KIMIA MEDICINAL
“ HUBUNGAN STRUKTUR KIMIA OBAT DIURETIK &KELAMIN ”
DIBUAT OLEH :
Kelompok 6 (Enam) :
1. Dinda Damayanti (51721011020)
2. Munawwarah Ajemain (51821011037)
3. Melinda Soeliyanto (51721011085)
4. Wa Ode Nur Al Fitri (51621011066)
5. Surianti (51821011078)
6.Febrina Octaviyani (51521011167)
7. Vira Ayu Volantika (51721011008)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021
DAFTAR IS
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
I.3 Tujuan...............................................................................................................2
III.1 Kesimpulan...................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Kimia Medicinal?
2. Bagaimana definisi obat dan proses farmakokinetik obat?
3. Bagaimana definisi diureik ?
4. Bagaimana proses pembenukan urin ?
5. Bagaimana penggolongan dan hubungan struktur aktivitas obat diuretik?
6. Bagaimana definisi hormon adrenergik kelamin?
7. Bagaimana hubungan struktur akvtias hormon adrenergik kelamin ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Kimia Medicinal
2. Untuk mengetahui definisi obat dan proses farmakokinetik obat
3. Untuk mengetahui definisi diureik
4. Untuk mengetahui proses pembenukan urin
5. Untuk mengetahui penggolongan dan hubungan struktur aktivitas obat diuretik
6. Untuk mengetahui definisi hormon steroid kelamin
7. Untuk mengetahui hubungan struktur akvtias hormon steroid kelamin
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1) Absorpsi
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Tempat pemberian obat adalah oral, kulit, paru, otot, dan lain-lain. Tempat
pemberian obat yang utama adalah per oral, karena mempunyai tempat absorbsi
yang sangat luas pada usus halus, yakni 200 m2 .
2) Distribusi
Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh ikatan protein plasma, volume
distribusi, sawar darah otak dan sawar uri.
3) Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran retikulum
endoplasma dan sitosol. Tempat metabolisme ekstrahepatik adalah dinding usus,
ginjal, paru, darah, otak, kulit dan lumen kolon. Tujuan metabolisme obat adalah
mengubah obat yang nonpolar menjadi polar agar dapat di ekskresi melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini umumnya obat diubah dari aktif menjadi
inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (prodrugs), kurang aktif, atau
menjadi toksik
4) Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan
ginjal dalam bentuk utuh atau dalam bentuk metabolitnya. Fungsi ginjal
mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per
tahun. Ekskresi obat utama yang kedua adalah melalui empedu kedalam usus dan
keluar bersama feses. Obat hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui empedu
dapat diuraikan oleh flora usus menjadi obat awal yang dapat diserap kembali dari
usus kedalam aliran darah yang disebut siklus enterohepatik (Sujati woro, 2016).
b. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang memelajari efek
biokimiawi, fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan memelajari mekanisme
kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan
sel dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi.
1) Mekanisme Kerja Obat Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi
dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini
mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas
untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional; hal ini mencakup 2 konsep penting. Pertama obat dapat mengubah
4
kecepatan kegiatan faal tubuh. Ke dua, obat tidak menimbulkan fungsi baru,
tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Obat yang efeknya menyerupai
senyawa endogen disebut agonis dan sebaliknya obat yang tidak mempunyai
aktivitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu
agonis disebut antagonis.
2) Reseptor Protein merupakan reseptor obat yang penting, misalnya reseptor
fisiologis, asetilkolinesterase, Na+ , K+ -ATPase, tubulin, dan lain-lain. Reseptor
fisiologik merupakan protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai
reseptor bagi ligan endogen, seperti hormon, neurotransmiter, dan growth factor.
Ikatan obat dengan reseptor dapat berbentuk ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van
der Walls, atau kovalen. Tetapi,pada umumnya merupakan campuran berbagai
ikatan di atas. Suatu zat (obat/ligan endogen) dapat mengenali reseptornya dengan
tepat karena hanya obat dengan bentuk molekul tertentu saja yang dapat berikatan
dengan reseptor, seperti kunci dengan gemboknya (key and lock).
3) Interaksi Obat Reseptor Menurut teori pendudukan reseptor (receptor occupancy),
intesitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau
diikatnya, dan intesitas efek maksimal jika seluruh reseptor diduduki oleh obat
(Sujati woro, 2016).
5
II.4 Proses Pembenukan Urin
proses pembentukan urin berlangsung di ginjal. Ginjal berfungsi memelihara
kemurnian darah dengan cara mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat.
Selain itu ginjal juga berfungsi meregulasi kadar garam dalam cairan tubuh. Unit
fungsional dari ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal dan
distalis, loop of henle dan saluran pengumpul. Adapun proses pembentukan urin terdiri
atas 3 langkah yaitu:
a) Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan darah yang mengandung zat-zat sisa
metabolisme. Proses ini terjadi di glomerulus. Hasil filtrasi glomerulus kemudian akan
menuju kapsula bowman dan dihasilkan urin primer. Urin primer terdiri atas air, gula,
asam amino, garam/ion anorganik, urea.
b) Reabsorpsi
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal yang nantinya akan menghasilkan
urin sekunder. Urin primer yang terkumpul di kapsula bowman masuk ke tubulus
proksimal dan terjadi reabsorpsi. Pada proses ini, terjadi proses penyerapan kembali
zat-zat yang masih berguna bagi tubuh oleh dinding tubulus lalu masuk ke pembuluh
darah yang mengelilingi tubulus. Zat-zat yang diserap kembali antara lain glukosa,
asam amino, ion-ion anorganik. Hasil dari reabsoprsi urin primer adalah urin sekunder
yang mengandung sisa limbah nitrogen dan urea. Urin sekunder kemudian masuk ke
loop of henle (lengkungan henle). Pada tahap ini, terjadi osmosis air di lengkungan
henle desenden sehingga volume urin sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika
urin sekunder mencapai lengkungen henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari
tubulus sehingga urin menjadi lebih pekat.
c) Augmentasi
Urin sekunder dari lengkungan henle kemudian akan masuk ke tubulus distalis
untuk masuk tahap augmentasi (pengumpulan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh
tubuh). Zat sisa yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion hydrogen (H+ ),
ion kalium (K+ ), NH3 dan kreatinin. Setelah melewati tubulus distalis, urin banyak
kehilangan air sehingga urin makin pekat. Proses augmentasi ini menghasilkan urin
yang sesungguhnya. Urin sesungguhnya ini mengandung urea, asam urine, ammonia,
sisasisa pembongkaran protein dan zat-zat yang berlebih dalam darah seperti vitamin,
obat-obatan, hormon serta garam mineral. Urin sesungguhnya ini kemudian menuju ke
6
saluran pengumpul untuk dibawa ke perlvis yang kemudian menuju kandung kemih.
Urin inilah yang akan keluar melalui uretra (Harpolla, 2016).
7
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium
dan air. Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan
keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia.
Contoh: manitol, glukosa, sukrosa, dan urea.
2) Diuretika Pembentuk Asam
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat
menyebabkan urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa
golongan ini efek diuretiknya lemah dan menimbulkan asidosis hiperkloremik
sismetik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah iritasi lambung,
penurunan nafsu makan, mual, asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal.
Contoh: ammonium klorida, ammonium nitrat, dan kalsium klorida. Mekanisme
kerja dari golongan diuretika pembentuk asam ditampilkan pada Gambar :
8
dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara
parenteral. Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri organik
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan hipokalemi,
tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi nekrosis
jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik yang berat
sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat diuretik. Diuretika merkuri
organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan gugus SH
enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase) yang berperan pada produksi energi
yang diperlukan untuk absorpsi kembali elektrolit dalam membran tubulus,
sehingga enzim menjadi tidak aktif (Gambar). Akibatnya absorpsi kembali ion-
ion Na+ dan Cl- di tubulus menurun, kemudian dikeluarkan bersama-sama
dengan sejumlah ekivalen air sehingga terjadi efek diuresis
Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C dan
satu atom Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus hidrofil X.
Struktur umum diuretika merkuri organik sebagaimana terlihat pada Gambar di
bawah :
Keterangan :
R 1 : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai
propil melalui gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan
kecepatan ekskresi diuretika
R 2 : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh
gugus terhadap sifat senyawa adalah kecil.
X : substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang
dapat menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat,
9
meningkatkan kecepatan absorpsi, dan juga mempunyai efek diuretik (terjadi
potensiasi). Bila X adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat atau
tiosorbitol, dapat mengurangi toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi
setempat.
Contoh struktur kimia obat diuretika merkuri organik dapat dilihat pada Gambar :
1) Meterosiklin (Dikurin)
Dosis :0,5-2,0 mL I.M
2) Klomerodin
Dosis : 10µCi/kg I.V
10
Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan menurun,
sehingga jumlah ion H+ sebagai pengganti ion Na+ yang tertiggal, bersama-sama
dengan HCO3- dan air, akan meningkatkan volume urin, yang kemudian
dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme pada
tingkat molekul :
Karena struktur gugus sulomil mirip dengan asam karbonat, diuretika yang
mengandung gugus sulonil seperti turunan sulfonamida dan tiazida, dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase dan antagonis ini bukan tipe
kompetitif.
11
1. Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik
anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan subtitusi pada gugus
sulfamil akan menghilangkan aktivitas diuretik karena pengikatan obat –
reseptor lemah.
2. Pemasukan gugusan metil pada asetazolamid ( metazolamid ) dapat
meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini
disebabkan karena metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih
besar, absorpsi kembali pada tubulus menjadi lebih baik dan afinitas
terhadap enzim lebih besar. Metazolamid mempunyai aktivitas diuretik 5
kali lebih besar dibanding asetazolamid.
3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan
menurunkan aktivitas. Destilasi akan menurunkan aktivitas dan
perpanjangan gugus alkil pada rantai asetil akan meningkatkan toksisitas
Contoh :
a. Asetazolamid, diabsorpsi secara cepat dalam saluran cerna,
diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah ± 70%. Kadar
plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral,
dengan waktu paruh ± 5 jam. Asetazolamid juga digunakan untuk
pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada pengobatan
epilepsi petit mal, dikombinasikan dengan obat antikejang, seperti
fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 250
mg 2 – 4 dd.
b. Metozolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan
glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah
pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6 – 8 jam.
5) diuretika turunan tiazida
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi
kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion
K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan ekskresi asam urat
Mekanisme kerja
Diuretika turunan tiazid mengandung gugus sulfamil sehingga dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek
saluretiknya terjadi karena adanya pemblok proses pengangkutan aktif ion
klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada loop of henle,
12
dengan mekanisme yang belum jelas, kemungkinan karena peran dari
prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase di
tubulus distal tetapi efeknya relatif lemah.
Hubungan struktur aktivitas
13
salisilanilid, turunan benzhidrazid dan turunan ptalimidin. Adapun
senyawa yang termasuk dalam turunan tiazida adalah senyawa turunan
klorotiazid dan hidroklorotiazid, sebagaimana yang tersaji dalam tabel di
bawah ini
2. Turunan hidroklorotiazida
14
6) Diuretika Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas diuretik
rigan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja
pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan
K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air.
Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek
langsung dan antagonis aldosteron.
1. Diuretik dengan efek langsung
Contoh : amilorid dan triamteren.
Amilorid HCl (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme kerja di atas juga
dapat menyebabkan retensi ion K+ dan H+. Amilorid digunakan untuk
mengontrol sembab dan hipertensi.
Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian secara oral, kadar
serum tinggi dicapai dalam 3-4 jam, waktu paruh ± 6 jam dan mempunyai
masa kerja yang cukup panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam
bentuk tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral
untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.
15
Triamteren adalah diuretika turunan pteridin, absorpsi dalam saluran cerna
cepat tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya sebesar 30 – 70%, pada
cairan tubuh ± 45 – 75% dan terikat oleh protein plasma. Kadar protein
tertinggi obat dicapai dalam 1 – 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu
paruh biologis 2 – 4 jam. Dosis diuretik Triamteren adalah 150 – 300 mg/hari.
Struktur molekul Pteridin dan Traimteren ditampilkan pada Gambar :
Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian secara oral, kadar
serum tinggi dicapai dalam 3-4 jam, waktu paruh ± 6 jam dan mempunyai
masa kerja yang cukup panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam
bentuk tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral
untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.
7) Diuretika Loop
Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiazid dan senyawa saluretik lain. Turunan
16
ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop of henle sehingga
menurunkan absorpsi kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih
dari 25%
Mekanisme Kerja :
1. Penghambatan enzim Na+-K+ ATPase
2. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
3. Penghambatan glikolisis.
1. Struktur kimia Turunan Asam Fenoksiasetat. Contoh senyawa obat yang
termasuk dalam kelompok diuretika loop dari turunan asam fenoksiasetat
adalah Asam Etakrinat. Struktur molekul Asam Etakrinat ditampilkan
pada Gambar :
17
a. Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas,
karena senyawa tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim;
b. Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan
aktivitas;
c. Adanya gugus etil pada atom Cβ membuat senyawa mempunyai
aktivitas maksimal. Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin
menurun;
d. Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto c
incin aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar
dibandingkan substitusi pada posisi meta, karena efek induktif gugus
penarik elektron tersebut dapat menunjang serangan nukleofil
terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto
dan meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya gugus
pendorong elektron kuat pada cincin aromatik, seperti gugus amino
atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara drastis;
e. Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan
aktivitas, letak gugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan
aktivitas (Harpolia, 2016).
II.6 Definisi Hormon Steroid Kelamin
hormon steroid kelamin utamanya estrogen, progesterone, dan testosterone.
Estrogen dan progesterone umumnya disebut sebagai hormon wanita, sementara
testosterone disebut sebagai hormon pria, meski demikian testosterone juga di
produksi oleh wanita namun dalam jumlah yang lebih sedikit. Bila dilihat dari proses
biosintesis hormon sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini,
progesterone merupakan precursor dalam biosintesis aldosteron dan secara tidak
langsung testosterone. Sementara testosterone merupakan precursor dari estrogen.
Progesterone dan estrogen diproduksi dalam jumlah besar pada wanita, demikian pula
testosterone diproduksi dalam jumlah banyak pada pria. Hormon-hormon ini berperan
penting dalam reproduksi, siklus menstruasi dan memberikan karakteristik fisik pada
wanita dan pria. Estrogen dan progesterone digunakan secara meluas oleh para wanita
sebagai kontrasepsi oral. Testosteron memiliki dua efek utama yakni membentuk
karakteristik fisik pria (androgen) dan sebagai anabolic (senyawa pembentuk otot)..
e. Tata Nama
18
Pada dasarnya semua hormon steroid memiliki struktur yang sama. Struktur
dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren. Molekul ini terdiri dari
3 buah cincin dari 6 atom karbon dan sebuah cincin dari 5 atom karbon. Cincin
dasar ini ditandai dengan huruf A, B, C dan D, sementara atom karbon diberi
angka sesuai dengan gambar di bawah ini :
20
menurun aktivitas androgenik dan makin meningkat toksisitasnya.Contoh :
17αmetiltestosteron lebih aktif dibanding 17α-etiltestosteron
e. Esterifikasi pada gugus 17β-hidroksi dapat memperpanjang masa kerja
obat.Bentuk ester bersifat lebih non polar,lebih mudah larut dalam jaringan lemak
dan bila diberikan secara intramuskular dapat menghasilkan respons sampai ±2-4
minggu.Contoh: Testoteron propionat,testosteron enantat,testosteron
fenilpropionat dan testosteron dekanoat.Testosteron propionat mempunyai awal
kerja cepat dan masa kerja yang lebih pendek dibanding ester-ester lain.
f. Substitusi atom halogen menurunkan aktivitas androgenik senyawa,kecuali
substitusi pada atom C4 dan C9.Contoh : Fluoksimesteron ,mempunyai aktivitas
andronergik 5-10 kali lebih besar dibanding testosteron.Analog testosteron yang
sering digunakan sebagai androgenik antara lain adalah mesterolon dan
metandrostenolon.Metandrostenolon mempunyai aktivitas androgenik ±sama
dengan testosteron.
g. Nandrolon, tidak mempunyai gugus alkil pada otom C17-a, sehingga gugus
17BOH mudah dioksidasi oleh bakteri usus menjadi bentuk ketoyang tidak aktif.
Oleh karena itu nandrolon hanya diberikan secara intramuskular dalam bentuk
ester fenllpropianot .
h. adanya ikatan rangkap pada atom C5-C10 (tibolon), akan memperlemah efek
androgenik, demikian pula terhadap efek estrogenik (Harpolia, 2016).
2. Hormon estrogen
Estrogen adalah hormon kelamin wanita, pada wanita diproduksi oleh
ovarium, plasenta dan korteks adrenalis sedang pada laki-laki diproduksi oleh
testis dan korteks adrenalis. Sebagian besar hormon estogeron alami pada
manusia adalah estradiol, estron, dan estriol. Estradiol dikeluarkan oleh ovarium
dan segara mengalami dehidrogenasi menjadi esteron, kemudian dimetabolisis
menjadi estriol dan dikeluarkan melalui urin. Estron adalah hormon estrogen
alami yang paling yang paling banyak dalam darah.
Di klinik hormon estrogen digunakan untuk pengobatan ketidaknormalan
sistem reproduksi wanita, pengobatan korsinoma tertentu seperti tumor prostat
dan payudara, dan untuk kontrasepsi oral, biasanya dikombinasi dengan hormon
progestin.
21
Estrogen juga sangat berguna untuk pengobatan dismenorhu, amenorhu,
endometriosis, mensrtuasi yang tidak normal, osteoporosis, kegagalan
pengembangan ovarium dan untuk mengontrol sindrom sesudah menopausa. Efek
samping yang ditimbulkan antara lain mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala,
ketegangan payudar, spoting, kegemukan dan tromboemboli.
Berdasarkan sumbernya estrogen dibagi menjadi beberapa kelompok
sebagai berikut:
a. Estrogen Steroid : Estrogen Steroid adalah senyawa yang dapat menimbulkan
efek estrogenik dan mengandung inti steroid. Contoh : estron, estriol,
estradiol, etinilestradiol, mestranol dan kuinestrol.
Hubungan struktur-aktivitas:
1. Allen dan Doissy (1923), telah dapat mengisolasi dari ekstrak ovarium
wanita senyawasenyawa turunan steroid yang mempunyai aktivitas
estrogenik, yaitu estron, estriol dan 17β-estradiol. Penelitian lebih lanjut
membuktikan bahwa 17β-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik tiga
kali lebih besar dibanding estron dan enam kali lebih besar dibanding
estriol. 17β-estradiol mudah dipecah dan menjadi tidak aktif oleh
mikroorganisme dalam saluran cerna. Senyawa cepat diabsorpsi di usus
dan cepat pula dimetabolisis di hati. Oleh karena itu, 17β-estradiol hanya
aktif pada pemberian intramuskular, sedang pemberian secara oral
menurunkan aktivitas secara drastis.
2. Penelitian mengenai hubungan struktur dan aktivitas menunjukkan bahwa
hilangnya atom O yang terikat pada C3 dan C17, epimerisasi gugus 17β-
hidroksi menjadi konfigurasi 17α, dan adanya ikatan rangkap pada cincin
B dapat menurunkan aktivitas estrogenik.
3. Perluasan cincin D akan menurunkan aktivitas estrogenik secara drastis.
DHomoestradiol dan D-homoestron mempunyai aktivitas yang lebih
rendah dibanding estradiol dan estron.
22
4. Modifikasi struktur estron menunjukkan bahwa pemasukan gugus OH
pada posisi C6, C7 dan C11 menurunkan aktivitas estrogenik. Dalam
suasana basa kuat (KOH), cincin D dari estron akan pecah, membentuk
asam doisinolat, yang mempunyai aktivitas estrogenik lebih besar
dibanding estron. Hal ini menunjukkan bahwa cincin D kurang berperan
terhadap aktivitas estrogenik.
5. Esterifikasi gugus 17β-hidroksi atau 3-hidroksiestradiol dapat
memperpanjang masa kerja obat oleh karena pada in vivo bentuk ester
dihidrolisis dengan lambat melepaskan estrogen bebas secara perlahan-
lahan. Bentuk ester ini hanya aktif pada pemberian secara intramuskular.
Contoh bentuk ester dari estradiol antara lain adalah ester 3-benzoat, 3,17-
dipropionat, 17-valerat dan ester 17-siklopentilpropionat (sipionat).
Bentuk ester estradiol mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar,
penembusan membran biologis menjadi lebih baik sehingga dapat
meningkatkan aktivitas estrogenik dan memperpanjang masa kerja obat.
6. Bentuk eter-2-tetrahidropiranil pada posisi 3 dan 17 dari estradiol
mempunyai aktivitas estrogenic yang jauh lebih besar dibanding estradiol.
3,17-Bis (2-tetrahidropiranil)- estradiol, mempunyai aktivitas estrogenic
yang lebih rendah dibanding estradiol karena senyawa mempunyai
kelarutan dalam lemak sangat tinggi dan praktis tidak larut dalam cairan
sel, sehingga tertahan daalam membrane biologis dan tidak dapat dibawa
oleh cairan sel menuju ke reseptor.
23
7. Pemasukan gugus etinil pada posisi 17α dapat memperlambat proses
oksidasi estradiol oleh bakteri usus karena adanya pengaruh halangan
ruang, sehingga pada pemberian secara oral aktivitas estrogenic 17α-
etinilestradiol 15-20 kali lebih besar dibanding aktivitas estradiol, sedang
pada pemberian secara intramuscular aktivitasnya sama.
8. Bentuk eter pada gugus 3-hidroksi dari 17α-etinilestradiol akan
meningkatkan kelarutan dalam lemak dan memperpanjang masa kerja
obat. Contoh : 17αetinilestradiol-3-metileter (mestranol), mempunyai
masa kerja lebih panjang dibanding 17α-etinilestradiol. Etinilestradiol dan
mestranol banyak digunakan sebagai kontrasepsi oral dikombinasi dengan
hormon progestin. 17α-Etinilestradiol-3- siklopentileter (Kuinestrol)
mempunyai kelarutan dalam lemak sangat tinggi, di tubuh membentuk
depo kemudian senyawa induk aktif dilepaskan dengan perlahan-lahan
sehingga kuinestrol mempunyai masa kerja sangat panjang, kurang lebih
satu bulan (Harpolia, 2016)
b. Estrogen non steroid adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek
estrogenic dan strukturnya tidak mengandung inti steroid. Contoh :
dietilstilbestrol, heksestrol, benzestrol, dienestrol dan klorotrianisen..
Hubungan struktur aktivitas :
Menurut hipotesis Schueler (1946), ada persamaan jarak kritik antara
gugus-gugus yang dapat membentuk ikatan hydrogen, seperti gugus
hidroksil, keton dan hidroksil fenol, dari hormon estrogen non steroid dan
estrogen steroid. Jarak antara gugus 3-OH dan 17-OH dari estradiol
mempunyai persamaan dengan jarak antara gugus hidroksil fenol dari
dietilstilbestrol yaitu ± 14,5 Å. Jarak ini sangat penting dalam Hubungannya
dengan pengikatan obat reseptor. Dari studi kristalografi dengan sinar x
didapatkan bahwa sebenarnya jarak antara gugus – gugus hidroksil dari
estrsdiol adalah 10,9 Å sedang jarak antar gugus – gugus hidroksi fenol dari
dietilstilbestrol = 12,1 Å. Dalam plasma, estradiol terdapat dalam bentuk
hidrat, dimana jarak antara gugus 3 – OH dengan air hidrat = 12,1 Å,
sehingga diduga bahwa air juga mempunyai peran penting terhadap efek
estrogenik
Selain jarak kritik, aspek stereokimia juga berpengaruh terhadap
aktivitas biologis hormon estrogen non steroid. Bentuk trans-dietilstilbestrol
24
mempunyai aktivitas estrogenik ± 10 kali lebih besar dibanding dengan
isomer cis. Hal ini disebabkan pada isomer trans letak gugus – gugus fenol
dan gugus –gugus etil saling berjauhan, pengaruh resonansi dan daya tolak –
menolak sterik minimal mempunyai kestabilan yang lebih besar dibanding
isomer cis. Hasil reduksi dietilstilbesrol adalah heksestrol; senyawa ini
mempunyai 2 atom C asimetrik dan dapat membentuk isomer meso dan treo.
Meso-heksesterol mempunyai aktivitas estrigenik jauh lebih besar dibanding
isomer treo karena pengaruh daya tolak – menolak sterik yang lebih kecil.
Meskipun demikian, dibandingkan dengan dietilstibestrol, aktivitas
estrogenik meso – heksestrol lebih rendah.
Semua hormon estrogen non steroid aktif pada pemberian secara oral.
Esterifkasi gugus hidroksil fenol dari dietilstilbestrol dengan 2 molekul asam
propianat atau asam fosfat akan memperpanjang masa kerja obat dan
menurunkan efek samping. Benzestrol dan dienestrol mempunyai aktivitas
estrogenik hampir sama dengan dietilstilbestrol. Klortrianisen merupakan
pra-estrogen, ditubuh dimetabolisme menjadi senyawa estrogen aktif.
Senyawa mempunyai aktifitas estrogenik lebih rendah dibanding dengan
dietilstilbestrol tetapi masa kerjanya lebih panjang (Harpolia, 2016)
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
2. Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika osmotic,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat
karbonik anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika
loop
3. Pada dasarnya semua hormon steroid memiliki struktur yang sama. Struktur
dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren. Molekul ini terdiri dari 3
buah cincin dari 6 atom karbon dan sebuah cincin dari 5 atom karbon.
26
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (Penyunt.). (2015). Basic & Clinical Pharmacology
(13th Edition ed.). San Fransisco, USA: McGraw-Hill.
Rollando, 2017. Pengantar Kimia Medicinal. Cv. Seribu Bintang. Malang : Jawa
Timur
Sujati Woro. 2016. Farmakologi. Buku Ajar Cetak Farmasi, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
27