Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Nama : Diana Agustini Raharja

Mikrobiologi NIM : J3L112168


Kelas/kelompok : C P1/1
PJP : M. Arif Mulya, S. Pi.
Asisten : 1. Yuriska Sekar Rani
2. Lia Suliani
3. Ramdhani

AKTIVITAS ENZIMATIS MIKROORGANISME

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan menguji aktivitas enzimatisnya.
Enzim merupakan katalis dalam sistem biologi atau di sebut pula dengan
biokatalis. Katalis ini berfungsi untuk mempercepat laju reaksi kimia dengan
akhir dari reaksi kimia akan diperoleh kembali katalis tersebut. Uji aktivitas
enzimatis terbagi menjadi dua yaitu uji aktivitas eksoenzim dan uji aktivitas
endoenzim. Uji aktivitas eksoenzim terdiri dari uji amilolitik, proteolitik, dan
lipolitik sedangkan uji aktivitas endoenzim terdiri dari uji katalase dan oksidase
(Volk 1988).
Amilolitik merupakan aktivitas bakteri dalam merombak pati dengan
bantuan enzim amilase. Enzim amilase adalah enzim yang mampu menghidrolisis
pati menjadi senyawa lebih sederhana seperti maltosa dan glukosa. Enzim ini
banyak digunakan untuk keperluan industri. Enzim ini dapat memecah atau
menghidrolisis pati, glikogen, dan turunan polisakarida dengan cara memecah
ikatan glikosidiknya. Enzim amilase dibedakan menjadi 3 golongan yaitu -
amilase yang di sebut juga endoamilase, -amilase yang di sebut juga
eksoamilase, dan glukoaminase (Rehm & Reed 1987).
Aktivitas proteolitik menghasilkan zona jernih. Bakteri proteolitik adalah
bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah
protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua
bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai
enzim protease ekstraseluler. Dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih
kompleks daripada pemecahan karbohidrat dan produk akhirnya juga lebih
bervariasi. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih kompleks.
Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, memecah protein
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Durham 1987).
Uji katalase merupakan suatu pengujian terhadap bakteri tertentu untuk
mengetahui bakteri tersebut merupakan bakteri aerob, anaerob fakultatif, atau
anaerob obligat. Bakteri yang memerlukan oksigen menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2) yang sebenarnya beracun bagi bakteri sendiri. Namun bakteri
tersebut dapat tetap hidup dengan adanya antimetabolit tersebut karena mereka
menghasilkan enzim katalase yang dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen. Kebanyakan bakteri aerobik dan anaerobik fakultatif akan
memproduksi hidrogen peroksida yang bersifat toksik terhadap bakteri yang
masih hidup. Sejumlah bakteri untuk menjaga kelangsungan hidupnya mampu
menghasilkan enzim katalase yang memecah H2O2 menjadi air dan oksigen
sehingga sifat toksiknya hilang (Pelczar 1986). Matinya bakteri-bakteri anerobik
obligat bila ada oksigen disebabkan karena tidak adanya pembentukan enzim
katalase sehingga H2O2 meracuni bakteri itu sendiri. Ada tidaknya pembentukan
enzim katalase dapat membantu pembedaan kelompok-kelompok bakteri tertentu
(Hadieotomo 1993).

Tujuan
Percobaan dilakukan untuk mengidentifikasi aktivitas enzimatis bakteri
Bacillus dan E. coli dengan menggunakan uji amilolitik, uji proteolitik, serta uji
katalase.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah pembakar spirtus, inkubator, kawat ose, pipet
tetes, dan kaca preparat. Bahan-bahan yang digunakan ialah bakteri Bacillus,
bakteri E.coli, alkohol 70%, media Nutrient Agar yang mengandung pati, media
Skim Milk Agar (SMA), iodin, HCl 10%, dan reagen H2O2.

Prosedur Kerja
Suasana steril harus diciptakan dari awal praktikum hingga akhir praktikum
dengan cara tangan dan area meja dibasahi alkohol 70%. Selain itu, pengerjaan
dilakukan di dekat api untuk mengurangi atau mencegah bakteri kontaminan
menempel pada alat maupun media. Uji amilolitik dilakukan dengan cara bakteri
Bacillus dan E. coli diinokulasikan pada media Nutrient Agar yang mengandung
pati secara streak. Bakteri yang telah diinokulasikan diinkubasi selama 48 jam
pada suhu 37C. Setelah selesai inkubasi, cawan diteteskan dengan iodin
secukupnya sehingga seluruh permukaan media terkena iodin. Hidrolisis zat pati
terlihat sebagai zona jernih di sekeliling koloni, sedangkan hasil negatif
ditunjukkan warna sekitar koloni tetap biru hitam. Uji proteolitik dilakukan
dengan cara bakteri Bacillus dan E. coli diinokulasikan pada media Skim Milk
Agar secara streak. Bakteri yang telah diinokulasikan diinkubasi selama 48 jam
pada suhu 37C. Setelah selesai inkubasi, cawan diteteskan dengan HCl 10%
maka aktivitas proteolitik akan ditunjukkan oleh terbentuknya zona jernih di
sekeliling koloni. Uji katalase dilakukan dengan cara reagen H 2O2 diteteskan pada
kaca preparat yang telah disterilkan sebagai reagen untuk mengamati aktivitas
katalase dan sebagai kontrol. Koloni bakteri Bacillus diambil dengan kawat ose
dan diinokulasikan pada kaca preparat yang telah diteteskan dengan reagen H 2O2.
Ada atau tidaknya gelembung yang dihasilkan oleh bakteri diamati serta
dibandingkan dengan menggunakan kontrol. Uji katalase diulangi untuk bakteri E.
coli.

Data dan Hasil Pengamatan


Berikut ini data dan hasil pengamatan yang dilakukan pada bakteri Bacillus
dan E. coli.
Tabel 1 Hasil aktivitas enzimatis bakteri Bacillus dan E. coli
Uji aktivitas eksoenzim Uji aktivitas endoenzim
Amilolitik Proteolitik Katalase

Gelembung
Zona
Sebelum diteteskan Sebelum diteteskan HCl
Terbentuk gelembung
iodin zona bening tidak 10% zona bening terlihat
pada (Bacillus) Bc yang
terlihat baik pada E. pada Bacillus (Bc)
dibandingkan dengan
coli (Ec) dan Bacilllus sedangkan E. coli (Ec)
kontrol (C)
tidak
(Bc)
Lanjutan tabel 1 Hasil aktivitas enzimatis bakteri Bacillus dan E. coli
Uji aktivitas eksoenzim Uji aktivitas endoenzim
Amilolitik Proteolitik Katalase

Zona Zona
Setelah diteteskan iodin Setelah diteteskan HCl Tidak terbentuk
E. coli (Ec) membentuk 10% zona bening terlihat gelembung pada E. coli
zona bening sedangkan pada Bacillus (Bc) (Ec) yang dibandingkan
Bacillus (Bc) tidak sedangkan E. coli (Ec) dengan kontrol (C)
tidak

Pembahasan
Perlakuan aseptik dilakukan bertujuan agar terbebas dari mikroorganisme
yang tidak diinginkan (kontaminan) (Dwijoseputro 2003). Aseptik diimbangi
dengan sterilisasi yang merupakan upaya untuk menghilangkan mikroorganisme
kontaminan yang menempel pada alat atau bahan yang akan dipergunakan untuk
analisis selanjutnya (Jati 2007). Hal yang harus diperhatikan yaitu ketika biakan
bakteri diambil untuk diinokulasikan dengan kawat ose, yang diambil hanya
biakan bakterinya saja yang hidup di atas permukaan agar jika biakan bakteri
ditumbuhkan dalam media agar karena bakteri hanya hidup di atas media agar,
tidak di bawah media agar. Kaca preparat yang digunakan untuk uji katalase harus
dalam keadaan steril agar tidak ada mikroorganisme yang tidak diinginkan
menempel pada kaca preparat sehingga memengaruhi hasil yang diperoleh ketika
diberi reagen H2O2. Pengamatan terbentuk atau tidaknya gelembung udara
dilakukan dengan menggunakan kontrol sehingga dapat dengan mudah
mengamati perbedaan yang terjadi ketika bakteri diinokulasikan ke dalam reagen.
Cawan petri yang berisikan media baik media Nutrient Agar maupun media
Skim Milk Agar sebelum digunakan untuk menginokulasikan bakteri harus dalam
keadaan terbebas dari uap air. Uap air ini harus dihilangkan karena ketika tutup
cawan petri dibuka untuk menginokulasikan bakteri, uap air yang menempel di
bawah tutup cawan petri ini dapat menjerap udara yang ada di lingkungan luar.
Udara dari lingkungan luar ini dapat membawa bakteri lain yang tidak diinginkan
sehingga dapat menjadi sumber kontaminan. Cawan perti setelah disimpan dalam
kulkas ketika dikeluarkan akan memiliki uap air di bagian dalam tutup cawan
petri, sehingga untuk menghilangkan uap air ini dapat dilakukan dengan cara
dibiarkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Cara lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan cara memanaskan bagian bawah tutup cawan petri dengan api
sehingga uap air akan berkumpul dan jatuh, selain itu dapat pula dengan cara
dikeringkan menggunakan tisu yang diberi alkohol 70% agar tisu tersebut tetap
steril.
Uji amilolitik pada bakteri menggunakan amilum atau pati. Pati yang
digunakan pada percobaan adalah tepung kanji dengan komposisi 2 g/L. Amilum
merupakan senyawa yang memiliki berat molekul tinggi yang terdiri atas polimer
glukosa yang bercabang-cabang yang diikat dengan ikatan glikosidik. Degradasi
amilum membutuhkan enzim amilase yang akan menghidrolisis menjadi
polisakarida yang lebih pendek (dekstrin) yang selanjutnya menjadi maltose.
Hirolisis akhir maltosa menghasilkan glukosa terlarut yang dapat ditransport
masuk ke dalam sel. Enzim amilase ini dimiliki oleh bakteri yang mengandung
enzim amilase sehingga ketika diinokulasikan pada media Nutrient Agar yang
mengandung pati maka akan terbentuk zona bening karena warna media ini
sedikit putih akibat adanya pati. Indikator yang digunakan pada uji amilolitik
adalah iodin. Amilum akan bereaksi dengan iodin membentuk warna biru hitam
yang terlihat pada media. Warna biru hitam terjadi ketika iodin masuk ke dalam
bagian kosong pada amilum yang berbentuk spiral sehingga terbentuk kompleks
berwarna. Bakteri yang mengandung enzim amilase ketika ditambahkan iodin
akan membentuk zona bening. Reaksi yang terjadi ketika pati dihidrolisis menjadi
glukosa dengan bantuan enzim -amilase yang dimiliki oleh bakteri dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 1 Reaksi uji amilolitik pada pati dengan enzim amilase


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada uji amilolitik, zona
bening yang diperoleh tidak dapat diamati dengan jelas karena pada dasarnya
media yang digunakan berwarna tidak teralu putih, sehingga uji amilolitik dapat
diperjelas dengan penambahan iodin. Penambahan iodin menunjukkan bahwa E.
coli membentuk zona bening yang seharusnya Bacillus yang membentuk zona
bening. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak meratanya iodin yang diteteskan
sehingga sebagian iodin tidak terkena pada bakteri E. coli dan terlihat seperti zona
bening. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan ini yaitu terlalu
banyak atau pekat iodin yang digunakan sehingga koloni bakteri tidak dapat
melisis banyaknya iodin yang ditambahkan. Zona bening yang terbentuk dengan
baik dapat dengan jelas dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Zona bening uji amilolitik yang terbentuk pada Bacillus
Uji proteolitik ditujukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme
menghasilkan enzim protease. Media yang digunakan ialah Skim Milk Agar.
Selain media ini dapat pula menggunakan media Nutrient Agar yang mengandung
susu bubuk 1%. Hidrolisi kasein secara bertahap akan menghasilkan monomer
berupa asam amino. Proses ini dinamakan peptonisasi atau proteolisis.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada uji proteolitik diperoleh
goresan koloni yang tidak bagus, yaitu bakteri Bacillus menumpuk melewati
koloni bakteri E. coli. Hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadinya
tertumpuknya koloni bakteri yang satu dengan yang lain dapat dengan cara ketika
menginokulasikan bakteri cukup dengan satu goresan saja. Zona bening terlihat
pada bakteri Bacillus sehingga Bacillus merupakan bakteri yang memiliki enzim
protease dan ketika ditambahkan HCl, Bacillus tetap memberikan zona bening. E.
coli merupakan jenis bakteri yang tidak dapat mensintesis enzim protease
sehingga tidak membentuk zona bening. Reaksi yang terjadi pada uji proteolitik
dengan penambahan HCl 10% (air 90%) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Reaksi pada uji proteolitik


Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme
menghasilkan hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida
yang sangat beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan
kematian pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme
aerobik, fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi
aerobik. Superoksida dismutase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk
penguraian khususnya superoksida pada organisme aerob yang bersifat katalase
negatif. Produksi katalase bisa diidentifikasi dengan menambahkan reagen H2O2
pada suspensi bakteri. Jika dihasilkan gelembung gas, berarti bakteri tersebut
mampu memproduksi enzim katalase. Jika tidak dihasilkan gelembung gas berarti
uji katalase dinyatakan negatif.
Pembentukan gelembung udara pada uji katalase dapat terlihat dengan jelas
maupun sulit terlihat dengan jelas, karena tidak semua bakteri dapat menghasilkan
banyak gelembung udara. Percobaan dengan uji katalase dapat diulangi jika ragu-
ragu dengan hasil yang diperoleh apabila bakteri tersebut menghasilkan
gelembung udara sangat sedikit sehingga sulit untuk diamati. Terbentuknya
gelembung udara ketika bakteri diinokulasika perlu diamati dengan seksama
sehingga dapat terlihat perbedaan antara gelembung udara yang dihasilkan oleh
bakteri atau gelembung udara yang dihasilkan akibat adanya pergerakan kawat
ose. Gelembung udara terbentuk apabila bakteri tersebut memiliki enzim katalase
yang dapat mengubah H2O2 menjadi air dan oksigen dengan persamaan reaksi
yang dapat dilihat pada gambar 4.
katalase
2 H2 O 2 2 H2 O + O2

Gambar 4 Reaksi uji katalase dengan bakteri yang mengandung enzim katalase
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil sesuai dengan
pernyataan Pelczar (1986) bahwa Bacillus memiliki enzim katalase sedangkan E.
coli tidak memiliki enzim katalase. Gelembung udara yang dihasilkan sangat
sedikit pada bakteri Bacillus. Terbentuknya gelembung udara pada bakteri yang
mengandung enzim katalase dapat terlihat jelas pada gambar 5.

Gambar 5 Terbentuknya gelembung udara pada bakteri yang mengandung enzim


katalase

Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
uji amilolitik E. coli positif mengandung enzim amilase sedangkan Bacillus
negatif mengandung enzim amilase. Bacillus positif mengandung enzim protease
ekstraseluler sedangkan E. coli negatif mengandung enzim protease ekstraseluler
pada uji proteolitik. Selain itu, Bacillus positif mengandung enzim katalase
sedangkan E. coli negatif mengandung enzim katalase pada uji katalase.

Daftar Pustaka
Durham DR, DB Stewart, EJ Stellwag. 1987. Nover alkaline and heat stable
serine proteases from alkalophilic Bacillus sp. strain GX6638. Di dalam J.
Bacteriol. USA: Medline Press.
Dwijoseputro. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hadioetomo RS.1993.Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi.
Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.
Jati W. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta: Ganeca Exact.
Pelczar MJ, ECS Chan.1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Imas T, penerjemah;
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Rehm HJ, G Reed. 1987. Biotechnology: Enzyme Technology. Jilid ke-8.
Weinhaim: VCH Verlags Gessel Schaff.
Volk S. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai