
Crohns disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal,
keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid
besar, tumor rektum dan kolon.

2.2.2 Persiapan alat dalam Pemberian Obat Melalui Rektum


Prosedur pemberian enema
Persiapan pasien

a. Mengucapkan salam terapeutik


b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang
d. Prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
e. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
f. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
g. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
h. Menjaga privasi klien.
i. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
j. Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai

Peralatan

7
Disposible enema set
1 set enema berisi
a. wadah untuk tempat larutan
b. pipa untuk menghubungkan wadah ke rectal tube
c. klem untuk menjepit pipa, untuk mengontrol aliran larutan ke pasien
d. rectal tube dengan ukuran yang tepat
e. pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum dimasukkan
f. termometer untuk mengukur suhu larutan
g. sabun / garam.
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat. Larutan ditempatkan di
wadahnya, diperiksa suhunya, kemudian menambahkan sabun / garam.
i. selimut mandi untuk menutupi klien
j. perlak agar tempat tidur tidak basah
k. bedpan.

Intervensi

1. Tutup pintu/pasang sampiran (screen).


Untuk memberikan privasi pada klien.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Untuk pencegahan terjadinya transmisi bakteri.
3. Kaji kondisi anal dan deformitas.
Untuk pengkajian merupakan tahap awal setiap prosedur yang akan memberikan
informasi suatu tindakan dapat dilaksanakan atau tidak.
4. Jelaskan prosedur kepada klien bahwa ia mungkin akan merasakan gembung ketika
larutan dimasukkan.
Untuk memberikan informasi dapat meningkatkan kesiapan dan kerjasama pasien
selama proses tindakan enema berlangsung.
5. Bantu klien orang dewasa atau lansia ( lanjut usia ) untuk mengambil posisi lateral
kiri, dengan kali kanan fleksi dan beri selimut mandi.
Untuk posisi ini memudahkan aliran larutan sesuai dengan gravitasi ke dalam sigmoid
dan kolon descenden yang berada pada sisi kiri. Kaki kanan fleksi agar anus lebih
tampak.
6. Letakkan perlak di bawah bokong klien agar sprey tidak basah.
Untuk merupakan tindakan preventif untuk menjaga kebersihan tempat tidur.
7. Beri pelumas pada rectal tube 5cm jika untuk orang dewasa. Untuk anak-anak
beberapa enema yang dijual sudah mempunyai tube yang sudah dilumasi.

8
Untuk pelumas memudahkan masuknya tube melalui spinkter ani dan
meminimalisir trauma.
8. Buka klem lewatkan beberapa larutan melalui pipa penghubung dan rectal tube,
kemudian tutup klem.
Untuk pipa diisi dengan larutan untuk mengeluarkan udara di dalamnya. Udara yang
masukke dalam rektum menyebabkan peregangan yang tidak perlu.
9. Masukkan rectal tube dengan lembut dan perlahan ke dalam rektum, tujukan ke
unbilikus. Masukkan tube dengan jarak yang tepat.
Untuk pemasukan pipa keumbilikus memandu opipa di sepanjang rektum. Rectal tube
dimasukkan melewati spinkter internal
10. Jika terjadi tahanan di spinkter internal, suruh klien untuk bernapas dalam dan
lewatkan sedikit larutan melalui pipa. Jika tahanan berlangsung lama, tarik pipa dan
laporkan pada perawat yang bertanggung jawab
Untuk bernapas dalam dan memasukkan sedikit larutan bisa membuat spinkter rileks.
11. Jika tidak ada tahanan, buka klem dan angkat wadah larutan ke atas rektum pada
ketinggian yang tepat : 30-45cm untuk dewasa dan 7,5 untuk bayi
Untuk pada ketinggian ini, larutan tidak mendesak tekanan yang cukup untuk
mengganti kerusakan lapisan pada rektum
12. Masukkan cairan dengan perlahan. Jika klien mengeluh merasa gembung atau nyeri,
gunakan klem untuk menghentikan aliran selama 30 detik, kaji warna kulit, keringat,
dyspnoe. Jika tidak dijumpai kelainan buka kembali alirannya dengan kecepatan yang
rendah.
Untuk memasukkan cairan dengan perlahan dan menghentikan aliran untuk sementara
menurunkan kemungkinan spasme intestinal dan pengeluaran yang dini pada larutan.
13. Setelah semua larutan dimasukkan atau ketika klien tidak bisa menerima lagi dan
ingin BAB, tutup klem dan keluarkan rectal tube dari anus
Untuk keinginan untuk BAB biasanya mengindikasikan bahwa cairan yang masuk
sudah cukup
14. Gunakan tekanan yang tetap pada anus dengan tisu atau tekan bokong untuk
membantu menahan enema. Biarkan klien dalam posisi berbaring.
Rasional: beberapa enema lebih efektif jika ditahan 5-10 menit. Waktunya tergantung
pada jenis enema. Klien lebih mudah menahannya pada posisi berbaring daripada
ketika duduk atau berdiri, karena gravitasi membantu pengaliran peristaltik.
15. Bantu klien untuk duduk pada bedpan atau toilet. Jika spesimen feses dibutuhkan
anjurkan klien menggunakan bedpan
Untuk posisi duduk lebih dianjurkan karen amembantu proses defekasi
16. Suruh klien agar tidak menyiram toilet jika ia selesai menggunakannya.
Untuk untuk mengevaluasi output/keberhasilan tindakan enema

9
17. Catat pemasukan dan pengeluaran enema; jumlah, warna, konsistensi, pengeluaran
flatus dan perenggangan abdomen.
Untuk Pencatatan merupakan aspek legal sebagai tanggung jawab dan tanggung
gugat.
Pemberian enema pada pasien yang tidak bisa mengontrol diri

Kadang-kadang perawat perlu memberikan enema untuk klien yang tidak bisa mengontrol
otot spinkter externalnya dan lalu tidak bisa menahan larutan enema untuk beberapa menit.
Pada kasus ini klien dianjurkan pada posisi supine di atas bedpan. Bagian kepala dari bedpan
bisa sedikit disudut, misal 30 derajat jika perlu, dan kepala dan punggung klien ditahan
dengan guling. Perawat mengenakan sarung tangan untuk memegang rectal tube, untuk
mencegah kontak langsugn dengan larutan dan feses yagn dikeluarkan dengan tangan ke
dalam bedpan selama pemberian enema.

Prosedur Pemberian Suppositoria

1. Persiapan Alat
Obat sesuai yang diperlukan (krim, jelly, foam, supositoria)
Aplikator untuk krim vagina
Pelumas untuk supositoria
Sarung tangan sekali pakai
Pembalut
Handuk bersih
Gorden / sampiran

2. Persiapan Pasien dan Lingkungan


Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.
Memebritahukan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Menutup jendela, korden, dan memasang sampiran atau sketsel bila perlu.
Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.

3. Pelaksanaan
Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan waktu, jumlah dan dosis
obat.
Siapkan klien
Identifikasi klien dengan tepat dan tanyakan namanya
Berikan penjelasan pada klien dan jaga privasi klien

10
Atur posisi klien dalam posisi sim dengan tungkai bagian atas fleksi ke depan
Tutup dengan selimut mandi, panjangkan area parineal saja
Kenakan sarung tangan
Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatan dengan jeli, beri
pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dan tangan dominan anda.
Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelaksasikan
sfingterani. Mendorong supositoria melalui spinter yang kontriksi menyebabkan
timbulnya nyeri
Regangkan bokong klien dengan tangan dominan, dengan jari telunjuk yang tersarungi,
masukan supusitoria ke dalam anus melalui sfingterani dan mengenai dinding rektal 10
cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak-anak.
Anak supositoria harus di tetapkan pada mukosa rectum supaya pada kliennya di serap
dan memberikan efek terapeutik
Tarik jari anda dan bersihkan areal anal klien dcngan tisu.
Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit untuk
mencegah keluarnya suppositoria
Jika suppositoria mengandung laktosit atau pelunak fases, letakan tombol pemanggil
dalam jangkauan klien agar klien dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke
kamar mandi
Buang sarung tangan pada tempatnya dengan benar
Cuci tangan
Kaji respon klien
Dokumentasikan seluruh tindakan.

Intervensi
No. LANGKAH RASIONAL
Pengkajian
1. Review order yang mencakup nama klien, nama obat, dosis, Menjamin keamanan dan ketepatan
bentuk obat, rute, dan waktu pemberian administrasi obat peda klien
2. Review informasi yang brehubungan dengan pengibatan, Mengizinkan perawat untuk
meliputi efek saat diberikan kepada tubuh, tujuan, efek memberikan pengobatan dan
samping, dan implikasi keperwatannya memonitor
3. Reviw medikal Record untuk tindakan oprasi pada rektum Kondisi yang menjadi kontra indikasi
supositoria
4. Reviw berbagai tanda dan gejala dari masalah perut Kondisi tersebut mungkin menjadi
(konstipasi atau diare) indikasi penggunaan supositoria
5. Kaji kemampuan klien untuk melakukan posisi saat Keterbatasan gerak mengindikasikan
pemberian supositoria dan memertahankan obat ketidakmampuan memberikan obat
sendiri
6. Review pengetahuan klien pada tujuan terapi supositoria dan Indikasi pemberian pendidikan
ketertarikannya untuk melakukan administrasi sendiri kesehatan. Level motivasi berefek

11
pada pendekantan pembelajaran
Perencanaan
1. Hasil yang diinginkan:
Klien melaporkan tanda dan gejala hilang setelah obat Obat efektif
diberikan
Klien menjelaskan tujuan pengobatan
Feedback proses belajar klien
Klien melakukan administrasi pupositoria
Mendemonstrasikan pembelajaran
2. Cek kelengkapan dan keakuratan MAR dengan catatan order Lembar order merupakan sumber
obat, cek nama klien, nama obat, rute pemberian, dosis, dan terpercaya dan satu-satunya catatan
waktu pemberian. Bandingkan MAR dengan label obat 3 klai legal obat. Pastiak kebenaran
selama persiapan medikasi
3. Cek gelang identitas klien dan tanyakan namanya Memastikan benar pasien
4. Terangkan prosedur pada klien, lakuakn secara spesifik jika Memberikan kepahaman pada klien
klien mengininkan melakukannya sendiri dan meningkatkan keja sama. Klien
mungkin untuk melakukan sendiri
medikasi supositoria
Implementasi
1. Tutup pintu atau batasi dengan pembatas Memberikan privasi dan
meminimalisasi rasa malu
2. Lakukan cuci tangan, rapika alat sesuai urutan, dan gunakan Mengirasi transfer mikroorganisme.
sarung tangan Membantu perawat dalam tindakan
yang cekatan
3. Bantu klien mencapai posisi Sims dengan kaki bagian atas Posisi tersebut mengekspose anus
fleksi mengarah ke kepala dan memebnatu klien merelaksasikan
spingter eksternal. Posisi miring kiri
meminimalisasi kemungkinan
supositoeia dan feses keluar
4. Pastikan hanya area anal yang terbuka Memberikan privasi dan rasa relax
5. Periksa kondisi anus eksternal, dan palapasi dinding rektum Meastikan tidak terjadi perdarahan
jika perlu. Buka sarung tangan dengan aman dan buang ke pada rektum, palapasi memastikan
tenpat sampah infeksius rektum tidak berisi feses yang
mengkin menggangu penempatan
supositoria. Mengirang transmisi
mikroorganisme
6. Gunakan sarung tangan baru Minimalisasi kontak dengan material
feses dan mengurangi transmisi
mikroorganisme
7. Keluarkan supositoria dari kemasan, berkan lubrikan pada Lubrikan mengurang gesekan saat
ujungnya. Lubrikasi juga jari tengah dari tangan dominan, supositoria memasuki rektum
jika klien punya hemoragi, berikan lubrikan yang lebih
banyak dan lakukan secara lembut
8. Minta klien untuk tarik napas dala lewat mulut dan Mengurang nyeri dan memuluskan
merilekskan spingter eksterna pemasukan
9. Pisahkan bokong klien dengan tangan nondominan. Dengan Supositoria harus menempel di

12
jari tengah tangan nondominan masukan supositoria secara mukosa anus untuk absorbsi dan aksi
halus ke dalam anus, melewati spingter internal, menempel obat yang lebih efektif
di dinding anus sedalam 10 cm (4 inchi)
10. Tarik jari, dan bersihkan area anal Meberikan rasa nyaman
11. Lepaskan sarung tangan dengan aman dan masukan ke Mengurangi transmisi
tempat sampah tertentu mikroorganisme
12. Minta klien untuk tidur terlentang atau tetap pada satu sisi Menghindari keluarnya supositoria
selama 5 menit
13. Bila supositoria mengandung laksatif atau detergen fekal, Kontrol eliminsi berlebih
sipakan bedpen yang mudah dijangkau klien
14. Bila supositoria dierikan untuk konstipasi, ingatkan klien Memberikan kesempatan kepada
untuk tidak mengguyur toilt setelah defekasi staff untuk mengevaluasi hasil dari
supositoria
15. Lakukan cuci tangan, dan buang sarung tangan, bersihkan Menurunkan resiko transmisi
alat mikroorganisme
Evaluasi
1. Kembali 5 menit kemudian untuk memestikan supositoria Memastikan jika obat terdistribusi
tidak keluar dengan baik, pemasukan kembali
mengkin perlu
2. Tanyakan apakah klien mengalami ketidaknyamanan selama Memastikan apakah pemasukan
pemasukan supositoria mengiritasi
3. Evaluasi apakah sanda dan gejala hilang pada masalah Memastikan efektifitas obat
eliminasi
4. Minta klien untuk menjelaskan kembali tujuan dari medikasi Mencerminkan kepahaman klien
tentang tujuan pengibatan
5. Izinkan klien untuk melakukan redemonstrasi untuk Demonstrasi adalah alat ukur
pengobatan berikutnya pembelajaran

Hal-hal yang harus diperhatikan


Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan tergangguanya
keseimbangan elektrolit tubuh (pemberian enema berulang) atau perlukaan pada jaringan
kolon atau rektum hingga terjadinya perdarahan bagian dalam. Perlukaan ini dapat
menyebabkan terjadinya infeksi, perdarahan dalam kolon terkadang tidak nampak secara
nyata tetapi dapat diketahui melalui perubahan warna feces menjadi merah atau kehitaman.
Jika terdapat tanda ini maka diperlukan tindakan medis dengan segera.
Tindakan enema juga dapat merangsang nervus vagus yang memicu terjadinya arritmia
misalnya bradikardi. Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang
belum diketahui penyebabnya, peristaltik usus dapat menyebabkan peradangan apendiks
hingga pecahnya apendiks.
Rektal supositoria kontra indikasi apabila terjadi perdarahan rektum yang aktif.

13
Menempatkan obat kedalan fese membuat penyerapan kurang maksimal dan
memungkinkan obat akan keluar kembali saat defekasi
Klian dengan mobilitas baik, maka posisinya haruas sims. Bila klien imobilitas, maka
diperbolehkan posisi lateral dengan menepatkan bantal pada tangan dan kaki bagian
atas untuk memebrikan kenyamanan.
Jangan mempalpasi rektum jika klien barus menjalani oprasi rektum
Supositoria dapat dimasukan melalu jalan kolostomi, bukan ileostomi.

1. Simpan obat sipositoria di dalam lemari pendingin (kulkas) sehingga bentuk obat
tetap padat dan tidak lumer. Obat vagina supositoria dan rektal supositoria dapa
disimpan dalam kulkas yang sama. Perhatikan bentuk tiap obat tersebut untuk
membedakan.
2. Posisi klien yang dibatasi geraknya di bagian kaki atau pinggul muka obat dpat
diberikan dengan posisi berbaring dan kaki diabdusikan.
3. Jika klien mempunyai penyakit Hemoroid maka lumaskan pula obat supositoria
dengan jumlah yang cukup.
4. Masukkan obat supositoria dengan hati-hati agar terhindar iritasi vagina atau
ektum.
5. Setelah obat supositoria dimasukkan (ke dalam vagina atau rektal), panas tubuh
akan menyebabkan obat tersebut lumer dan larut sehingga dapat diabsorpsi tubuh.
6. Pada klien yang tidak sadar, mungkin diperlukan pemakaian perineal pas
(semacam pampers) setelah pemberian obat rektal supositoria untuk menampung
feses.
7. Ajarkan klien dan keluarga melakukan perineal hygiene.
8. Pada klien anak-anak, tahan obat dengan cara mengapit kedua belahan bokong
slama beberapa menit sampai obat diabsorpsi tubuh
9. Pada klien manula, biasanya klien tidak mampu mengontrol spinter anal untuk
menahan obat tidak keluar dari rektal.

Keuntungan dan Kerugian


a. Keuntungan
Bisa mengobati secara bertahap
Kalau missal obat einimbulkan kejang, atau panas reaksinya lebih cepat, dapat
memberikan efek local dan sistemik.
Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan defeksasi.
b. Kerugian
Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama dari pada IV.
Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi.
Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rekrtal.

14
Evaluasi
Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap
pengobatan.
Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang
dijalani.

Terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.

BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan
Pemberian obat pervaginan merupakan cara pemberian obat dengan memasukkan
obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan terapi obat dan mengobati saluran
vagina atau serviks. Tujuan pemberian obat pervaginan mengobati infeksi pada vagina dan
menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina serta mengurangi
peradangan. Pemberian Obat via Anus/Rektum merupakan cara memberikan obat dengan
memasukkan obat melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan
sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air
besar

15
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A Aziz. 2007. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Aryani Ratna, dkk. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: TIM

Bindler Ruth McGillis, Howry Linda Berner. 2007. Pedoman Obat Pediatrik dan Implikasi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. (2009). Administering rectal suppositories:
preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal Nursing, 7(9), 24-28.
Retrieved from EBSCOhost.
Delaune, Sue C, at al.2002. Fundamental of nursing : standart and practice 2nd edition.
United state: Dalmar
Pegram A et al (2008) Safe use of rectal suppositories and enemas with adult patients.
Nursing Standard. 22, 38, 38-40. Date of acceptance: April 3 2008.
Perry, Anne Griffin. At al.2004.Clinical Nursing skill techniques.United state: Elsevier
Mosby
Priharjo Robert. 1995. Tknik Dasar Peberian Obat bagi Perawat. Jakarta: EGC

16
Uliyah Musrifatul, Alimul Hidayat A Aziz. 2008. Praktikum Ketrampilan Dasar Praktik
Klinik. Jakarta: Salemba Medika

17

Anda mungkin juga menyukai