Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KELOMPOK MEJA 2

BLOK 6 “REGULASI”

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM IV FARMAKOLOGI

“CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN COBA”

Disusun Oleh:

Suhaila Ramadhani Br Sirait 220600007


Tamara Doratha 220600008
Izmi Sakinah 220600009
Lylie Aleydha 220600010
Fadira Nur Rahma 220600011
Alda Rizki Amanda 220600012

DOSEN PEMBIMBING:
dr. Tri Widyawati M.Si PhD

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Cara pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mula kerja
obat (oneset of action). Cara pemberian obat melalui berbagai jalur yang berbeda akan
dapat menyebabkan mula kerja yang berbeda pula. Pengetahuan mengenai cara
pemberian obat yang baik dan benar perlu diketahui mahasiswa kedokteran sebagai
bagian pengobatan yang rasional.
Obat dapat diberikan secara oral atau parenteral (yaitu melalui jalur
nongastrointestinal). Sebagian besar obat diabsorbsi melalui jalur oral dan cara ini paling
banyak digunakan karena kenyamanannya. Akan tetapi, beberapa obat (misalnya
benzilpenisilin dan insulin) dirusak oleh asam atau enzim dalam usus dan harus diberikan
secara parenteral. Obat dapat langsung masuk ke dalam sirkulasi dan tidak melewati
sawar absorbsi. Cara ini digunakan saat dibutuhkan efek yang cepat, untuk pemberian
yang kontinu (infus), untuk volume yang besar, dan untuk obat-obat yang menyebabkan
kerusakan jaringan lokal bila diberikan melalui cara lain. Obat pula dapat diberikan
melalui suntikan intramuskular dan subkutan. Selain itu, jalur lain termasuk inhalasi
(misalnya anestetik voliatif, beberapa obat yang digunakan pada asma) dan topikal
(misalnya salep) dapat digunakan sebagai jalur pemberian obat. Pemberian obat secara
sublingual dan rektal digunakan untuk menghindari sirkulasi portal, dan sediaan
sublingual secara khusus sangat penting dalam pemberian obat yang dalam keadaan
metabolism lintas pertama derajat tinggi.1
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Absorbs sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barrier absorbsi adalah
membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel di tubuh kita,
merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut,
molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air).
Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul obat (selain
dengan perbedaan kadar obat lintas membran, yang merupakan driving force proses
difusi, dan dengan luasnya area permukaan membran tempat difusi).2

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM


Tujuan Instruksional
Umum:
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan cara pemberian
obat akan menghasilkan mula kerja obat yang berbeda pula pada model hewan coba.

Tujuan Instruksional Khusus:


1. Mahasiswa dapat menentukan perbedaan frekuensi pernafasan hewan coba pada
pemberian parenteral dan enteral
2. Mahasiswa dapat menentukan denyut jantung hewan coba pada pemberian parenteral
dan enteral
3. Mahasiswa dapat menentukan refleks kornea pada hewan coba pada pemberian
parenteral dan enteral
4. Mahasiswa dapat menentukan perbedaan sensasi nyeri hewan coba pada pemberian
parenetal dan enteral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI

Obat dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai jalan. Rute pemberian obat
sering diklasifikasikan berdasarkan lokasi pemberian obat, seperti oral atau intravena.
Pilihan rute pemberian obat tidak hanya tergantung pada kenyamanan dan kepatuhan
tetapi juga pada profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Oleh karena itu sangat
penting untuk memahami karakteristik dari berbagai rute dan teknik yang terkait. Banyak
anggota tim kesehatan interprofessional terlibat dalam pemberian obat kepada pasien.
Secara umum ada dua jalur pemberian obat, yaitu jalur parenteral dan jalur enteral.
 Jalur enteral
Pemberian obat melalui saluran pencernaan, yaitu per oral,sublingual, bukal, dan
rektal. Pemberian melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak.
Keuntungan cara pemberian murah, mudah, aman dan nyaman bagi pasien. Kerugian
secara enternal diantaranya absorpsi lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang
tidaksadar atau tidak dapat menelan. Jalur ini dibagi atas:
a) Pemberian obat secara oral
Adalah rute pemberian obat yang nyaman, hemat biaya, dan paling umum
digunakan. Tempat utama absorpsi obat biasanya di usus kecil, dan
bioavailabilitas obat dipengaruhi oleh jumlah obat yang diserap di seluruh epitel
usus. Efek lintas pertama merupakan pertimbangan penting untuk obat yang
diberikan secara oral. Ini mengacu pada metabolisme obat dimana konsentrasi
obat berkurang secara signifikan sebelum mencapai sirkulasi sistemik, seringkali
karena metabolisme di hati.

b) Rute sublingual atau bukal


Adalah bentuk lain dari rute pemberian obat enteral yang menawarkan keuntungan
melewati efek first-pass. Dengan mengoleskan obat langsung di bawah lidah
(sublingual) atau di pipi (bukal), obat mengalami difusi pasif melalui darah vena
di rongga mulut, yang melewati vena portal hepatik dan mengalir ke vena kava
superior. Dibandingkan dengan jaringan sublingual, yang memiliki mukosa yang
sangat permeabel dengan akses cepat ke kapiler di bawahnya, jaringan bukal
kurang permeabel dan memiliki penyerapan obat yang lebih lambat.3
c) Rute rektal
Adalah rute enteral lain dari pemberian obat, dan memungkinkan penyerapan
obat yang cepat dan efektif melalui mukosa rektal yang sangat vaskularisasi.
Serupa dengan rute sublingual dan bukal, obat yang diberikan secara rektal
mengalami difusi pasif dan melewati sebagian metabolisme lintas pertama.
Hanya sekitar setengah dari obat yang diserap di rektum langsung masuk ke hati.4

 Jalur parenteral
Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obatyang dilakukan selain
secara enteral atau dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Yang
termasuk rute parenteral diantaranya adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal
(pemberian obat kedalam trakea menggunakan endotrakeal tube), inhalasi dan
intraperitonela. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efeksistemik atau
lokal. Beberapa Karakteristik rute utama yang digunakan untuk efek obat sistemik
adalah:
a) Intravenous
Faktor-faktor yang relevan dengan penyerapan dielakkan oleh injeksi intravena
obat dalam larutan berair karena bioavail kemampuannya lengkap dan cepat. Juga,
pengiriman obat dikendalikan dan dicapai dengan akurasi dan kesegeraan yang
tidak mungkin dilakukan oleh yang lain prosedur. Dalam beberapa kasus, seperti
dalam induksi anestesi bedah, thesia, dosis suatu obat tidak ditentukan
sebelumnya tetapi disesuaikan dengan tanggapan pasien. Juga, solusi
menjengkelkan tertentu dapat diberikan hanya dengan cara ini karena obatnya,
jika disuntikkan perlahan, adalah sangat encer oleh darah. Ada keuntungan dan
kerugian untuk penggunaan ini jalur administrasi. Reaksi yang tidak
menguntungkan dapat terjadi karena konsentrasi obat yang tinggi dapat dicapai
dengan cepat di kedua plasma dan tisu. Ada keadaan terapeutik di mana
disarankan untuk mampu mengelola obat dengan injeksi bolus (volume kecil
diberikan cepat, misalnya aktivator plasminogen jaringan segera setelah infark
miokard akut) dan keadaan lain yang lebih lambat pemberian obat yang
dianjurkan, seperti pemberian obat oleh intravena "piggy- back" (misalnya,
antibiotik). Pemberian intravena pemberian obat memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap respons pasien.

b) Subcutaneous
Injeksi obat ke situs subkutan bisa digunakan hanya untuk obat yang tidak
mengiritasi jaringan; jika tidak, nyeri hebat, nekrosis, dan pengelupasan jaringan
dapat terjadi. Tingkat penyerapan obat setelah injeksi subkutan seringkali cukup
secara konstan konstan dan lambat untuk memberikan efek yang berkelanjutan.
Lebih-lebih lagi, mengubah periode di mana obat diserap dapat bervariasi sengaja,
seperti yang dilakukan dengan insulin untuk penggunaan injeksi ukuran partikel,
kompleksasi protein, dan pH untuk menyediakan short-(3 sampai 6 jam),
menengah- (10 sampai 18 jam), dan long-acting (18 sampai 24 jam) persiapan.
Penggabungan agen vasokonstriktor di larutan obat yang akan disuntikkan secara
subkutan juga menghambat penyerapan. Dengan demikian, lidokain anestesi lokal
yang dapat disuntikkan digabungkan tarif epinefrin ke dalam bentuk sediaan.5

c) Intramuscular
Obat dalam larutan berair diserap cukup cepat diam setelah injeksi intramuskular
tergantung pada laju aliran darah ke tempat suntikan. Ini mungkin dimodulasi
sampai batas tertentu oleh lokal pemanasan, pijat, atau olahraga. Misalnya, saat
penyerapan insulin umumnya lebih cepat dari penyuntikan di lengan dan perut
dinding dari paha, joging dapat menyebabkan penurunan darah yang drastis gula
saat insulin disuntikkan ke paha daripada ke lengan atau dinding perut karena
berlari secara nyata meningkatkan aliran darah ke kaki. Mandi air panas
mempercepat penyerapan dari semua situs ini karena ke vasodilatasi. Umumnya,
tingkat penyerapan setelah injeksi persiapan berair ke deltoid atau vastus lateralis
lebih cepat daripada saat injeksi dilakukan ke gluteus maximus. Tarifnya adalah
terutama lebih lambat untuk wanita setelah injeksi ke gluteus maximus. Hal ini
telah dikaitkan dengan distribusi yang berbeda dari subkutan lemak tidak sehat
pada laki- laki dan perempuan dan karena lemak relatif buruk perfusi. Pasien yang
sangat gemuk atau kurus mungkin menunjukkan pola yang tidak biasa tingkat
penyerapan setelah injeksi intramuskular atau subkutantion. Lambat, penyerapan
konstan dari hasil situs intramuskular jika obat disuntikkan dalam larutan dalam
minyak atau ditangguhkan dalam berbagai lainnya kendaraan penyimpanan
(depot).

d) Oral ingestion
Penyerapan dari saluran GI diatur oleh faktor seperti luas permukaan untuk
penyerapan, aliran darah ke tempat penyerapan, keadaan fisik obat (larutan,
suspensi, atau padat bentuk sediaan), kelarutannya dalam air, dan konsentrasi obat
pada tempat penyerapan. Untuk obat yang diberikan dalam bentuk padat, laju
dissolusi mungkin menjadi faktor pembatas dalam penyerapan mereka, terutama
jika mereka memiliki kelarutan air yang rendah. Karena sebagian besar
penyerapan obat dari Saluran GI terjadi melalui difusi pasif, penyerapan lebih
disukai bila obat ini dalam bentuk tak terionisasi dan lebih lipofilik. Jadi, setiap
faktor yang mempercepat pengosongan lambung akan cenderung meningkatkan
tingkat penyerapan obat, sedangkan faktor apa pun yang menunda pengosongan
lambung diharapkan memiliki efek sebaliknya efek situs, terlepas dari
karakteristik obat. mengikat dipengaruhi pada wanita oleh efek estrogen (yaitu,
lebih lambat daripada pria untuk wanita premenopause dan mereka yang
menggunakan estrogen terapi pengganti).3,5

2.2 OBAT YANG DIGUNAKAN PADA HEWAN


Penggunaan obat anastesi biasanya diberikan dalam praktikum pada hewan. Salah
satunya yang paling umum digunakan adalah jenis anastesi ketamine. Hal ini dikarenakan
ketamine memiliki administrasi yang sederhana. Ketamine dapat diberikan dengan
metode injeksi atau infus lewat intravena. Terkadang, ketamine juga bisa dikonsumsi
dalam bentuk tablet atau kapsul. Selain keperluan medis, ketamin juga bisa dikonsumsi
dalam minuman hingga ditambahkan dalam material yang bisa dihisap. Sejak tahun
1960an, ketamin dikembangkan sebagai obat bius untuk anestesi, baik untuk manusia
maupun binatang. Penggunaan ketamin efektif dan aman digunakan untuk keperluan
medis. Meski demikian, tetap saja ada potensi penyalahgunaan obat hingga ketagihan.
Untuk keperluan medis, ketamin diberikan kepada pasien dengan metode injeksi atau
infus lewat intravena. Terkadang, ketamin juga bisa dikonsumsi dalam bentuk tablet atau
kapsul. Selain keperluan medis, ketamin juga bisa dikonsumsi dalam minuman hingga
ditambahkan dalam material yang bisa dihisap. Efek dari ketamin akan membuat orang
yang menerimanya merasa melayang atau dissociative state seakan terpisah dari
tubuhnya. Sensasinya hampir sama seperti out of body experience. Namun, dampak dari
ketamin hanya berlangsung singkat sekitar 1-2 jam.6

2.2.1 Farmakodinamik Ketamine


Lokasi primer kerja obat ketamine adalah korteks serebri dan sistem limbik. Secara garis
besar, ketamine bekerja dengan cara menghambat reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA). Inhibisi ketamine pada reseptor NMDA akan mengurangi proses mediasi rasa
nyeri sentral, sehingga nyeri akut akan berkurang. Karena reseptor NMDA tersebar ke
seluruh sistem susunan saraf pusat, maka aksi ketamine dalam saraf spinal dapat
memengaruhi proses nyeri.
Ketamine menyebabkan disosiasi elektrofisiologis, antara korteks otak dan sistem limbik.
Pada dosis anestesi ≥1 mg/kgBB, ketamine mempengaruhi beberapa proses di kortikal
dan subkortikal, menginduksi keadaan anestetik disosiatif menyerupai katatonia. Selain
itu ketamine dapat memengaruhi jalur inhibisi descending serotonine menyebabkan efek
antidepresi.
Ketamine juga menginhibisi pengambilan kembali katekolamin, sehingga terjadi
peningkatan aktivitas simpatik, berakibat hipertensi dan takikardia. Demikian pula, aliran
darah serebral, kecepatan metabolik dan tekanan intrakranial meningkat.7

2.2.2 Farmakokinetik Ketamine


Farmakokinetik ketamine (injeksi intravena) mengalami dua fase, yaitu fase alfa dan fase
beta. Fase alfa (slope awal) adalah waktu paruh obat fase awal, yang terjadi sekitar 10‒15
menit dan berakhir dalam 45 menit. Secara klinis, fase ini berkaitan dengan efek anestetik
obat.
Aksi anestetik obat akan diakhiri dengan suatu kombinasi redistribusi dari susunan saraf
pusat ke jaringan perifer, dan dengan biotransformasi hepatik menjadi metabolit
norketamine. Fase beta adalah waktu paruh obat, yaitu berkisar 2,5 jam.
 Absorpsi
Meski ketamine dapat diberikan secara oral, tetapi pemberian secara intravena
merupakan cara umum dan ideal. Bioavailabilitas obat ketamine 100% secara
intravena dan 93% secara intramuskular.

 Distribusi
Pemberian secara parenteral, ketamine didistribusikan sangat cepat ke seluruh
tubuh, termasuk ke otak, melewati sawar plasenta, dan ke air susu ibu (ASI). Waktu
paruh distribusi obat adalah sekitar 7‒11 menit. Sekitar 20‒50% dari dosis ketamine
yang masuk ke dalam tubuh akan terikat dengan protein dalam plasma darah.

 Metabolisme
Metabolisme ketamine secara ekstensif terjadi di hepar, melalui jalur N-
demethylation, dan cincin hidroksilasi. Metabolit utama ketamine adalah
norketamine, yang menurunkan aktivitas susunan saraf pusat.

 Eliminasi
Sekitar 90% obat ketamine yang masuk ke dalam tubuh, dieliminasi terutama ke
ginjal. Sekitar 2‒4%nya dikeluarkan dalam bentuk yang tidak berubah. Sebagian
kecil obat, diekskresikan ke empedu, dan berakhir di feses dengan kadar 5%.
Ekskresi ketamine juga terjadi ke dalam ASI.7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 ALAT DAN
BAHAN Bahan:
1) Hewan coba : Tikus (Rattus novergicus)
2) Obat : Obat Ketamine

Alat:
1) Timbangan
2) Jam
3) Stetoskop
4) Termometer
5) Oral sonde
6) Jepitan (alligator klem)
7) Pinset
8) Spuit 3 ml dan 1 ml
9) Kapas
10) Lampu pemanas
11) Alkohol
12) Parafinum liquidum

3.2 PROSEDUR PRAKTIKUM


1. Pelaksanaan
Pada percobaan ini disediakan 4 ekor marmut untuk setiap group meja praktikum :
- Tikus I : diberikan obat secara per-oral
- Tikus II : diberikan obat secara intraperitoneal
- Tikus III : diberikan obat secara intramuscular
- Tikus IV : diberikan obat secara intrasubkutan
2. Persiapan
a) Praktikum menimbang berat badan hewan coba
b) Dosis obat dihitung
3. Pengamatan
a) Observasi awal (15 menit sebelum pemberian ketamine), terdiri dari:
o Frekuensi pernafasan per menit (melalui cuping hidung ataupun gerakan
abdomen)
o Denyut jantung per menit (menggunakan stetoskop)
o Aktivitas atau gerakan
o Refleks kornea (menggunakan kapas)
o Sensasi terhadap rasa nyeri (menggunakan alligator klem)
o Temperatur rektal (thermometer dibasahi dengan parafinum liquidum atau
gliserin)
b) Beri larutan ketamin (dosis 75 mg/kg BB)
o Tikus I: diberikan secara per oral
o Tikus II: diberikan secara intraperitoneal
c) Lakukanlah observasi 6 kali dengan jarak 15 menit dan dicatat pada lembar
pengamatan

Catatan:
1. Apabila pada percobaan didapati penurunan temperatur rektal melebihi dari 2 (dua)
derajat Celcius, segera lakukan pemanasan dengan menggunakan lampu pemanas.
2. Apabila terjadi depresi pernafasan, segera berikan suntikan larutan Cafein 1 % secara
intraperitoneal (dosis 5 mg/kg BB).
3. Buatlah grafik yang menggambarkan hubungan frekuensi pernafasan per menit, denyut
jantung per menit dengan waktu, akibat pemberian obat Pentotal secara per oral ataupun
intraperitoneal.
Pelaporan:
Laporan Kerja per meja dalam bentuk soft copy. Laporan dikumpul paling lambat 7 hari setelah
praktikum dilaksanakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Tabel Hasil Pengamatan

15 menit sebelum 15 menit 30 menit 45 menit


perlakuan sesudah
Parameter
perlakuan
Oral IP Oral IP Oral IP Oral IP
Frekuensi nafas 249,6 531,7 446,9 544,6 476,3 637,6 429,6 707,3
per menit
Denyut jantung 613,3 889,6 772,9 1.071,6 721,3 1.013 774,3 1.2888
per Menit
Aktivitas* Aktif Aktif Sangat Aktif Sedikit Aktif Kurang Aktif
(2) (2) Aktif (2) Aktif (2) Aktif (2)
(3) (1) (1)
Refleks Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Kornea** (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Sensasi Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada
nyeri*** (+) (+) (+) (+) Ada (+) Ada (+)
(-) (-)
Temperatur 35,9˚C 36,5˚C 35,7˚C 35,5˚C 35,2˚C 36,1˚C 35,8˚C 35,3˚C
Rektal
*Isi dengan -> 3: sangat aktif, 2: aktif, 1: kurang aktif, 0: tidak ada aktivitas
**Isi dengan ->: (+): ada reflex, (-): tidak ada reflex
***Isi dengan ->: (+): ada nyeri, (-): tidak ada sensasi nyeri Caffein diberikan pada
pengamatan ke… (jika ada diisi)

Pembahasan:
Perhitungan Dosis
Diketahui:
Berat marmut meja 2 = 240 gr
Dosis Ketamin = 75 mg/kg BB---- 50 M=mg/ml
Penyelesaian:
240 𝑔𝑟
75 mg x 1000 𝑔𝑟
= 18 mg---- 1 ml = 50 mg
18
Maka :
50 x 1ml = 0,36 ml
Sehingga dosis yang diberikan kepada tikus percobaannya dengan pemberian obat secara
pre-oral sebanyak 0,36 ml.

4.2 GRAFIK HASIL PENGAMATAN

Grafik 1. Efek pentotal secara per oral dan intraperitoneal terhadap frekuensi pernafasan

Frekuensi Pernafasan
800
700
600
500
400
300
200
100
0

15 SP 15 SSP 30 S 45 S

IP ORAL
Grafik 2. Efek pentotal secara per oral dan intraperitoneal terhadap denyut jantung

Denyut Jantung
1400

1200

1000

800

600

400

200
15 SP 15 SSP 30 S 45 S
0
ORAL IP

Grafik 3. Efek pentotal secara per oral dan intraperitoneal terhadap suhu tubuh

Suhu Tubuh
37

36,5

36

35,5

35

34,5
15 SP 15 SSP 30 S 45 S

ORAL IP
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah tikus merupakan
hewan untuk percobaan farmakologi. Dalam pemberian obat terhadap hewan percobaan
dilakukan antara lain dengan cara per-oral, intraperitoneal, intramuscular, dan
intrasubcutan. Pada percobaan kali ini dilakukan secara per-oral yaitu dengan
memasukkan ketamin ke dalam mulut tikus, dan secara per-oral ini reaksi yang diterima
oleh hewan tersebut tidak terlalu cepat bereaksi, tidak seperti pemberian obat secara
intramuscular, karena pada pemberian obat secara intramuscular atau secara injeksi
dimana otot memiliki jaringan pembuluh darah yang lebih banyak daripada kulit atau
jaringan intrasubkutan. Pemberian obat pada hewan percobaan ini akan lebih cepat
bereaksi dengan cara injeksi daripada perberian secara per-oral.

5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat dberikan dari praktikum ini adalah dalam melaksanakan
percobaan sebaiknya praktikan lebih teliti dan berhati-hati pada saat melaksanakan
percobaan., Serta dalam melakukan pengamatan sebaiknya pengamat atau mahasiswa
tidak mengganggu aktivitas hewan percobaannya Ketika dalam masa pengamatan agar
metabolism tubuh hewan yang diamati tidak terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Neal, M.J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi ke 5. Jakarta : Erlangga.
2. Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Leskonfi : Jakarta
3. Mathias NR, Hussain MA. Non-invasive systemic drug delivery: developability
considerations for alternate routes of administration. J Pharm Sci. 2010 Jan;99(1):1-20.
4. van Hoogdalem E, de Boer AG, Breimer DD. Pharmacokinetics of rectal drug
administration, Part I. General considerations and clinical applications of centrally acting
drugs. Clin Pharmacokinet. 1991 Jul;21(1):11-26.
5. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman The Pharmacological Basic of
Therapeutics 70th Edition. New York: McGRAW-HILL. 2006; 4-6.
6. SehatQ. Umum Digunakan Sebagai Obat Bius, Ketamin Juga Rentan Disalahgunakan. 30
Apr 2023. https://www.sehatq.com/artikel/umum-digunakan-sebagai-obat-bius-ketamin-
juga-rentan-disalahgunakan. [Diakses 01 Apr 2023]
7.
8. Riawati. Farmakologi Ketamine. https://www.alomedika.com/obat/anestetik/anestetik-
umum-dan-oksigen/ketamine/farmakologi. [Diakses 01 Apr 2023]

Anda mungkin juga menyukai