Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

FARMAKODINAMIKA OBAT

Disusun oleh: Kelompok 9

1. Sonia Herpika (204330761)

2. Sri Wahyuni (204330762)

3. Sucia Rahmi (204330763)

4. Ulil Tari Minarti (204330764)

5. Vitli Dwi Putri (204330765)

Dosen Pembimbing : Oktafera, M.SI, Apt

POLTEKKES KEMENKES PADANG

PRODI DIV AHLI JENJANG KEBIDANAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Farmakologi tentang

“FARMAKODINAMIK”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Oktafera,

M.SI,Apt selaku dosen pembimbing karena dengan adanya tugas ini dapat menambah

wawasan kami.

Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah

Farmakologi Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini

dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.

Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

dari pada itu penyusun memohon saran dan arahan yang sifatnya membangun guna

kesempurnaan makalah ini di masa akan datang dan penyusun berharap makalah ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
D. Manfaat....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Pengertian Farmakodinamika .................................................................................3
B. Mekanisme Kerja Obat............................................................................................3
C. Konsep Reseptor......................................................................................................6
D. Karakteristik Reseptor..............................................................................................6
E. Tipe Protein Pada Reseptor......................................................................................7
F. Macam-Macam Reseptor.........................................................................................7
G. Interaksi Obat.........................................................................................................15
H. Agonis dan Antagonis............................................................................................16
I. Jendela Terapi........................................................................................................19

BAB III PENUTUP..........................................................................................................23

A. Kesimpulan ...........................................................................................................23
B. Saran .....................................................................................................................23
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup,

maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk tenaga

medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud

pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa

penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Farmakologi mencakup

pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan

biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan

penggunaan obat. Seiring berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut

telah berkembang menjadi ilmu tersendiri (Setiawati dkk,1995)

Cabang farmakologi diantaranya farmakognosi ialah cabang ilmu farmakologi yang

memepelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat, farmasi

ialah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan

menyediakan obat. farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek

obat pada manusia. farmakoterapi cabang ilmu yang berhubungan dengan penggunaan

obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, toksikologi ialah ilmu yang

mempelajari keracunan zat kimia, termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah

tangga, pestisida dan lain-lain serta farmakokinetik ialah aspek farmakologi yang

mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan

ekskresinya dan farmakodinamik yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan

biokimia berbagai oran tubuh serta mekanisme kerjanya. Pada penulisan makalah ini akan

di bahas tentang aspek farmakologi yaitu farmakodinamik

1
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Farmakodinamika

2. Untuk mengetahui mekanisme antagonis kerja obat

3. Untuk mengetahui konsep reseptor

4. Untuk mengetahui karakteristik dari reseptor

5. Untuk mengetahui tipe protein pada reseptor

6. Untuk mengetahui macam-macam reseptor

7. Untuk mengetahui interaksi obat

8. Untuk mengetahui agonis dan antagonis

9. Untuk mengetahui jendela terapi

C. Rumusan masalah

1. Apa definisi dari farmakodinamika?

2. Bagaimana mekanisme kerja obat ?

3. Apa definisi dari konsep reseptor ?

4. Bagaimana karakteristik dari reseptor?

5. Apa saja tipe protein pada reseptor ?

6. Apa saja macam-macam reseptor?

7. Bagaimana interaksi Obat?

8. Apa itu agonis dan antagonis?

9. Apa itu jendela terapi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Farmakodinamik

Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu farmakologi yang mempelajari tentang

bagaimana suatu obat (bahan aktif) bekerja sehingga menghasilkan efek biologis.Dengan

kata lain bahwa farmakodinamik adalah cabang dari ilmu farmakologi yang mempelajari

apa yang dilakukan obat terhadap tubuh.

B. Mekanisme Kerja Obat

Efek suatu obat dapat terjadi jika molekul obat berikatan dengan suatu molekul

spesifiknya, sehingga menyebabkan reaksi biokimiawi dan menghasilkan efek biologis.

Molekul spesifik tersebut merupakan binding site yang biasa disebut target obat. Interaksi

antara molekul obat dan sel mendasari penjelasan molekuler interaksi obat dengan

reseptornya. Paul Ehrlich menyatakan ‘Corpora non agunt nisi fixata’, yang berarti

bahwa suatu obat tidak akan bekerja sampai dia berikatan (Rang, et al., 2011).

Pemahaman tentang mekanisme kerja obat merupakan dasar penentuan terapi rasional

3
suatu obat dan desain obat baru serta unggulan dari suatu agen terapi.

Gambar 1. Perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamika

Pada farmakodinamik dipelajari mekanisme kerja obat sampai menimbulkan respon

klinik. Pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa efek obat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien,

kesalahan medikasi, absorbsi, ukuran dan komposisi tubuh, distribusi pada cairan tubuh,

ikatan obat pada plasma dan jaringan serta kecepatan eliminasi yang dalam hal ini

termasuk dalam kajian farmakokinetik. Hal penting yang harus diperhatikan dalam

penentuan efek obat adalah variabel fisiologi dan patofisiologi, faktor genetik, interaksi

dengan obat lain dan kemungkinan terjadinya toleransi yang nantinya mempengaruhi

ikatan obat dengan reseptornya.

4
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi efek suatu obat (Goodman, et al., 2011)

Mekanisme kerja obat secara umum dapat digolongkan menjadi 4 macam:

1. Obat yang bekerja tidak melalui target spesifik Contoh : antasida, anestesi umum,

osmotik diuretik.

2. Obat yang bekerja dengan cara mengubah sistem transport. Contoh : kalsium

antagonis, kardiak glikosida, obat anestesi local.

3. Mengubah fungsi enzim. Contoh : COX inhibitor, MAO inhibitor, AChE inhibitor

4. Obat yang bekerja pada reseptor Contoh: hormone, neurotransmiter.

5
Gambar 3. Target obat

Target dari obat dapat dikategorikan menjadi 4 macam, yaitu reseptor, kanal ion, enzim,

dan transporter (Rang, et al., 201 1).

6
Secara umum, bagian spesifik yang berikatan dengan obat berupa protein. Namun

selalu ditemukan pengecualian, misalnya : antibiotic dan antitumor yang dapat berikatan

langsung pada DNA, obat osteoporosis (biophosphonat) yang berikatan dengan garam

kalsium pada matriks tulang (Rang & Dale, 2008), interaksi dengan molekul kecil

misalnya ikatan logam berat dengan metalloproteinase.

C. Konsep Reseptor

Reseptor adalah komponen makro molekul dari sel yang dapat mengenali dan

berinteraksi dengan substansi endogen untuk menghasilkan respon biologis. Sedangkan

obat atau substansi eksogen lainnya akan berikatan dengan ‘drug target’ nya untuk dapat

memberikan respon biologis. Drug target atau reseptor ini umumnya berupa protein

(Rang & Dale, 2011; Katzung, et al., 2015).

Molekul yang dapat berperan sebagai reseptor :

1. Enzim (golongan tirosin kinase)

2. Membran protein (glikoprotein, lipoprotein)

3. Asam nukleat (reseptor antibiotik)

4. Kompleks polisakarida

D. Karakteristik dari Reseptor

1. Memiliki spesifisitas

Reseptor tertentu hanya akan berikatan dengan reseptor tertentu saja atau lebih

dikenal dengan mekanisme ‘Lock and key’.

7
Gambar 4. Mekanisme Lock-Key dari suatu reseptor

Obat A memiliki struktur yang kompatibel terhadap reseptornya sehingga dapat

menimbulkan aksi. sedangkan obat B tidak dapat berikatan dengan reseptor tersebut

karena memiliki struktur yang berbeda.

2. Menghasilkan respon yang selektif

Oleh karena spesifitasnya, maka respon yang dihasilkan oleh ikatan reseptor-substrat

(ligan) juga spesifik.

3. Memiliki sensitifitas

Diperlukan sejumlah ligan/obat tertentu untuk dapat menghasilkan respon yang

diinginkan. Tidak ada obat yang sepenuhnya spesifik dalam aksinya, pada beberapa kasus

peningkatan dosis dapat mempengaruhi target lain sehingga menimbulkan efek samping

(Katzung, et al., 2010)

E. Tipe Protein pada Reseptor

1. Regulator : memperantarai aksi endogenous ligan Misalnya : hormone.

Neurotransmiter autokoid

2. Enzim : dalam mekanismenya berperan menghambat maupun aktivasi Misalnya :

dihidrofolase reductase, reseptor metotreksat

3. Transport : memperantarai transport ion Misalnya : Na+/K_-ATPase pada digitalis

glikosida

4. Struktural : terintegrasi dalam strultur sel Misalnya : tubulin (reseptor untuk

colchicine)

F. Macam-macam Reseptor

Reseptor dapat digolongkan menjadi 4 superfamili sebagai berikut:

1. Ligand-Gated Ion Channel Receptor

8
Ligand gated ion channel receptor (ionotropic receptor), merupakan reseptor yang

terikat pada suatu kanal ion. Ligan yang berikatan dengan resptor ini menyebabkan

terbukanya kanal ion sehingg akan mengubag potensial membran dan sel menjadi ter

depolarisasi ataupun hiperpolarisasi (tergantung kanal dan ion yang keluar/masuk

intrasel).Kanal ion merupakan pintu gerbang ion-ion baik yang akan masuk maupun ke

luar sel yang diatur secara sangat spesifik.

Oleh karena yang berkerja dan efektornya adalah ion dan tidak melibatkan

mediator/molekul lainnya maka respon yang dihasilkan memiliki onset (mula kerja obat)

yang sangat cepat (milidetik). Biasanya reseptor ini untuk aksi neurotransmiter yang

sangat cepat.

Contoh : reseptor astilkolin nikotinik (nAChR), reseptor GABA, reseptor glutamate

NMDA, AMPA

Gambar 5. Reseptor lonotropik pada nAChR

Terdiri dari 5 subunit (2 subunit a, dan masing masing 1 subunit β, δ dan γ). Ikatan Ach

pada reseptornya akan membuka kanal ion sehingga ion Na+ akan masuk ke dalam sel

(Katzung, et al, 2015).

2. G Protein Couple Receptor (GPCR)

G protein couple receptor (GPCR) disebut juga metabotropic receptor atau 7

transmembrane (heptahelical) receptor. G protein merupakan protein membran yang

9
terusun oleh beberapa sub unit (αβγ) dan sub unit a yang memiliki aktivitas GTPase.

Reseptorjenis ini merupakan reseptor yang lebih banyak dijumpai dibanding jenis

reseptor lainnya. Ligan akan berikatan dengan reseptor ini pada signal binding site yang

berada di bagian ekstrasel. Reseptor ini memiliki 7 struktur transmembrane dengan

bagian ujung ekstrasel terdiri dari gugus NH3+ (N terminal) dan ujung intrasel tersusun

oleh gugus COO- (carboxyl terminal).

Ikatan ligand dengan binding site-nya akan melepaskan subunit α untuk mengaktifkan

efektornya (membran enzim ataupun ion gated channel). Pada beberapa kasus sub unit βγ

merupakan activator.

Aktivasi G protein dengan cara mengubah GDP menjadi GTP (mengalami

phosphorilasi) dan membentuk kompleks dengan reseptor. Selanjutnya G protein yang

aktif tersebut akan mendekati protein target, sehingga protein/enzim tersebut akan

memberikan efek selular.

Jika efek selular dirasa cukup, maka protein G akan melepaska 1 atom Phosphat

(dephosphorilasi) sehingga G protein kembali berikatan dengan GDP yang menyebabkan

dilepaskannya ikatan ligan dengan reseptornya.

G protein meregulasi beberapa efektor seperti adenilat siklase, fosfolipase C dan

membran plasma kanal ion. Onset jenis reseptor ini dalam hitungan beberapa menit.

Contoh : berbagai macam reseptor untuk biogenic amina seperti DA (dopamin), Ach

(asetilkolin), histamin.

10
Gambar 6. Struktur Heptahelical Receptor

Sub unit α memiliki struktur yang dapat dikategorikan

sebagai inhibitory dan stimulatory. Oleh karena sub unit ini menempel pada G protein,

maka strutur sub unit ini menentukan jenis G protein itu sendiri, yakti apakan G protein

tersebut berfungsi untuk menghambat atau berfungsi sebagai stimulator.

Gamb

ar 7. Mekanisme kerja G Protein Couple Receptor ©biofar.id

11
Target dari G protein antara lain :

a. Adenilat Siklase

Enzim ini berperan dalam pembentukan CAMP. CAMP mengontrol berbagai fungsi sel

melalui berbagai jalur dengan cara mem fosforilasi berbagai enzim, carrier dan protein.

b. Fosfolipase C

Enzim yang berperan dalam pembentukan inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG)

dari membran fosfolipid. IP3 berfungsi meningkatkan kalsium intrasel dengan cara

melepaskan CA2+ dari depo intrasel. Peningkatan kalsium dapat menyebabkan berbagai

aktivitas seluler seperti kontraksi, sekresi, aktivitas enzim dan hiperpolarisasi membran.

Sedangkan DAG berperan dalam mengaktifkan PKC yang mengontrol berbagai fungsi

seluler melalui fosforilase berbagai macam enzim.

Gamb

ar 8. G protein dan second messenger yang mengontrol berbagai sistem efektor

c. Kanal ion, khususnya kanal kalsium dan potassium

GPCR juga mengaktifkan kanal ion sehingga memperngaruhi eksitabilitas membran,

pelepasan transmitter dan kontraktilitas.

d. Rho A/Rho kinase

12
Yaitu suatu sistem yang mengontrol aktivitas beberapa jalur signaling seperti

mengontrol pertumbuhan dan proliferasi, kontraksi otot, angiogenesis, synaptic

remodeling dll. Jalur signaling Rho merupakan yan terakhir ditemukan. Rho yang

teraktivasi akan mengaktifkan Rho kinase yang akan mengaktifkan berbagai protein.

Hypoxia induced pulmonary artery vasoconstriction menyebabkan aktivasi Rho

kinase, sehingga Rho kinase berperan pada pathogenesis pulmonary hipertensi. Saat ini

banyak dikembangakan Rho kinase inhibitor untuk berbagai kepentingan terapi.

e. Mitogen-Activated Protein Kinase (MAP Kinase)

Suatu sistem yang mengontrol berbagai macam fungsi misalnya pembelahan sel,

apoptosis dan regenerasi jaringan. MAPK tidak hanya diaktifkan oleh sitokin tetapi juga

dapat diaktifkan oleh GPCR.

Gambar 9. Desensitisasi GPCR

GPCR dapat mengalami desensitisasi melalui dua jalur :

1.Fosforilasi Reseptor

13
2. Internalisasi (Endositosis) Reseptor

Mekanisme kerja GPCR menghasilkan residu serin dan trionin terutama pada C

terminal sitoplasmic tail, yang dapat mengalami fosforilasi oleh PKA, PKC dan protein

bound pada GPCR (GRKS).

Aktivitas ini akan mengganngu coupling antara G protein dan aktivasi reseptor,

sehingga efek agonis akan berkurang. Efek fosforilasi ini tidak spesifik sehingga dapat

mempengaruhi reseptor yang lain. Oleh karena itu disebut heterologous desensitization.

Sedangkan fosforilasi pada GRKs sangat spesifik yaitu hanya akan bekerja pada

reseptor yang teraktivasi sehingga disebut homologous desensitization. Residu fosforilasi

GRK berbeda dengan kinase yang lain dan reseptor yang ter-fosforilasi berperan sebagai

binding site dari B-arrestin (protein intraselular yang mengeblok interaksi G protein dan

berperan sebagai reseptor target endositosis). Karakteristik hambatan ini dapat bertahan

lebih lama.

3. Kinase-Linked Receptor

Reseptor tipe ini berbeda dengan GPCR. Reseptor ini memiliki sebuah protein

transmembrane yang cukup besar dengan jumlah residu bisa mencapai 1000. Reseptor ini

mengontrol pertumbuhan dan diferensiasi serta secara tidak langsung meregulasi

transkripsi gen.

Terdapat dua jalur utama reseptor kinase, yaitu :

1. Jalur Ras/Raf/MAPK yang berperan penting pada pembelahan sel, pertumbuhan dan

diferensiasi.

2. Jalur Jak/Stat yang diinduksi berbagai sitokin, yang berperan dalam regulasi sintesis

dan pelepasan mediator inflamasi.

Tipe kinase reseptor dapat dikelompokkan :

a. Reseptor Tirosin Kinase (RTKs)

14
Yang termasuk kelompok ini adalah epidermal growth factor, nerve growth factor, dan

kelompok toll like receptor (TLR) yang penting pada infeksi bakteri.

b. Serin/Treonin Kinase

Jenis kelompok ini tidak banyak, seperti pada RTK. Contoh: transforming

growthfactor (TCP).

c. Reseptor Sitokin

Jenis reseptor ini tidak memiliki aktititas enzim interinsik. Jika terkativasi, reseptor ini

akan berasosiasi dan mengaktifkan tirosin kinasi sitosolik seperti Jak (Janus kinase).

Ligan untuk reseptor ini antara ligan berbagai macam sitokin termasuk interferon gamma

dan colony stimulatingfactor.

Signal transduksi umumnya melibatkan dimerisasi reseptor dilanjutkan autofosforilasi dri

dari residu tirosin yang berperan sebagai reseptor SHZ untuk menghasilkan berbagai

respon seluler.

Second messenger merupakan suatu molekul yang melanjutkan pesan dari ligan atau obat

setelah berikatan dengan reseptornya. Karakteristik second messenger antara lain :

1. Berupa molekul kecil, non-protein atau ion

2. Dapat berdifus melalui membran sel dan menyampaikan informasi kepada berbagai

target molekul.

3. rupa molekul kecil, non-protein atau ion

4. Dapat berdifus melalui membran sel dan menyampaikan informasi kepada berbagai

target molekul.

4. Nuclear Receptor

Sejak tahun 1970-an telah diketahui bahwa reseptor untuk hormone steroid seperti

estrogen dan glukokortikoid berada di sitoplasma dan akan ditranslokasi ke inti sel jika

telah berikatan dengan ligannya.

15
Reseptor ini dikelompokkan menjadi 2 golongan utama, yaitu :

1. Reseptor yang berada di sitoplasma, berada dalam

bentuk dimer dan mengalami translokasi/migrasi ke nulkleus. Ligan untuk reseptor ini

umumnya dari sistem endokrin (hormon steroid).

2. Reseptor yang berada di dalam nukleus dan dalam

bentuk heterodimer dengan retinoid X receptor. Umumnya ligannya berupa lipid (asam

lemak). Reseptor inti ditampilkan pada Gambar 12. Sedangkan untuk hormon tiroid

tidak termasuk keduanya karena termasuk endokrin tetapi berada dalam bentuk

heterodimer dengan retinoid X receptor.

G. Interaksi Obat

Jika dua atau lebih obat diberikan dalan waktu bersamaan maka dapat terjadi interaksi

yang berupa (Bijnsdrop, et al., 2011) :

1. Addictive effect : jika respon dari obat obat tersebut mengikuti rumus penjumlahan.

2. Synergystic effect : jika respon dari obat-obat tersebut lebih besar dari efek

tunggalnya, tetapi lebih kecil dari efek penambahannya.

3. Antagonistic effect : jika respon obat saling menghambat atau berlawanan.

Gambar 10. Ikatan obat dengan reseptor

16
Ikatan obat dengan reseptor dapat melalui beberapa cara (kiri) terkait dengan efek

yang dihasilkan digambarkan dalam diagram kanan (Katzung, et al., 2015).

H. Agonis dan Antagonis

Dua obat atau lebih jika dibersamaan efek suatu obat dapat berupa efek terapi yang

diharapkan maupun efek yang tidak diharapkan (efek clamping dan efek toksik).Berbagai

efek tersebut diperantarai ikatan ligan dengan reseptornya. Interaksi antara ligan dengan

reseptornya dapat dikategorikan menjadi :

a. Agonis

Suatu obat atau endogenous ligan yang berikatan dengan resptornya. Ikatan yang

terjadi antara agonis dengan reseptornya yang menghasilkan suatu efek biologis.

b. Antagonis

Dua obat atau ligan yang mempunyai reseptor yang sama, sehingga akan menduduki

(meng-akupansi) reseptor yang sama. Misalnya, atropine menduduki reseptor asetilkolin

sehingg amenghalangi asetilkolin berikatan dengan reseptornya. Kondisi ini

mengakibatkan respon asetilkolih terhambat atau berkurang.

Peningkatan respon asetilkolin dapat ditingkatkan dengan menambahkan dosis

asetilkolin, ikatan antagonis bisa bersifat reversible (dapat dipengaruhi konsentrasi

agonisnya) ataupun dapat bersifat irreversible atau pseudoirreversible dengan ikatan yang

sangat kuat.

Obat yang berikatan dengan reseptor yang sama dengan agonis tetapi tidak

mempengaruhi atau menghambat ikatan agonis bekerja secara allosteric yang akan

meningkatkan atau menghambat aksi agonis. Sedangkan obat yang menghambat ikatan

agonis dengan reseptrnya disebut inhibitor (Katzung, et al., 2015).

17
Peran reseptor sangat penting untuk mengetahui respon suatu obat, terkait hal berikut :

1. Reseptor sangat menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat

dengan efek farmakologis. Afinitas reseptor untuk berikatan dengan obat ditentukan

konsentrasi obat untuk membentuk kompleks liganreseptor yang sesuai. Jumlah total

reseptor membatasi efek maksimal yang dihasilkan.

2. Reseptor berperan pada sensitifitas obat. Ukuran, bentuk dan muatan molekul

menentukan apakan obat tersebut akan berikatan dengan reseptor spesifiknya.

Perubahan struktur kimia obat secara drastis dapat meningkatkan atau menurunkan

afinitas obat baru untuk jenis reseptor yang berbeda sehingga akan menyebabkan

perubahan efek terapi maupun efek toksik.

3. Reseptor memediasi peran agonis maupun antagonis. Agonis maupun antagonis

bekerja pada respon tertentu baik pada reseptor yang sama (kompetitif agonis)

maupun bekerja pada reseptor yang berbeda (agonis non kompetitif) (Rang, et al.,

2011).

Gambar 18. Perbandingan efek kompetitif inhibitor dan non kompetitif inhbitor

Pada Gambar 18 tampak bahwa kompetitif inhibitor akan memberikan efek sesuai

dengan ligan yang meng okupasi (yang lebih besar konsentrasinya). Sedangkan non

kompetitif inhibitor masing masing ligan mengokupasi reseptor yang berbeda tidak

18
terpengaruh oleh dosis atau konsentrasi ligan, namun efek yang ditimbulkan lebih

kecil.

Gambar 12. Mekanisme antagonisme reseptor

1. Antagonis kompetitif terjadi jika agonis A dan antagonis I bersaing pada reseptor

yang sama. Kurva agonis akan bergeser ke kanan (misalnya, EDSO bergeser ke

kanan).

2. Jika antagonis berikatan pada binding site yang sama tetapi tidak bersifat ireversibel

atau pseudo-irreversible (disosiasi lambat tetapi bukan ikatan kovalen), menyebabkan

kurva bergeser ke kanan dan penurunan efek maksimal. Efek alosterik terjadi jika

19
ligan I berikatan dengan binding site (reseptor) yang berbeda juga akan menghambat

respon (C) atau menyebabkan respon potensiasi (D). (Brunton, et al., 2008).

I. Jendela Terapi

Suatu bahan dapat berfungsi sebagai obat sekaligus sebagai racun tergantung dosis

yang diterima. Batas dosis terkecil yang mulai menimbulkan efek (efikasi) sampai dosis

terbesar yang tidak menimbulkan efek toksis disebut therapeutic window (jendela terapi).

Setiap obat memiliki rentang dosis yang berbeda dalam menimbulkan efek

farmakologis. ada obat yang memiliki jendela terapi sempit dan yang memiliki jendela

terapi yang luas.

Gambar 13. Jendela terapi ©tmedweb.tulane.edu

Hubungan antara dosis respon dengan efek terapi, efek toksis, serta efek samping

indeks terapi (TI) didefinisikan sebagai rasio TDSO/EDS

20
Gambar 14. Jendela Terapi Suatu Obat Bervariasi Tergantung Jenis Obatnya.

Terdapat obat dengan jendela terapi sempit misalnya warfarin (A) dan jendela terapi

luas misalnya penisilin (B).

Gambar 15. Potensi dan efikasi suatu obat ©pocketdentistry.com

Kurva A memiliki potensi yang tinggi dan efikasi rendah, sedangkan kurva B

memiliki potensi rendah dan efikasi tinggi.

Potensi adalah jumlah obat (misalnya dalam mg) yang dibutuhkan untuk

menghasilkan efek tertentu yang diinginkan. Suatu obat dikatakan memiliki potensi

yang lebih jika jumlah obat yang dibutuhkan sedikit untuk menghasil suatu respon

tertentu.

21
Sedangkan efikasi didefinisikan sebagai efek yang dihasilkan oleh suatu obat yang

tergantung besarnya dosis.

Gambar 16. Respon suatu obat dapat mengalami pergeseran akibat sensitisasi maupun

toleransi (Brunton, Et Al., 2008)

Suatu obat dapat mengalami perubahan respon dari respon yang seharusnya dengan dosis

yang sama. Respon obat yang mengalamai penurunan disebut toleransi, sedangkan respon

obat yang mengalami peningkatan disebut sensitisasi.

Gambar 23 menunjukkan terjadinya sensitisasi suatu obat, sehingga menggeser kurva ke

arah kiri. hal ini menunjukkan bahwa dengan inisiasi dosis yang kecil dapat menimbulkan

efek yang lebih besar. Sedangkan toleransi terjadi karena respon obat yang semakin

menurun dengan dosis sama.

Toleransi secara umum dibagi menjadi 2, yaitu innate dan acquired tolerance. Innate

tolerance merupakan toleransi bawaan yang didapatkan secara genetis dan sudah

ditemukan sejak pertama kali obat diberikan. Sedangkan acquired tolerance dibagi lagi

menjadi 3, yaitu : farmakokinetik, farmakodinamik dan learn tolerance.

1. Toleransi farmakokinetik. Terjadi karena perubahan distribusi dan metabolisme suatu

obat setelah pemberian berulang. Mekanisme umum yang sering terjadi adalah

peningkatan kecepatan metabolisme suatu obat.

22
2. Toleransi farmakodinamik. Meupakan respon adaptif yang terjadi pada sistem

sehingga menyebabkan menurunnya respon obat. Misalnya perubahan respon suatu

obat akibat perubahan densitas atau efisiensi coupling reseptor terhadap ialur signal

transduksi (Brunton. et al.. 2008).

Gambar 17. Kurva dosis respon

Distribusi kumulatif suatu populasi terhadap obat tertentu (kiri). Distribusi frekuensi %

populasi terhadap obat tertentu (Kanan) (Brunton, et al., 2008).

Kurva dosis respon suatu obat dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. GradedResponse

Respon obat yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dosis.

Misalnya : tekanan darah, kontraksi otot, dll.

2. Quantal Dose Response atau All or None Respons Respon obat yang menghasilkan

respon (tertentu) atau sama sekali tidak menghasilkan respon (tertentu).

Misalnya : kejang atau tidak, mati atau survive, paralisis atau tidak.

23
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu farmakologi yang mempelajari tentang

bagaimana suatu obat (bahan aktif) bekerja sehingga menghasilkan efek biologis. Efek

suatu obat dapat terjadi jika molekul obat berikatan dengan suatu molekul spesifiknya,

sehingga menyebabkan reaksi biokimiawi dan menghasilkan efek biologis. Molekul

spesifik tersebut merupakan binding site yang biasa disebut target obat. Interaksi antara

molekul obat dan sel mendasari penjelasan molekuler interaksi obat dengan reseptornya.

Target dari obat dapat dikategorikan menjadi 4 macam, yaitu reseptor, kanal ion,

enzim, dan transporter (Rang, et al., 201 1). Peran reseptor sangat penting untuk

mengetahui respon suatu obat, terkait hal berikut :

1. Reseptor sangat menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat

dengan efek farmakologis.

2. Reseptor berperan pada sensitifitas obat. Ukuran, bentuk dan muatan molekul

menentukan apakan obat tersebut akan berikatan dengan reseptor spesifiknya.

3. Reseptor memediasi peran agonis maupun antagonis. Agonis maupun antagonis

bekerja pada respon tertentu baik pada reseptor yang sama (kompetitif agonis)

maupun bekerja pada reseptor yang berbeda (agonis non kompetitif)

B. Saran

Untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada pasien, hendaknya kita

selalu menambah wawasan tentang perkembangan dunia kesehatan dan obat-obatan.

Untuk menjamin agar obat dapat digunakan secara benar oleh pasien, maka diperlukan

KIE pada saat penyerahan obat minimal mengenai cara penggunaannya, khasiat, lama

pemakaian obat, dan cara penyimpanan untuk obat.

24
Daftar Pustaka

1. Craig CR, Stitzel RE. 2004. Modern Pharmacology with Clinical Applications.

USA: Lippincott William and Wilkins.

2. Brunton L, Chabner B, Goodman LS, Knollman B. 2011. Goodman and Gilman’s

Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th edition. USA: McGraw Hill

Companies.

3. Katzung BG, Trevor AJ. 2015. Basic and Clinical Pharmacology 13th edition.

USA: McGraw Hill Companies.

4. Ritter J, Flower R, Henderson G, Rang H. 2015. Rang and Dale’s Pharmacology.

8th edition. UK: Churchill Livingstone.

25

Anda mungkin juga menyukai