INJEKSI INTRAMUSCULAR
Adalah tindakan menyuntikkan obat ke dalam otot yang terperfusi baik, sehingga akan
mampu memberikan efek sistemik dalam waktu yang singkat, dan juga biasanya mampu
menyerap dalam dosis yang besar. Lokasi penyuntikan harus dipertimbangkan dengan
mengingat kondisi fisik pasien, usia pasien, dan jumlah obat yang akan diberikan. Apabila pada
lokasi suntikan yang diinginkan terdapat pembengkakan, peradangan, infeksi, ataupun terdapat
lesi dalam bentuk apapun, penyuntikan di lokasi ini harus dihindari.
a. LOKASI
Terdapat lima lokasi penyuntikan intramuscular yang sudah terbukti bahwa obatnya akan
diabsorbsi dengan baik oleh tubuh.
b. PROSEDUR TINDAKAN
Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe.
Pertama-tama, pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan obat ke pasien yang
salah.
Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi Anda untuk
melakukan injeksi yang diinginkan.
Tentukan lokasi penyuntikan yang benar sesuai dengan petunjuk di atas. Bersihkan kulit di
atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari telunjuk).
Gunakan tangan non-dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
Masukkan jarum sehingga menembus otot yang dicari. Gunakan pengetahuan anatomi Anda
untuk memperkirakan kedalaman jarum.
Lakukan aspirasi.Bila tidak ada darah, lanjutkan. Bila ada darah, cabut jarum, ulangi prosedur.
Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang diinginkan tercapai.
Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada beberapa obat
yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu penyerapan, namun ada pula yang
tidak. Pahami secara menyeluruh obat yang Anda suntikkan, atau silahkan baca
rekomendasi dari pabrik pembuat obat.
Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus sampah medis.
Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan,
pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan waktu
pemberian.
c. TEHNIK INJEKSI
Sudut masuk jarum berperan penting dalam derajat nyeri pasien saat injeksi. Injeksi
intramuscular sebaiknya dilakukan dengan memasukkan jarum tegak lurus dengan kulit (90
derajat) untuk memastikan jarumnya mengenai otot yang dimaksud. Penelitian oleh Katsma dan
Smith (1997) menemukan bahwa perawat-perawat di Inggris tidak selalu menyuntikkan jarum 90
derajat pada injeksi intramuscular, dan rupanya hal ini berpengaruh pada penilaian derajat nyeri
yang dirasakan pasien.
Tehnik injeksi yang dilakukan hampir di seluruh dunia adalah dengan cara mengencangkan kulit
di sekitar lokasi injeksi dengan tujuan: (Stilwell, 1992)
1. Memudahkan penusukan jarum. Jarum akan lebih mudah menusuk kulit dengan sudut 90
derajat apabila kulit yang ditusuk berada dalam keadaan teregang.
2. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu
mengurangi sensitivitas ujung-ujung serat saraf di permukaan kulit.
d. TEHNIK Z-TRACK
Selama dua dekade terakhir, telah berkembang tehnik
B. INJEKSI SUBKUTAN
Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikkan akan diabsorpsi oleh
tubuh dengan pelan dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption). Biasanya volume
obat yang disuntikkan terbatas pada 1-2 ml per sekali suntik.
Injeksi subkutan dilakukan dengan menyuntikkan jarum menyudut 45 derajat dari permukaan
kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan subkutis dari jaringan otot.
Peragallo & Dittko (1997) menggunakan CT scan dalam penelitian mereka dan menemukan
bahwa injeksi subkutan sering kali masuk ke jaringan otot, terutama bila dilakukan
pada daerah abdomen atau paha. Hal ini berbahaya karena insulin yang disuntikkan ke otot akan
diserap lebih cepat oleh tubuh dan sebagai akibatnya akan terjadi goncangan kadar glukosa darah
yang dapat membawa pasien ke kondisi hipoglikemia.
C. INJEKSI INTRAVENA
Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikkan akan diabsorpsi oleh tubuh
dengan pelan dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption). Biasanya volume obat
yang disuntikkan terbatas pada 1-2 ml per sekali suntik.
b. PROSEDUR TINDAKAN
Cuci tangan terlebih dahulu, Bila perlu gunakan sarung tangan untuk melindungi Anda.
Tentukan lokasi injeksi. Carilah vena perifer yang tampak atau yang cukup besar
sehingga akan memudahkan Anda untuk melakukan injeksi nantinya. Ada kalanya vena
yang ideal tidak ada, dan kemudian akan tergantung kepada keahlian dan pengalaman
Anda untuk berhasil melakukan injeksi.
Bersihkan lokasi injeksi dengan kapas alkohol.
Pasang torniquet di bagian proximal dari lokasi injeksi.
Suntikkan jarum dengan sudut sekitar 45 derajat atau kurang ke dalam vena yang telah
Anda tentukan. Jarum mengarah ke arah proximal sehingga obat yang nanti disuntikkan
tidak akan menyebabkan turbulensi ataupun pengkristalan di lokasi suntikan.
Lakukan aspirasi:
Bila tidak ada darah, berarti perkiraan Anda salah. Beberapa organisasi keperawatan
mengajarkan untuk terus berusahan melakukan probing dan mencari venanya,selama
tidak terjadi hematom. Beberapa lagi menganjurkan untuk langsung dicabut dan
prosedur diulangi lagi.
Bila ada darah yang masuk, berwarna merah terang, sedikit berbuih, dan memiliki
tekanan, segera tarik jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi
tadi. Itu berarti Anda mengenai arteri. Walaupun ini jarang terjadi, karena kecuali
Anda menusuk dan melakukan probing terlalu dalam, Anda tetap harus tahu
mengenai resiko ini.
Bila ada darah yang masuk, berwarna merah gelap, dan tidak memiliki tekanan, itu
adalah vena. Lanjutkan dengan langkah berikut.
Lepaskan tirniquet dengan hati-hati, jangan sampai menggerakkan jarum yang sudah
masuk dengan benar.
Suntikkan obat secara perlahan-lahan. Terkadang mengusap-usap vena di bagian
proximal dari lokasi injeksi dengan kapas alkohol dapat mengurangi nyeri selama
memasukkan obat.
Setelah selesai, cabut jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi
dengan kapas alkohol. Penekanan dilakukan kurang lebih 2-5 menit. Atau bisa juga Anda
gunakan band-aid untuk menutupi luka suntikan itu.
Buanglah syringe dan jarum ke dalam tempat sampah medis.
Cuci tangan, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan lagi.
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena merupakan
cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat
diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu
absorbsi, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah gelas air atau
cairan yang lain (Gbr. 40-2).
Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga cara
ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya membutuhkan
waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1
sampai 1 jam. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering menganggu pasien. Cara per oral tidak
dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual- mual, muntah, semi koma, pasien yang akan
menjalani pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah
(missal garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk
kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur pada
suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh
dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antacid atau susu
sekurang- kurangnya satu jam setelah minum obat.
Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan dengan cara
yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat
diberi minuman sirup pasien (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup pasien
dapat diberi minum, pencuci mulut atau kembang gula.
1. Pil
2. Tablet
3. Bubuk
4. Drase
5. Kapsul
6. Sirup
7. BAB 2
8. TINJAUAN PUSTAKA
9. 2.1 Pengertian
10. Pemberian obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan dengan
cara memberikan obat-obatan melalui mulut sesuai dengan program pengobatan dari
dokter.
11. 2.2 Tujuan
12. 1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
13. 2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
14. 3. Mencegah, mengobati dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis
obat.
15. 4. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut
dapat segera diatasi
16. 5. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan.
17. 2.3 Indikasi
18. 1. Pada pasien yang tidak membutuhkan absorbsi obat secara cepat.
19. 2. Pada pasien yang tidak mengalami gangguan pencernaan
20. 2.4 Kontraindikasi
21. 1. Pasien dengan gangguan pada system pecernaan, seperti kanker orall, gangguan
menelan, dsb.
22. Potter,Perry. 2000. Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Pengertian
23. Pemberian obat secara sublingual merupakan pemberian obat yang cara pemberiannya
ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat
karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara
pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan
obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
Definisi Obat (Sublingual)
Obat adalah semua zat baik dari alam (hewan maupun tumbuhan) atau kimiawi
yang dalam takaran (dosis) yang tepat atau layak dapat menyembuhkan, meringankan
atau mencegah penyakit atau gejala – gejalanya.
Obat sublingual adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Ini berarti
bahwa pil diletakkan di bawah lidah di mana ia akan larut dan diserap ke aliran darah. Orang
tersebut tidak boleh minum atau makan apapun sampai obat itu hilang.
Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu melakukannya.
Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera
mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak
mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat
menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat
tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat
menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin
yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak
diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara
sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu
tiga menit (Rodman dan Smith, 1979).
Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih
cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat
dihindari. Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian
larut, mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah lidah tidak boleh ditelan. Bila ditelan,
efek yang diharapkan tidak akan dicapai. Contoh obat yang biasa diberikan secara sublingual :
Gliserin
Tujuan pemberian obat secara sublingual sendirin adalah agar efek yang ditimbulkan bisa
lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Dengan cara ini,
aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami
absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami
kesakitan. Selain itu, tujuannya untuk memperoleh efek local dan sistemik, memperoleh aksi
kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara oral dan menghidari kerusakan obat oleh hepar.