0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
129 tayangan6 halaman
Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan kerjasama yang membutuhkan dengan pertanggungjawaban bersama seiring dengan mengikatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu aturan-aturan hukum hendaknya lebih mendapatkan perhatian.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan kerjasama yang membutuhkan dengan pertanggungjawaban bersama seiring dengan mengikatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu aturan-aturan hukum hendaknya lebih mendapatkan perhatian.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan kerjasama yang membutuhkan dengan pertanggungjawaban bersama seiring dengan mengikatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu aturan-aturan hukum hendaknya lebih mendapatkan perhatian.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan kerjasama yang membutuhkan
dengan pertanggungjawaban bersama seiring dengan mengikatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu aturan-aturan hukum hendaknya lebih mendapatkan perhatian. Hal ini menjadi penting seiring dengan meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan di satu sisi. Pada sisi lainnya adalah semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan peayanan kesehatan dan meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Secara mendasar perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehaatan sesungguhnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam pelayanan kesehatan, ujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi pasien (Amin, 2017:124). Interaksi sosial merupakan hal yang penting dalam konteks layanan kesehatan. Beberapa komponen yang membentuk terjadinya interaksi sosial adalah berikut. 1. Adanya kontak sosial (social contact) Kontak sosial dapat terjadi antarperorangan, antarkerlompok, atau antara kelompok dengan perorangan. Kontak yang positif terjadi apabila melahirkan sebuah kerjasama, sedangkan kontak negatif terjadi bila melahirkan penolakan untuk terjadinya kerjasama. 2. Adanya komunikasi. Dalam interaksi, komunikasi merupakan hal yang penting. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 1. Salah satu tokoh yang mempelajari interaksi sosial adalah George Herbert Mead dengan teori Interaksionisme Simbolik. Simbol, artinya sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepada seseorang oleh orang yang menggunakannya. Menurut Herbert Blumer ada tiga pokok dalam Interaksionisme Simbolik, yaitu (1) manusia bertindak (act) terhadap sesuatu atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu bagi dirinya, (2) makna itu muncul karena adanya interaksi, dan (3) makna diperlakukan atas dasar penafsiran (interpretative process). 2. Dalam pandangan Thomas (1968), tindakan seseorang dalam proses interaksi sosial, dipengaruhi oleh definisi situasi (the definition of situation), artinya seseorang melakukan proses penafsiran dan pertimbangan terhadap situasinya sendiri (context). Misalnya tatapan mata seorang perawat kepada pasien, bukan menunjukkan dia sedang terpesona, tetapi tatapan perawat yang sedang mendiagnosis. Tetapi biila definisi situasinya ditafsirkan beda, maka reaksi pasien tersebut dapat berbeda. 3. Jumlah anggota. Tinggi atau rendahnya jumlah anggota yang melakukan interaksi sosial dapat berpengaruh terhadap proses interaksi tersebut. Salah satu hal penting yang dikembangkan oleh George Simmel adalah analisisnya mengenai pengaruh jumlah terhadap pola interaksi sosial. Secara sederhana, proposisi Simmel itu dapat dikemukakan bahwa begitu jumlah orang yang terlibat berubah dalam interaksipun berubah teratur dan dapat driamalkan. Paparan yang paling terkenal dari Simmel adalah mengenai dyad dan tryad. Ketika hanya ada dua orang yang berinteraksi maka nilai personalitasnya akan muncul, sedangkan jika interaksi maka nilai personalitasnya akan muncul, sedankan jika interaksi terdiri atas tiga orang atau lebih maka akan menjadi kerumunan. Keunikan dari interaksi berdua (dyad) ini yaiyu adanya kemampuan seseorang untuk berhadapan langsung dengan partner interaksinya tanpa harus ada pihak ketiga. 4. Selain harus memerhatikan nilai-nilai kultural masyarakat pada umumnya, seorang perawat atau tenaga media lain yang akan menggali informasi mendetail dari seorang pasien perlu memerhatikan jumlah peserta komunikasi ini. Dengan pemikiran seperti ini pulalah, kondisi ruang konsultasi kesehatan -- yang kerap terpisah dari ruangan publik -- memiliki kesesuaian dengan teori Simmel. Artinya dengan ruang konsultasi yang terpisah dan dapat dijadikan sebagai ruang interaksi dyad, maka pola komunikasi antara tenaga medis dengan pasien akan terbangun dengan lebih terbuka dibandingkan jika ruang konsultasi kesehatan itu bersifat terbuka bagi publik. Khusus bagi masyarakat Timur yang masih memiliki panutan yang kuat terhadap nilai dan norma masyarakat, maka masalah harkat (honor) atau martabat merupakan hal yang sangat penting. Dengan memahami komponen atau faktor yang berpengaruh dalam interaksi sosial ini, maka dapat dirumuskan pola-pola hubungan antarkomponen tersebut. Dan hubungan-hubungan kerja itu secara praktis akan terkait dengan masalah hak- kewajiban atau perangkat aturan dan perundang-undangan yang mengikat pola yang dimaksudkan. Misalnya hubungan pasien dan rumah sakit, terdapat hak dan kewaiban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Banyaknya jumlah pola hubungan dapat dirinci dari sejumlah elemen layanan kesehatan yang dipetakan (Sudarma, 2008:76-68). Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) pada dasarnya memiliki etika yang tidak berbeda dari etika profesi pada umumnya, yaitu: Pertama memberikan pelayanan dengan penghargaan setinggi-tingginya terhadap martabat manusia. Kedua, selalu meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan profesi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan. Ketiga, melindungi masyarakat dan profesinya sendiri dari sikap moral yang kurang baik dan kemampuan profesional yang tidak adekuat. Keempat, memberikan konsultasi sesuai dengan kemampuan profesionalnya kepada teman seprofesi ataupun kepada sejawat profesi lain dalam upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Kelima, menjamin privacy pasien dengan memegang teguh rahasia mengenai data dan identitas pasien. Sedangkan hal-hal yang bersifat khusus bidang laboratorium klinik/medik disamping peran profesi, ATLM memiliki sekaligus peran pengelolaan laboratorium dan peran teknik analitik laboratorium, agar pelayanan profesi bermutu tinggi tetap dapat diberikan. Dalam melaksanakan peran pengelolaan laboratorium, ATLM dapat berperan menjadi manajer menengah dan membawahi sejumlah personil yang bertugas membantu, serta mengelola seperangkat sarana dan prasarana laboratorium yang dijamin berfungsi dengan baik. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh ATLM dan sebagian oleh dokter spesialis patologi klinik. Peran teknis analitis ATLM itu meliputi pengelolaan sampel, pelaksanaan pemeriksaan, dan pengolahan data laboratorium yang dihasilkan. Data laboratorium akan digunakan oleh dokter spesialis patologi klinik dan dokter spesialis patologi anatomi untuk memberikan informasi tentang keadaan pasien kepada dokter klinik berdasarkan data pasien yang diperoleh dari dokter klinik. Dengan demikian peran profesi perlu ditunjang oleh jalur komunikasi yang efektif dan konsultasi timbal balik yang sistematis, antara ATLM dokter spesialis patologi klinik, dokter spesialis patologi anatomi dan dokter klinik yang merawat pasien. Agar pengelolaan laboratorium yang baik dapat tercapai, ATLM bersama dengan pengelola sesuai tugas pokok fungsinya melaksanakan; pertama, sarana dan prasarana yang memadai dan sesuai dengan persyaratan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Kedua, sumber daya manusia yang memadai dalam kuantitas dan kualitas untuk melaksanakan kegiatan laboratorium baik teknis maupun administratif. Ketiga, sistim penyimpanan yang baik, arsip data laboratorium dan spesimen yang masih perlu disimpan. Keempat, jalur komunikasi yang efektif, antara ATLM, dokter spesialis patologi klinik, dokter spesialis patologi anatomi dan dokter klinik, serta pengelola fasilitas pelayanan kesehatan,. Kelima, peraturan yang bersifat menunjang fungsi, baik aturan pemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan, maupun peraturan lain yang terkait dengan profesi. Dalam mengelola sampel pasien, pemeriksaan, dan data laboratorium, seorang ATLM selayaknya: (1) memberikan pelayanan laboratorium dengan mengutamakan kepentingan pasien dan senantiasa memenuhi persyaratan setiap tahapan pemeriksaan laboratorium (pra analitik, analitik, pasca analitik), (2) menyusun, secara jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat, informasi tentang persiapan pasien, penampungan spesimen, dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai jenis pemeriksaan sesuai kompetensi dan kewenangannya, (3) memperlakukan data laboratorium, yang disertai keterangan/pendapat profesi, sebagai rahasia pelayanan kesehatan, dengan menyampaikannya kepada dokter sampul tertutup, dan tidak mencantumkan tertutup, dan tidak mencantumkan identitas pasien apabila digunakan untuk publikasi ilmiah, (4) menghormati hak pasien untuk mengirimkan spesimen ke laboratorium lain untuk keperluan konsultasi. Dalam mengamalkan peran profesi, seorang ATLM selayaknya bersikap dan berperilaku yang baik, yaitu: (1) dalam hubungan dengan sesama ATLM dengan menghindari persaingan yang tidak sehat, hubungan dengan dokter spesialis patologi klinik; saling memberikan konsultasi/informasi dalam bidang profesi, teknik analitik, dan pengelolaan; menerima pendelegasian tugas dan tanggung jawab, (2) dalam peran sebagai pelaksana teknis analitis menempatkan diri pada kedudukan setaraf dengan profesi lain, (3) dalam melaksanakan pemeriksaan laboratorium mengutamakan kualitas dan memberikan pengetahuan serta pengalamannya secara maksimal, (4) memberikan konsultasi demi pemanfaatan laboratorium secara efektif untuk mencegah penggunaan pelayanan. Agar seorang ATLM mampu melakukan peran dan tanggung jawab, baik dalam pengelolaan, teknik, maupun profesi, sebagai upaya pemberian pelayanan bermutu tinggi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, selayaknya secara terus-menerus melakukan pengembangan profesi dirinya, dengan: (1) mengikuti per-kembangan ilmu dan teknologi kesehatan pada umumnya dan keilmuan laboratorium medik/klinik pada khususnya, dengan cara mengikuti pendidikan ATLM setingkat diatasnya, pendidikan dan pelatihan, simposium, laboratorium secara tidak tepat dan berlebihan. seminar, pertemuan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan profesinya, (2) turut serta dalam kelaboratoriuman medik/klinik melalui penelitian, (3) dalam memantau perkemnangan ilmu dan teknologi, wajib menampis dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan profesi dan masyarakat. (4) menerapkan tambahan ilmu yang diperolehnya untuk meningkatkan pelayanan profesional kepada masyarakat (Amin, 2017: 188- 189). DAFTAR PUSTAKA
Amin, Y. 2017. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Sudarma, M. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika