NIM : 1900078
Prodi : D-III
Kelas : II B
Dosen Pengampu :
1019118801
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Farmakologi
Dasar dengan judul “Metabolisme dan Ekskresi Obat”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB II ISI.....................................................................................................................4
ii
3.1 Kesimpulan........................................................................................................27
3.2 Saran..................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bagi tubuh manusia, secara umum, tubuh adalah senyawa asing. Dan senyawa
asing biasanya memiliki efek merugikan, sehingga muncul pemahaman bahwa “obat
adalah racun dalam dosis yang tidak merugikan”. Oleh sebab itu, setelah obat
memberikan efek yang menguntungkan (efek terapi), obat harus diolah dan
selanjutnya dibuang oleh tubuh.Lalu bagaimana tubuh memproses dan membuang
senyawa obat yang ada di dalam tubuh. Dalam ilmu farmakologi, proses-proses yang
berhubungan dengan pemrosesan dan pembuangan senyawa obat
disebut metabolisme dan ekskresi obat. Disini kami membahas tentang EKSKRESI
OBAT. Proses ekskresi adalah proses yang sangat penting bagi semua makhluk
hidup. Ekskresi adalah suatu proses di mana produk sisa metabolisme dan materi
tidak berguna lainnya dikeluarkan dari suatu organisme. Setelah melalui proses
metabolisme, obat termasuk ke dalam produk sisa dan berbahaya apabila terus
menerus ada di dalam tubuh, oleh sebab itu harus dibuang melalui sistem ekskresi.
2
1.3 Tujuan Penulisan
3
BAB II
ISI
4
terikat pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi,
terutama dalam membran retikulum endoplasma (misalnya,
monooksigenase, glukuronil transferase) dan sebagian juga dalam
mitokondria. Enzim yang tak terikat pada struktur sebagai enzim yang
larut (misalnya, esterase, amidase, sulfotransferase). Enzim-enzim ini
sebagian besar tak spesifik terhadap substrat. Ini berarti bahwa enzim
mampu mengubah substrat dengan struktur kimia yang sangat berbeda.
5
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi
metabolit yang lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan
(unsmaking) suatu gugus fungsional (misalnya –OH, -NH₂, -SH).
Reaksi fase I bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang
digunakan untuk metanolisme fase II dan tidak menyiapkan obat
untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reaksi oksidasi
adalah sistem enzim microsomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen
utama yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P₄₅₀, yaitu
komponen oksidase terminal dari suatu sistem transfer electron
yang berada dalam reticulum endoplasma yang bertanggungjawab
terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai
enzim yang mengandung hem (suatu hem protein) dengan
protoperfirin IX sebagai gugus prostatik. Reaksi-reaksi yang
termasuk dalam fase I antara lain :
a) Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini
terjadi pada berbagai molekul menurut proses khusus
tergantung pada masing-masing struktur kimianya, yaitu
reaksi hidroksilasi pada golongan alkil,aril dan
heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi
pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi
oksidatif; pembentukan inti dan sebagainya. Reaksi
oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang
melibatkan sitokrom P₄₅₀ (enzim yang betanggungjawab
terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak
melibatkan sitokrom P₄₅₀.
Reaksi oksidasi meliputi :
6
Hidroksilasi aromatic
Sebagian besar hasil oksidasi siklus aromatic
adalah satu atau lebih ugus hidroksi yang terikat
pada posisi tertentu tergantung gugus yang telah
ada pada siklus. Posisi hidroksilasi dapat
dipengaruhi oleh jenis subtituen.
Hidroksilasi alifatik
Rantai alkil samping sering dihidroksilasi pada
akhir rantai atau atom yang kedua dari belakang
(misalnya : Penobarbital). Hidroksilasi rantai alkil
samping yang melekat pada cincin aromatic tidak
mengikuti aturan umum untuk rantai samping alkil
karena cincin aromatic itu mempengaruhi posisi
hidroksilasi.
Dealkilasi
Reaksi ini merupakan reaksi peniadaan radikal
yang mula-mula terikat pada atom oksigen,nitrogen
dan sulfur.
Desulfurasi
Pada turunan Tio tertentu (tio urea, tio semi
karbon, organofosfor) adanya oksigen akan
mengganti atom S dengan O.
Dehalogenasi
Reaksi dehalogenasi membutuhkan adanya
oksigen molecular dan NADPH.
Deaminasi oksidatif
Amina dimetabolisme oleh sistem oksidase
campur mikrosom untuk melepas ammonia dan
7
meninggalkan keton (amina dioksidasi menjadi
aldehid atau keton dengan bahan awal- NH₃).
b) Reaksi Reduksi (reaksi aldehid,azo dan nitro)
Reaksi ini kurang penting disbanding reaksi oksidasi
.reaksi terutama berperan pada nitrogen dan turunannya
(azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon. Hanya
beberapa obat yang mengalami metabolism dengan jalan
reduksi,baik dalam letak microsomal maupun non
microsomal. Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim
reduktase. Gugus azo,nitro dan karbonil merupakan subjek
reduksi yang menghasilkan gugus hidroksi amino yang
lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang
tergantung pada NADPH atau NADPH yang mengkatalis
reaksi tersebut.
c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih
polar adalah hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim.
Esterase yang terletak baik microsomal dan nonmikrosomal
akan menghidrolisis obat yang mengandung ester di hepar,
lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi,
seperti hidrolsisi peptidin oleh suatu enzim Esterase non
microsomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.
8
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu
obat atau metabolit fase I nya dengan zat endrogen. Konjugat yang
di hasilkan hampir selalu kurang aktif dan merupakan molekul
polar yang mudah diekskresi oleh ginjal. Reaksi konjugasi
sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul eksogen atau
metabolit dengan substrat endogen, membentuk senyawa yang
tidak atau kurang toksik dan mudah larut dalam air,mudah
terionisasi dan mudah dikeluarkan. Reaksi konjugasi berkerja pada
berbagai substrat alamnya dengan proses enzimatik terikat pada
gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau terbentuk pada fase
I. Reaksi yang terjadi pada fase II ini meliputi konjugasi
glukorodinasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat
dan konjugasi sulfat.
Reaksi fase II terdiri dari :
Konjugasi asam glukoronat
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan
cara konjugasi umum dalam proses metabolisme
hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena
sejumlah besar gugus fungsional obat dapat
berkombinasi secara enzimatik dengan asam
glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat
dalam jumlah yang cukup pada tubuh.
Metilasi
Proses metilasi mempunyai peran penting pada
proses biosintesis beberapa senyawa endrogen,
seperti norepinefrin, epinefri, dan histamine serta
untuk proses bioinaktivasi obat. Koenzim yang
terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-
9
metoonim (SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim
metiltransferase yang terdapat dalam sitroplasma
dan mikrosom.
Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang
mengndung gugus fenol dan kadang-kadang juga
terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatic dan
senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada
umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa
dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak
toksik.
Asetilasi
Merupakan jalur metabolism obat yang
mengandung gugus amin primer, sulfonamide,
hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi
utama asetilasi adalah membuat senyawa inaktif
untuk detoksifikasi.
Pembentukan asam merkapturat
Asam merkapturat adalah turunan S dan N-
asetilsistein yang disintesis dari GSH. Reaksi
konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein
atau glutation dengan bantuan enzim dalam fraksi
supernatan dari homogenat jaringan terutama hati
dan ginjal.
Pada reaksi metabolisme obat terdapat fase 1 dan fase 2, dimana pada
fase 1 dan fase 2 reaksi metabolisme obat tertentu dibantu oleh enzim
10
pemetabolisme obat untuk membuat obat lebih mudah laru dalam air. Pada
fase 1 dibantu oleh enzim-enzim oksigenase, sedangkan pada fase 2
dibantu oleh enzim transferase.
1. Sitokrom P450 (CYP P450) berfungsi untuk oksidasi karbon dan oksigen,
dealkilasi, dan lain-lain. Sitokrom P450 merupakan keluarga dari isoenzim
yang bertanggung jawab untuk biotransformasi obat yang terdapat pada
retikulum endoplasma hapatosit. Terdiri dari CYP 3A4, CYP 2D6, CYP
2C8, dan lain-lain. Enzim ini berperan penting dalam reaksi metabolisme
obat pada fase 1.
2. Flavin-containing monooxygenases (FMO) berfungsi untuk oksidasi
nitrogen, sulfur, dan fosfat.
3. Epoxide hydrolases (mEH, sEH) berfungsi untuk hidrolisis dari epoxida.
Enzim lainnya :
11
2. Aldehyde dehydrogeneses berfungsi untuk reduksi dari aldehid.
3. NADPH-quinone oxidoreductase (NQO) berfungsi untuk reduksi dari
quinon.
1 Polimorfisme genetik
2 Induksi enzim
12
zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik
‘membangkitkan’ produksi dari enzim yang sesuai, biasanya adalah
suatu subtipe sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua enzim yang
berperan pada induksi adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh,
dehidrogenase alkohol hepatik terjadi dalam sitoplasma.
3 Inhibasi enzim
13
(misalnya opioid, benzodiazepin, antidepresen), dimana orang lanjut
usia lebih sensitif (karena perubahan yang belum diketahui di otak).
14
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan
rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti
dalam pengakhiran efek obat.
15
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma
minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar dlam ultrafiltrat
sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi
aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui
transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MPR (multidru-
resistance protein) yang terdapat di membran sel epitel engan
selektivitas berbeda, yakni MPR utuk anion organik dan konyugat
(mis: penisilin, ptobenesid, glukuronat, sulfat da konyugat
glutation), dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (mis:
kuinidin, digoksin). Dengan demikisn terjadi kompetisi antara
asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk
disekresi. Hal ini dimanfaatkan untuk pengobatan gonorea dengan
derivat fenisilin. Untuk memperpanjang kerjanya, ampisilin dosis
tunggal diberikan bersama probenesid (probenesid akan
menghambat eksresi aktif ampisilin ditubulus ginjal karena
berkompetisi untuk transporter membran yang sama MRP).
16
obat basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa ≤ 2) dan obat basa
yang relatif kuat (pKa ≥ 12, mialnya gUanetidin) terionisasi
sempurna pada pH ekstrim urin akiat asidifikasi dan alkalinisasi
paksa (4,5- 7,5). Oat asam yang sangat lemah ( pKa > 8, fenitoin)
dan obat basa yang sangat lemah (pKa ≤ 6, misalnya profeksipen )
tidak terionisasi sama sekali pada semua Ph urin. Hanya obat asam
dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa antara 6
dan 12, yang dapat dipengaruhi oleh Ph urin. Misalnya (asam pKa
=72) atau salisilat (asam, pKa =3,0) deberikan NaHCO3 untuk
membasakan uri agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion
yang akan direabsorpsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan
dieksresi meningkat. Demikian juga pada keracunan amfetamin
(basa, pKa = 9,8) diberikan NH4Cl untuk meningkatkan
eksresinya. Di tubulus distal juga terdapat protein transporter yang
berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari lumen tubulus kembali ke
dalam darah ( untuk obat-obat dan zat-zat endogen tertentu).
17
selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat
(glukuronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik,
steroid, kolesteroldan garam empedu P-gp dan MRP jua terdapat di
membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metaboit dari
darah ke lumen usus juga terjadi.
c Ekskresi Lewat Paru-paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa
senyawa yang berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada
suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang positif
dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi
pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran
berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin
pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum
pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil
udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan
fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol
melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.
d Ekskresi Lewat ASI
Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena
dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada
ibunya. ASI lebih asam dari pada plasma, maka lebih banyak obat-
obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI
daripada dalam plasma.
FDA menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat pada
kehamilan dalam 5 kategori yaitu :
1) Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak
memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada
kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko
pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah
18
kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh :
Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan
golongan obat yang masuk dalam kategori ini adalah
golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa
antibiotik yang masuk dalam Ketegori A ini
2) Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum
pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat
(selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada
studi terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak
ada bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya).
Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride, amoxicillin,
ampicillin, azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine,
cefaclor, cefadroxil, cefepime, cefixime, cefotaxime,
ceftriaxone, cetirizine, clavulanic acid, clindamycine,
clopidogrel, clotrimazole, cyproheptadine,
dexchlorpheniramine oral, dicloxaciline, dobutamin,
erythromycin, famotidin, fondaparinux sodium, fosfomycin,
glibenclamide + metformin oral, glucagon, ibuprofen oral,
insulin, kaolin, ketamine, lansoprazole, lincomycin,
loratadine, meropenem, metformin, methyldopa,
metronidazole, mupirocin, pantoprazole, paracetamol oral,
ranitidine, sucralfat, terbutalin, tetracycline topical,
tranexamic acid, ursodeoxycholic acid, vancomycin oral.
3) Kategori C : Studi pada binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya)
19
dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi
terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat
dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang
diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin timbul
pada janin. Contoh : acetazolamide, albendazole, albumin,
allopurinol, aminophylin, amitriptyline, aspirin, astemizol,
atropine, bacitracin, beclometasone, betacaroten,
bupivacaine, calcitriol, calcium lactate, chloramphenicol,
ciprofloxacin, clidinium bromide, clobetasol topical,
clonidine, cotrimoxazole, codein + paracetamol,
desoximetasone topical, dextromethorphan, digoxin,
donepezil, dopamine, enalapril, ephedrine, fluconazole,
fluocinonide topical, gabapentin, gemfibrozil, gentamycin
(parenteral D), griseofulvin, guaifenesin, haloperidol,
heparin, hydrocortisone, INH, isosorbid dinitrate,
ketoconazole, lactulosa, levofloxacine, miconazole,
nalidixic acid, nicotine oral, nimodipine, nystatin (vaginal
A), ofloxacin, omeprazole, perphenazine, prazosin,
prednisolone, promethazine, pseudoephedrine, pyrantel,
pyrazinamide, rifampicin, risperidone, salbutamol,
scopolamine, simethicon, spiramycin, spironolactone,
streptokinase, sulfacetamide opth & topical, theophyline,
thiopental sodium, timolol, tramadol, triamcinolone,
trifluoperazine, trihexyphenidil.
4) Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin
manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika
digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi
yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat
20
yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan).
Contoh: alprazolam, amikacin, amiodarone, atenolol,
bleomycin, carbamazepine, chlordiazepoxide, cisplatin,
clonazepam, cyclosphosphamide, diazepam, kanamycin,
minocycline,phenytoin, povidon iodine topical,
propylthiouracil, streptomycin inj, tamoxifen, tetracycline
oral dan ophthalmic, valproic acid.
5) Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia
telah memperlihatkan adanya abnormalitas janin dan
besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas
melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita
hamil atau wanita usia subur. Contoh : alkohol dalam
jumlah banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin
+ atorvastatin, atorvastatin, caffeine + ergotamine,
chenodeoxycholic, clomifene, coumarin, danazol,
desogestrel + ethinyl estradiol, dihydroergotamine,
ergometrine, estradiol, (+ norethisterone), fluorouracil,
flurazepam, misoprostol, oxytocin, simvastatin, warfarin.
A= Tidak berisiko
B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
C= Mungkin berisiko
D= Ada bukti positif dari risiko
X= Kontraindikasi
21
HAMIL. Penjabaran ilmiah mengenai hal ini diartikan bahwa
penggunaan semua obat pada masa kehamilan harus melalui dokter
(sesuai dengan diagnosa) atau apoteker (sebagai faktor kontrol).
Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah pertimbangan
utama dalam kita menggunakan obat khususnya untuk kategori A
dan B, sedangkan untuk obat yang masuk kategori C dan D
penggunaannya harus benar-benar melalui pertimbangan dokter
dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih
besar dibandingkan resikonya. Untuk obat dengan kategori X
TIDAK BOLEH DIGUNAKAN pada masa kehamilan.
22
Struktur lapisan kulit
23
o Jaringan ikat bawah kulit
Lapisan ini terletak di bawah dermis, di antara lapisan
jaringan ikat bawah kulit dengan dermis dibatasi oleh sel
lemak. Lemak ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari
benturan, sebagai sumber energi dan penahan suhu tubuh.
24
1. Sifat Fisikokimia
a) Berat molekul
b) pKa
Rumus pKa dengan pH ada kaitannya, dimana dalam
bagian terionisasi
rumua pH-pKa = , sehingga jika ingin
non terionisasi
meningkatkan pH maka zat aktif harus banyak yang
diekskresikan sehingga yang terionisasi pun menjadi
banyak.
c) Kelarutan
Dalam ekskresi, kita membutuhkan zat aktif yang
hidrofil, sehingga metabolisme zatnya akan cepat dan
memudahkan untuk terekskresikan serta laju
perekskreiaannya akan lebih cepat.
2. pH Urin
Urin yang bersifat basa akan banyak mengekskresikan zat aktif
yang bersifat asam lemah dan sebaliknya, pH urin yang asam akan
banyak mengekskresikan zat aktif yang bersifat basa lemah.
25
Pengaruh pH urin terhadap proses ekskresi adalah jika pH urin
tidak mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka akan terjadi
reabsorpsi karena terbentuk senyawa yang tidak terionisasi yang
cenderung larut dalam lemak (lipofilik). Sebaliknya, jika urin
mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka senyawa yang terbentuk
akan terionisasi sehingga akan lebih mudah larut dalam air dan akan
diekskresi dalam urin lebih cepat.
3. Kondisi Patologis
Kondisi patologis artinya ada kelainan/penyakit. Jika hal
tersebut terjadi pada organ ekskresi akan mempengaruhi efektifitas
atau laju ekskresi zat tersebut.
4. Usia
Usia mempengaruhi proses ekskresi. Usia lansia dengan usia
muda akan berbeda laju ekskresinya. Usia lansia maka laju ekskresi
dan kemampuan untuk mengekskresikan obatnya lebih rendah
daripada usia lebih muda. Jika ekskresi lambat, maka akan banyak
obat yang menumpuk sehingga dapat menyebabkan efek samping.
26
27
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari kerja obat dalam tubuh seperti
mekanisme obat dan juga interaksi serta khasiat obat pada tubuh. Salah satu cabang
farmakologi adalah farmakokinetika. Farmakokinetika adalah studi tentang absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dalam tubuh.
3.2 SARAN
Agar kerja metabolisme dan eksresi obat dalam tubuh bekerja baik seharusnya
kita menjaga pola makan yang baik.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Pandit NK, Soltis RP. Introduction to the Pharmaceutical Sciences. 2th ed.
Philadelphia: Lippincott Willias & Wilkins; 2012
29