Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CML (CHRONIC


MYELOID LEUKIMIA) DIRUANG ASTER RSD dr. SOEBANDI
JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)


Stase Keperawatan Maternitas dan Anak

oleh
Ratna Lauranita Anggraeni, S.Kep
NIM 11231110129

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

PERSETUJUAN
Asuhan keperawatan pasien dengan Chronic Myeloid Leukimia (CML). Telah
dilaksanakan pada tanggal juni 2016, di ruang rawat inap Aster, RSD.
dr. Soebandi Jember.

Jember, ..2016
Pembimbing Ruangan

Pembimbing Akademik

(Ns. Tinuk Tri Lestari, S.Kep)

(.)

NIP 19760529 2002 12 2 003

Mengetahui
Kepala Ruangan,

(..)

LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperwatan Pada Pasien Dengan Chronic Myeloid Leukimia (CML)
Oleh: Ratna Lauranita Anggraeni
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
Darah merupakan suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit.darah berperan sebagaii medium pertukaran antara sel
yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif
terhadap organism dan khususnya terhadap darah sendiri (Price & Wilson, 2006).
Komponen darah terdiri dari:
1. Plasma darah
Merupakan cairan bening kekuningan yang unsure pokoknya sama dengan
sitoplasma.
2. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang
berbentuk bikonkaf. Sel darah merah berfungsi mentransfer oksigen ke
seluruh tubuh melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
3. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu sel darah yang
berfungsi melindungi tubuh dari invasi benda asing termasuk bakteri dan
virus. Jumlah nilai normal dalam tubuh yaitu 7000 9000 /mm3.
4. Trombosit
Trombosit atau keeping darah merupakan salah satu sel darah yang
berfungsi dalam proses penghentian perdarahan dan perbaikan pembuluh
darah yang robek (Sloane, 2004).

Berikut diagram perkembangan sel darah

Gambar 1. Perkembangan sel darah

B. Konsep Dasar Chronic Myeloid Leukimia (CML)


1. Definisi
Leukemia diartikan sebagai kelainan neoplastik sistem hematopoietic yang
ditandai dengan proliferasi sel daraf putih yang immature (Brooker, 2001).
Leukemia menurut Price & Wilson dibagi menjadi dua yaitu:
a. Leukimia akut
1) Leukimia limfositik akut
2) Leukimia mieloblastik akut
b. Leukemia Kronis
1) Leukimia limfositik kronis
2) Leukimia mieloblastik kronik /leukemia granulositik kronik.
Leukemia mieloblastik kronik, atau Chronic Myeloid Leukimia (CML)
diartikan sebagai bentuk kronik leukemia dengan sel sel seri myeloid yang
dominan ().Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah salah satu bentuk dari

leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak


teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di
dalam darah. pada leukemia myeloid kronis ini dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase kronik yang berlangsung selama 3 5 tahun, diikuti oleh fase
transformasi akut yang dapat terjadi secara perlahan dalam waktu 6 bulan.
Terakhir yaitu fase Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai
lebih dari 30% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah
menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini
penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia
Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.
2. Etiologi
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010)
Beberapa asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor
lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di
identifikasikan. Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang
menyebabkan CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik
(lingkungan).
a. Faktor Instrinsik
1) Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor
predisposisi untuk mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat
pada saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada
suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price atau Wilson
(2006) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi
insidensi leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak
yang terserang dengan insiden yang meningkat sampai 30 % pada kembar
identik (monozigot), (Agung ,2010).
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas
kromosom (anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom

yang abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan


sindrom turner.
2) Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
sel yang berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat
menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi
hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang mungkin
sebagai penyebab leukemia (Agung ,2010).
b. Faktor Ekstrinsik
1) Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan
tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan
alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar tymus,
Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi
radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang
radiasi Sebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk
Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun
1945 mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak.
Demikian pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati
dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA
14 kali lebih banyak (Agung ,2010).
2) Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan
dengan leukemia akut pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen
dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia.
Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa pekerja pabrik
sepatu di Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak
yang menderita LMA . Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui
menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri

dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat


imunosupresif (Agung ,2010).
3) Infeksi Virus
Virus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating percobaan di
laboratorium. Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia
masih dipertanyakan. Diduga yang ada hubungannya dengan leukemia
adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus RNA
yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik
(Agung ,2010).
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia
pada binatang. Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur,
jenis kelamin, strain virus, faktor imunologik serta ada tidaknya zat
kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau belum dapat
dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus.
Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori
virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti
diketahui enzim ini ditemukan di dalan virus onkogenik seperti
retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia
pada binatang (Agung ,2010).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2006) dan Victor et al., (2005)
tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :
a. Fase kronik terdiri atas :
1)

Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada


malam hari.

2)

Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.

3)

Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.

4)

Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat
pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.

5)

Gangguan penglihatan dan priapismus.

6)

Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat,
dispneu dan takikardi.

7)

Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau


pemeriksaan untuk penyakit lain.
b. Fase transformasi akut terdiri atas :
Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di
sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam,
lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap
kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit menurun
(trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai
tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).
c. Fase Blast (Krisis Blast) :
Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa
didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis).
Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.
4. Pemeriksaan Penunjang
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML,
yaitu :
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut
(fase transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.

b. Gambaran darah tepi :


1) Leukositosis

berat

20.000-50.000/mm3

pada

permulaan

kemudian biasanya lebih dari 100.000/mm3.


2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah
segmen netrofil (hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit,
promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel
darah merah bernukleus.
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu
rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya
mirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap
seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan
mielosit. Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase
kronik normal atau meningkat.
2) Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada
95 % kasus.
3) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
4) Kadar asam urat serum meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi
adanya chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus (I Made, 2006).

Gambar 2.1
Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran
400x menunjukkan hyperlekositosis.
Terdapat
juga
eosinophilia,
basofilia,
thrombocytosis.

Gambar 2.2
Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran
1000x menunjukkan promielosit, eosinofil,3
basofil, netrofil batang dan segmen.

Gambar 2.3

Gambar 2.4
Gambaran apusan darah tepi, dengan perbesaran
1000x menunjukkan tahapan granulocytic
termasuk eosinofil dan basofil.

Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran


400x menunjukkan berbagai tahap granulopoiesis
termasuk promielosit, mielosit, metamielosit, dan
netrofil batang serta segmen.

Gambar 2.5
Gambaran Sumsum tulang yang hiperseluler.
Dengan perbesaran 400x menunjukkan
bahwa adanya peningkatan eosinofil dan
megakariosit.

2. Pemeriksaan Penunjang Lain


Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk
penyakit CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast,
dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan.
5. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit
diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit
turun setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3.
Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm 3. Efek
smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik,
tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Victor et al., 2005).
Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian
diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.00015.000/mm3. Efek samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat
menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup
menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor, 2005).

IFN- biasanya

digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea.

IFN- merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita


leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi
sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang
donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta
IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l).
Hampir semua pasien menderita gejala penyakit mirip flu pada
beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius
berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien
(sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan
hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi
BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang
sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan
hasil yang menjanjikan. Zat STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik
terhadap protein ABL yaitu tiroksin kinase sehingga dapat menekan
proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah darah dan
menyebabkan sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian
besar kasus. Obat ini mungkin menjadi lini pertama pada CML,
baik digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat
lain (Atul & Victor, 2005; Emmanuel, 2010; Victor et al., 2005; I
Made, 2006)
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation,
SCT) sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok
memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau
kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor, 2005).
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I
(Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini,

sebagian

besar

menyembuhkan

pengobatan
hanya

dapat

yang

dilakukan

memperlambat

tidak

dapat

perkembangan

penyakit. (Atul & Victor, 2005; I Made, 2006).


2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar
tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk menghilangkan
gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum
transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor, 2005).
6. Prognosis
Pada kebanyakan pasien tidak akan mengalami leukemia mielogenus akut
dan biasanya resisten terhadap terapi apapun. Secara keseluruhan pasien dapat
bertahan selama 3 sampai 4 tahun. Sebagian besar pasien dengan CML akan
meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut krisis blastik (Handayani
& Haribowo, 2008).

C. Pathway

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya :
1)

Hematuria

2)

Hipertensi

3)

Gagal ginjal

4)

Inflamasi disekitar rectal

5)

Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Infeksi berhubungan gangguan kematangan sel darah putih
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen fiscal

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebihan
d. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan depresi
sumsum tulang
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikis dan fisik yang mengurangi nafsu makan
f. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kekuatan tulang

3. Intervensi Keperawatan
No.

Diagnosa keperawatan

1.
Resiko infeksi

berhubungan
gangguan
kematangan sel
darah putih

Tujuan dan kriteria hasil


NOC

NIC

Self management chronic disease

Fluid / Electrolyte Management

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam,
pasien mampu dengan kriteria hasil
:

1. Monitor elektrolit level yang


tersedia
2. Monitor hasil laboratorium pasien
3. Monitor tanda tanda vitasl
pasien
4. Ajarkan pasien dan keluaraga
untuk mengenal tamda tanda
terjadinya infeksi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik

1. Menggunakan strategi untuk


meningkatkan kenyamanan
2. Menggunakan strategi untuk
mengontrol nyeri
3. Monitor perubahan penyakit
2.

Nyeri akut
berhubungan dengan
agen fiscal

Intervensi

Tujuan:
NOC:
Pain control
Prain level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama....x....jam
nyeri pasien dapat teratasi

NIC: Pain Management


1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik
nyeri,
durasi,
frekuensi, kualitas dan fraktor
presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal atas

Rasional

1. Untuk mengetahui nilai dan


kondisi elektrolit pasien. Masih di
rentang normal atau memerlukan
perbaikan elektrolit
2. Untuk mengetahui kondisi sel
dalam darah maupun faal lainnya
yang ada di dalam tubuh
3. Mengetahui adanya perubahan
gejala yang dialami pasien.
4. Supaya segera membawa ke
pelayanan kesehatan dan segera
melaporkan jika terjadi tanda
infeksi
5. Membantu mengurangi resiko
infeksi
1. Memberikan
dasar
untuk
mendeteksi
lebih
lanjut
kemunduran keadaan pasien dan
untuk mengevaluasi intervensi.
2. Mengalihkan fokus rangsang nyeri
pada hal lain, sehingga rasa nyeri
yang timbul tidak dirasakan
berlebihannjl,,

Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, cara
mengontrol nyeri dnegan
teknik non farmakologis)
2. Melaporkan nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3.

Kekurangan
cairan

volume

NOC

3.
4.

5.
6.
7.

ketidaknyamanan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
(Nonfarmakologis
atau
farmakologis)
Ajarkan teknik non farmakologik
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

NIC

kehilangan

cairan berlebihan

1.
Awasi masukan dan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pengeluaran. Hitung pengeluaran tak
volume cairan tubuh adekuat,
kasat mata dan keseimbangan cairan.
ditandai dengan :
1. Tanda tanda vital dalam
Perhatikan penurunan urine pada
rentang normal
pemasukan adekuat. Ukur berat jenis
2. Nadi teraba
urine dan pH Urine.
3. Input output stabil
2.

Timbang BB tiap hari.

3.

Awasi TD dan frekuensi


jantung

3. Mengurang hal yang menambah


nyeri pasien
4. Menentukan intervensi yang tepat
untuk membantu pasien
5. Membantu
pasien
tanpa
memberikan efek pengobatan pada
pasien
6. Mempercepat mengatasi nyeri
yang dirasakan pasien
7. Mengetahui keberhasilan intervensi
1. Untuk mengetahui kondisi balance
cairan pasien
2. Untuk melihat adanya kenaikan
atau penumpukan serta kekurangan
cairan dari tubuh
3. Untuk memantau perubahan tanda
vital pasien
4. Mengetahui kondisi kebutuhan
cairan terpenuhi atau tidak
5. Mengurangi resiko kehilangan
airan tubuh
6. Mempertahankan cairan tubuh
pasien
7. Menjaga volume cairan tubuh

4.

Evaluasi

turgor

kulit,

pengiisian kapiler dan kondisi umum


membran mukosa.
5.

Implementasikan
tindakan

untuk

mencegah

cedera

jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi


atau gusi dengan sikat yang halus.
6.

Berikan cairan IV sesuai


indikasi

7.

Berikan sel darah Merah,


trombosit atau factor pembekuan

4.

NOC:
ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer berhubungan
dengan depresi
sumsum tulang

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam,
pasien mampu dengan kriteria
hasil:

1.

Status sirkulasi; aliran


darah yang tidak obstruksi
dan satu arah, pada tekanan
yang sesuai melalui
pembuluh darah besar
sirkulasi pulmonal dan
sistemik

NIC
1. Lakukan pengkajian
komprehensif terhadap
sirkulasi perifer
2. Pantau tingkat
ketidaknyamanan atau nyeri
saat melakukan latihan fisik
3. Pantau status cairan termasuk
asupan dan haluaran

1.

Untuk
mengetahui keadaan umum
jaringan perifer
2.
Untuk
memberikan latihan yang sesuai
dan tidak mencederai pasien
3.
Untuk
mengukur balance juga
keefektifan perfusi jaringan
4.
Mengeta
hui status lokalis perifer

5.

Mengeta

2.

3.

4.

5.

5.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Keparahan kelebihan
beban cairan; keparahan
kelebihan cairan didalam
kompartemen intrasel dan
ekstrasel tubuh
Fungsi sensori kutaneus;
tingkat stimulasi kulit
dirasakan denga tepat
Integritas jaringan: kulit
dan membrane mukosa;
keutuhan structural dan
fungsi fisiologis normal kulit
dan membrane mukosa

4. pantau perbedaan ketajaman


atau ketumpulan, panas atau
dingin
5. Pantau parestesia, kebas,
kesemutan, hiperestesia dan
hipoestesia

hui adanya masalah perfusi perifer


6.
Untuk
memberikan penangan segera
7.
Untuk
mengurangi masalah gangguan
perfusi jaringan perifer

6. Pantau tromboflebitis dan


thrombosis vena profunda
7. Pantau kesesuaian alat
penyangga, prosthesis, sepatu
dan pakaian

Perfusi jaringan: perifer;


keadekuatan aliran darah
melalui pembuluh darah kecil
ekstremitas untuk
mempertahankan fungsi
jaringan

NOC :

NIC :

Nutritional Status : food and Fluid


Intake

Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan

1.
2.
3.
4.

Mengurangi komplikasi
Memaksimalkan kebutuhan nutrisi
Meningkatkan nutrisi dan stamina
Meningkatkan nafsu makan

Nutritional Status : nutrient Intake

berhubungan dengan
faktor psikologis dan
biologis yang
mengurangi
pemasukan makanan.

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan
meningkatkan protein dan vitamin
keperawatan selama 3 x 24 jam,
C
pasien mampu dengan kriteria
4. Yakinkan diet yang dimakan
hasil:
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
1.Adanya peningkatan berat
5. Berikan makanan yang terpilih
badan sesuai dengan tujuan
( sudah dikonsultasikan dengan
2.Berat badan ideal sesuai dengan
ahli gizi)
tinggi badan
6. Berikan informasi tentang
3.Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi
7. Kaji kemampuan pasien untuk
4.Tidak ada tanda tanda malnutrisi
mendapatkan nutrisi yang
5.Menunjukkan peningkatan
dibutuhkan.
fungsi pengecapan dari
menelan
6.Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

5. Intake adekuat
6. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga tentang nutrisi
7. Memaksimalkan nutrisi yang
sesuai dengan klien

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made., & Suastika I Ketut. 1999. Gawat Darurat dalam Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Bulechek, et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). USA : Mosby
Handayani, Wiwik., & Haribowo Andi S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Moorhead, et all. Nursing Outcame Classification (NOC). USA : Mosby
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis proses
proses penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi & Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai