Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUPPOSITORIA
a. Menurut FI edisi III hal 32
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada
suhu tubuh.
b. Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh.
c. Menurut R.Voight hal 281
Suppositoria adalah sediaan bentuk silindris atau kerucut berdosis dan
berbentuk mantap yang ditetapkan untuk dimasukan kedalam rektum,
sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair.
d. Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur
berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh.
e. Menurut Ansel hal 576
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya
dengaan cara memasukkan kedalam lubang atau celah dalam tubuh dimana
ia akan melebur, melunak atau larut dan memberikan efek lokal atau
sistemik.
f. Menurut Lachman hal 1147
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang umumnya
dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina, dan jarang
digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan urektal biasanya
menggunakan pembawa yang meleleh, atau melunak pada temperatur
2

tubuh, sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries,


juga dibuat dengan tablet kompressi yang hancur dalam cairan tubuh
Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang
berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga
melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang
mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.

B. BENTUK-BENTUK SUPPOSITORIA DAN UKURANNYA


a. Menurut Ansel hal 576-577
1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo atau
jari-jari kecil. Ukuran panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi). Amerika
menetapkan beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang
digunakan sebagai vasis. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran
dan beratnya ½ dari ukuran dan berat orang dewasa, bentuknya kira-kira
seperti pensil.
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut sesuai dengan
kompendik resmi, beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, sebab
lagi tergantung pada macam basis dan masing-masing pabrik yang
membuatnya.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Bentuk ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukan kedalam
lambung urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah 3-6 mm
dengan panjang ± 140 mm. Walaupun ukuran ini masih bervariasi antar
yang satu dengan yang lain apabila basisnya dari oleum cacao, maka
beratnya ± 4 gram untuk wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran
untuk pria. Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram ini pun
bila oleum cacao sebagai basisnya.
3

b. Menurut FI edisi IV hal 16 – 17


1. Suppositoria rectal
Untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan
biasanya berbobot ± 2 gram.
2. Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot ± 5 gram.

c. Menurut Lachman hal. 564


1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria rektal untuk dewasa berbobot sekitar 2 gram dan
biasanya diruncingkan bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot
sekitar 1 gram dan menyerupai bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak
berbobot sekitar 1 gram dan mempunyai ukuran kecil.
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria vaginal berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya
dicetak globular atau bentuk oval atau dikempa sebagai tablet menjadi
bentuk kerucut atau adifikasi.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria uretra kadang disebut bougies, berbentuk pensil dan
dituliskan untuk maksud tertentu. Suppositoria uretra untuk pria
berbobot sekitar 4 gram tiapnya dan panjangnya 100-150 mm, untuk
wanita 2 gram tiapnya dan biasanya 60-75 mm.

C. PERSYARATAN SUPPOSITORIA
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau
melarut (persyaratan kerja obat).
2. Pembebasan dan responsi obat yang baik.
4

3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat).
4. Tidak toksik, tidak mengiritasi
5. Dapat bercampur dengan obatnya
6. Mudah dicetak dan tidak melekat pada cetakan

D. EFEK TERAPI SUPPOSITORIA


a. Menurut Ansel hal 16-17
1. Efek lokal
Begitu dimasukkan, basis suppositoria meleleh, melunak atau
melarut menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan
didaerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang
tersebut untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar
diabsorbsi untuk mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal
dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakaan untuk
menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal dan radang
sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal lainnya. Suppositoria
vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama sebagai
antiseptik pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi
dan menyerang penyebab penyakit. Dengan demikian efek lokal
suppositoria memudahkan defekasi : Bisakodil Suppositoria dan
Mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid
2. Untuk efek sistemik
Membran mukosa rektum dan vagina memungkinkan absorbsi dan
kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan
sebagai tempat absorbsi secara sistemik, vagina tidak sering digunakan
untuk tujuan ini. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau pemakian
5

melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada pemakian


secara oral, yaitu :
1) Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas
enzim dan lambung.
2) Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa
menimbulkan rangsangan.
3) Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka
muntah, dan lain sebagainya.
Contoh Aminofilin Suppo untuk obat asma, dll
b. Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1. Suppositoria untuk efek sistemik
Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus
dibuat misalnya dengan memilih basis-basis yang disarankan.
Avaibilitas dan harga basis suppositoria harus diperhitungkan sebelum
pengerjaan formulasi digunakan.
2. Suppositoria untuk efek local
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak
diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal, antipiretik,
basis-basis, yang digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi.
Lambat meleleh dan lambat melepaskan obat-obat sistemik. Efek lokal
umumnya terjadi terjadi dalam waktu ½ jam (30 menit) paling sedikit
empat.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Menurut Ansel hal 579
1. Faktor Fisiologi
Rectum manusia panjangnya ± 15 – 30 cm. Pada waktu kosong,
rectum hanya berisi 2 – 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam keaadan
istirahat, rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada mukosa
6

rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan rectum


adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi dan pH serta tidak adanya
kemampuan mendapat cairan rectum.
Kandungan Kolon, apabila diinginkan efek sistemik dari
suppositoria yang mengandung obat absorbsi yang lebih besar, lebih
banyak terjadi pada rectum yang kosong dan rectum yang
dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih mengabsorbsi dimana tidak
ada fases.
Jalur Sirkulasi, obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak seperti
obat yang diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Tidak melalui
sirkulasi porta, sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam
hal ini obat dimungkinkan dihancurkan didalam hati. pH, tidak adanya
kemampuan mendapat dari cairan rektum karena cairan rectum pada
dasarnya pada pH 7 – 8 dan kemampuan mendapat tidak ada, maka
bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah oleh
lingkungan rektum.
2. Faktor Fisika – Kimia
1) Kelarutan lemak – air
Suatu obat lifofil yang terdapat dalam suatu basis. Suppositoria
berlemak dengan konsistensi rendah memiliki kecenderungan yang
kurang untuk melepaskan diri dari kedalam cairan sekelilingnya.
Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada bahan/basis
berlemak dalam batas-batas untuk mendekati jenuhnya.
2) Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih
besar kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi.
3) Sifat basis
Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya
pelepasan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apa bila terjadi
7

interaksiantara basis dengan lelehan lepas, maka adsorbsi akan


terganggu atau malah dicegah.
b. Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1. Faktor fisiologis
Sirkulasi darah, sejumlah obat tidak dapat dibiarkan secara oral oleh
karena obat-obat tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau
aktivitas terapeutiknya diubah oleh hati setelah diabsorbsi. Setelah obat
diabsorbsi dari usus halus akan dibawah oleh vena porta hepatika ke
hati. Hati mengubah sebagian besar obat yang sama dapat diabsorbsi
dalam daerah anarektal dengan nilai terapeutiknya masih dipertahankan.
Vena hemoroid yang lebih atas tidak berhubung dengan porta yang
menuju hati. Dilaporkan bahwa lebih separuh 50-70% obat yang
diberikan secara rektal tarabsorbsi secara langsung ke dalam sirkulasi
umum. pH, mempunyai peranan dalam mengendapkan laju absorbsi
obat yang berarti schaneler melaporkan bahwa kolon tikus mempunyai
pH kira-kira 6,3 suatu pH yang sedikit lebih asam dari semula. Hal ini
mengakibatkan obat-obat yang terlarut menentukan pH di daerah
anorectal. Schaneler mengatakan bahwa asam dan basa yang lebih akan
lebih lemah , akan lebih mudah terionisasi.
Keadaan fisiologi kolon, jumlah dan sifat kimia cairan-cairan dan
padatan-padatan yang ada mempengaruhi absorbsi obat. Jika kandungan
dubur banyak diabsorbsi obat akan lambat.
Keadaan membran mukosa rectal, dinding membran diselubungi
oleh lapisan mukosa yang relatif kontinyu/tebal yang bertindak sebagai
penghalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori dimana
terjadi absorbsi melalui usus kecil dan usus besar hampir tidak berbeda
dengan obat yang diabsorbsi obat melalui usus kecil dan besar , rasanya
tidak memungkinkan suatu obat yang telah melewati usus kecil dan
akan diabsorbsi secara bermakna melalui kolon.
8

2. Faktor fisika-kimia
Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui daerah anorectal
adalah obat dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal
ini cairan kolon kemudian diabsorbsi oleh mukosa rectal. Agar obat
dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari suppositoria dan
didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat absorbsi
dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan
obat dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat
dengan sebagian besar tempat-tempat absorbsi.
a. Sifat basis
suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi obat.
b. Bahan penambahan
Didalam formula suppositoria dapat mempengaruhi adsorbsi
obat melalui perubahan sifat reologi dari basis tersebut pada
temperatur kamar. Atau dengan mempengaruhi disolusi obat dalam
dalam media sedian obat tersebut, dalam basis tipe emulsi, terlihat
bahwa pelepasan sejumlah obat yang larut dalam air meningkat
dengan meningkatnya kandungan air dari basis tersebut. Dan bahwa
laju obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan penambahan
suatu polimer, air, penambahan koloid silikon, oksida yang
hidrofilik pada Suppositoria dengan basis berlemak. Mengubah sifat
reologi massa tersebut. Salisilat ternyata dapat memperbaiki
adsorbsi rectal dari antibiotika yang larut dalam air dalam basis
hidrofilik.

F. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN


1. Menurut Ansel hal 578
Dalam berbagai obat terdapat bahan yang dirusak oleh lambung
sehingga tidak dapat memberi efek.
9

2. Menurut Ansel 579 – 581Bahan obat yang masuk tidak mengalami


metabolisme dihati.
3. Menurut Lachman hal 1148 – 1149
a) Sediaan Suppositoria memberikan lebih cepat.
b) Sejdiaan ini mengiritasi saluran pencernaan.

G. PEMBAGIAN BASIS
a. Menurut Ansel,
1. Basis berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai,
karena pada dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama dan
kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Diantara
bahan berminyak atau berlemak lainya yang biasa digunakan sebagai
basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis dari
minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas, juga
kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan
asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan
asam stearat, mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak.
Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan
contoh dari kelompok ini.
2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
Air merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah
gelatin dan gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin, gliserin
paling sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana
memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus.
Basis yang larut dalam air missal gelatin dangliserin basis
policahenilikol, basis gelatin, gliserin. Stabil dalam penyimpanan, tidak
meleleh karena panas karena melarut dalam cairan tubuh, dapat
10

menimbulkan iritasi. BM antara 300-6000. Kurang dari 1000 berbentuk


cair. Titik lebur37-63 derajat celcius.
3. Basis lainya
Dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan bersifat
seperti lemak yang larut dalam air dan bercampur dengan air, bahan-
bahan ini mungkin memebentuk zat kimia atau campuraan
fisika.beberapa diantaranya berebentuk emulsi, umumnya dan tipe air
dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan besar. Salah
satu dari bahan ini adalah polioksil 40 starat suatu zat aktif pada
permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam
perdaganggan.
b. Menurut Lachman hal 1168 – 1172
1. Minyak coklat
Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak
digunakan, minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep
pencampuran baha-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-apa,
sebagian besar sejak minyak coklat memenuhi persyaratan basis ideal
karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan tidak reaktif, serta
meleleh pada temperatur tubuh. Minyak coklat merupakan trigliserida
dengan rantai-rantai trigliserida utama yaitu oleoval mitosfearin dan
oleo distearin, minyak coklat berwarna putih kekuningan, padat,
merupakan lemak antara 30 ºC dan 35 ºC (85–95ºF). Angka idealnya
antara 34 – 38 ºC harus disimpan ditempat dingin, kering dan terlindung
dan angka asamnya lebih dari 4 karena minyak coklat mudah mencair
dan menjadi tengik maka harus terlindung dari cahaya.
2. Pengganti Minyak Coklat
Mekanisme pembuatan suppositoria seperti kelemahan yang menjadi
sifat coklat, telah merangsang penelitian pengganti minyak coklat yang
11

sesuai memuaskan dapat mempertahankan sifat minyak coklat yang


dikehendaki dan melakukan upaya untuk menghapuskan kelemahannya.
3. Basis Suppositoria Khusus
Karakteristik tertentu yang biasanya dipertimbangkan dalam memilih
suatu basis suppositoria adalah :
b) Interval yang sempit, antara titik leleh dan titk memadat.
c) Kisaran leleh yang tinggi ( 37 ºC – 41 ºC).
d) Kisaran meleleh lebih rendah ( 30 ºC – 34 ºC) bila zat tersebut
ditambahkan dengan basis suppositoria atau sejumlah besar zat
padat lokal yang merupakan karakteristik yang penting bagi
suppositoria dengan shelf-life yang lama.
4. Basis Suppositoria Hidrofilik
a) Suppositoria Gliserin
Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria vaginal.
Yang dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat anti
mikroba suppositoria melarut perlahan untuk memperpanjang
aktifitas obat tersebut karena gliserin bersifat higroskopik, maka
suppositoria dikemas dalam bahan yang dapat melindunginya dari
kelembaban disekelilingnya. Suppositoria gelatin yang mengandung
gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur, karena itu
suppositoria disimpan dalam tempat dinggin dan sering kali
mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroba.
b) Berbagai Polietilenglikol
Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat dengan pencetakan
maupun metode kompressi dengan suatu campuran 6% Heksatiesol
1.2.6 dengan polietilenlikol 1540 dan 12 % polimer. Polietilen
oksida 4000 merupakan basis yang sesuai terutama untuk teknik
kompressi dingin.
12

H. TUJUAN PENGGUNAAN SUPPOSITORIA


1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit
infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik
karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan
terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada
pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat
karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal
dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
I. Keuntungan Supositoria:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan atau PH lambung
3. Langsung dapat masuk saluran darah sehingga memberi efek lebih cepat
daripada penggunaan oral
4. Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
a. Menurut R.Voight hal 282
1) Tidak merusak lambung
2) Tanpa rasa yang tidak enak (kemualan)
3) Mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit
menelan dan sebagainya.
4) Pemakaian suppositoria pada umumnya tidak menimbulkan rasa
sakit.
b. Menurut Ansel hal 579
1) Obat yang masuk dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim
dalam lambung atau perlu dibawa untuk masuk ke dalam lingkungan
merusak ini.
13

2) Obat yang merangsang lambung dapat dibiarkan tanpa menimbulkan


perangsangan.
3) Obat yang dirusak dalam partal dapat melewati hati setelah
diabsorbsi pada rectum.
4) Cara ini lebih sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak
yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat.
c. Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung-pelindung ditempat
sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal dan sistemik.
d. Menurut Lachman hal 1148
Suppositoria rektal juga digunakan untuk efek sistemik dalam kondisi
dimana pemberian obat secara oral tidak akan ditahan atau diabsorbsikan
dengan cepat seperti dalam keadaan mual dan muntah yang hebat.

J. Kerugian Supositoria:
a. Tidak menyenangkan
b. Absorbsi obat seringkali tidak teratur dan sulit diramalkan.
1. Menurut Lachman hal 1151-1153
1) Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan
yang dapat bertanduk sebagai pengahalang mekanik untuk jalannya
obat melalui pori-pori.
2) Suatu obat yang sangat sukar larut larut dalam minyak.
2. Menurut R. Voight
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering , dingin) tidak
dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak
sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
3. Menurut Ansel hal 579
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau
lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor-faktor
14

kedalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat melewati
penghalang fisiologis, untuk diabsorbsi dan sifat basis suppo yang
dimaksudkan untuk obat-obat sistemik efek lokal umumnya terjadi dengan
bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam.

K. SYARAT BASIS YANG IDEAL


1. Dapat meleleh dan larut terdispersi di tubuh
2. Dapat melepaskan obatnya
3. Dapat mempertahankan bentuk
4. Tidak toksik, tidak mengiritasi
5. Stabil dalam penyimpanan
6. Dapat bercampur dengan obatnya

a. Menurut R. Voight hal 283-284


1) Secara fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini
dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan terlalu
besar , tetap juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup terhaluskan.
Secara kimia netral (tanpa tidak tersatunya bahan obat) tanpa alotropisme
(modifikasi yang tidak stabil)
2) Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini
pembentukan yang cepat dan massa dalam pembentukan kontrasibilitas
yang baik , pencegah suatu pendingin es dalam pembentuk.
3) Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih.
4) Viskositas yang memadat (pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi
bahan obat tersuspensi, tinggi ketetapan tekanan)
5) Sebaiknya suppositoria dalam beberapa menit melebur pada suhu tubuh
atau melarut (persyaratan untuk kerja obat)
6) Pembebasan obat yang baik dan reabsorbsinya.
15

7) Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan


pewarnaan, pengerasan, ketetapan bentuk dan daya patah yang baik).
b. Menurut Lachman , hal 1168
1) Telah mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen mencair
dalam temperatur rectum (360C)
2) Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan meradang
3) Dapat bercampur dengan berbagai jenis obat.
4) Basis suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak
berubah bentuk dalam keadaan semula pada saat pelelehan)
5) Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan
6) Basis suppositoria mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi
7) Basis suppositoria tidak merangsang
8) Angka air tinggi maksudnya persentase air yang tinggi dapat
dimaksudkan kedalamnya.
9) Stabil pada penyimpanan maksudnya warna, bau dan pola pelepasan obat
10) Tidak mempunyai efek obat
11) Dapat dibuat suppositoria dengan tangan mesin kompressi atau akstruksi
c. Menurut Ansel , hal 581
Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak , melebur atau
melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat
sepenuhnya didapat setelah dimaksukkan.
d. Menurut FI edisi III 32
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
Macam – macam basis suppositoria
1. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.
2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin
laurat.
3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG
(polietien glikol).
16

L. BAHAN DASAR SUPPOSITORIA


a. Bahan dasar berlemak: oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki
bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika
dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh
sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika
suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti
minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
Keuntungan oleum cacao: dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat memadat
pada suhu kamar.
Kerugian oleum cacao: tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan
pengeluaran), titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun
apabila ditambahkan dengan bahan tertentu dan meleleh pada udara yang
panas.
b. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul
antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000
(carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000),
dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair,
sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG
yang dipakai sebagai berikut:
1. Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96%
(75%).
2. Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%.
Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi
larut dalam cairan sekresi tubuh.
Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
a) Tidak mengiritasi atau merangsang.
17

b) Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan


oleum cacao.
c) Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu
tubuh.
Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:
a) Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul
rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan
supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan.
b) Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan
obat.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan
bahan dasar,lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria
dengan bahan dasar lemak coklat.

M. METODE PEMBUATAN SUPPOSITORIA


Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang
digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan
dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus
dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau
mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Tujuan
dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam
lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka
secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa
yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih
(±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan
parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap Liniment)
agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh
digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan
18

bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam
etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin
cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga
mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
a. Menurut Lachman hal 1179
1. Metode dengan Tangan
Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling
tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria
yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk
yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan
aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau kadang-kadang
dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah
penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu
barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau
menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang
silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya
diruncingkan.
2. Mencetak kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat
dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang
dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada massa
suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa terdorong masuk
ke dalam cetakan.
3. Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan
skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan
sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari
pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif
diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
19

4. Metode Pencetak Otomatis


Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan pemindahan
dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan
pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama massa
yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu corong pengisi dimana massa
tersebut secara kontinyu dicampur dan dijaga pada temperatur konstan.
b. Menurut Ansel hal 585
1. Pembuatan dengan cara cetak
Langkah-langkah dengan cara percetakan termasuk :
1) Melebur basis
2) Mencampur bahan obat yang diinginkan
3) Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
4) Membiarkan leburan menjadi dingin dan membuat menjadi suppositoria
5) Melepaskan suppositoria
2. Pembuatan dengan Cara Kompressi
1) Suppositoria dapat dibuat juga dengan massa yang terdiri dari campuran
basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khususnya memakai alat mesin
pembuat suppositoria dan bahan lainnya. Dalam formula dicampur/diaduk
dengan baik. Pergeseran pada proses menjadikan suppositoria lembek
seperti kental pasta. Proses kompressi khususnya cocok untuk pembuatan
suppositoria yang mengandung bahan obat yang mengandung sebagian
besar bahan yang tidak larut dalam basis.
2) Dalam pembuatan suppo dengan media kompressi adonan suppositoria
dimasukkan ke dalam sebuah selinder yang kemudian ditutup dengan cara
menekan salah satu ujung secara mekanis atau dengan memutarkan
rodanya maka adonan tadi terdorong keluar pada ujung lainnya dan masuk
ke dalam celah-celah cetakan ketika cetakan terisi penuh. Sebuah lempeng
20

yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan dan pada saat
tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder.
Suppositoria yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan.
3) Pembuatan secara menggulung dan membentuk tangan. Dengan tangan
terdapat cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk.
Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya
hampir tidak perlu dilakukan lagi. Namun demikian melihat dan
membentuk suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejumlah
seni para ahli farmasi.
c. Menurut R. Voight hal 291-293
Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan antara cara tuang dan cara cetak.
1. Cara Tuang
Terjadi paling sering untuk penggunaan setelah massa dilebur dan
disatukan dengan bahan obat maka, mereka dituang dalam pembentuk untuk
menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk mengurang satu
sedimentasi dan bahan obat lebih lanjut. Mak pada peleburan massa
diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik terlalu tinggi dan yidak dijumpai
leburan jernih, seharusnya banyak dari massa pada penuangan sedapat
mungkin menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki suatu suhu, yang
terletak hanya sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai melalui pemanasan
yang sangat berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra merah) penting
atau bahwa dengan ini massa diaduk intensif secara tetap. Pada penuangan
sebaliknya terdapat satu campuran sejenis krim artinya didalam massa
sebaliknya terdapat bahan yang melebur pendampingan. Metode ini
dinyatakan sebagai cara dileburkan dan lebur jernih, yang hanya dapat
diperlukan pada penggabungan besar-besaran adalah lebih disuka,
penanganan dari penggabungan suppositoria kecil-kecilan diambil tuang
tunggal artinya setiap lubang pembentuk suppositoria diisikan berturut-turut.
Pada pembuatan semi industri berlangsung suatu pengisian serempak seluruh
21

lubang dari pembentuk dengan menggunakan perlengkapan berbentuk


corong uang cocok sehingga dikatakan suatu ruang massa.
2. Cara Cetak
Pada cara cetak dikerjakan dengan dasar suppositoria terparut, dengan
dicampurkan bahan obat yang diserbuk halus, materi awal yang disiapkan
sedemikian diisikan dalam sebuah pencetak suppositori (misalnya pencetak
suppositoria universal) dengan menggunakan sebuah torak, yang digunakan
melalui sebuah pembuka kecil menjadi bentuknya. Diindustri, peralatan
cetak yang digunakan bekerja dengan 10 Mpa (100 cc). Massa suppositoria
yang telah dikenal yang umum diperdagangkan semuanya lebih atau kurang
cocok untuk pembuatan dari pembuatan suppositoria cetak. Jika dijumpai
kesulitan, maka untuk pengurangan kerapatan dimasukkan pembuat lunak
(parafin cair, lemak bulu domba).
Metode pembuatan supositoria secara umum dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur
homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-
mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan
menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen
dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder
dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat
mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu
ujungnya diruncingkan.
b. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada
massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong
kedalam cetakan.
22

c. Dengan mencetak tuang


Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau
penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan,
kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya.
Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang
umumnya dilapisi krom atau nikel.

N. PENGEMASAN SUPPOSITORIA
a. Suppositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam
wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi
suppositoria.
b. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus
terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak
untuk mencegah perekatan.
c. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya
dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran
metal (alumunium foil).
O. PENYIMPANAN SUPPOSITORIA
Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka perlu di simpan
dalam tempat dingin.
1. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-
1,1°C) dan akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
2. Suppositoria yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di
bawah 35 0F (1,6°C).
3. Suppositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada
suhu ruang biasa tanpa pendinginan.

P. EVALUASI SUPPOSITORIA
a. Menurut Lachman hal 1191-1194
23

1. Uji Kisaran Leleh


Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh makro dan uji merupakan salah
satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna
bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C).
Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam
pipa kapiler hanya untuk basis lemak.
2. Uji Pencahar atau uji waktu melunak
Dari suppositoria rektal suatu modifikasi yang dikembangkan oleh
Krowezyasku adalah uji suppositoria akhir lain yang berguna. Uji tersebut
terdiri dari pipa U yang sebagian dicelupkan kedalam penangas air yang
bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu menahan suppositoria
tersebut pada tempatnya dalam pipa.
3. Uji Kehancuran
Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah
kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk
mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan
untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berbanding rangkap dimana
suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu 370C dipompa melalui
dinding rangkap ruang tersebut. Dan suppositoria diisikan ke dalam
dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang
diletakkan.
4. Uji Disolusi
Pengujian laju pelepasan zat obat dari suppositoria secara invitro
selalu mengalami kesulitan karena adanya pelelehan. Perubahan bentuk
dan depresi dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan
penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh.
24

Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian


dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk
basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan
untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras
yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan
uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua
titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang
dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N
(lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang
dimasukkan ke dalam tabung.
7. Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk
menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma
atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara
yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh. Tubuh
dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdur dari plasma atau serum, dan
Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma
atau serum. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,
kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan
derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan.
Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam plasma yang
rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat
yang terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma
yang cukup tinggi dan mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin,
tolbutamid dan salisilat).
25

Q. SPESIFIKASI UNTUK BASIS SUPPOSITORIA


a. Menurut Lachman hal 1156-1167
1. Asal dan Kompressi Kimia
Uraian singkat dari konversi mengungkapkan sumber asal (yakni
apakah benar-benar alami atau sintetis, atau produk yang dimodifikasi).
Dan susunan kimia ketidak tercampuran basis dengan konstituen-
konstituen lain secara fisika atau kimia dapat diramalkan jika komposisi
formula yang tepat diketahui, termasuk pengawet, antioksidant dan
pengemulsi.
2. Kisaran Titik Leleh
Karena basis suppositoria merupakan campuran kompleks trigliserida,
maka basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik leleh tajam.
Karakteristik titik leleh dinyatakan sebagai suatu kisaran yang
menunjukkan temperatur dimana lemak mulai meleleh dan temperatur
dimana lemak meleleh seluruhnya.
3. Solid-Fat Index (SFI)
Dari grafik persentase zat padat terhadap temperatur, seseorang
dapat menentukan kisaran pemadatan dan kisaran leleh basah, basah
lemak juga bersifat leleh, rasa pada permukaan dan kekerasan basis.
Basis dengan suhu tetes yang jelas dalam zat padat dan rentang
temperatur pendek terbukti rapuh jika meleleh terlalu cepat.
4. Angka Hidroksil
Angka hidroksil merupakan suatu ukuran posisi yang tidak
diesterifikasi pada molekul-molekul gliserida dan mencerminkan
kandungan monogliserida dan diglerisida suatu basis lemak, angka ini
menunjukkan miligram KOH yang akan menetraksir asam asetat yang
digunakan untuk mengesetilasi 1 gram lemak.
5. Titik Memadat
26

Harga ini meramalkan waktu yang dibutuhkan oleh basis untuk


menjadi padat dan besar adalah cetakan. Pertama-tama sebaiknya diatas
penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat
yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau
disuspensikan ke dalamnya.
6. Mesin Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penuangan, pendinginan dan pemindahan)
dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan
pembersihan cetakan, semua dijalankan secara otomatis produksi suatu
mesin putar khusus berkisar antara 3500 sampai 6000 suppositoria per jam.
b. Menurut Ansel hal 585
Dengan cara mencetak, pada dasarnya langkah-langkah dalam metode
percetakan termasuk :
1. Melebur basis
2. Mencampurkan bahan obat yang digunakan
3. Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
4. Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria
5. Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin, gliserin, polieleglikol
dan basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak.
Dengan Cara Kompressi
Suppossitoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari,
campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memahami
obat/mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompressi
dalam cetakan. Basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula
dicampurkan atau diaduk dengan baik, penggeseran pada proses tersebut
menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta.
1. Secara Menggulung dan Membentuk dengan Tangan
Dengan terdapatnya cetakan suppositoria dalam macam-macam
ukuran bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasis,
27

sekarang rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian


melintang dan memuat suppositoria dengan tangan merupakan bagian
dari rendah sejarah seni ahli farmasi.
c. Menurut R. Voight hal 289-291
1. Cara Penuangan
Cara ini paling sering digunakan setelah massa melebur dan disatukan dengan
bahan obat dituang ke dalam cetakannya. Untuk menjamin perlakuan yang cepat
sehingga lebih mengurangi proses sedimentasi bahan obat. Pada saat peleburan
massa harus diperlihatkan bahwa suhu tidak naik terlalu tinggi dan tidak
membentuk leburan yang jernih bila basis tersebut didinginkan dalam cetakan.
Jika interval antara kisaran leleh dan titik memadainya adalah 100C atau lebih.
Maka waktu yang dibutuhkan untuk memadatkan dapat diperpendek dengan
menambahkan pendingin sehingga prosedur pembuatan lebih efisien.
2. Angka Penyabunan
Jumlah miligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam-
asam bebas dan saponifikasi ester-ester yang dikandung dalam 1 gram lemak
adalah suatu indikasi dari tipe (Mono, di dan tri) gliserida dan juga jumlah
gliserida yang ada.
3. Angka Iod
Angka ini mengatakan banyaknya garam iod bereaksi dengan 100 gram lemak
atau bahan lain yang tidak jenuh. Peruraian mungkin disebabkan oleh lembab.
Asam-asam dan disigen meningkat dengan harga iod yang tinggi.
4. Angka Alir
Jumlah garam yang dapat dimasukkan dalam 100 gram lemak dinyatakan
dengan harga ini. “Angka air” meningkat dengan adanya penambahan zat aktif.
Permukaan monogliseridsa dan pengemulsi-pengemulsi lain.
5. Angka Asam
28

Banyaknya miligram kalium hidroksida yang diperlukan utnuk menetralkan


asam bebas dalam 1 gram zat dinyatakan dengan harga ini. Angka asam yang
rendah atau tidak adanya asam. Penting untuk basis suppositoria yang baik.

R. CARA PEMBERIAN SUPPOSITORIA


Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat
melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria
Petunjuk pemakaian: cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria,
kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara
bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari, kira-kira ½-1 inci pada bayi
dan 1 inci pada dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah
penggunaan. Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 4–6 jam jika
diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan
pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria.
Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika
sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan atau
terjadi over dosis segera hubungi dokter (Monson, 200).
29

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suppositoria merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra dan umumnya meleleh ,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Untuk vagina disebut pessarium, untuk
disaluran urine disebut bougie. Bahan dasar yang digunakan untuk sediaan
suppositoria harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan
dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum Cacao), Polietlenglikol,
atau gelatin. Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu dengan tangan, dengan mencetak kompresi, dan dengan mencetak
tuang. Evaluasi pada sediaan suppositoria meliputi uji kisaran leleh, uji
kehancuran, uji pencahar, uji titik lebur, uji disolusi, kerapuhan, dan volume
distribusi. Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka suppositoria
perlu di simpan dalam tempat dingin.

B. Saran
Untuk para pembaca khususnya mahasiswa Institut Sains Dan Teknologi
Nasional, alangkah lebih baik jika dalam pemberian obat kepada pasien itu sesuai
dengan prosedur dan tata cara yang benar.
30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Ansel, H.C. Popovich, N.G and Allen., L.. Jr., 1995, Pharmaceutical Dosage Form
and Drug Delivery System, Lea and Febriger.

Voight, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandi,
N. S., Mathilda, B. W. M., dan Samhuldi, Edisi V, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anief M., 1997, Ilmu Meracik Obat,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Syamsuni, 2006, Farmasetika dasar dan hitungan farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.
31

LAMPIRAN 1. GAMBAR SUPPOSITORIA

Anda mungkin juga menyukai