BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SUPPOSITORIA
a. Menurut FI edisi III hal 32
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada
suhu tubuh.
b. Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh.
c. Menurut R.Voight hal 281
Suppositoria adalah sediaan bentuk silindris atau kerucut berdosis dan
berbentuk mantap yang ditetapkan untuk dimasukan kedalam rektum,
sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair.
d. Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur
berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh.
e. Menurut Ansel hal 576
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya
dengaan cara memasukkan kedalam lubang atau celah dalam tubuh dimana
ia akan melebur, melunak atau larut dan memberikan efek lokal atau
sistemik.
f. Menurut Lachman hal 1147
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang umumnya
dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina, dan jarang
digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan urektal biasanya
menggunakan pembawa yang meleleh, atau melunak pada temperatur
2
C. PERSYARATAN SUPPOSITORIA
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau
melarut (persyaratan kerja obat).
2. Pembebasan dan responsi obat yang baik.
4
3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat).
4. Tidak toksik, tidak mengiritasi
5. Dapat bercampur dengan obatnya
6. Mudah dicetak dan tidak melekat pada cetakan
2. Faktor fisika-kimia
Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui daerah anorectal
adalah obat dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal
ini cairan kolon kemudian diabsorbsi oleh mukosa rectal. Agar obat
dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari suppositoria dan
didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat absorbsi
dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan
obat dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat
dengan sebagian besar tempat-tempat absorbsi.
a. Sifat basis
suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi obat.
b. Bahan penambahan
Didalam formula suppositoria dapat mempengaruhi adsorbsi
obat melalui perubahan sifat reologi dari basis tersebut pada
temperatur kamar. Atau dengan mempengaruhi disolusi obat dalam
dalam media sedian obat tersebut, dalam basis tipe emulsi, terlihat
bahwa pelepasan sejumlah obat yang larut dalam air meningkat
dengan meningkatnya kandungan air dari basis tersebut. Dan bahwa
laju obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan penambahan
suatu polimer, air, penambahan koloid silikon, oksida yang
hidrofilik pada Suppositoria dengan basis berlemak. Mengubah sifat
reologi massa tersebut. Salisilat ternyata dapat memperbaiki
adsorbsi rectal dari antibiotika yang larut dalam air dalam basis
hidrofilik.
G. PEMBAGIAN BASIS
a. Menurut Ansel,
1. Basis berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai,
karena pada dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama dan
kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Diantara
bahan berminyak atau berlemak lainya yang biasa digunakan sebagai
basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis dari
minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas, juga
kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan
asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan
asam stearat, mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak.
Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan
contoh dari kelompok ini.
2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
Air merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah
gelatin dan gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin, gliserin
paling sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana
memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus.
Basis yang larut dalam air missal gelatin dangliserin basis
policahenilikol, basis gelatin, gliserin. Stabil dalam penyimpanan, tidak
meleleh karena panas karena melarut dalam cairan tubuh, dapat
10
J. Kerugian Supositoria:
a. Tidak menyenangkan
b. Absorbsi obat seringkali tidak teratur dan sulit diramalkan.
1. Menurut Lachman hal 1151-1153
1) Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan
yang dapat bertanduk sebagai pengahalang mekanik untuk jalannya
obat melalui pori-pori.
2) Suatu obat yang sangat sukar larut larut dalam minyak.
2. Menurut R. Voight
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering , dingin) tidak
dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak
sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
3. Menurut Ansel hal 579
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau
lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor-faktor
14
kedalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat melewati
penghalang fisiologis, untuk diabsorbsi dan sifat basis suppo yang
dimaksudkan untuk obat-obat sistemik efek lokal umumnya terjadi dengan
bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam.
bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam
etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin
cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga
mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
a. Menurut Lachman hal 1179
1. Metode dengan Tangan
Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling
tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria
yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk
yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan
aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau kadang-kadang
dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah
penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu
barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau
menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang
silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya
diruncingkan.
2. Mencetak kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat
dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang
dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada massa
suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa terdorong masuk
ke dalam cetakan.
3. Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan
skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan
sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari
pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif
diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
19
yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan dan pada saat
tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder.
Suppositoria yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan.
3) Pembuatan secara menggulung dan membentuk tangan. Dengan tangan
terdapat cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk.
Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya
hampir tidak perlu dilakukan lagi. Namun demikian melihat dan
membentuk suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejumlah
seni para ahli farmasi.
c. Menurut R. Voight hal 291-293
Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan antara cara tuang dan cara cetak.
1. Cara Tuang
Terjadi paling sering untuk penggunaan setelah massa dilebur dan
disatukan dengan bahan obat maka, mereka dituang dalam pembentuk untuk
menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk mengurang satu
sedimentasi dan bahan obat lebih lanjut. Mak pada peleburan massa
diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik terlalu tinggi dan yidak dijumpai
leburan jernih, seharusnya banyak dari massa pada penuangan sedapat
mungkin menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki suatu suhu, yang
terletak hanya sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai melalui pemanasan
yang sangat berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra merah) penting
atau bahwa dengan ini massa diaduk intensif secara tetap. Pada penuangan
sebaliknya terdapat satu campuran sejenis krim artinya didalam massa
sebaliknya terdapat bahan yang melebur pendampingan. Metode ini
dinyatakan sebagai cara dileburkan dan lebur jernih, yang hanya dapat
diperlukan pada penggabungan besar-besaran adalah lebih disuka,
penanganan dari penggabungan suppositoria kecil-kecilan diambil tuang
tunggal artinya setiap lubang pembentuk suppositoria diisikan berturut-turut.
Pada pembuatan semi industri berlangsung suatu pengisian serempak seluruh
21
N. PENGEMASAN SUPPOSITORIA
a. Suppositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam
wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi
suppositoria.
b. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus
terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak
untuk mencegah perekatan.
c. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya
dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran
metal (alumunium foil).
O. PENYIMPANAN SUPPOSITORIA
Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka perlu di simpan
dalam tempat dingin.
1. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-
1,1°C) dan akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
2. Suppositoria yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di
bawah 35 0F (1,6°C).
3. Suppositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada
suhu ruang biasa tanpa pendinginan.
P. EVALUASI SUPPOSITORIA
a. Menurut Lachman hal 1191-1194
23
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suppositoria merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra dan umumnya meleleh ,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Untuk vagina disebut pessarium, untuk
disaluran urine disebut bougie. Bahan dasar yang digunakan untuk sediaan
suppositoria harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan
dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum Cacao), Polietlenglikol,
atau gelatin. Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu dengan tangan, dengan mencetak kompresi, dan dengan mencetak
tuang. Evaluasi pada sediaan suppositoria meliputi uji kisaran leleh, uji
kehancuran, uji pencahar, uji titik lebur, uji disolusi, kerapuhan, dan volume
distribusi. Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka suppositoria
perlu di simpan dalam tempat dingin.
B. Saran
Untuk para pembaca khususnya mahasiswa Institut Sains Dan Teknologi
Nasional, alangkah lebih baik jika dalam pemberian obat kepada pasien itu sesuai
dengan prosedur dan tata cara yang benar.
30
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. Popovich, N.G and Allen., L.. Jr., 1995, Pharmaceutical Dosage Form
and Drug Delivery System, Lea and Febriger.
Voight, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandi,
N. S., Mathilda, B. W. M., dan Samhuldi, Edisi V, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Anief M., 1997, Ilmu Meracik Obat,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta