Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR

METABOLISME DAN EKSKRESI OBAT

Nama : NIKE FADILLAH

NIM : 1900078

Prodi : D-III

Kelas : II B

Dosen Pengampu :

NOVIA SINATA, M.Si., APT

1019118801

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Farmakologi
Dasar dengan judul “Metabolisme dan Ekskresi Obat”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 22 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................3

BAB II ISI.....................................................................................................................4

2.1 METABOLISME OBAT.....................................................................................4

2.1 1 Pengertian Metabolisme Obat.................................................................4

2.1 2 Tujuan Metabolisme Obat.......................................................................5

2.1 3 Fase-fase yang Terjadi pada Metabolisme Obat......................................5

2.1 4 Enzim-enzim yang Berperan dalam Proses Metabolisme.....................10

2.1 5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat.........................12

2.2 EKSKRESI OBAT.............................................................................................14

2.2.1 Pengertian Ekskresi obat.......................................................................14

2.2.2 Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat.......15

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ekskresi Obat...........................................24

BAB III PENUTUP...................................................................................................27

ii
3.1 Kesimpulan........................................................................................................27

3.2 Saran..................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu


penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan
dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup
pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis,
pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) serta
sediaan obat (medicine).

Farmasi memiliki beberapa cabang ilmu, salah satunya yaitu farmakokinetika.


Definisi dari farmakokinetika itu sendiri yaitu cabang ilmu farmakologi yang
mempelajari proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Pada makalah ini
akan membahas mengenai metabolisme dan ekskresi dalam farmakokinetika. Hal ini
perlu dipelajari karena dengan mengetahui definisi dan mekanisme ekskresi serta
metabolisme obat kita sebagai farmasi bisa mengetahui bagaimana membuat obat
bekerja sesuai dengan peranannya masing-masing.

Dan perlu dipahami bahwa metabolisme tidak selamanya menyebabkan


senyawa menjadi tidak aktif. Sering malah metabolit obatlah yang merupakan obat,
sedangkan prazatnya merupakan obat yang tidak aktif, atau metabolit tersebut dapat
membentuk ikatan kovalen, dan dalam keadaan terikat pada AND, yang dapat
bertindak sebagai mutagen atau karsinogen. Oleh sebab itu perlu dibahas mengenai
obat yang mengalami biotransformasi dengan berbagai akibat yang dapat terjadi.

1
Bagi tubuh manusia, secara umum, tubuh adalah senyawa asing. Dan senyawa
asing biasanya memiliki efek merugikan, sehingga muncul pemahaman bahwa “obat
adalah racun dalam dosis yang tidak merugikan”. Oleh sebab itu, setelah obat
memberikan efek yang menguntungkan (efek terapi), obat harus diolah dan
selanjutnya dibuang oleh tubuh.Lalu bagaimana tubuh memproses dan membuang
senyawa obat yang ada di dalam tubuh. Dalam ilmu farmakologi, proses-proses yang
berhubungan dengan pemrosesan dan pembuangan senyawa obat
disebut metabolisme dan ekskresi obat. Disini kami membahas tentang EKSKRESI
OBAT. Proses ekskresi adalah proses yang sangat penting bagi semua makhluk
hidup. Ekskresi adalah suatu proses di mana produk sisa metabolisme dan materi
tidak berguna lainnya dikeluarkan dari suatu organisme. Setelah melalui proses
metabolisme, obat termasuk ke dalam produk sisa dan berbahaya apabila terus
menerus ada di dalam tubuh, oleh sebab itu harus dibuang melalui sistem ekskresi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1) Apa itu metabolisme obat?


2) Apa tujuan metabolisme obat?
3) Apa saja fase-fase yang terdapat dalam metabolisme obat?
4) Enzim-enzim apa saja yang berperan dalam metabolisme obat?
5) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi metabolism obat?
6) Apa itu ekskresi obat?
7) Bagaimana mekanisme ekskresi obat dan tempat terjadinya ekskresi
obat?
8) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi obat?

2
1.3 Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis memiliki tujuan, yaitu :

1) Dapat mengetahui pengertian dari metabolisme obat.


2) Dapat mengetahui tujuan metabolisme obat.
3) Dapat mengetahui apa saja fase-fase yang terdapat dalam metabolisme
obat.
4) Dapat mengetahui enzim-enzim apa saja yang berperan dalam
metabolisme obat.
5) Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi metabolism obat.
6) Dapat mengetahui pengertian dari ekskresi obat.
7) Dapat mengetahui mekanisme ekskresi obat dan tempat terjadinya
ekskresi obat.
8) Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi obat.

3
BAB II

ISI

2.1 METABOLISME OBAT

2.1 1 Pengertian Metabolisme Obat

Metabolisme obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat


terjadi terutama di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik)
adalah pada dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen
kolon (oleh flora usus).

Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat


oleh organisme hidup,pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik.

Metabolisme sering disebut sebagai biotransformasi dan merupakan


suatu istilah yang menggambarkan metabolisme obat. Pada azasnya tiap
obat merupakan zat asing yang tidak diinginkan dari badan dan badan
berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil
agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal, Jadi reaksi biotransformasi
merupakan peristiwa detoksikasi.

Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah


yang sangat rendah terjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal,
paru-paru, limpa, otot, kulit, atau dalam darah). Enzim yang terlibat dalam
biotransformasi terdapat terikat pada struktur dan di samping itu tak

4
terikat pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi,
terutama dalam membran retikulum endoplasma (misalnya,
monooksigenase, glukuronil transferase) dan sebagian juga dalam
mitokondria. Enzim yang tak terikat pada struktur sebagai enzim yang
larut (misalnya, esterase, amidase, sulfotransferase). Enzim-enzim ini
sebagian besar tak spesifik terhadap substrat. Ini berarti bahwa enzim
mampu mengubah substrat dengan struktur kimia yang sangat berbeda.

2.1 2 Tujuan Metabolisme Obat

Tujuan metabolisme obat adalah :


a Mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut
air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.
b Obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah
menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik. 
c Pro-drug merupakan obat yang belum berkhasiat kemudian di
metabolisme oleh tubuh dengan bantuan enzim pada organ hati
diubah menjadi suatu metabolit yang mempunyai efek
farmakologi. Contoh prodrug (tidak aktif) dengan metabolit
aktifnya adalah kortison (hidrokortison), prednison (prednisolon),
enalapril (enalaprilat), azathioprin (merkaptopurine), zidovudin
(zidovudin trifosfat). Atau obat tersebut bersifat aktif namun
metabolitnya jauh lebih aktif. Contohnya: morfin (morfin 6-
glukuronat), parasetamol (N-asetil-p-benzoquinon imin),
halotan (asam trifluoroasetat).

2.1 3 Fase-fase yang Terjadi pada Metabolisme Obat

1. Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)

5
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi
metabolit yang lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan
(unsmaking) suatu gugus fungsional (misalnya –OH, -NH₂, -SH).
Reaksi fase I bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang
digunakan untuk metanolisme fase II dan tidak menyiapkan obat
untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reaksi oksidasi
adalah sistem enzim microsomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen
utama yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P₄₅₀, yaitu
komponen oksidase terminal dari suatu sistem transfer electron
yang berada dalam reticulum endoplasma yang bertanggungjawab
terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai
enzim yang mengandung hem (suatu hem protein) dengan
protoperfirin IX sebagai gugus prostatik. Reaksi-reaksi yang
termasuk dalam fase I antara lain :
a) Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini
terjadi pada berbagai molekul menurut proses khusus
tergantung pada masing-masing struktur kimianya, yaitu
reaksi hidroksilasi pada golongan alkil,aril dan
heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi
pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi
oksidatif; pembentukan inti dan sebagainya. Reaksi
oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang
melibatkan sitokrom P₄₅₀ (enzim yang betanggungjawab
terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak
melibatkan sitokrom P₄₅₀.
Reaksi oksidasi meliputi :

6
 Hidroksilasi aromatic
Sebagian besar hasil oksidasi siklus aromatic
adalah satu atau lebih ugus hidroksi yang terikat
pada posisi tertentu tergantung gugus yang telah
ada pada siklus. Posisi hidroksilasi dapat
dipengaruhi oleh jenis subtituen.
 Hidroksilasi alifatik
Rantai alkil samping sering dihidroksilasi pada
akhir rantai atau atom yang kedua dari belakang
(misalnya : Penobarbital). Hidroksilasi rantai alkil
samping yang melekat pada cincin aromatic tidak
mengikuti aturan umum untuk rantai samping alkil
karena cincin aromatic itu mempengaruhi posisi
hidroksilasi.
 Dealkilasi
Reaksi ini merupakan reaksi peniadaan radikal
yang mula-mula terikat pada atom oksigen,nitrogen
dan sulfur.
 Desulfurasi
Pada turunan Tio tertentu (tio urea, tio semi
karbon, organofosfor) adanya oksigen akan
mengganti atom S dengan O.
 Dehalogenasi
Reaksi dehalogenasi membutuhkan adanya
oksigen molecular dan NADPH.
 Deaminasi oksidatif
Amina dimetabolisme oleh sistem oksidase
campur mikrosom untuk melepas ammonia dan

7
meninggalkan keton (amina dioksidasi menjadi
aldehid atau keton dengan bahan awal- NH₃).
b) Reaksi Reduksi (reaksi aldehid,azo dan nitro)
Reaksi ini kurang penting disbanding reaksi oksidasi
.reaksi terutama berperan pada nitrogen dan turunannya
(azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon. Hanya
beberapa obat yang mengalami metabolism dengan jalan
reduksi,baik dalam letak microsomal maupun non
microsomal. Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim
reduktase. Gugus azo,nitro dan karbonil merupakan subjek
reduksi yang menghasilkan gugus hidroksi amino yang
lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang
tergantung pada NADPH atau NADPH yang mengkatalis
reaksi tersebut.
c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih
polar adalah hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim.
Esterase yang terletak baik microsomal dan nonmikrosomal
akan menghidrolisis obat yang mengandung ester di hepar,
lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi,
seperti hidrolsisi peptidin oleh suatu enzim Esterase non
microsomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.

Contoh obat yang mengalami reaksi fase I antara lain,


lignokain, pentobarbital, diazepam, amfetamin, klorpromazin,
kafein, teofilin, teobromin, prokain, isoniazid, paration, anastetik
lokal.

2. Reaksi Fase II (Fase sintetik)

8
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu
obat atau metabolit fase I nya dengan zat endrogen. Konjugat yang
di hasilkan hampir selalu kurang aktif dan merupakan molekul
polar yang mudah diekskresi oleh ginjal. Reaksi konjugasi
sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul eksogen atau
metabolit dengan substrat endogen, membentuk senyawa yang
tidak atau kurang toksik dan mudah larut dalam air,mudah
terionisasi dan mudah dikeluarkan. Reaksi konjugasi berkerja pada
berbagai substrat alamnya dengan proses enzimatik terikat pada
gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau terbentuk pada fase
I. Reaksi yang terjadi pada fase II ini meliputi konjugasi
glukorodinasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat
dan konjugasi sulfat.
Reaksi fase II terdiri dari :
 Konjugasi asam glukoronat
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan
cara konjugasi umum dalam proses metabolisme
hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena
sejumlah besar gugus fungsional obat dapat
berkombinasi secara enzimatik dengan asam
glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat
dalam jumlah yang cukup pada tubuh.
 Metilasi
Proses metilasi mempunyai peran penting pada
proses biosintesis beberapa senyawa endrogen,
seperti norepinefrin, epinefri, dan histamine serta
untuk proses bioinaktivasi obat. Koenzim yang
terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-

9
metoonim (SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim
metiltransferase yang terdapat dalam sitroplasma
dan mikrosom.
 Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang
mengndung gugus fenol dan kadang-kadang juga
terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatic dan
senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada
umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa
dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak
toksik.
 Asetilasi
Merupakan jalur metabolism obat yang
mengandung gugus amin primer, sulfonamide,
hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi
utama asetilasi adalah membuat senyawa inaktif
untuk detoksifikasi.
 Pembentukan asam merkapturat
Asam merkapturat adalah turunan S dan N-
asetilsistein yang disintesis dari GSH. Reaksi
konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein
atau glutation dengan bantuan enzim dalam fraksi
supernatan dari homogenat jaringan terutama hati
dan ginjal.

2.1 4 Enzim-enzim yang Berperan dalam Proses Metabolisme

Pada reaksi metabolisme obat terdapat fase 1 dan fase 2, dimana pada
fase 1 dan fase 2 reaksi metabolisme obat tertentu dibantu oleh enzim

10
pemetabolisme obat untuk membuat obat lebih mudah laru dalam air. Pada
fase 1 dibantu oleh enzim-enzim oksigenase, sedangkan pada fase 2
dibantu oleh enzim transferase.

Enzim-enzim pada fase 1 (oksigenase) terdiri dari :

1. Sitokrom P450 (CYP P450) berfungsi untuk oksidasi karbon dan oksigen,
dealkilasi, dan lain-lain. Sitokrom P450 merupakan keluarga dari isoenzim
yang bertanggung jawab untuk biotransformasi obat yang terdapat pada
retikulum endoplasma hapatosit. Terdiri dari CYP 3A4, CYP 2D6, CYP
2C8, dan lain-lain. Enzim ini berperan penting dalam reaksi metabolisme
obat pada fase 1.
2. Flavin-containing monooxygenases (FMO) berfungsi untuk oksidasi
nitrogen, sulfur, dan fosfat.
3. Epoxide hydrolases (mEH, sEH) berfungsi untuk hidrolisis dari epoxida.

Enzim-enzim pada fase 2 (transfrease) terdiri dari :

1. Sulfotransferases (SULT) berfungsi untuk adisi dari sulfat.


2. UDP-glucuronosyltransferases (UGT) berfungsi untuk adisi dari asam
glukoronik.
3. Glutathione-S-transferases (GST) berfungsi untuk adisi dari glutation.
4. N-acetyltransferases (NAT) berfungsi untuk adisi dari grup asetil.
5. Methyltransferases (MT) berfungsi untuk adisi dari grup metil.

Enzim lainnya :

1. Alcohol dehydrogeneses merupakan sebuah kelas dari zink enzim yang


mengkatalisi oksidasi primer dan sekunder alkohol menjadi aldehida atau
keton yang sesuai dari transfer anion hidrida ke NAD+ dengan pelepasan
proton. Enzim ini berfungsi untuk reduksi dari alkohol.

11
2. Aldehyde dehydrogeneses berfungsi untuk reduksi dari aldehid.
3. NADPH-quinone oxidoreductase (NQO) berfungsi untuk reduksi dari
quinon.

2.1 5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses


kimiawi dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.
Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan
dalam proses metabolisme. Kecepatan metabolisme ini kemungkinan
berbeda-beda pada masing-masing individu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi metabolisme obat antara lain :

1 Polimorfisme genetik

Farmakogenetik adalah ilmu yang mengidentifikasi interaksi


obat dan gen individual. Respon terhadap obat bervariasi antara satu
individu dengan individu lainnya karena variasi ini biasanya
mempunyai distribusi Gaussian. Dalam distribusi tersebut,
diasumsikan bahwa faktor penentu respon adalah multifaktorial. Akan
tetapi, respon beberapa obat menunjukkan variasi diskontinu dan pada
kasus-kasus ini populasi dapat dibagi menjadi dua kelompok atau
lebih.

2 Induksi enzim

Beberapa obat (misalnya Fenobarbital, Karbamazepin, Etanol,


dan khususnya Rifampisin) dan Polutan (Hidrokarbon Aromatik
Polisiklik dalam asap tembakan) meningkatkan aktivitas enzim-enzim
yang memetabolisme obat. Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi

12
zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik
‘membangkitkan’ produksi dari enzim yang sesuai, biasanya adalah
suatu subtipe sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua enzim yang
berperan pada induksi adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh,
dehidrogenase alkohol hepatik terjadi dalam sitoplasma.

3 Inhibasi enzim

Inhibasi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi


obat yang tidak diharapkan. Interaksi ini cenderung lebih cepat
daripada yang melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi
segera setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup
tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi. Obat bisa
menghambat berbagai bentuk sitokrom P-450 sehingga hanya
mempengaruhi metabolisme obat yang di metabolisme oleh isoenzim
tertentu. Simetidin menghambat metabolisme obat yang berpotensi
menjadi toksis termasuk fenitoin, warfarin, dan teofilin. Eritromisin
juga menghambat sistem sitokrom P-450 dan meningkatan aktivitas
warfarin, karbamazepin dan digoksin

4 Pengaruh usia & pengaruh jenis kelamin

Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun,


tapi biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal.
Pada usia 65 tahun, laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun sampai
30%, dan tiap satu tahun berikutnya menurun lagi 1-2% (sebagai
akibat hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena
itu, orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih
kecil daripada orang muda, khususnya obat yang bekerja sentral

13
(misalnya opioid, benzodiazepin, antidepresen), dimana orang lanjut
usia lebih sensitif (karena perubahan yang belum diketahui di otak).

Sejumlah contoh menunjukkan bahwa pemberian obat dan/atau


reaksinya pada wanita dan pria dapat berbeda pada obat-obat tertentu.
Beberapa perbedaan aktivitas metabolisme obat akibat perbedaan jenis
kelamin, khususnya yang dikatalis oleh CYP3A, juga telah diketahui.
Meskipun demikian, perbedaannya sedikit dan relatif kurang penting
terhadap faktor lain yang terlibat dalam keragaman antar individu
dalam metabolisme. Satu kekcualian adalah pada wanita hamil karena
induksi enzim metabolisme tertentu terjadi pada masa kehamilan
trimester kedua dan ketiga. Akibatnya, dosis obat yang diberikan lebih
besar selama periode ini dan kembali kepada dosis sebelumnya setelah
melahirkan. Keadaan ini penting diketahui terutama oleh pasien yang
menggunakan fenitoin dalam masa kehamilannya.

2.2 EKSKRESI OBAT

2.2.1 Pengertian Ekskresi obat

Ekskresi obat adalah proses pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil


metabolisme obat yang suah tidak digunakan oleh tubuh.
Obat mengalami ekskresi bertujuan untuk mendetoksifikasi
obat,karena telah diketahui bahwa obat dianggap racun/zat asing oleh tubuh.
Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi
dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat
atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali
pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting.
Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di

14
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan
rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti
dalam pengakhiran efek obat.

2.2.2 Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat

a Ekskresi Lewat Ginjal

Organ terpenting untuk ekskresi obat ada ginjal. Obat


diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk
metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif
merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi dalam
bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat
melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni
filrasi glomerulus, sekresi aktif ditubulus proksimal dan reabsorpsi
pasif disepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan
pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% pertahun.

Pada jalur ekskresi melalui ginjal, metabolit-metabolit obat


diekskresikan melalui urine melalui mekanisme filtrasi
glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. Ginjal
merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ ini
mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah
guna mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit
fungsional terkecil yang disebut dengan Nefron. Nefron terdiri atas
pembuluh proksimal, lengkung henle, dan pembuluh distal,
sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus yang terdapat
dalam kapsula Bowmann.           

15
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma
minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar dlam ultrafiltrat
sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi
aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui
transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MPR (multidru-
resistance protein) yang terdapat di membran sel epitel engan
selektivitas berbeda, yakni MPR utuk anion organik dan konyugat
(mis: penisilin, ptobenesid, glukuronat, sulfat da konyugat
glutation), dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (mis:
kuinidin, digoksin). Dengan demikisn terjadi kompetisi antara
asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk
disekresi. Hal ini dimanfaatkan untuk pengobatan gonorea dengan
derivat fenisilin. Untuk memperpanjang kerjanya, ampisilin dosis
tunggal diberikan bersama probenesid (probenesid akan
menghambat eksresi aktif ampisilin ditubulus ginjal karena
berkompetisi untuk transporter membran yang sama MRP).

Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk


nonion obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi
bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk
mempercepat eksresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau

16
obat basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa ≤ 2) dan obat basa
yang relatif kuat (pKa ≥ 12, mialnya gUanetidin) terionisasi
sempurna pada pH ekstrim urin akiat asidifikasi dan alkalinisasi
paksa (4,5- 7,5). Oat asam yang sangat lemah ( pKa > 8, fenitoin)
dan obat basa yang sangat lemah (pKa ≤ 6, misalnya profeksipen )
tidak terionisasi sama sekali pada semua Ph urin. Hanya obat asam
dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa antara 6
dan 12, yang dapat dipengaruhi oleh Ph urin. Misalnya (asam pKa
=72) atau salisilat (asam, pKa =3,0) deberikan NaHCO3 untuk
membasakan uri agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion
yang akan direabsorpsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan
dieksresi meningkat. Demikian juga pada keracunan amfetamin
(basa, pKa = 9,8) diberikan NH4Cl untuk meningkatkan
eksresinya. Di tubulus distal juga terdapat protein transporter yang
berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari lumen tubulus kembali ke
dalam darah ( untuk obat-obat dan zat-zat endogen tertentu).

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan


fungsi ginjal. Lain hal nya dengan pengurangan fungsi hati yang
tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung
berdasarkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian,
pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat
dihitung.

b Ekskresi Lewat Empedu


Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu
kedalam usus dan keluar bersama fases. Transporter membran P-
gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan
mensekresi katif obat-obat dan metabolit kedalam empedu dengan

17
selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat
(glukuronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik,
steroid, kolesteroldan garam empedu P-gp dan MRP jua terdapat di
membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metaboit dari
darah ke lumen usus juga terjadi.
c Ekskresi Lewat Paru-paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa
senyawa yang berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada
suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang positif
dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi
pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran
berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin
pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum
pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil
udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan
fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol
melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.
d Ekskresi Lewat ASI
Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena
dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada
ibunya. ASI lebih asam dari pada plasma, maka lebih banyak obat-
obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI
daripada dalam plasma.
FDA menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat pada
kehamilan dalam 5 kategori yaitu :
1) Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak
memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada
kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko
pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah

18
kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh :
Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan
golongan obat yang masuk dalam kategori ini adalah
golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa
antibiotik yang masuk dalam Ketegori A ini
2) Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum
pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat
(selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada
studi terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak
ada bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya).
Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride, amoxicillin,
ampicillin, azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine,
cefaclor, cefadroxil, cefepime, cefixime, cefotaxime,
ceftriaxone, cetirizine, clavulanic acid, clindamycine,
clopidogrel, clotrimazole, cyproheptadine,
dexchlorpheniramine oral, dicloxaciline, dobutamin,
erythromycin, famotidin, fondaparinux sodium, fosfomycin,
glibenclamide + metformin oral, glucagon, ibuprofen oral,
insulin, kaolin, ketamine, lansoprazole, lincomycin,
loratadine, meropenem, metformin, methyldopa,
metronidazole, mupirocin, pantoprazole, paracetamol oral,
ranitidine, sucralfat, terbutalin, tetracycline topical,
tranexamic acid, ursodeoxycholic acid, vancomycin oral. 
3) Kategori C : Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya)

19
dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi
terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat
dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang
diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin timbul
pada janin. Contoh : acetazolamide, albendazole, albumin,
allopurinol, aminophylin, amitriptyline, aspirin, astemizol,
atropine, bacitracin, beclometasone, betacaroten,
bupivacaine, calcitriol, calcium lactate, chloramphenicol,
ciprofloxacin, clidinium bromide, clobetasol topical,
clonidine, cotrimoxazole, codein + paracetamol,
desoximetasone topical, dextromethorphan, digoxin,
donepezil, dopamine, enalapril, ephedrine, fluconazole,
fluocinonide topical, gabapentin, gemfibrozil, gentamycin
(parenteral D), griseofulvin, guaifenesin, haloperidol,
heparin, hydrocortisone, INH, isosorbid dinitrate,
ketoconazole, lactulosa, levofloxacine, miconazole,
nalidixic acid, nicotine oral, nimodipine, nystatin (vaginal
A), ofloxacin, omeprazole, perphenazine, prazosin,
prednisolone, promethazine, pseudoephedrine, pyrantel,
pyrazinamide, rifampicin, risperidone, salbutamol,
scopolamine, simethicon, spiramycin, spironolactone,
streptokinase, sulfacetamide opth & topical, theophyline,
thiopental sodium, timolol, tramadol, triamcinolone,
trifluoperazine, trihexyphenidil.
4) Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin
manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika
digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi
yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat

20
yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan).
Contoh: alprazolam, amikacin, amiodarone, atenolol,
bleomycin, carbamazepine, chlordiazepoxide, cisplatin,
clonazepam, cyclosphosphamide, diazepam, kanamycin,
minocycline,phenytoin, povidon iodine topical,
propylthiouracil, streptomycin inj, tamoxifen, tetracycline
oral dan ophthalmic, valproic acid. 
5) Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia
telah memperlihatkan adanya abnormalitas janin dan
besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas
melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita
hamil atau wanita usia subur. Contoh : alkohol dalam
jumlah banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin
+ atorvastatin, atorvastatin, caffeine + ergotamine,
chenodeoxycholic, clomifene, coumarin, danazol,
desogestrel + ethinyl estradiol, dihydroergotamine,
ergometrine, estradiol, (+ norethisterone), fluorouracil,
flurazepam, misoprostol, oxytocin, simvastatin, warfarin.

Lebih gampangnya dapat diartikan sebagaimana berikut :

 A= Tidak berisiko
 B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
 C= Mungkin berisiko
 D= Ada bukti positif dari risiko
 X= Kontraindikasi

Doktrin yang masih relevan untuk dipakai hingga kini


adalah bahwa : TIDAK ADA OBAT YANG AMAN UNTUK IBU

21
HAMIL. Penjabaran ilmiah mengenai hal ini diartikan bahwa
penggunaan semua obat pada masa kehamilan harus melalui dokter
(sesuai dengan diagnosa) atau apoteker (sebagai faktor kontrol).
Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah pertimbangan
utama dalam kita menggunakan obat khususnya untuk kategori A
dan B, sedangkan untuk obat yang masuk kategori C dan D
penggunaannya harus benar-benar melalui pertimbangan dokter
dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih
besar dibandingkan resikonya. Untuk obat dengan kategori X
TIDAK BOLEH DIGUNAKAN pada masa kehamilan.

e Ekskresi Lewat Kulit


Keringat adalah cairan yang diproduksi terutama oleh kelenjar
yang terdistribusi secara luas di permukaan kulit yang hangat.
Tujuan utama produksi keringat adalah pengaturan panas.
Akibatnya, jumlah keringat yang dihasilkan sangat bergantung
pada kondisi lingkungan. Ekskresi obat oleh kelenjar keringat
dapat terjadi namun tidak signifikan secara kuantitatif karena
volume keringat yang dihasilkan kecil. Beberapa obat seperti
amfetamin, kokain, morfin, dan etanol dapat di eliminasi melalui
kelenjar keringat. Kulit terdiri dari tiga lapisan, masing-masing
lapisan mempunyai fungsinya seperti gambar berikut:

22
Struktur lapisan kulit

o Epidermis (Lapisan Kulit Ari)


Epidermis merupakan lapisan kulit paling luar dan
sangat tipis. Epidermis terdiri dari lapisan tanduk dan
lapisan malphigi. Lapisan tanduk merupakan sel-sel mati yang
mudah mengelupas, tidak mengandung pembuluh darah dan
serabut saraf, sehingga lapisan ini tidak dapat mengeluarkan
darah saat mengelupas. Lapisan malphigi merupakan lapisan
yang terdapat di bawah lapisan tanduk, yang tersuun dari sel-
sel hidup dan memiliki kemampuan untuk membelah diri.
Lapisan malphigi terdapat pigmen yang dapat menentukan
warna kulit, dan melindungi sel dari kerusakan akibat sinar
matahari.

o Dermis (Lapisan Kulit Jangat)


Dermis merupakan lapisan kulit yang terletak di bawah
lapisan epidermis. Lapisan dermis lebih tebal daripada lapisan
epidermis. Lapisan dermis terdiri dari beberapa jaringan
sebagai berikut:

23
o Jaringan ikat bawah kulit
Lapisan ini terletak di bawah dermis, di antara lapisan
jaringan ikat bawah kulit dengan dermis dibatasi oleh sel
lemak. Lemak ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari
benturan, sebagai sumber energi dan penahan suhu tubuh. 

Contohnya, ketika suhu lingkungan panas atau bahkan sangat


panas maka mudah bagi seseorang mengelurkan keringat bahkan
sampai bercucuran. Suhu yang meningkat akan menyebabkan
hipotalamus bereaksi untuk menurunkan suhu tubuh. Hipotalamus
akan memerintahkan kelenjar keringat untuk memproduksi
keringat.
f Ekskresi Lewat Saliva
Eskresi dalam salifa: kadar obat dalam salifa sama dengan
kadar obat bebas dalam plasma, maka salifa dapat digunakan untuk
mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ekskresi Obat

24
1. Sifat Fisikokimia

Sifat fisikokimia terdiri dari berat molekul, pKa, dan kelarutan:

a) Berat molekul

Zat aktif dengan berat molekul kecil cenderung untuk


larut. Ekskresi membutuhkan zat aktif dengan sifatnya
yang larut dalam air (hidrofil), mudah terionisasi, dan sulit
untuk menembus membran plasma.

b) pKa
Rumus pKa dengan pH ada kaitannya, dimana dalam

bagian terionisasi
rumua pH-pKa = , sehingga jika ingin
non terionisasi
meningkatkan pH maka zat aktif harus banyak yang
diekskresikan sehingga yang terionisasi pun menjadi
banyak.
c) Kelarutan
Dalam ekskresi, kita membutuhkan zat aktif yang
hidrofil, sehingga metabolisme zatnya akan cepat dan
memudahkan untuk terekskresikan serta laju
perekskreiaannya akan lebih cepat.
2. pH Urin
Urin yang bersifat basa akan banyak mengekskresikan zat aktif
yang bersifat asam lemah dan sebaliknya, pH urin yang asam akan
banyak mengekskresikan zat aktif yang bersifat basa lemah.

25
Pengaruh pH urin terhadap proses ekskresi adalah jika pH urin
tidak mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka akan terjadi
reabsorpsi karena terbentuk senyawa yang tidak terionisasi yang
cenderung larut dalam lemak (lipofilik). Sebaliknya, jika urin
mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka senyawa yang terbentuk
akan terionisasi sehingga akan lebih mudah larut dalam air dan akan
diekskresi dalam urin lebih cepat.
3. Kondisi Patologis
Kondisi patologis artinya ada kelainan/penyakit. Jika hal
tersebut terjadi pada organ ekskresi akan mempengaruhi efektifitas
atau laju ekskresi zat tersebut.
4. Usia
Usia mempengaruhi proses ekskresi. Usia lansia dengan usia
muda akan berbeda laju ekskresinya. Usia lansia maka laju ekskresi
dan kemampuan untuk mengekskresikan obatnya lebih rendah
daripada usia lebih muda. Jika ekskresi lambat, maka akan banyak
obat yang menumpuk sehingga dapat menyebabkan efek samping.

26
27
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari kerja obat dalam tubuh seperti
mekanisme obat dan juga interaksi serta khasiat obat pada tubuh. Salah satu cabang
farmakologi adalah farmakokinetika. Farmakokinetika adalah studi tentang absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dalam tubuh.

Setelah melalui absorpsi dan distribusi, obat mengalami metabolisme dan


eksresi di dalam tubuh. Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa
obat oleh organisme hidup,pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik.
Metabolism bertujuan untuk mengubah obat yang nonpolar menjadi polar supaya
obat tersebut dapat di ekskresikan. Ekskresi obat adalah proses pengeluaran zat-zat
sisa oleh hasil metabolisme obat yang suah tidak digunakan oleh tubuh.

3.2 SARAN

Agar kerja metabolisme dan eksresi obat dalam tubuh bekerja baik seharusnya
kita menjaga pola makan yang baik.

28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

D.Coleman, Michael.2005.Human Drug Metabolism, An Introduction.USA: Wiley

P.Uetrect, Jack dan William Trager.2007.Drug Metabolism, Chemical and


Enzimatic Aspects.New York:Informa Healthcare Departemen farmakologi
dan terapuritik, 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
L. Patrick, Graham. 2009. An Introduction to Medicinal Chemsitry, Fourth
Edition.New York:Oxford University Press

Nogrady. Thomas. 1992. Kimia medisial. Bandung : ITB

Pandit NK, Soltis RP. Introduction to the Pharmaceutical Sciences. 2th ed.
Philadelphia: Lippincott Willias & Wilkins; 2012

29

Anda mungkin juga menyukai