Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN CHRONIC MYELOID LEUKIMIA (CML)

DI RUANG LONTARA I BAWAH BELAKANG RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH :
NOVALIN MAAKEWE, S.Kep

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

(……………………….) (……………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MALUKU HUSADA
MAKASSAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN
CHRONIC MYELOID LEUKIMIA (CML)

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi


Darah merupakan suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit.darah berperan sebagaii medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan
lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organism dan khususnya terhadap darah sendiri
(Price & Wilson, 2006). Komponen darah terdiri dari:
1. Plasma darah
Merupakan cairan bening kekuningan yang unsure pokoknya sama dengan sitoplasma.
2. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk bikonkaf.
Sel darah merah berfungsi mentransfer oksigen ke seluruh tubuh melalui pengikatan
hemoglobin terhadap oksigen.
3. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu sel darah yang berfungsi melindungi tubuh
dari invasi benda asing termasuk bakteri dan virus. Jumlah nilai normal dalam tubuh yaitu 7000
– 9000 /mm3.
4. Trombosit
Trombosit atau keeping darah merupakan salah satu sel darah yang berfungsi dalam proses
penghentian perdarahan dan perbaikan pembuluh darah yang robek (Sloane, 2004).
Berikut diagram perkembangan sel darah

Gambar 1. Perkembangan sel darah


B. Konsep Dasar Chronic Myeloid Leukimia (CML)
1. Definisi
Leukemia diartikan sebagai kelainan neoplastik sistem hematopoietic yang ditandai dengan
proliferasi sel daraf putih yang immature (Brooker, 2001). Leukemia menurut Price & Wilson
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Leukimia akut
1) Leukimia limfositik akut
2) Leukimia mieloblastik akut
b. Leukemia Kronis
1) Leukimia limfositik kronis
2) Leukimia mieloblastik kronik /leukemia granulositik kronik.
Leukemia mieloblastik kronik, atau Chronic Myeloid Leukimia (CML) diartikan sebagai bentuk
kronik leukemia dengan sel – sel seri myeloid yang dominan ().Chronic Myeloid Leukemia (CML)
adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang
tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. pada
leukemia myeloid kronis ini dibagi menjadi 2 fase yaitu fase kronik yang berlangsung selama 3 – 5
tahun, diikuti oleh fase transformasi akut yang dapat terjadi secara perlahan dalam waktu 6 bulan.
Terakhir yaitu fase Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel
blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ
diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut
atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.
2. Etiologi
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa asosiasi
menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus,
tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan. Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua
faktor yang menyebabkan CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
a. Faktor Instrinsik
1) Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk
mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita
leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price
atau Wilson (2006) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi
leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden
yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot), (Agung ,2010).
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia
fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom
Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner.
2) Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah
menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos
dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang
mungkin sebagai penyebab leukemia (Agung ,2010).
b. Faktor Ekstrinsik
1) Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi
leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan
pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat
terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang
radiasi Sebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko
menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang hidup
sesudah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali
lebih banyak. Demikian pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan
sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA 14 kali lebih banyak
(Agung ,2010).
2) Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut
pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama
dapat menimbulkan leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa
pekerja pabrik sepatu di Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang
menderita LMA . Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik
berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan
obat-obat imunosupresif (Agung, 2010).
3) Infeksi Virus
Virus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating percobaan di laboratorium. Peranan
virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. Diduga yang ada
hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu
virus RNA yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik
(Agung, 2010).
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang.
Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor
imunologik serta ada tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau
belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun
demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab
leukemia, antara lain enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalan virus onkogenik seperti retrovirus
tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang (Agung ,2010).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2006) dan Victor et al., (2005) tergantung pada fase
yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :
a. Fase kronik terdiri atas :
1) Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada malam
hari.
2) Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.
3) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
4) Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan
purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
5) Gangguan penglihatan dan priapismus.
6) Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu dan
takikardi.
7) Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau
pemeriksaan untuk penyakit lain.
b. Fase transformasi akut terdiri atas :
Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di sebut sebagai fase
akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang
semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit
menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai tempat, antara
lain epistaksis, menorhagia).
c. Fase Blast (Krisis Blast) :
Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului masa prodormal
keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita sering
meninggal dalam 1-2 bulan.
4. Pemeriksaan Penunjang
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu :
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase transformasi akut),
bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya lebih dari
100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil,
komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan mielosit.
Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel darah
merah bernukleus.
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan apusan
darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling
banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase
kronik normal atau meningkat.
2) Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95 % kasus.
3) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
4) Kadar asam urat serum meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr-abl pada 99% kasus (I Made, 2006).
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran
400x menunjukkan hyperlekositosis. 1000x menunjukkan promielosit, eosinofil,3
Terdapat juga eosinophilia, basofilia, basofil, netrofil batang dan segmen.
thrombocytosis.

Gambar 2.3 Gambar 2.4


Gambaran apusan darah tepi, dengan perbesaran
Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran 1000x menunjukkan tahapan granulocytic
400x menunjukkan berbagai tahap granulopoiesis termasuk eosinofil dan basofil.
termasuk promielosit, mielosit, metamielosit, dan
netrofil batang serta segmen.
2. Pemeriksaan Penunjang Lain
Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk penyakit CML,
antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada
sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan
megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

5. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu.
Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat di hentikan jika
leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek
smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya
timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna mempertahankan
hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur
hidup (Victor et al., 2005). Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian
diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek
samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda onset
transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor,
2005). IFN-α biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh
hidroksiurea. IFN-α merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia
Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau yang
tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-rata
3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk mempertahankan
jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua pasien menderita gejala
penyakit ”mirip flu” pada beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih
serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%)
mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis
sitogenik walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et
al., 2005).
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang diteliti dalam
percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan. Zat STI 57I adalah
suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tiroksin kinase sehingga dapat
menekan proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah darah dan menyebabkan
sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian besar kasus. Obat ini mungkin
menjadi lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri atau bersama dengan interferon
atau obat lain (Atul & Victor, 2005; Emmanuel, 2010; Victor et al., 2005; I Made, 2006)
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT) sebelum usia 50
dari saudara kandung yang HLA-nya cocok memungkinkan kesembuhan 70% pada fase
kronik dan 30% atau kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor, 2005).
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut, AML
atau ALL, dengan penambahan STI 57I (Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah
memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat
menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (Atul & Victor,
2005; I Made, 2006).
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar tenaga tinggi secara
external radiation therapy untuk menghilangkan gejala-gejala atau sebagian dari terapi
yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor, 2005).
. Prognosis
Pada kebanyakan pasien tidak akan mengalami leukemia mielogenus akut dan biasanya resisten
terhadap terapi apapun. Secara keseluruhan pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun.
Sebagian besar pasien dengan CML akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut
krisis blastik (Handayani & Haribowo, 2008).
C. Pathway
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Infeksi berhubungan gangguan kematangan sel darah putih
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen fiscal
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
d. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan depresi sumsum tulang
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikis
dan fisik yang mengurangi nafsu makan
f. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kekuatan tulang
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Resiko infeksi berhubungan NOC NIC 1. Untuk mengetahui nilai dan
gangguan kematangan sel Self management chronic Fluid / Electrolyte Management kondisi elektrolit pasien. Masih di
darah putih disease 1. Monitor elektrolit level yang rentang normal atau memerlukan
Setelah dilakukan tindakan tersedia perbaikan elektrolit
keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Monitor hasil laboratorium 2. Untuk mengetahui kondisi sel
pasien mampu dengan kriteria pasien dalam darah maupun faal lainnya
hasil : 3. Monitor tanda – tanda vitasl yang ada di dalam tubuh
1. Menggunakan strategi untuk pasien 3. Mengetahui adanya perubahan
meningkatkan kenyamanan 4. Ajarkan pasien dan keluaraga gejala yang dialami pasien.
2. Menggunakan strategi untuk untuk mengenal tamda – tanda 4. Supaya segera membawa ke
mengontrol nyeri terjadinya infeksi pelayanan kesehatan dan segera
3. Monitor perubahan penyakit 5. Kolaborasi pemberian antibiotik melaporkan jika terjadi tanda
infeksi
5. Membantu mengurangi resiko
infeksi
2. Nyeri akut berhubungan Tujuan: NIC: Pain Management 1. Memberikan dasar untuk
dengan agen fiscal NOC: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara mendeteksi lebih lanjut
Pain control komprehensif termasuk lokasi, kemunduran keadaan pasien dan
Prain level karakteristik nyeri, durasi, untuk mengevaluasi intervensi.
Setelah dilakukan tindakan frekuensi, kualitas dan fraktor 2. Mengalihkan fokus rangsang nyeri
keperawatan selama....x....jam presipitasi pada hal lain, sehingga rasa nyeri
nyeri pasien dapat teratasi 2. Observasi reaksi non verbal atas yang timbul tidak dirasakan
Kriteria Hasil: ketidaknyamanan berlebihannjl,,
1. Mampu mengontrol nyeri 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 3. Mengurang hal yang menambah
(tahu penyebab nyeri, cara 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri pasien
mengontrol nyeri dnegan nyeri (Nonfarmakologis atau 4. Menentukan intervensi yang tepat
teknik non farmakologis) farmakologis) untuk membantu pasien
2. Melaporkan nyeri berkurang 5. Ajarkan teknik non farmakologik 5. Membantu pasien tanpa
dengan menggunakan 6. Berikan analgetik untuk memberikan efek pengobatan pada
manajemen nyeri mengurangi nyeri pasien
3. Menyatakan rasa nyaman 7. Evaluasi keefektifan kontrol 6. Mempercepat mengatasi nyeri
setelah nyeri berkurang nyeri yang dirasakan pasien
7. Mengetahui keberhasilan intervensi
3. Kekurangan volume cairan NOC NIC 1. Untuk mengetahui kondisi balance
kehilangan cairan Setelah dilakukan asuhan 1. Awasi masukan dan pengeluaran. cairan pasien
berlebihan keperawatan selama 3 x 24 jam Hitung pengeluaran tak kasat 2. Untuk melihat adanya kenaikan
volume cairan tubuh adekuat, mata dan keseimbangan cairan. atau penumpukan serta kekurangan
ditandai dengan : Perhatikan penurunan urine pada cairan dari tubuh
1. Tanda tanda vital dalam pemasukan adekuat. Ukur berat 3. Untuk memantau perubahan tanda
rentang normal jenis urine dan pH Urine. vital pasien
2. Nadi teraba 2. Timbang BB tiap hari. 4. Mengetahui kondisi kebutuhan
3. Input output stabil 3. Awasi TD dan frekuensi jantung cairan terpenuhi atau tidak
4. Evaluasi turgor kulit, pengiisian 5. Mengurangi resiko kehilangan
kapiler dan kondisi umum airan tubuh
membran mukosa. 6. Mempertahankan cairan tubuh
5. Implementasikan tindakan untuk pasien
mencegah cedera jaringan / 7. Menjaga volume cairan tubuh
perdarahan, ex : sikat gigi atau
gusi dengan sikat yang halus.
6. Berikan cairan IV sesuai indikasi
7. Berikan sel darah Merah,
trombosit atau factor pembekuan
4. ketidakefektifan perfusi NOC: NIC 1. Untuk mengetahui keadaan
jaringan perifer Setelah dilakukan tindakan umum jaringan perifer
1. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Untuk memberikan latihan yang
komprehensif terhadap
depresi sumsum tulang pasien mampu dengan kriteria sesuai dan tidak mencederai
sirkulasi perifer
hasil: pasien
2. Pantau tingkat
3. Untuk mengukur balance juga
1. Status sirkulasi; aliran darah ketidaknyamanan atau nyeri
keefektifan perfusi jaringan
yang tidak obstruksi dan satu saat melakukan latihan fisik
4. Mengetahui status lokalis perifer
arah, pada tekanan yang 3. Pantau status cairan
5. Mengetahui adanya masalah
sesuai melalui pembuluh termasuk asupan dan
perfusi perifer
darah besar sirkulasi haluaran
6. Untuk memberikan penangan
pulmonal dan sistemik 4. pantau perbedaan ketajaman
segera
2. Keparahan kelebihan beban atau ketumpulan, panas atau
7. Untuk mengurangi masalah
cairan; keparahan kelebihan dingin
gangguan perfusi jaringan perifer
cairan didalam kompartemen 5. Pantau parestesia, kebas,
intrasel dan ekstrasel tubuh kesemutan, hiperestesia dan
3. Fungsi sensori kutaneus; hipoestesia
tingkat stimulasi kulit 6. Pantau tromboflebitis dan
dirasakan denga tepat thrombosis vena profunda
4. Integritas jaringan: kulit dan 7. Pantau kesesuaian alat
membrane mukosa; keutuhan penyangga, prosthesis,
structural dan fungsi sepatu dan pakaian
fisiologis normal kulit dan
membrane mukosa
5. Perfusi jaringan: perifer;
keadekuatan aliran darah
melalui pembuluh darah kecil
ekstremitas untuk
mempertahankan fungsi
jaringan
5. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC : 1. Mengurangi komplikasi
kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food and Nutrition Management 2. Memaksimalkan kebutuhan nutrisi
tubuh berhubungan dengan Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan 3. Meningkatkan nutrisi dan stamina
faktor psikologis dan Nutritional Status : nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Meningkatkan nafsu makan
biologis yang mengurangi Intake untuk menentukan jumlah kalori 5. Intake adekuat
pemasukan makanan. dan nutrisi yang dibutuhkan 6. Meningkatkan pengetahuan pasien
Setelah dilakukan tindakan pasien. dan keluarga tentang nutrisi
keperawatan selama 3 x 24 jam, 3. Anjurkan pasien untuk 7. Memaksimalkan nutrisi yang
pasien mampu dengan kriteria meningkatkan protein dan sesuai dengan klien
hasil: vitamin C
1. Adanya peningkatan berat 4. Yakinkan diet yang dimakan
badan sesuai dengan tujuan mengandung tinggi serat untuk
2. Berat badan ideal sesuai mencegah konstipasi
dengan tinggi badan 5. Berikan makanan yang terpilih
3. Mampu mengidentifikasi (sudah dikonsultasikan dengan
kebutuhan nutrisi ahli gizi)
4. Tidak ada tanda tanda 6. Berikan informasi tentang
malnutrisi kebutuhan nutrisi
5. Menunjukkan peningkatan 7. Kaji kemampuan pasien untuk
fungsi pengecapan dari mendapatkan nutrisi yang
menelan dibutuhkan.
6. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

Bakta, I Made., & Suastika I Ketut. 1999. Gawat Darurat dalam Penyakit Dalam.

Jakarta : EGC

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Bulechek, et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). USA : Mosby

Handayani, Wiwik., & Haribowo Andi S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan

pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, et all. Nursing Outcame Classification (NOC). USA : Mosby

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis proses

– proses penyakit. Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi & Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai