FARMAKODINAMIK
NIM : 1900078
Prodi : D-III
Kelas : II B
Dosen Pengampu :
1019118801
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Farmakologi
Dasar dengan judul “Farmakodinamik”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB II ISI.....................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan........................................................................................................22
3.2 Saran..................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam arti luas,obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup,maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk
tenaga medis,ilmu ini dibatasi tujuannya, yaitu agar dapat menggunakan obat untuk
maksud pencegahan,diagnosis dan pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti
bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gajala penyakit.
1
5) Apa saja macam-macam dosis?
2
BAB II
ISI
3
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Selanjutnya akan kita bicarakan lebih
mendalam tentang farmakodinamik obat. Farmakodinamik adalah efek obat
terhadap tubuh Analgetik/anti nyeri atau sakit.
4
Fase-fase tersebut diantaranya adalah: Absorpsi adalah pergerakan partikel-
partikel obat dari saluran gastrointestinalke dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif,
absorpsi aktif, atau pinositosis. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus melalui
kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagain dari vili ini berkurang, karena
pengangkatan sebagian dariusus halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang
mempunyai dasar protein,seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam
usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui
difusi (pergerakan darikonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi untuk menembus
membran. Absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan
perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atauprotein dapat membawa obat-obat
menembus membran. Pinositosis berarti membawaobat menembus membran dengan
proses menelan.Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres,
kelaparan,makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat
vasokonstriktor, ataupenyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan
makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan
lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat
mengurangi aliran darah denganmengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot,
sehingga menurunkan sirkulasi kesaluran gastrointestinal. Obat-obat yang diberikan
secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang memiliki lebih
banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih
sedikit pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambatpada jaringan yang demikian..
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh
danjaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas
(kekuatanpenggabungan) terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein.
Ketika obat didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan denganprotein
(terutama albumin) dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obatyang
lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat
5
yangberikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi
denganprotein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein.
Aspirin 49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang
dengan protein.Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi
obat.Antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan
eksudat.Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti
lemak,tulang, hati, mata, dan otot.3. BiotransformasiFase ini dikenal juga dengan
metabolisme obat, diman terjadi proses perubahan struktur kimia obat yang dapat
terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim.4. Ekskresi atau eliminasiRute utama
dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-
paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang larut
dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang
berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obatdilepaskan
ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akandiekskresikan
melalui urin.pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai
8.Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Aspirin,suatu asam lemah, dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika
seseorangmeminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan
untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak
dapatmenurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.Setiap orang
mempunyai gambaran farmakokinetik obat yang berbeda-beda. Dosis yang sama dari
suatu obat bila diberikan pada suatu kelompok orang, dapat menunjukkan gambaran
kada dalam darah yang berbeda-beda dengan intensitas respon yang berbda-beda
pula. Kemudian setelah farmakodinamik, ada satu bahasan lagi dalam ilmu
farmakologi, yaitu farmakodinamik.Farmakodinamik ialah subdisiplin farmakologi
yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.
6
2.2 Mekanisme Kerja Obat
Efek suatu obat dapat terjadi jika molekul obat berikatan dengan suatu
molekul spesifiknya, sehingga menyebabkan reaksi biokimiawi dan menghasilkan
efek biologis.
Molekul spesifik tersebut merupakan binding site yang biasa disebut target
obat. Interaksi antara molekul obat dan sel mendasari penjelasan molekuler interaksi
obat dengan reseptornya. Paul Ehrlich menyatakan ‘Corpora non agunt nisi fixata’,
yang berarti bahwa suatu obat tidak akan bekerja sampai dia berikatan .
Pemahaman tentang mekanisme kerja obat merupakan dasar penentuan terapi
rasional suatu obat dan desain obat baru serta unggulan dari suatu agen terapi.
7
Hal penting yang harus diperhatikan dalam penentuan efek obat adalah
variabel fisiologi dan patofisiologi, faktor genetik, interaksi dengan obat lain dan
kemungkinan terjadinya toleransi yang nantinya mempengaruhi ikatan obat dengan
reseptornya.
8
Gambar 3. Target obat
Target dari obat dapat dikategorikan menjadi 4macam, yaitu reseptor, kanal
ion, enzim, dan transporter (Rang, et al., 201 1).
Secara umum, bagian spesifik yang berikatan dengan obat berupa protein.
Namun selalu ditemukan pengecualian, misalnya : antibiotic dan antitumor yang
dapat berikatan langsung pada DNA, obat osteoporosis (biophosphonat) yang
berikatan dengan garam kalsium pada matriks tulang (Rang & Dale, 2008), interaksi
dengan molekul kecil misalnya ikatan logam berat dengan metalloproteinase.
2.2.1 Mekanisme Kerja obat pada Reseptor
Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik
terdapat dalam organisme, tempat molekul obat (agonis)
berinteraksi membentuk suatu kompeks yang reversibel sehingga
pada akhirnya sehingga menimbulkan respon. Suatu senyawa yang
dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis.
Selain itu senyawa yang dapat membentuk konleks dengan reseptor
tapi tidak dapat menimbulkan respons dinamakan antagonis.
9
Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara dua
kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu
kejadian dimana tidak semua reseptor diduduki atau berinteraksi
dengan agonis untuk menghasilkan respons maksimum, sehingga
seolah-olah terdapat kelebihan reseptor, kejadian ini
dinamakan reseptor cadangan.
Aksi obat spesifik dengan reseptor dalam mekanisme obat :
Diawali dengan okupasi (pendudukan) obat pada
tempat aksinya
Obat = Ligan
Agonis menuju ligan/obat yang dapat berikatan dengan
reseptor dan menghasilkan efek
Antagonis menuju ligan yang dapat berikatan dengan
reseptor tapi tidak menghasilkan efek.
Tempat aksi = Reseptor Efek/respon yang ditimbulkan:
o Sebanding dengan jumlah reseptor yang
berinteraksi dengan obat
o Sebanding dengan komplek obat-reseptor yang
terbentuk
10
Reseptor tertentu hanya akan berikatan dengan
reseptor tertentu saja atau lebih dikenal dengan
mekanisme ‘Lock and key’.
Memiliki sensitifitas
11
Macam - macam Reseptor
1. Reseptor Kanal Ion
Reseptor ini desebut juga sebagai reseptor ionotropik.
Reseptor kanal ion merupakan suatu reseptor membrane yang
langsung terhubung dengan suatu kanal ion dan memperantarai
aksi sinaptik yang cepat. Contohnya adalah reseptor asetilkolin
nikotinik, reseptor GABAa, dan reseptor glutamate.
2. Reseptor Terikat Protein G
Reseptor terikat protein G atau GPCR (G-Protein
Coupled Receptor) atau 7TM Receptor (7 Trans Membrane
Receptor) ini merupakan golongan reseptor yang memiliki
jumlah anggota yang paling banyak. Sesuai dengan namanya,
rangkaian peptida penyusun reseptor ini melintasi membrane
sebanyak tujuh kali dan terikat dengan sistem efektor yang
disebut protein G. reseptor ini memperantarai beberapai aksi
neurotransmitter dan hormon secara lambat. Contoh reseptor
ini misalnya reseptor asetil kolin muskarinik, reseptor
adrenergic, reseptor histamine, reseptor dopaminergik, dan
reseptor serotonin.
3. Reseptor Tyrosine Kinase
Reseptor ini merupakan reseptor single trans membrane
(hanya melintasi membrane satu kali) yang memiliki aktibitas
kinase dalam transduksi sinyalnya. Cobtoh dari reseptor ini
adalah reseptor sitokinin, reseptor growth factor, dan reseptor
insulin. Ketiga reseptor di atas terletak di membrane sel dan
melintasi membrane.
4. Reseptor Intra Seluler
12
Reseptor intra seluler merupakan satu - satunya
kelompok reseptor yang tidak terletak di membrane sel tetapi
terletak di dalam sitoplasmik atau
2.2.2 Mekanisme kerja Obat Tanpa Perantaraan Reseptor
a. Efek non spesifik dan gangguan pada membrane
Perubahan sifat osmotik (urea, manitol, MgSO4)
Perubahan sifat asam-basa (antasida, NH4Cl,NaHCO3)
Kerusakan non spesifik (antiseptik-desinfektan)
Gangguan fungsi membran (anestesi volatile)
b. Interaksi dengan molekul kecil atau ion (CaNa2EDTA- Pb2+)
c. Masuk ke dalam komponen sel (obat kanker)
13
di sekitar langsung dari situs kerjanya (biophase). Potensi obat
berbanding terbalik dengan dosis; makin rendah dosis yang diperlukan
untuk menghasilkan respon lain, semakin kuat obat. Potensi adalah
relatif, dan bukan merupakan ekspresi, mutlak aktivitas obat. Untuk
penentuan potensi standar harus didefinisikan, dan perbandingan
potensi hanya berlaku untuk obat yang menghasilkan respon
dinyatakan dengan mekanisme yang sama tindakan. Potensi suatu obat
tidak necessarity berkorelasi dengan keberhasilan atau keselamatan,
dan obat yang paling ampuh dalam seri klinis tidak selalu superior.
rendah adalah potensi kerugian hanya jika dosis efektif adalah begitu
besar sehingga terlalu mahal untuk memproduksi atau terlalu rumit
untuk dijalankan.
Agonis dapat menghasilkan respon fisiologi (seluler) melalui
dua cara :
a. Agonisme Langsung
Agonisme langsung adalah respon yang berasal dari
interaksi agonis dengan reseptornya menyebabkan perubahan
konformasi reseptor yang menyebabkan reseptor aktif dan
menginisasi proses biokimia sel. Interaksi dapat berupa
stimulasi atau penghambatan respon seluler. Proses agonisme
langsung merupakan hasil aktivasi reseptor oleh obat yang
mempunyai efikasi (aktivitas intrinsic).
Contoh : aktivitas adrenalin terhadap reseptor adrenergic
menyebabkan kontraksi otot polos vaskuler.
b. Agonisme Tak Langsung
Agonisme tak langsung adalah senyawa obat yang
mempengaruhi senyawa endogen dalam menjalankan
fungsinya. Melibatkan proses modulasi atau potensiasi efek
senyawa endogen. Umumnya bersifat Alosterik.
14
Contoh : Benzodiazepin dan barbiturate pada reseptor GABA
A memperkuat aksi GABA pada reseptor tersebut.
Ada 2 tipe agonis :
Agonis penuh adalah agonis yang menghasilkan respon
maksimal terbesar dari setiap agonis yang diketahui bekerja
pada reseptor yang sama.
Agonis parsial adalah agonis yang menghasilkan respon
maksimal kurang dari respon maksimal yang dihasilkan oleh
agonis lain yang bekerja pada reseptor yang sama pada
jaringan yang sama, sebagai akibat dari aktivitas intrinsik yang
lebih rendah.
15
o Antagonis dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Antagonisme fisiologi, yaitu antagonisme pada sistem
fisiologi yang sama tetapi pada sistem reseptor yang
berlainan. Misalnya, efek histamin dan autakoid
lainnya yang dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok
anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian
adrenalin.
b) Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme malalui
sistem reseptor yang sama (antagonisme antara agonis
dengan antagonismenya). Misalnya, efek histamin
yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah
dengan pemberian antihistamin yang menduduki
reseptor yang sama.
o Mekanisme antagonis:
a Mekanisme antagonis kompetitif
Dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor
ditempat ikatan agonis (reseptor site atau active site)
secara reversible sehingga dapat digeser oleh agonis
kadar tinggi. Dengan demikian hambatan efek agonis
dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis
sampai akhirnya dicapai efek maksimal yang sama.
Jadi, dierlukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk
memperoleh efek yang sama. Ini berarti afinitas agonis
terhadap reseptornya menurun. Contoh antagonis
kompetitif adalah β˗bloker dan antihistamin.
Kadang-kadang suatu antagonis mengikat
reseptor di temat lain dari reseptor site agonis dan
menyebabkan perubahan konformasi reseptor
16
sedemikian sehingga afinitas terhadap agonisnya
menurun. Jika penurunan afinitas agonis ini dapat
diatasi dengan meningkatkan dosis agonis, maka
keadaan ini tidak disebut antagonisme kompetitif, tetapi
disebut kooperativitas negatif.
b Mekanisme antagonis non-kompetitif
Antagonis ini adalah suatu keadaan ketika obat
antagonis memblokade suatu tempat tertentu dari
rangkaian kejadian yang diperlukan untuk
menghasilkan respon suatu agonis. (departemen
farmakologi, 2008)
Hambatan efek agonis oleh antagonis
nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan meningkatkan
kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai
akan berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap
reseptornya tidak berubah.
o Contoh peristiwa antagonis :
Antagonisme kimiawi
Antagonisme yang terjadi pada 2 senyawa yang
mengalami reaksi kimia pada suatu larutan atau media
sehingga mengakibatkan efek obat berkurang.
Contoh : tetrasiklin mengikat secara kelat
logam-logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Al) → efek
obat berkurang
Antagonisme farmakokinetik
Antagonisme ini terjadi jika suatu senyawa
secara efektif menurunkan konsentrasi obat dalam
bentuk aktifnya pada sisi aktif reseptor.
17
Contoh : fenobarbital → induksi enzim
pemetabolisme warfarin → konsentrasi warfarin
berkurang → efek berkurang.
Antagonisme non-kompetitif
Agonis dan antagonis berikatan ada waktu yang
bersamaan, pada daerah selain reseptor.
Contoh: aksi papaverin terhadap histamine ada
reseptor histamine-1 otot polos trakea.
Dalam Farmakokinetik perjalanan obat dari dia diminum sampai mencapai tempat
kerja obat tersebut melewati beberapa fase, diantaranya :
1. Fase Absorpsi, Dimana fase ini merupakan fase penyerapan obat pada tempat
masuknya obat selain itu faktor absorpsi ini akan mempengaruhi jumlah obat
yang harus diminum dan kecepatan perjalanan obat didalam tubuh
2. Fase Distibusi merupakan fase penyebaran atau distribusi obat didalam
jaringan tubuh. Faktor distribusi ini dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk obat
yang digunakan, komposisi jaringan tubuh, distribusi obat dalam cairan atau
jaringan tubuh, ikatan dengan protein plasma dan jaringan.
18
3. Fase Biotransformasi, fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman
terjadi proses perubahan struktur kimia obat yang dapat terjadi didalam tubuh
dan dikatalisis olen enzim.
4. Fase Ekskresi, merupakan proses pengeluaran metabolit yang merupakan hasil
dari biotransformasi melalui berbagai organ ekskresi. Kecepatan ekskresi ini
akan mempengaruhi kecepatan eliminasi atau pengulangan efek obat dalam
tubuh.
19
Dosis toksik adalah takaran dosis yang apabila diberikan dalam
keadaan biasa dapat menimbulkan keracunan pada pasien. (takaran melebihi
dosis maksimum)
6. Dosis Letalis
Dosis letalis adalah takaran obat yang apabila diberikan dalam
keadaan biasa dapat menimbulkan kematian pada pasien
3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia
dan fisiologi yang merupakan respons yang khas untuk obat tersebut.
1. Reseptor Obat
20
tergantung pada affinitas obat terhadap reseptor. kemampuan obat untuk
menimbulkan suatu rangsang dan membentuk kompleks dengan reseptor
disebut aktivitas intrinsik. Agonis adalah obat yang memilki baik afinitas dan
aktivitas intrinsik. Pada teori reseptor obat sering dikemukakan bahwa efek
obat hanya dapat terjadi bila terjadi interaksi molekul obat dengan
reseptornya. Lebih mudahnya dirumuskan seperti ini.
Obat (O) + Reseptor (R) --> Kompleks obat reseptor (OR) ---> Efek
3. Efek Terapeutik
Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim
diproduksi oleh tubuh. misal insulin pada penderita diabetes, hormon estrogen
pada pasien hipo fungsi ovarium dan obat-obat hormon lainnya.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
22
3.2 Saran
Setelah memahami pentingnya proses mekanisme kerja obat, penulis
menyarankan kita untuk selalu menggali ilmu. Ilmu akan terus berkembang, termasuk
juga ilmu kesehatan. Ilmu kesehatan, termasuk proses mekanisme kerja obat ini
merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh kita, mahasiswa Farmasi. Dengan
terus mencari dan memahami ilmu kesehatan, kita akan tahu bagaimana seharusnya
bertindak dalam menjaga kesehatan kita agar memahami bagaiman proses mekanisme
kerja obat yang terjadi di dalam tubuh.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Syamsudin, M.Biomed., Apt.2013. "Farmakologi Molekuler". EGC
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11. Jakarta: EGC, 2007.
Murray, Robert K. Biokimia Harper Ed.27. Jakarta: EGC, 2009.
Staf pengajar deartemen farmakologi, 2008. (Kumpulan Kuliah Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Ed. 2. Jakarta : EGC, 2008)
Setiawati dkk. Pengantar Farmakologi dalam farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta.
Gaya Baru:1995
24