Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KIMIA MEDICINAL
“ HUBUNGAN STRUKTUR KIMIA OBAT DIURETIK &KELAMIN ”

DIBUAT OLEH :

Kelompok 6 (Enam) :
1. Dinda Damayanti (51721011020)
2. Munawwarah Ajemain (51821011037)
3. Melinda Soeliyanto (51721011085)
4. Wa Ode Nur Al Fitri (51621011066)
5. Surianti (51821011078)
6.Febrina Octaviyani (51521011167)
7. Vira Ayu Volantika (51721011008)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021
DAFTAR IS

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

I.1 Latar Belakang..................................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2

I.3 Tujuan...............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3

II.1 Definisi Kimia Medicinal................................................................................3

II.2 Definisi obat dan proses farmakokinetik obat.................................................3

II.3 Definisi diureik................................................................................................5

II.4 Proses pembenukan urin..................................................................................6

II.5 Penggolongan dan hubungan struktur aktivitas obat diuretik.........................7

II.6 Definisi hormon adrenergik kelamin.............................................................18

II.7 Hubungan struktur akvtias hormon adrenergik kelamin...............................19

BAB III PENUTUP.....................................................................................................26

III.1 Kesimpulan...................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kimia medisinal merupakan ilmu yang berhubungan dengan penemuan atau


desain senyawa kimia terapetik baru dan pengembangannya hingga menjadi obat yang
berguna. Hal ini mungkin melibatkan sintesis senyawa baru, penelitian tentang
hubungan antara struktur asli dengan struktur senyawa hasil sintesis dan aktivitas
biologis yang dihasilkan, elusidasi interaksi dengan berbagai macam reseptor termasuk
enzim dan DNA, menentukan absorsi, transport, dan parameter distribusinya.
Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu , misal melalui oral, parenteral,
anal, dermal atau cara lainnya, obat akan mengalami proses absorbs, distribusi,
metabolism dan ekskresi. Selain proses diatas, kemungkinan obat akan mengalami
modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan atau formulasi obat, dan modifikasi
kimia yang melibatkan perubahan struktur molekul obat, dan hal ini dapat
mempengaruhi respons biologis.
Setelah diabsorbsi, obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ-
organ dan jaringan-jaringan , seperti otot, lemak, jantung dan hati. Sebelum mencapai
reseptor, obat melalui bermacam-macam sawar membrane, pengikatan oleh protein
plasma, penyimpanan dalam depo jaringan dan mengalami metabolisme.
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang bersifat polar. Molekul
obat yang tidak terlarut dalam cairan tersebut tidak Dapat diangkut secara efektif
kepermukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respon biologis. Oleh karena
itu molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia  dan enzimatik agar dapat
terlarut , walaupun sedikit, dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada
molekul obat   yang tetap utuh  atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu
mencapai respond an jumlahnya cukup untuk dapat menimbulkan respon biologis.
Misalnya pada obat obat saluran kemih (diuretic) dan obat kelamin .
Diuretik merupakan agen yang mampu meningkatkan volume urin melalui
kerja pada epitel tubulus ginjal (Katzung & Trevor, 2015). Diuretik digunakan sebagai
terapi penyakit hipertensi, gagal jantung kongestif, edema paru, serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit . Sedangkan pada penyakit kelamin biasanya
digunakan obat obatan dengan indikasi untuk terapi pengganti kekurangan hormon.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Kimia Medicinal?
2. Bagaimana definisi obat dan proses farmakokinetik obat?
3. Bagaimana definisi diureik ?
4. Bagaimana proses pembenukan urin ?
5. Bagaimana penggolongan dan hubungan struktur aktivitas obat diuretik?
6. Bagaimana definisi hormon adrenergik kelamin?
7. Bagaimana hubungan struktur akvtias hormon adrenergik kelamin ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Kimia Medicinal
2. Untuk mengetahui definisi obat dan proses farmakokinetik obat
3. Untuk mengetahui definisi diureik
4. Untuk mengetahui proses pembenukan urin
5. Untuk mengetahui penggolongan dan hubungan struktur aktivitas obat diuretik
6. Untuk mengetahui definisi hormon steroid kelamin
7. Untuk mengetahui hubungan struktur akvtias hormon steroid kelamin

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Kimia Medicinal


Kimia medisinal merupakan ilmu yang berhubungan dengan penemuan atau desain
senyawa kimia terapetik baru dan pengembangannya hingga menjadi obat yang berguna.
Hal ini mungkin melibatkan sintesis senyawa baru, penelitian tentang hubungan antara
struktur asli dengan struktur senyawa hasil sintesis dan aktivitas biologis yang dihasilkan,
elusidasi interaksi dengan berbagai macam reseptor termasuk enzim dan DNA,
menentukan absorsi, transport, dan parameter distribusinya, serta mempelajari perubahan
metabolisme suatu senyawa kimia menjadi senyawa kimia yang lain (Rollando, 2017).
Istilah kimia medisinal (medicinal chemistry) berkembang secara samar-samar di
Amerika Serikat pada tahun 1920 dan bahkan di negara lain lebih lambat. Sebelum itu,
pendidikan tinggi farmasi dan departemen penelitian dalam industri farmasi menyebutnya
kimia farmasi. Istilah ini digunakan secara historis dengan dasar bahwa pada abad XIX
tugas utama apoteker adalah mengekstraksi dan memurnikan bahan alam, serta
membakukan bahan obat tersebut. Istilah kimia farmasi dapat disalahartikan sebagai
farmasetika yang mempelajari tentang formulasi dan pembuatan sediaan obat, maka
sebaiknya istilah kimia farmasi diganti dengan istilah kimia medisina (Rollando, 2017).

II.2 Definisi Obat dan Proses Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat


Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan kondisi tertentu. Misalnya,
membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan. Ilmu
khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi,
farmakokinetika, dan farmakodinamika, toksikologi, dan farmakoterapi.
a. Farmakokinetik
Dalam praktik terapetik obat harus dapat mencapai tempat kerja yang
diinginkan. Dalam beberapa hal obat dapat diberikan langsung pada tempat kerjanya,
seperti pemberian topikal obat anti inflamasi pada kulit atau membrane mukosa yang
meradang, atau obat harus di Absorpsi dari tempat pemberiannya ke dalam darah dan
didistribusikan ke tempat bekerjanya, dan akhirnya setelah memberikan efek obat
harus dikeluarkan dengan kecepatan tertentu dengan cara inaktivasi metabolik
(Metabolisme), Ekskresi atau keduanya.

3
1) Absorpsi
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Tempat pemberian obat adalah oral, kulit, paru, otot, dan lain-lain. Tempat
pemberian obat yang utama adalah per oral, karena mempunyai tempat absorbsi
yang sangat luas pada usus halus, yakni 200 m2 .
2) Distribusi
Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh ikatan protein plasma, volume
distribusi, sawar darah otak dan sawar uri.
3) Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran retikulum
endoplasma dan sitosol. Tempat metabolisme ekstrahepatik adalah dinding usus,
ginjal, paru, darah, otak, kulit dan lumen kolon. Tujuan metabolisme obat adalah
mengubah obat yang nonpolar menjadi polar agar dapat di ekskresi melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini umumnya obat diubah dari aktif menjadi
inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (prodrugs), kurang aktif, atau
menjadi toksik
4) Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan
ginjal dalam bentuk utuh atau dalam bentuk metabolitnya. Fungsi ginjal
mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per
tahun. Ekskresi obat utama yang kedua adalah melalui empedu kedalam usus dan
keluar bersama feses. Obat hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui empedu
dapat diuraikan oleh flora usus menjadi obat awal yang dapat diserap kembali dari
usus kedalam aliran darah yang disebut siklus enterohepatik (Sujati woro, 2016).
b. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang memelajari efek
biokimiawi, fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan memelajari mekanisme
kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan
sel dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi.
1) Mekanisme Kerja Obat Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi
dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini
mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas
untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional; hal ini mencakup 2 konsep penting. Pertama obat dapat mengubah

4
kecepatan kegiatan faal tubuh. Ke dua, obat tidak menimbulkan fungsi baru,
tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Obat yang efeknya menyerupai
senyawa endogen disebut agonis dan sebaliknya obat yang tidak mempunyai
aktivitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu
agonis disebut antagonis.
2) Reseptor Protein merupakan reseptor obat yang penting, misalnya reseptor
fisiologis, asetilkolinesterase, Na+ , K+ -ATPase, tubulin, dan lain-lain. Reseptor
fisiologik merupakan protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai
reseptor bagi ligan endogen, seperti hormon, neurotransmiter, dan growth factor.
Ikatan obat dengan reseptor dapat berbentuk ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van
der Walls, atau kovalen. Tetapi,pada umumnya merupakan campuran berbagai
ikatan di atas. Suatu zat (obat/ligan endogen) dapat mengenali reseptornya dengan
tepat karena hanya obat dengan bentuk molekul tertentu saja yang dapat berikatan
dengan reseptor, seperti kunci dengan gemboknya (key and lock).
3) Interaksi Obat Reseptor Menurut teori pendudukan reseptor (receptor occupancy),
intesitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau
diikatnya, dan intesitas efek maksimal jika seluruh reseptor diduduki oleh obat
(Sujati woro, 2016).

II.3 Definisi Diureik


Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretika merupakan obat yang dapat
menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuretik mempunyai dua pengertian,
pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan ) zat-zat terlarut dan air. Cairan. Diuretika
bekerja terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion Na+ , Cl- , atau HCO3 - , yang
merupakan elektrolit utama dalam cairan luar sel. Diuretika juga menurunkan absorpsi
kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif. Fungsi
utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal. (Harpolla, 2016).

5
II.4 Proses Pembenukan Urin
proses pembentukan urin berlangsung di ginjal. Ginjal berfungsi memelihara
kemurnian darah dengan cara mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat.
Selain itu ginjal juga berfungsi meregulasi kadar garam dalam cairan tubuh. Unit
fungsional dari ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal dan
distalis, loop of henle dan saluran pengumpul. Adapun proses pembentukan urin terdiri
atas 3 langkah yaitu:
a) Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan darah yang mengandung zat-zat sisa
metabolisme. Proses ini terjadi di glomerulus. Hasil filtrasi glomerulus kemudian akan
menuju kapsula bowman dan dihasilkan urin primer. Urin primer terdiri atas air, gula,
asam amino, garam/ion anorganik, urea.
b) Reabsorpsi
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal yang nantinya akan menghasilkan
urin sekunder. Urin primer yang terkumpul di kapsula bowman masuk ke tubulus
proksimal dan terjadi reabsorpsi. Pada proses ini, terjadi proses penyerapan kembali
zat-zat yang masih berguna bagi tubuh oleh dinding tubulus lalu masuk ke pembuluh
darah yang mengelilingi tubulus. Zat-zat yang diserap kembali antara lain glukosa,
asam amino, ion-ion anorganik. Hasil dari reabsoprsi urin primer adalah urin sekunder
yang mengandung sisa limbah nitrogen dan urea. Urin sekunder kemudian masuk ke
loop of henle (lengkungan henle). Pada tahap ini, terjadi osmosis air di lengkungan
henle desenden sehingga volume urin sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika
urin sekunder mencapai lengkungen henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari
tubulus sehingga urin menjadi lebih pekat.
c) Augmentasi
Urin sekunder dari lengkungan henle kemudian akan masuk ke tubulus distalis
untuk masuk tahap augmentasi (pengumpulan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh
tubuh). Zat sisa yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion hydrogen (H+ ),
ion kalium (K+ ), NH3 dan kreatinin. Setelah melewati tubulus distalis, urin banyak
kehilangan air sehingga urin makin pekat. Proses augmentasi ini menghasilkan urin
yang sesungguhnya. Urin sesungguhnya ini mengandung urea, asam urine, ammonia,
sisasisa pembongkaran protein dan zat-zat yang berlebih dalam darah seperti vitamin,
obat-obatan, hormon serta garam mineral. Urin sesungguhnya ini kemudian menuju ke

6
saluran pengumpul untuk dibawa ke perlvis yang kemudian menuju kandung kemih.
Urin inilah yang akan keluar melalui uretra (Harpolla, 2016).

II.5 Penggolongan Dan Hubungan Struktur Aktivitas Obat Diuretik


c. Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
elektrolit tubuh.
2) Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
3) Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretik).
d. Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika osmotik,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik
anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop.
Berikut penjelasan dari masing-masing kelompok diuretika :
1) Diuretika Osmotik
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin
dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosis. Umumnya
diuretika osmotik mempunyai berat molekul rendah, dalam tubuh tidak
mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman ginjal,
dan tidak diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis
besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis, yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis.

7
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium
dan air. Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan
keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia.
Contoh: manitol, glukosa, sukrosa, dan urea.
2) Diuretika Pembentuk Asam
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat
menyebabkan urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa
golongan ini efek diuretiknya lemah dan menimbulkan asidosis hiperkloremik
sismetik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah iritasi lambung,
penurunan nafsu makan, mual, asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal.
Contoh: ammonium klorida, ammonium nitrat, dan kalsium klorida. Mekanisme
kerja dari golongan diuretika pembentuk asam ditampilkan pada Gambar :

Penggunaan ammonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif


karena setelah 1- 2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan
memproduksi ammonia, yang akan menetralkan kelebihan asam, membentuk
NH4 + , yang segera berinteraksi dengan ion Clmembentuk NH4Cl dan kemudian
diekskresikan, sehingga efek diuretiknya akan menurun secara drastis. Reaksi
penetralan kelebihan asam ini ditampilkan pada Gambar :

NH4Cl lebih sering digunakan sebagai ekspektoran dalam campuran obat


batuk, karena dapat meningkatkan sekresi cairan saluran napas sehingga mudah
dikeluarkan.
3) diuretika merkuri organik
Diuretika merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat
absorpsi kembali ion-ion Na+ , Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah

8
dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara
parenteral. Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri organik
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan hipokalemi,
tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi nekrosis
jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik yang berat
sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat diuretik. Diuretika merkuri
organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan gugus SH
enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase) yang berperan pada produksi energi
yang diperlukan untuk absorpsi kembali elektrolit dalam membran tubulus,
sehingga enzim menjadi tidak aktif (Gambar). Akibatnya absorpsi kembali ion-
ion Na+ dan Cl- di tubulus menurun, kemudian dikeluarkan bersama-sama
dengan sejumlah ekivalen air sehingga terjadi efek diuresis

Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C dan
satu atom Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus hidrofil X.
Struktur umum diuretika merkuri organik sebagaimana terlihat pada Gambar di
bawah :

Keterangan :
 R 1 : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai
propil melalui gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan
kecepatan ekskresi diuretika
 R 2 : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh
gugus terhadap sifat senyawa adalah kecil.
 X : substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang
dapat menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat,

9
meningkatkan kecepatan absorpsi, dan juga mempunyai efek diuretik (terjadi
potensiasi). Bila X adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat atau
tiosorbitol, dapat mengurangi toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi
setempat.
Contoh struktur kimia obat diuretika merkuri organik dapat dilihat pada Gambar :
1) Meterosiklin (Dikurin)
Dosis :0,5-2,0 mL I.M

2) Klomerodin
Dosis : 10µCi/kg I.V

3) Merkaptomerin Natrium (Tiomerin)


Dosis : 0,2-2,0 mL I.M/S.C

4) diuretika penghambat karbonik anhidrase


Penggunaan diuretika penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik pnghambat karbonik anhidrase lebih
banyak dugunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma,
dikombinasi dengan miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan
pembentukan aqueous humour dan menurunkan tekanan dalam mata
Mekanisme kerja Karbonik anhidrase adalah metaloenzim yang berperan
dalam permbentukan asam karbonat, sebagai hasil reaksi antara air dan gas asam
arang. Asam karbonat yang terbentuk kemudian terdisosiasi menjadi H+ dan
HCO3-. Ion H+ inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na+ dan K+ yang
diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis.

10
Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan menurun,
sehingga jumlah ion H+ sebagai pengganti ion Na+ yang tertiggal, bersama-sama
dengan HCO3- dan air, akan meningkatkan volume urin, yang kemudian
dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme pada
tingkat molekul :
 Karena struktur gugus sulomil mirip dengan asam karbonat, diuretika yang
mengandung gugus sulonil seperti turunan sulfonamida dan tiazida, dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase dan antagonis ini bukan tipe
kompetitif.

 Pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase ada


sisi aktif melalui ikatan hidrogen.
 Yonezawa dan kawan-kawan mengemukakan bahwa adanya atom nitrogen
pada gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat bereaksi
dengan karbonik anhidrase dan menghambat kerja enzim.

Hubungan struktur-aktivitas kimia obat :

11
1. Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik
anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan subtitusi pada gugus
sulfamil akan menghilangkan aktivitas diuretik karena pengikatan obat –
reseptor lemah.
2. Pemasukan gugusan metil pada asetazolamid ( metazolamid ) dapat
meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini
disebabkan karena metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih
besar, absorpsi kembali pada tubulus menjadi lebih baik dan afinitas
terhadap enzim lebih besar. Metazolamid mempunyai aktivitas diuretik 5
kali lebih besar dibanding asetazolamid.
3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan
menurunkan aktivitas. Destilasi akan menurunkan aktivitas dan
perpanjangan gugus alkil pada rantai asetil akan meningkatkan toksisitas
Contoh :
a. Asetazolamid, diabsorpsi secara cepat dalam saluran cerna,
diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah ± 70%. Kadar
plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral,
dengan waktu paruh ± 5 jam. Asetazolamid juga digunakan untuk
pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada pengobatan
epilepsi petit mal, dikombinasikan dengan obat antikejang, seperti
fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 250
mg 2 – 4 dd.
b. Metozolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan
glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah
pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6 – 8 jam.
5) diuretika turunan tiazida
 Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi
kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion
K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan ekskresi asam urat
 Mekanisme kerja
Diuretika turunan tiazid mengandung gugus sulfamil sehingga dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek
saluretiknya terjadi karena adanya pemblok proses pengangkutan aktif ion
klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada loop of henle,

12
dengan mekanisme yang belum jelas, kemungkinan karena peran dari
prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase di
tubulus distal tetapi efeknya relatif lemah.
 Hubungan struktur aktivitas

Berikut penjelasan hubungan struktur dan aktivitas diuretika turunan Tiazida


yang secara skematis ditampilkan pada Gambar :
1. Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO2 atau CO2. Gugus
SO2 mempunyai aktivitas yang lebih besar.
2. Pada posisi 2 ada subsituen gugus alkil yang rendah, biasanya gugus
metil.
3. Pada posisi 3 ada subsituen lipofil, seperti alkil terhalogenasi (CH2Cl,
CH2SCH2CF3), CH2- C6H5 dan CH2SCH2-C6H5.
4. Ada ikatan C3-C4 jenuh. Reduksi ikatan rangkap pada C3-C4 dapat
meningkatkan aktivitas diuretik ± 10 kali.
5. Subtitusi langsung pada posisi 4, 5, atau 8 dengan gugus alkil akan
menurunkan aktivitas diuretik.
6. Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting, seperti Cl
dan CF3. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan
aktivitas. Penggantian gugus Cl dengan CF3 dapat meningkatkan
kelarutan senyawa dalam lemak sehingga memperpanjang masa kerja
obat.
7. Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan mono
dan disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunyai aktivitas diuretik
8. Gugus sulfamil pada posisi meta (1) dapat diganti dengan gugus-gugus
elektronegatif lain, membentuk gugus induk baru yang dinamakan
diuretika seperti tiazid (thiazidelike diuretics) seperti turunan

13
salisilanilid, turunan benzhidrazid dan turunan ptalimidin. Adapun
senyawa yang termasuk dalam turunan tiazida adalah senyawa turunan
klorotiazid dan hidroklorotiazid, sebagaimana yang tersaji dalam tabel di
bawah ini

Adapun senyawa yang termasuk dalam turunan tiazida adalah senyawa


turunan klorotiazid dan hidroklorotiazid, sebagaimana yang tersaji dalam
tabel di bawah ini 1. Turunan klorotiazida

2. Turunan hidroklorotiazida

Contoh senyawa obat diuretika turunan hidroklorotiazida ditampilkan


pada Tabel berikut ini :

14
6) Diuretika Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas diuretik
rigan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja
pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan
K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air.

Mekanisme kerja Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul,


dengan mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan
ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan sekresi ion Na+ dan Cl- dalam urin.

Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek
langsung dan antagonis aldosteron.
1. Diuretik dengan efek langsung
Contoh : amilorid dan triamteren.
 Amilorid HCl (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme kerja di atas juga
dapat menyebabkan retensi ion K+ dan H+. Amilorid digunakan untuk
mengontrol sembab dan hipertensi.
Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian secara oral, kadar
serum tinggi dicapai dalam 3-4 jam, waktu paruh ± 6 jam dan mempunyai
masa kerja yang cukup panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam
bentuk tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral
untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.

15
 Triamteren adalah diuretika turunan pteridin, absorpsi dalam saluran cerna
cepat tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya sebesar 30 – 70%, pada
cairan tubuh ± 45 – 75% dan terikat oleh protein plasma. Kadar protein
tertinggi obat dicapai dalam 1 – 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu
paruh biologis 2 – 4 jam. Dosis diuretik Triamteren adalah 150 – 300 mg/hari.
Struktur molekul Pteridin dan Traimteren ditampilkan pada Gambar :

Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian secara oral, kadar
serum tinggi dicapai dalam 3-4 jam, waktu paruh ± 6 jam dan mempunyai
masa kerja yang cukup panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam
bentuk tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral
untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.

7) Diuretika Loop
 Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiazid dan senyawa saluretik lain. Turunan

16
ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop of henle sehingga
menurunkan absorpsi kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih
dari 25%
 Mekanisme Kerja :
1. Penghambatan enzim Na+-K+ ATPase
2. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
3. Penghambatan glikolisis.
1. Struktur kimia Turunan Asam Fenoksiasetat. Contoh senyawa obat yang
termasuk dalam kelompok diuretika loop dari turunan asam fenoksiasetat
adalah Asam Etakrinat. Struktur molekul Asam Etakrinat ditampilkan
pada Gambar :

Asam Etakrinat menimbulkan aktivitas diuretik karena dapat


berinteraksi dengan gugus sulfhidril enzim yang bertanggungjawab pada
proses absorpsi kembali Na+ di tubulus renalis. Gugus yang berperan pada
interaksi tersebut adalah gugus α, β-ikatan rangkap tidak jenuh. Pada
turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila:
a. Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzen
b. Gugus akriloil sufhidril yang reaktif terletak pada posisi para dari
gugus asam oksiasetat.
c. Gugus aktivasi (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan
3
d. Substituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a
dari karbonil pada gugus akriloil.
e. Atom-atom H terletak pada posisi ujung –C=C- dari gugus akriloil.
Hubungan struktur dan aktivitas pada asam etakrinat sebagai
diuretik dijelaskan sebagai berikut:

17
a. Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas,
karena senyawa tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim;
b. Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan
aktivitas;
c. Adanya gugus etil pada atom Cβ membuat senyawa mempunyai
aktivitas maksimal. Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin
menurun;
d. Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto c
incin aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar
dibandingkan substitusi pada posisi meta, karena efek induktif gugus
penarik elektron tersebut dapat menunjang serangan nukleofil
terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto
dan meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya gugus
pendorong elektron kuat pada cincin aromatik, seperti gugus amino
atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara drastis;
e. Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan
aktivitas, letak gugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan
aktivitas (Harpolia, 2016).
II.6 Definisi Hormon Steroid Kelamin
hormon steroid kelamin utamanya estrogen, progesterone, dan testosterone.
Estrogen dan progesterone umumnya disebut sebagai hormon wanita, sementara
testosterone disebut sebagai hormon pria, meski demikian testosterone juga di
produksi oleh wanita namun dalam jumlah yang lebih sedikit. Bila dilihat dari proses
biosintesis hormon sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini,
progesterone merupakan precursor dalam biosintesis aldosteron dan secara tidak
langsung testosterone. Sementara testosterone merupakan precursor dari estrogen.
Progesterone dan estrogen diproduksi dalam jumlah besar pada wanita, demikian pula
testosterone diproduksi dalam jumlah banyak pada pria. Hormon-hormon ini berperan
penting dalam reproduksi, siklus menstruasi dan memberikan karakteristik fisik pada
wanita dan pria. Estrogen dan progesterone digunakan secara meluas oleh para wanita
sebagai kontrasepsi oral. Testosteron memiliki dua efek utama yakni membentuk
karakteristik fisik pria (androgen) dan sebagai anabolic (senyawa pembentuk otot)..
e. Tata Nama

18
Pada dasarnya semua hormon steroid memiliki struktur yang sama. Struktur
dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren. Molekul ini terdiri dari
3 buah cincin dari 6 atom karbon dan sebuah cincin dari 5 atom karbon. Cincin
dasar ini ditandai dengan huruf A, B, C dan D, sementara atom karbon diberi
angka sesuai dengan gambar di bawah ini :

Hormon steroid kelamin dibagi menjadi tiga kelompok utama berdasarkan


jumlah atom karbon yang dimiliki yakni :
1. Seri karbon 21, struktur dasarnya adalah nucleus pregnane, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah kortikoid dan progestin
2. Seri karbon 19, struktur dasarnya adalah nucleus androstane, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah hormon androgen.
3. Seri karbon 18, struktur dasarnya adalag nucleus estrange, termasuk disini
hormon estrogen.
Ada tiga aspek stereokimia hormon kelamin yang penting diketahui karena
dapat mempengaruhi aktivitas , yaitu :
 Letak gugus pada cincin, aksial atau ekuatorial
 Posisi gugus pada bidang, konfiguarsi α atau β, dan isomer cis atau trans
 Konformasi cincin sikloheksan, bentuk kursi atau perahu
II.7 Hubungan struktur aktivitas Steroid Kelamin
1. Hormon Androgen
Hormon androgen seperti testosterone dan drihidrostestosteron, terutama
dihasilkan oleh testis, dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalis
dan ovarium. Pada lakilaki hormon androgen mempunyai beberapa fungsi
fisiologis, seperti mengontrol perkembangan dan pemeliharaan organ kelamin,
mempengaruhi kemampuan penampilan seksual, untuk pertumbuhan tulang
19
rangka dan otot rangka, dan merangsang masa pertumbuhan pubertas.
Penggunaan utama hormon androgen adalah untuk pengobatan keadaan
ketidakcukupan hormon pada laki-laki (hipogonadisme, hipopituitarisme),
impotensi, osteoporosis, dan tumor payudara.
Berdasarkan aktivitasnya hormon androgen dibagi menjadi dua
kelompok,yaitu :
a. Senyawa androgenik,contoh : testosteron, metiltestosteron, fluoksimesteron,
mesterolon dan metandrostenolon.
b. Senyawa Anabolik,contoh : oksimetolon,stanozolol,nandrolon,dan
etilestrenol.

Hubungan Struktur Dan Aktivitas


a. Pemasukan gugus 3-keto dan 3α-hidroksi dapat meningkatkan aktivitas
androgenik.
b. Gugus 17β-hidroksi penting dalam hubungannya dengan pengikatan reseptor,oleh
karena itu isomer 17β-hidroksi lebih aktif dibanding 17α-hidroksi.
c. Testosteron,tidak dapat diberikan secara per oral karena oleh bakteri usus gugus
17β-hidroksi akan dioksidasi menjadi 17β-keto yang tidak aktif.Selain itu
testosteron mempunyai waktu paro pendek karena cepat diabsorpsi dalam saluran
cerna dan cepat mengalami degradasi hepatik.
d. Adanya gugus alkil pada C17α mencegah perubahan metabolisme gugus
17βhidroksi sehingga senyawa dapat diberikan sehingga senyawa dapat diberikan
secara oral.Contoh : 17α-metiltestosteron,dapat diberikan secara oral,walaupun
aktivitasnya hanya setengah kali aktivitas testosteron bila dibandingkan dengan
pemberian secara intramuskular.Makin panjang rantai C gugus alkil makin

20
menurun aktivitas androgenik dan makin meningkat toksisitasnya.Contoh :
17αmetiltestosteron lebih aktif dibanding 17α-etiltestosteron
e. Esterifikasi pada gugus 17β-hidroksi dapat memperpanjang masa kerja
obat.Bentuk ester bersifat lebih non polar,lebih mudah larut dalam jaringan lemak
dan bila diberikan secara intramuskular dapat menghasilkan respons sampai ±2-4
minggu.Contoh: Testoteron propionat,testosteron enantat,testosteron
fenilpropionat dan testosteron dekanoat.Testosteron propionat mempunyai awal
kerja cepat dan masa kerja yang lebih pendek dibanding ester-ester lain.
f. Substitusi atom halogen menurunkan aktivitas androgenik senyawa,kecuali
substitusi pada atom C4 dan C9.Contoh : Fluoksimesteron ,mempunyai aktivitas
andronergik 5-10 kali lebih besar dibanding testosteron.Analog testosteron yang
sering digunakan sebagai androgenik antara lain adalah mesterolon dan
metandrostenolon.Metandrostenolon mempunyai aktivitas androgenik ±sama
dengan testosteron.
g. Nandrolon, tidak mempunyai gugus alkil pada otom C17-a, sehingga gugus
17BOH mudah dioksidasi oleh bakteri usus menjadi bentuk ketoyang tidak aktif.
Oleh karena itu nandrolon hanya diberikan secara intramuskular dalam bentuk
ester fenllpropianot .
h. adanya ikatan rangkap pada atom C5-C10 (tibolon), akan memperlemah efek
androgenik, demikian pula terhadap efek estrogenik (Harpolia, 2016).

2. Hormon estrogen
Estrogen adalah hormon kelamin wanita, pada wanita diproduksi oleh
ovarium, plasenta dan korteks adrenalis sedang pada laki-laki diproduksi oleh
testis dan korteks adrenalis. Sebagian besar hormon estogeron alami pada
manusia adalah estradiol, estron, dan estriol. Estradiol dikeluarkan oleh ovarium
dan segara mengalami dehidrogenasi menjadi esteron, kemudian dimetabolisis
menjadi estriol dan dikeluarkan melalui urin. Estron adalah hormon estrogen
alami yang paling yang paling banyak dalam darah.
Di klinik hormon estrogen digunakan untuk pengobatan ketidaknormalan
sistem reproduksi wanita, pengobatan korsinoma tertentu seperti tumor prostat
dan payudara, dan untuk kontrasepsi oral, biasanya dikombinasi dengan hormon
progestin.

21
Estrogen juga sangat berguna untuk pengobatan dismenorhu, amenorhu,
endometriosis, mensrtuasi yang tidak normal, osteoporosis, kegagalan
pengembangan ovarium dan untuk mengontrol sindrom sesudah menopausa. Efek
samping yang ditimbulkan antara lain mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala,
ketegangan payudar, spoting, kegemukan dan tromboemboli.
Berdasarkan sumbernya estrogen dibagi menjadi beberapa kelompok
sebagai berikut:
a. Estrogen Steroid : Estrogen Steroid adalah senyawa yang dapat menimbulkan
efek estrogenik dan mengandung inti steroid. Contoh : estron, estriol,
estradiol, etinilestradiol, mestranol dan kuinestrol.

Hubungan struktur-aktivitas:
1. Allen dan Doissy (1923), telah dapat mengisolasi dari ekstrak ovarium
wanita senyawasenyawa turunan steroid yang mempunyai aktivitas
estrogenik, yaitu estron, estriol dan 17β-estradiol. Penelitian lebih lanjut
membuktikan bahwa 17β-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik tiga
kali lebih besar dibanding estron dan enam kali lebih besar dibanding
estriol. 17β-estradiol mudah dipecah dan menjadi tidak aktif oleh
mikroorganisme dalam saluran cerna. Senyawa cepat diabsorpsi di usus
dan cepat pula dimetabolisis di hati. Oleh karena itu, 17β-estradiol hanya
aktif pada pemberian intramuskular, sedang pemberian secara oral
menurunkan aktivitas secara drastis.
2. Penelitian mengenai hubungan struktur dan aktivitas menunjukkan bahwa
hilangnya atom O yang terikat pada C3 dan C17, epimerisasi gugus 17β-
hidroksi menjadi konfigurasi 17α, dan adanya ikatan rangkap pada cincin
B dapat menurunkan aktivitas estrogenik.
3. Perluasan cincin D akan menurunkan aktivitas estrogenik secara drastis.
DHomoestradiol dan D-homoestron mempunyai aktivitas yang lebih
rendah dibanding estradiol dan estron.

22
4. Modifikasi struktur estron menunjukkan bahwa pemasukan gugus OH
pada posisi C6, C7 dan C11 menurunkan aktivitas estrogenik. Dalam
suasana basa kuat (KOH), cincin D dari estron akan pecah, membentuk
asam doisinolat, yang mempunyai aktivitas estrogenik lebih besar
dibanding estron. Hal ini menunjukkan bahwa cincin D kurang berperan
terhadap aktivitas estrogenik.
5. Esterifikasi gugus 17β-hidroksi atau 3-hidroksiestradiol dapat
memperpanjang masa kerja obat oleh karena pada in vivo bentuk ester
dihidrolisis dengan lambat melepaskan estrogen bebas secara perlahan-
lahan. Bentuk ester ini hanya aktif pada pemberian secara intramuskular.
Contoh bentuk ester dari estradiol antara lain adalah ester 3-benzoat, 3,17-
dipropionat, 17-valerat dan ester 17-siklopentilpropionat (sipionat).
Bentuk ester estradiol mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar,
penembusan membran biologis menjadi lebih baik sehingga dapat
meningkatkan aktivitas estrogenik dan memperpanjang masa kerja obat.
6. Bentuk eter-2-tetrahidropiranil pada posisi 3 dan 17 dari estradiol
mempunyai aktivitas estrogenic yang jauh lebih besar dibanding estradiol.
3,17-Bis (2-tetrahidropiranil)- estradiol, mempunyai aktivitas estrogenic
yang lebih rendah dibanding estradiol karena senyawa mempunyai
kelarutan dalam lemak sangat tinggi dan praktis tidak larut dalam cairan
sel, sehingga tertahan daalam membrane biologis dan tidak dapat dibawa
oleh cairan sel menuju ke reseptor.

23
7. Pemasukan gugus etinil pada posisi 17α dapat memperlambat proses
oksidasi estradiol oleh bakteri usus karena adanya pengaruh halangan
ruang, sehingga pada pemberian secara oral aktivitas estrogenic 17α-
etinilestradiol 15-20 kali lebih besar dibanding aktivitas estradiol, sedang
pada pemberian secara intramuscular aktivitasnya sama.
8. Bentuk eter pada gugus 3-hidroksi dari 17α-etinilestradiol akan
meningkatkan kelarutan dalam lemak dan memperpanjang masa kerja
obat. Contoh : 17αetinilestradiol-3-metileter (mestranol), mempunyai
masa kerja lebih panjang dibanding 17α-etinilestradiol. Etinilestradiol dan
mestranol banyak digunakan sebagai kontrasepsi oral dikombinasi dengan
hormon progestin. 17α-Etinilestradiol-3- siklopentileter (Kuinestrol)
mempunyai kelarutan dalam lemak sangat tinggi, di tubuh membentuk
depo kemudian senyawa induk aktif dilepaskan dengan perlahan-lahan
sehingga kuinestrol mempunyai masa kerja sangat panjang, kurang lebih
satu bulan (Harpolia, 2016)
b. Estrogen non steroid adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek
estrogenic dan strukturnya tidak mengandung inti steroid. Contoh :
dietilstilbestrol, heksestrol, benzestrol, dienestrol dan klorotrianisen..
Hubungan struktur aktivitas :
Menurut hipotesis Schueler (1946), ada persamaan jarak kritik antara
gugus-gugus yang dapat membentuk ikatan hydrogen, seperti gugus
hidroksil, keton dan hidroksil fenol, dari hormon estrogen non steroid dan
estrogen steroid. Jarak antara gugus 3-OH dan 17-OH dari estradiol
mempunyai persamaan dengan jarak antara gugus hidroksil fenol dari
dietilstilbestrol yaitu ± 14,5 Å. Jarak ini sangat penting dalam Hubungannya
dengan pengikatan obat reseptor. Dari studi kristalografi dengan sinar x
didapatkan bahwa sebenarnya jarak antara gugus – gugus hidroksil dari
estrsdiol adalah 10,9 Å sedang jarak antar gugus – gugus hidroksi fenol dari
dietilstilbestrol = 12,1 Å. Dalam plasma, estradiol terdapat dalam bentuk
hidrat, dimana jarak antara gugus 3 – OH dengan air hidrat = 12,1 Å,
sehingga diduga bahwa air juga mempunyai peran penting terhadap efek
estrogenik
Selain jarak kritik, aspek stereokimia juga berpengaruh terhadap
aktivitas biologis hormon estrogen non steroid. Bentuk trans-dietilstilbestrol

24
mempunyai aktivitas estrogenik ± 10 kali lebih besar dibanding dengan
isomer cis. Hal ini disebabkan pada isomer trans letak gugus – gugus fenol
dan gugus –gugus etil saling berjauhan, pengaruh resonansi dan daya tolak –
menolak sterik minimal mempunyai kestabilan yang lebih besar dibanding
isomer cis. Hasil reduksi dietilstilbesrol adalah heksestrol; senyawa ini
mempunyai 2 atom C asimetrik dan dapat membentuk isomer meso dan treo.
Meso-heksesterol mempunyai aktivitas estrigenik jauh lebih besar dibanding
isomer treo karena pengaruh daya tolak – menolak sterik yang lebih kecil.
Meskipun demikian, dibandingkan dengan dietilstibestrol, aktivitas
estrogenik meso – heksestrol lebih rendah.

Semua hormon estrogen non steroid aktif pada pemberian secara oral.
Esterifkasi gugus hidroksil fenol dari dietilstilbestrol dengan 2 molekul asam
propianat atau asam fosfat akan memperpanjang masa kerja obat dan
menurunkan efek samping. Benzestrol dan dienestrol mempunyai aktivitas
estrogenik hampir sama dengan dietilstilbestrol. Klortrianisen merupakan
pra-estrogen, ditubuh dimetabolisme menjadi senyawa estrogen aktif.
Senyawa mempunyai aktifitas estrogenik lebih rendah dibanding dengan
dietilstilbestrol tetapi masa kerjanya lebih panjang (Harpolia, 2016)

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
2. Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika osmotic,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat
karbonik anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika
loop
3. Pada dasarnya semua hormon steroid memiliki struktur yang sama. Struktur
dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren. Molekul ini terdiri dari 3
buah cincin dari 6 atom karbon dan sebuah cincin dari 5 atom karbon.

26
DAFTAR PUSTAKA

Harpolia, 2016. Kimia Farmasi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat


Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan Dan
Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan

Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (Penyunt.). (2015). Basic & Clinical Pharmacology
(13th Edition ed.). San Fransisco, USA: McGraw-Hill.

Rollando, 2017. Pengantar Kimia Medicinal. Cv. Seribu Bintang. Malang : Jawa
Timur

Sujati Woro. 2016. Farmakologi. Buku Ajar Cetak Farmasi, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai