Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

FISTULA RECTOVAGINA

Di Susun Oleh :
Binsar Edison H.S
20170305001
Universitas Esa Unggul
A. Pengertian

Fistel atau fistula merupakan saluran yang berasal dari rongga atau tabung normal
kepermukaan tubuh atau ke rongga lain, fistula ini diberi nama sesuai dengan
hubunganya (misalnya : rekto-vaginal, kolokutaneus) (Sylvia A. Price, 2005).
Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga internal
atau antara organ berongga internal dan dengan tubuh bagian luar. Nama fistula
menandakan kedua area yang berhubungan secara abnormal (Suzanne C. Smeltzer. 2001).
Fistula adalah sambungan abnormal diantara dua permukaan epitel (Chris Brooker.
2008).

Dari ketiga definisi diatas, penulis menyimpulkan fistula adalah saluran abnormal
yang menghubungkan dua organ tubuh atau rongga tubuh pada kulit.

B. Penyebab dan Faktor Predisposisi


Penyebab tersering fistula rektovagina adalah trauma obstetri. Persalinan tahap
kedua yang lama dengan nekrosis iskemia pada septal rektovagina berkontribusi
terbentuknya fistula. Risiko lainnya termasuk persalinan letak tinggi dengan forsep, distosia
bahu, episiotomi midlinea, laserasi perineum derajat 3 atau 4. Dari 100% kejadian fistula
pada obstetri, 74% vesikovagina, 21% vesikovagina dan rektovagina, 5% hanya rektovagina
saja. Fistula rektovagina juga dihubungkan dengan keganasan serviks, rektum, uterus dan
vagina terutama pada keadaan sedang terapi radiasi.

C. Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)


Gejala-gejala tergantung pada kekhususan defek.
1) Urin dapat terus merembas kedalam vagina atau terdapat inkontinens fekal dan
flatus dikeluarkan, melalui vagina (terjadi pada fistula rektovaginal).
2) Keluarnya isi perut/feces dan flatus melalui kulit yang terbuka (terjadi pada
fistula enterocutaneous)
3) Nyeri
4) Gatal
5) Demam
D. Patofisiologi

Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari pembedahan. Biasanya
karena terjadi kurangnya ke sterilan alat atau kerusakan intervensi bedah yang
merusak abdomen. Maka kuman akan masuk kedalam peritoneum hingga terjadinya
peradangan pada peritoneum sehingga keluarnya eksudat fibrinosa (abses),
terbentuknya abses biasanya disertai dengan demam dan rasa nyeri pada lokasi abses.
Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan/adesi), karena adanya perlengketan maka akan terjadinya kebocoran
pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan sehingga akan menjadi
sambungan abnormal diantara 2 permukaan tubuh. Maka dari dalam fistel akan
meneluarkan drain atau feses.
Karena terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami
perlengketan maka akan menyumbat usus dan gerakan peristaltik usus akan
berkurang sehingga cairan akan tertahan didalam usus halus dan usus besar (yang
bisa menyebabkan edema), jika tidak di tangani secara cepat maka cairan akan
merembes kedalam rongga peritoneum sehingga terjadinya dehidrasi.
E. Pathway Keperawatan (jalan munculnya semua masalah keperawatan sesuai teori)

F. Penataklaksanaan
Pengobatan untuk fistula bervariasi tergantung pada lokasi dan beratnya
gejala. Penatalaksanaan disini tujuannya adalah menghilangkan fistula, infeksi dan
ekskoriasi dengan cara :
a. Pembedahan pada fistula vesikovaginal dan fistula uretrovaginal atau pada
abdomen untuk fistula yang lebih tinggi dalam abdomen.
b. Non-bedah jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberkolosis, penyakit
crohn atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat agar lesi ini
sembuh. Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi anorektum pada pasien
dengan penyakit peradangan usus, karena kekambuhan local dan kegagalan
penyembuhan luka.
c. Diet enteral
Yaitu suatu nutrisi cair yang diambil melalui mulut atau diberikan melalui tabung
pengisi. Dimana formula ini menggantikan makanan padat cair dan mengandung
nutrisi penting. (biasanya diet ini diresepkan untuk, fistula enterocutaneous,
enterovesicular dan enterovaginal).
d. Pemberian obat-obatan
Biasanya obat flagly (antibiotik) dan immunosuppressant.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel untuk mengetahui
keadaan luka.
 Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya
penyakit di rektum seperti karsinoma atau proktitis tbc, amuba, atau morbus Crohn.
 Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
 Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke
dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari
lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal
dari beberapa ekstensi suprasfingter.
 MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
 CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn
atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi.
Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal.
 Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi
usus.
 Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada
pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada
fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.
H. Pengkajian Focus (pengkajian riwayat kesehatan, perubahan pola fungsi,pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang terfokus pada kasus)
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan,
Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung
jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab
dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat
sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas
kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol,
minum kopi atau minum obat-obatan.
3. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat.
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya bisul pada daerah anus.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping
hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen.
Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi
ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi,
ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen
atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani yang baru
di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi
nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku
kuduk.
i. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan
kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase
atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan pre operasi :


a. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Interpretasi informasi.
b. Ketakutan/ansieatas berhubungan dengan krisis situasional, ketidak akraban dengan
lingkungan. Ancaman kematian; perubahan pada status kesehatan, berpisah dengan
sistem pendukung yang biasa.
c. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kondisi interaktif diantara
individu dan lingkungan, lingkungan eksternal, misalnya : struktur fisik.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi kulit yang rusak, trauma jaringan, statis jaringan
tubuh.

2. Diagnosa keperawatan post operasi :


a. Diare berhubungan inflamasi, iritasi atau mal absorbsi usus, adanya toksin,
penyempitan segmental lumen.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak
melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik, pemasukan terbatas
(mual).
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguanpenyerapan nutrisi, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi :
takut makanan yang dapat menyebabkan diare.
d. Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis/rangsang simpatis (proses inflamasi),
ancaman konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, status
sosioekonomis, fungsi peran, pola interaksi.
e. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan,
ekskoriasi fisura perirektal, fistula.
f. Koping individu tak efektif berhubungan dengan stressor besar, pengulangan periode
waktu, proses penyakit yang tak diduga, kerentanan pribadi, nyeri hebat, kurang
tidur, istirahat, krisis situasi, tidak adekuat metode koping; kurang sistem pendukung.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber.

J. Perencanaan keperawatan (prioritas diagnosa keperawatan, tujuan dan kriteria hasil


dan rencana tindakan disertai rasional sesuai teori)
a. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi atau mal absorbsi usus,adanya toksin,
penyempitan segmental lumen.
Tujuan :
Diare dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Melaporkan penurunan frekuensi defekasi
2) konsistensi kembali normal
intervensi :
1) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
Rasional : membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2) Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
Rasional : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila
infeksi atau pendarahan sebagai kompikasi. Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda
dan dapat tak terkontrol, penigkatan risiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam
jangkauan tangan.
3) Buang feses dengan cepat. Berikan pengharum ruangan.
Rasional : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu pasien.
4) Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare, misalnya : sayuran segar
dan buah, sereal, bumbu, minuman karbonat dan produk susu.
Rasional : Menghindarkan iritan meningkatkan istirahat usus.
5) Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap. Tawarkan minuman jernih tiap
jam; hindari minuman dingin.
Rasional : Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang
makanan/cairan. Makan kembali secara bertahan cairan mecegah kram dan diare
berulang.; namun cairan dingin dapat meningkatkan motilitas usus.
6) Berikan kesempatan untuk menyatakan frustasi sehubungan dengan proses penyakit.
Rasional :. Adanya penyakit dengan penyebab tak terkethui sulit untuk sembuh dan yang
memerlukan intervensi bedah dapat menimbulkan reaksi stress yang dapat memperburuk
situasi.
7) Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas,
dan kelesuan.
Rasional : Tanda bahwa toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah
terjadi memerlukan intervensi medik segera
Kolaborasi
8) Berikan obat sesuai indikasi : Antikolinergik contoh belladonna tinkur, atropin,
difenoksilat (Lemotil); anodin supositoria.
Rasional : Menurunkan motilitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk
menghilngkan kram dan diare. Catatan: Penggunaan dengan hati-hati pada KPU kaena
dapat mencetuskan toksik megakolon.
9) Antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif lokal.
10) Bantu/siapkan intervensi bedah.
Rasional : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak
berespon terhadap pengobatan medik.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak


melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik, pemasukan terbatas
(mual).
Tujuan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tidak terjadi
kriteria hasil :
1) Mempertahankan volume cairan adekuat (membrane mulosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler baik)
2) Tanda-tanda vital stabil
3) Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam konsentrasi/jumlah.
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah faces; perkirakan kehilangan
yang tak terlihat, mis., berkeringat. Ukur berat jenis urine; observasi oliguria.
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol
penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
2) Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu)
Rasional : hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam, dapat menunjukan respon
terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
3) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor kulit,
pengisian kapiler lambat
Rasional : menunjukan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
4) Ukur berat badan tiap hari.
Rasional : indikasi cairan dan status nutrisi.
5) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring; hindari kerja
Rasional : kolon di istirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan
cairan usus.
6) Observasi pendarahan dan tes feses tiap hari unuk adanya darah samar.
Rasional : diet tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin
K dan merusak koagulasi , potensial resiko pendarahan.
7) Catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung.
Rasional : kehilangan usus berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit
misalnya : kalium, yang perlu untuk fungsi tulang dan jantung. Gangguan minor pada
kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan gejala ancaman hidup.

kolaborasi
8) Berikan cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk
memperbaiki kehilangan/anemia. Catatan : cairan mengandung natrium dapat dibatasi
pada adnya enteritis regional.
9) Awasi hasil laboraturium, contih elektrolit (khususnya kalium, magnesium) dan GDA
(keseimbanga asam-basa).
Rasional : menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
10) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : mengoptimalkan evaluasi.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan


absorpsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi : takut makanan
yang dapat menyebabkan diare.
Tujuan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran.
2) Hasil nilai laboratorium normal.
3) Tak ada tanda malnutrisi.
Intervensi :
1) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan diit/keefektifan terapi.
2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.
Rasional : menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi.
3) Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : menenangkan peeristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
4) Berikan kebersihan oral.
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
5) Sediakan makanan dalam variasi yang baik, lingkungan yang menyenangkan.
Rasional : lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan.
6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (susu).
Rasional : mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala
7) Catat masukan dan perubahan simtamologi
Rasional : memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan
yang diingikan/dinikmati, dapat meningkatkan masukan kolaborasi
8) Pertahankan puasa sesuai indikasi.
Rasional : istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan
malabsorpsi/kehilangan nutrisi.
9) Mulai/tambahkan diit sesuai indikasi , misalnya : cairan jernih, makanan yang
dihancurkan, rendah sisa : tinggi, tinggi kalori dan rendah serat sesuai indikasi.
Rasional : memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan,
protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah bulk menurunkan respon
peristaltik terhadap makanan.
10) Berikan obat sesuai indikasi (misalnya : vitamin B12)
Rasional : malabsorpsi B12 akibat kehilangan nyata fungsi ileum. Penggantian mengatasi
depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, meningkatkan produksi
SDM/memperbaiki anemia.

11) Berikan nutrisi parenteral total. Terapi IV sesuai indikasi.


Rasional : program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi
penting.

d. Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis/ rangsang simpatis (proses inflamasi),


ancaman konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, status
sosioekonomis, fungsi peran, pola interaksi.
Tujuan :
Ansietas dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan rileks.
2) Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi :
1) Catat petunjuk prilaku misalnya gelisah, peka rangsang, menolak, kurang.
Rasional : indikator derajat ansietas/stress misalnya : pasien dapat merasa tidak terkontrol
dirumah, kerja/masalah pribadi. Stress dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi,
juga reaksi lain.
2) Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik.
Rasional : membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien/orang terdekat dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Pasien dengan diare berat dapat
ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf.
3) Tingkatkan perhatian mendengar pasien.
Rasional : validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stress/isolasi
dan meyakini bahwa “saya satu-satunya’’.
4) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan, misalkan, tirah
baring, pembatasan masukan per oral, dan prosedur.
Rasional : keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan
membantu menurunkan ansietas.
5) Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
Rasional : memindahkan pasien dari stress luar meningkatkan relaksasi; membantu
menurunkan ansietas.
6) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
Rasional : tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang,
memungkinkan energy untuk ditunjukan pada penyembuhan atau perbaikan.
7) Bantu pasien untuk mengidentifikasi/memerlukan prilaku koping yang digunakan
pada masa lalu.
Rasional : perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat
ini, meningkatkan rasa kontrol diri pasien.
8) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, misalnya, teknik mengatasi stress,
keterampilan organisasi.
Rasional : belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam
menurunkan stress dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit.
Kolaborasi
9) Beri obat sesuai indikasi : sedatif, misalnya, barbiurat (Luminal): agen antiansietas,
misalnya diazepam (Valium).
Rasional : dapat di gunakan untuk menurunkan memudahkan istirahat.
10) Rujuk pada perawat spesialis psikiatrik, pelayanan sosial, penasehat agama.
Rasional : dibutuhkan bantuan tambahan untuk meningkatkan control dan mengatasi
episode akut/eksaserbasi dengan belajar untuk menerima penyakit kronis dan
konsekuensinya serta program terapi.

e. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan,


ekskoriasi fisura perirektal, fistula.
Tujuan :
gangguan rasa nyaman nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
2) Tampak rileks.
3) Mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.
Rasional : mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta analgesik.
2) Kaji laporan/kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
Selidiki dan laporkan perubahan karakteritas nyeri.
Rasional : nyeri kolik hilang timbul pada penyakit chron. Nyeri sebelum defekasi sering
terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada
karakteristik nyeri dapat menyebabkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi,
misalnya fistula kandung kemih, perforasi, toksik megakolon.
3) Catat petunjuk non verbal, misalnya : gelisah menolak untuk bergerak. Berhati-hati
dengan abdomen, menarik diri dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk verbal dan non
verbal.
Rasional : bahasa tubuh/petujuk non verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dan
dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya
masalah.
4) Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
Rasional : dapat menunjukan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat ( seperti
kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
5) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, misalnya : lutut fleksi.
Rasional : menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
6) Beri tindakan yang nyaman (misalnya : pijatan punggung, ubah posisi) dan aktifitas
senggang.
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan meningkatkan
kemampuan koping.
7) Berikan perawatan kulit, misalnya : salep sween, jel karaya, desitin.
Rasional : Melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskoriasi.
8) Observasi adanya fistula perianal.
Rasional : fistula dapat terjadi dari erosi dan kelemahan dinding usus
9) Observasi/catat distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan tekanan darah.
Rasional : dapat menunjukan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan
jaringan parut.
Kolaborasi
10) Lakukan modifikasi diit sesuai resep, misalnya : memberikan cairan dan
meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
Rasional : istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri, kram.
11) Berikan obat sesuai indikasi; misalnya : analgesik.
Rasional : nyeri dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk
memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan.

f. Koping individu tak efektif berhubungan dengan stressor besar, pengulangan periode
waktu, proses penyakit yang tak diduga, kerentanan pribadi, nyeri hebat, kurang tidur,
istirahat, krisis situasi, tidak adekuat metode koping; kurang sistem pendukung.
Tujuan :
koping individu kembali efektif.
Kriteria hasil :
1) Mengkaji situasi saat ini dengan tepat.
2) Mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif dan konsekuensinya.
3) Mengakui kemampuan koping sendiri.
4) Menunjukan perubahan pola hidup yang perlu untuk membatasi/mencegah kejadian
berulang.
Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien/orang terdekat dan metode sebelumnya dalam menerima
proses penyakit.
Rasional : tentang masalah saat ini. Ansietas dan masalah lain dapat mempengaruhi
penyuluhan/belajar pasien sebelumnya.
2) Tentukan stress luar, misalnya : keluarga, teman, lingkungan kerja atau sosial.
Rasional : stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung eksaserbasi
penyakit. Meskipun tujuan kemandirianpada pasien tergantung menjadi penambah
stressor.
3) Berikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan bagaimanan penyakit telah
mempengaruhi hubungan, termasuk masalah seksual.
Rasional : stressor penyakit mempengaruhi semua area hidup dan pasien mengalami
kesulitan mengatasi perasaan lemah/nyeri sehubungan dengan kebutuhan
hubungan/seksual.
4) Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping efektif secara individu.
Rasional : penggunaan perilaku yang berhasil sebelumnya dapat membantu pasien
menerima situasi/rencana saat ini untuk masa datang.
5) Berikan dukungan emosi : pertahankan bahasa tubuh yang tidak menghakimi bila
merawat pasien.
Rasional : mencegah penguatan perasaan pasien tentang menjadi beban.
6) Berikan periode tidur/istirahat tanpa gangguan.
Rasional : kelelahan karena penyakit cenderung merupakan masalah berarti,
mempengaruhi kemampuan mengatasinya.
7) Dorong penggunaan keterampilan menangani stress, misalnya teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan nafas dalam.
Rasional : memusatkan kembali perhatian, meningkatkan reaksasi dan meningkatkan
kemampuan koping.

Kolaborasi
8) Masukan pasien/orang terdekat dalam tim pertemuan untuk mengembangkan
program individual.
Rasional : meningkatkan kontinnuitas perawatan dan memampukan pasien/orang terdekat
untuk merasakan sebagai bagian perencanaan,memberikan mereka perasaan kontrol dan
meningkatkan kerja sama dalam program terapi.
9) Berikan obat sesuai indikasi : antipsikosis, agen antiansietas
Rasional : bantuan dalam istirahat psikologik/fisik. Menghemat energi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
10) Rujuk ke sumber sesuai indikasi, misalnya : pekerja sosial, perawat psikiatrik,
penasehat agama.
Rasional : dukungan tambahan dan konseling dapat membantu pasien/ orang terdekat
menerima stress khusus/area masalah.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber.
Tujuan :
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan.
2) Mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk menerimanya.
3) Berpartisipasi dalam program pengobatan.
4) Melakukan perubahan pola hidup tertentu.
Intervensi :
1) Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
Rasional : membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar
individu.
2) Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan
gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung, dorong pertanyaan.
Rasional : faktor pencetus/pemberat individu; sehingga kebutuhan pasien untuk waspada
terhadap makanan, cairan dan factor pola hidup yang dapat mencetuskan gejala.
Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pada pasien untuk mengontrol
penyakit kronis. Meskipun kebanyakan pasien tau tentang proses penyakitnya sendiri,
mereka dapat mengalami informasi yang telah tertinggal atau salah konsep
3) Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis dan kemungkinan efek samping.
Rasional : meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
4) Ingatkan pasien untuk mengobservasi efek samping bila steroid diberikan dalam
jangka panjang, misalnya : ulkus, edema muka, kelemahan otot.
Rasional ; steroid dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi dan mempengaruhi remisi
penyakit namun obat dapat menurunkan ketahanan terhadap infeksi dan dapat
menyebabkan retensi cairan.
5) Tekankan pentingnya perawatan kulit, misalnya teknik cuci tangan, dengan baik
Rasional : menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
6) Anjurkan menghentikan merokok
Rasional : dapat meningkatkan motilitas usus, meningkatkan gejala.
7) Penuhi kebutuhan evaluasi jangka panjang dan evaluasi ulang periodik.
Rasional : pasien dengan inflamasi penyakit usus beresiko untuk kanker kolon/rektal dan
evaluasi diagnostik teratur dapat diperlukan.
8) Rujuk ke sumber komunitas yang tepat, misalnya : perawat kesehatan masyarakat,
ahli diet, kelompok pendukung dan pelayanan sosial.
Rasional : pasien mendapat keuntungan dari pelayanan agen ini dalam koping dengan
penyakit kronis dan evaluasi pengobatan.
Daftar Pustaka

Marilyan, Doenges E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatyan px) Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Carpenito Lynda Juall.2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. jakarta : EGC

Price, S.A dan Wilson, LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, vol 2.
Jakarta: EGC.

Semiardji, Gatut. 2003. Penyakit Kelenjar Tiroid. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai