Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM HEMATOLOGI

Dosen Pengampu:

Ns. I Komang Widarma Atmaja, S.Kep., M.Kes

Oleh:

Alia Santika Sari

(2230095) / IIIC

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


1. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian Leukemia
Leukemia adalah suatu tipe kanker. Leukemia berasal dari kata
Yunani leukos-putih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai di
sel-sel darah. Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker
yaitu membelah tidak terkontrol dan mengganggu pembehan sel darah
normal. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang
menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone
marrow) (Padila, 2013).
Leukemia adalah jenis kanker yang berasal dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang dan kadang-kadang juga melibatkan sistem
limfatik. Kondisi ini terjadi ketika sel-sel darah putih (leukosit) mengalami
mutasi genetik yang membuat mereka tumbuh tidak terkendali dan tidak
matang. Sebagai hasilnya, sel-sel ini menggantikan sel-sel darah sehat,
seperti sel darah merah dan trombosit, yang berfungsi penting dalam tubuh.
Leukemia dapat dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan
jenis sel darah putih yang terlibat: leukemia mieloid (myeloid leukemia)
dan leukemia limfositik (lymphocytic leukemia). Leukemia mieloid
melibatkan sel-sel mieloid, yang akan berkembang menjadi sel darah
merah, trombosit, dan beberapa jenis sel darah putih. Leukemia limfositik
melibatkan sel-sel limfosit, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan
tubuh.
Gejala leukemia dapat bervariasi, tetapi beberapa yang umum
meliputi kelelahan yang berlebihan, penurunan berat badan yang tidak
diinginkan, pembengkakan kelenjar getah bening, infeksi yang sering
kembali, demam, dan perdarahan atau memar mudah. Gejala ini muncul
karena sel-sel darah putih yang abnormal mengganggu fungsi normal dari
sel-sel darah sehat.
B. Etiologi
Penyebab dari penyakit Leukemia tidak diketahui secara pasti. Faktor yang
diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya Leukemia (Padila, 2013) yaitu:
1) Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa:
a. Para pegawai radiologi berisiko untuk terkena Leukemia.
b. Pasien yang menerima radioterapi berisiko terkena Leukemia.
c. Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom
Hiroshima dan Nagasak di Jepang.

2) Faktor Leukemogenik Terdapat beberapa zat kimia yang dapat


mempengaruhi frekuensi Leukemia:
a. Racun lingkungan seperti benzena : paparan pada tingkat-tingkat
yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan
Leukemia.
b. Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde.
c. Obat untuk kemoterapi : pasien-pasien kanker yang dirawat
dengan obat-obat melawan kanker tertentu adakalanya
dikemudian hari mengembangkan Leukemia. Contohnya, obat-
obat yang dikenal sebagai agen alkilating dihubungkan dengan
pengembangan Leukemia bertahun-tahun kemudian.
3) Herediter Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan
oleh kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko Leukemia,
yang memiliki insidensi Leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang
normal.
4) Virus Virus dapat menyebabkan Leukemia menjadi retrovirus, virus
Leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat di
kontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi
sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Merek terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
Leukemia memblok produksi sel darah merah, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel Leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi
untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan Leukemia.
Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi,. Pada
kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan kearah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan
Kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari
pembelahan sel, sehigga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.
Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan
tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker
ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa,
kelenjar getah bening, ginjal dan otak, (Padila 2013).
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pada leukemia akut yang Nampak dan memburuk
secara cepat antara lain muntah, bingung, kehilangan control otot, dan
epilepsy. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran pencernaan, ginjal,
dan paru-paru. Gejala-gejalanya antara lain yaitu kulit pucat (karena
anemia), infeksi yang berulang-ulang seperti sakit tenggorokan,
pendarahan normal yang keluar dari gusi dan kulit, periode yang berat pada
wanita, kehilangan nafsu makan dan berat badan, gejala-gejala seperti flu
antara lain kecapean dan tidak enak badan, luka ditulang sendi, perdarahan
hidung dan lebih mudah mendapat memar dari biasanya tanpa sebab yang
jelas. (Desmawati, 2013).
E. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri, (2013), Komplikasi yang sering terjadi pada
kasus Leukemia yaitu:
1) Gagal sumsum tulang
2) Infeksi
3) Hepatomegali
4) Spelenomegali
5) Limfadenopati
F. Penatalaksanaan
Menurut Desmawati (2013), menyatakan terapi pengobatan yang dapat
diberikan pada pasien Leukemia akut adalah:
1) Tranfusi darah Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masih, dapat diberikan
tranfusi trombosit dan bila erdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
2) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
3) Sitostatika Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih paten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine)
dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sistostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian
obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak),
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
4) Imunoterapi Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah
tercapainya remisi dan jumlah sel Leukemia yang cukup rendah,
kemudian imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan
yang terbaru masih dalam pengembangan).
5) Kemoterapi Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker.
Bahan kimia yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel
yang oleh pembedahan atau penyinaran tidak dapat dicapai.
Penatalaksanaan pada penderita Leukemia Myeloid Akut yaitu
dengan kemoterapi, yang terdiri dari 2 fase antara lain :
a. Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang
sangat intensif, bertujuan untuk mengendalikan sel-sel Leukemia
secara maksimal sehingga akan tercapainya remisi yang lengkap.
b. Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut
dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari
beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis
serta dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan
pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 5-
0-70%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat
hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
G. Pathway

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya (Doenges,
2014).
1) Aktivitas
Gejala: Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas biasanya.
Tanda: Kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
2) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi
Tanda : Takikardi, murmur jantung, kulit, membrane mukosa pucat,
tanda perdarahan serebral.
3) Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri tekan abdomen, nyeri, fases hitam, darah pada
urine, penurunan haluaran urine.
4) Integritas Ego
Gejala: Perasaan tak berdaya/taka da harapan.
Tanda: Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan alam perasaan, kacau.
5) Makanan/Cairan
Gejala: Kehilangan napsu makan, anoreksia, muntah, perubahan rasa,
penurunan berat badan, faringitis, disfagia.
Tanda: Distensi abdominal, penurunan bunyi usus, stomatitis, ulkus
mulut, hipertrofi gusi.
6) Neurosensori
Gejala: Kurang/penurunan koordinasi koordinasi, perubahan alam
perasaan, kacau, disorientasi kurang konsentrasi, pusing, kebas,
kesemutan.
Tanda: Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, kram otot.
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
B. Diagnosis Keperawatan
Menurut Nurarif dan Kususma, (2013) di modifikasi oleh Penulis
berdasarkan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Terdapat enam diagnosis
keperawatan pada pasien Leukemia yaitu :
1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik.
3) Gangguan perfusi jaringan penurunan komponen penting darah
(hemoglobin).
4) Resiko atau gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
5) Risiko pendarahan di buktikan dengan dengan penurunan komponen
pembekuan darah (trombosit).
6) Risiko infeksi di buktikan dengan penurunan kekebalan tubuh adanya
Tindakan infasi.
C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala perawatan yang dikerjakan pleh
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran yang diharapkan. Tindakan ini terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi, Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Luaran
keperawatan ini mengarahkan status diagnosis keperawatan setelah
dilakukan intervensi keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Kriteria hasil:
a. Termogulasi membaik
b. Menggigil menurn
c. Suhu tubuh membaik

Observasi:

a. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar


lingkungan panas, penggunaan incubator).
b. Monitor suhu tubuh Terapeutik
c. Lakukan pendingin eksternal ( kompres hangat)
d. Berikan cairan oral.
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat
berlebih).

Edukasi:

f. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi:

g. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.


2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Kriteria hasil :
a. Tingkat nyeri menurun
b. keluhan nyeri
c. meringis menurun

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

d. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri


e. Ajarkan Teknik nonfarmkologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

f. Kolaborasi pemberian anagetik, jika perlu.


3) Perfusi perifer tidak efektif penurunan konsentrasi hemoglobin
Kriteria hasil:
a. Perfusi perifer meningkat
b. Warna kulit pucat menurun
c. Nyeri ekstremitas menurun
d. Turgor kulit menurun

Observasi

a. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian


kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
b. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
c. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
d. Lakukan perawatan kaki dan kuku

Edukasi

e. Anjurkan berhenti merokok


f. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
g. Anjurkan minum obat pengontrol tekana darah secara teratur
h. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis,
rasa sakit yang tidak hilang saat istrahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
4) Deficit nutrisi berhubungan dengan keengganan untuk makan
Kriteria hasil:
a. status nutrisi membaik
b. porsi makan yang dihabiskan meningkat
c. berat badan membaik

Observasi

a. Identifikasi status nutrisi


b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
e. Monitor asupan makanan
f. Monitor berat badan

Edukasi

g. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


h. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
i. Hentikan pemberian makanan melaluli selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
j. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

Kolaborasi

k. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda


nyeri, antiemetic), jika perlu.
5) Risiko pendarahan berhubungan dengan koagulasi inheren
Kriteria hasil:
a. tingkat perdarahan menurun
b. kelembapan kulit meningkat
c. hemoglobin membaik

Observasi

a. Monitor tanda dan gejala perdarahan


b. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah

Edukasi

c. Pertahankan bed rest selama perdarahan


d. Hindari pengukuran suhu rektal
e. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
f. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
g. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
h. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi

i. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu.


6) Risiko infeksi berhubungan dengan imonusupresi.
Kriteria hasil:
a. tingkat infeksi menurun

Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.

Edukasi

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan


lingkungan pasien
c. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi.
d. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
e. Ajarkan mencuci tangan dengan benar
f. Ajarkan etika batuk

Kolaborasi

g. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.


D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalamrencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, factor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus
menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif
dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan.
Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah : Tujuan
tercapai/masalah teratasi: jika klien menunjukkan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan tercapai sebagian/masalah
teratasi sebagian: jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar
dan kriteria yang telah ditetapkan. Dan Tujuan tidak tercapai/masalah tidak
teratasi: jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali dan bahkan timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien
setelah dilakukan tindakan.
O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A (Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P (Planing) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Asmah, S. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Diagnosis Medis


Suspek Leukemia Myeloid Akut Di Ruang Dahlia B Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Jusuf. Sk Tarakan. Diakses pada tanggal 03 Desember 2023.

Doenges, M, (2012), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta, EGC

Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D.


Juliastuti.Jakarta : Penerbit In Media.

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. Diakses 03 Desember 2023.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta : Nu. Med.

Tarwoto, Wartonah, (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta. Diakses pada tanggal 03 Desember 2023.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Wijaya, S., & Putri, M. (2013). Keperawatan medical bedah 1. yogyakarta : nuha
medika.

Anda mungkin juga menyukai