Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN KEMOTERAPI

PADA ANAK
DENGAN KASUS LEUKIMIA
LIMFOBLASTIK AKUT
Nama Kelompok :
1. Ahmad Rofiq Wahyu K
2. Adwani Lina Sugendi
3. Diny Amalia Putri Prameswari
4. Farah Rahmadania Farisa
Definisi
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih yang tidak
teratur dan tidak terkendali. Leukemia akut adalah keganasan yang paling
umum terjadi panak anak-anak.
Etiologi
Factor-faktor penyebab leukimia yaitu :
1. Faktor genetikyang akan beresiko tinggi bila kembaran yang lain
erkenak leukimia
Pada anak kembar identik
2. Radioaktif
Sinar radoaktif merupakan factor eksteral yang paling jelas dapat
menyebabkan leukimia pada manusia.
3. Virus
Virus sebagai penyebab leukimia yaitu Enzyme Reverse Trancriptase di
tekukan dalam darah manusia
Patofisiologi

Leukimia tampak merupakan penyakit klonal yang berarti satu sel kanker
abnormal berfoliferasi tanpa tekendali menghasilkan sel anak uang abnormal
sehingga dapat menyebabakan anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau
limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang
imatur dan berlbih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti
sumsum tulang dan mengganti unsur sel yang abnormal sehingga megakibatkan
jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel. Karena faktor-faktor ini
leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal.
MANIFESTASI KLINIS

• Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia


• Nyeri tulang Akibat penumpukan sel di sumsum tulang yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin
meningkat,nyeri tulang berhubungan dengan leukimia biasanya bersifat progresif.
• Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
• Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
• Penurunan berat badan karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik
• Limfadonopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi
• Gejala sistem saraf pusat
Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah sel
darah putih total dapat rendah, normal atau meningkat.
2.Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungai ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin.
3.Priofil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastinparsial
teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi
DIC (disseminated intravaskular koagulation)
4. Kultur darah karena adanya resiko infeksi
5.Foto thorax: pasien dengan ALL jalur sel T sering memiliki masa mediastinum yang dapat
diliat pada foto thorax
6. Golongan darah karena ceoat atau lambat akan dibutuhakan tranfusi darah dan trombosit
Penatalaksanaan Medis

1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 6 g
%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik

Tujuannya untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker,


kemoterapi dapat membunuh sel kanker yang telah lepas dari sel kanker induk atau
bermetastase melalui darah dan limfe ke bagian tubuh lain.
Proses kemoterapi terbagi dalam empat fase

a) Terapi induksi
Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5% sel – sel leukemia
dalam sum – sum tulang. Hampir segera setelah diagnosis ditegakkan, trrapi induksi
dimulai dan berlangsung selama 4 hingga 6 minggu. Obat – obatan utama yang dipakai
untuk induksi pada ALL adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin, dan L-
asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin.

b) Terapi profilaksis SSP


Yang mencegah agar sel-sel leukemia tidak menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri
atas terapi profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan
hidrokortison. Karena adanya kekhawatiran terhadap terhadap efek samping iradiasi
kranial, terapi ini hanya dialakukan pada pasien-pasien yang beresiko tinggi dan yang
memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi)
Yang menghilangkan sel-sel leukemia yang masih tersisa, diikuti dengan terapi
intensifikasi lambat (delayed intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik
yang resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi sistemik meliputi
pemberian Lasparaginase, metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin dan
merkaptopurin.

d) Terapi rumatan
Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi rumatan dimulai sesudah
terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi
selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat kombinasi yang
meliputi pemberian merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan terapi
intratekal secara periodik diberikan selama 2 tahun kemudian.
Efek samping kemoterapi disebabkan dari efek non-spesifik dari obat-obat sitotoksik
sehingga menghambat proliferasi tidak hanya sel-sel kanker melainkan juga sel normal.
Efek samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik dapat berupa.

a) Sel-sel darah
Sel-sel ini melawan infeksi, membantu darah membeku, dan mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh. Ketika sel-sel terpengaruh, penderita leukemia lebih mudah mengalami
infeksi, memar, perdarahan, dan rasa lemah serta lelah.
b) Sel-sel pada akar rambut
Kemoterapi dapat menimbulkan kerontokan rambut.
c) Sel-sel yang melapisi pencernaan
Kemoterapi dapat menyebabkan luka mulut dan bibir, mual dan muntah, diare, serta
penurunan nafsu makan
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi (radiotherapy) dilakukan dengan menggunakan sinar-sinar bertenaga tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia.pada terapiini, radiasi diarahkan pada limpa, otak, atau
bagian-bagian dari tubuh yang menjadi tempat berkumpulnya sel-sel leukemia. Radiasi
ini biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.

4) Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk penanganan anak-anak yang
menderita ALL dan AML dengan hasil yang baik. Mengingat prognosis ank-anak yang
menderita AML lebih buruk, transplantasi sumsum tulang alogenik bisa dipertimbangkan
selama remisi pertama.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Darah
Pemeriksaan tes darah diperlukan untuk menunjukan perubahan jumlah sel darah putih
serta adanya kelainan pada jumlah sel darah putih.

2. Aspirasi Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dan jaringan sumsum
pengidap. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi sel darah merah dan
perubahan jaringan sumsum tulang.

3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan yang prosesnya menggunakan sampel cairan pada
otak dan saraf tulang belakang. Kondisi ini digunakan untuk melihat penyebaran kondisi
leukimia pada bagian otak dan juga saraf tulang.

4. Tes Genetik
Tes genetik dilakukan untuk melihat mutasi gen yang terjadi.
Pembahasan Jurnal
1 dan 2
Pada jurnal 1 hasil analisis yang didapatkan anak menjadi kelihatan pucat, mual muntah,
luka pada rongga mulut, nafsu makan menurun, demam, dan penekanan sumsung tulang,
anemia dll. Seperti diketahui bahwa penyebab penyakit leukimia secara umum
sebenarnya belum diketahui secara pasti. Tapi ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab leukimia, yaitu faktor ginetik, sinar radio aktif dan virus. Leukiami akut
disebabkan mulai dari kelainan kromosom, paparan polusi, paparan radiasi, dan asap
rokok.Leukemia merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-
sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara normal,
sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan
klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga
menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik responden didapatkan data tampak lemas, kesadaran
komposmentis, pada pemeriksaan mulut klien bibir tampak kering. Pada responden
terdapat, badan lemas, suhu tubuh 37,9oC, sesak nafas terasa sesak dengan frekuensi
28x/menit, terdapat nyeri luka pada rongga mulut, dalam hal ini seusai dengan teori
tanda dan gejala dampak fisiologis post kemoterapi pada anak yaitu rambut rontok, mual,
muntah, penurunan nafsu makan, luka pada rongga mulut, demam dan sesak nafas.
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kedua pasien ini adalah
defisit nutrisi. Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Penyebab defsit nitrisi ada yaitu, intake
tidak adekuat, dan faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan,
sariawan) gejala dan tanda mayor dengan pasien defisit nutrisi berdasarkan
subjektif adalah tidak nafsu makan/nafsu makan menurun.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu dengan pengkajian status
nutrisi, identifikasi perubahan berat badan, lakukan atau bantu pasien terkait perawatan
mulut sebelum makan, bantu pasien makan jika tidak mampu menganjurkan pasien
makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi pasien.
Penurunan nafsu makan pada anak dibutuhkan penanganan tersendiri dibandingkan
dengan orang orang dewasa dalam hal ini perawat melakukan intervensi menganjurkan
keluarga untuk memberikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering bertujuan untuk
mengurangi sekresi gastrik yang menyebabkan iritasi (Persatuan Perawat Nasional
Indonesia, 2018).
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak bantu
pasien untuk perawatan mulut sebelum makan, hal ini karena kondisi orang dan ruangan
yang bersih dpat meningkatkan rasa dan selera makan. Hal ini serupa dengan studi kasus
sebelumnya yang menyampaikan bahwa upaya pemenuhan kebutuhan pada anak dengan
gastritis adalah dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan pada anak, yang
meliputi pengkajian, diagnosa, rencana, implementasi, dan evaluasi.
Implementasi rencana keperawatan dilakukan selama responden dalam perawatan.
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan dimulai
dengan melakukan pengkajian secara komprehensif, terkait keluhan utama pasien yaitu
penurunan nafsu makan. Pengkajian penurunan nafsu makan dilakukan secara lansung
kepada pasien menggunakan teknik pengkajian wawancara kepada ibu pasien. Setelah
dilakukan pengkajian keluhan pasien, dilakukan pengkajian secara objektif, meliputi
kondisi umum pasien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital (TTV), yang meliputi tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu badan, saturasi oksigen, dan data penunjang yang
dilakukan.
Pada jurnal 2 hasil analisis yang didapatkan gejala yang sering muncul pada
responden seperti mudah marah adalah salah satu tanda emosional manusia ketika merasa
tidak nyaman sedangkan pada saat menjalani kemoterapi seringkali membuat tubuh
merasa tidak nyaman. Hasil penelitian menunjukan 80% anak mengalami mudah marah.
Mual dan muntah diketahui menjadi salah satu hal yang paling ditakuti dalam efek
samping kemoterapi. Hasil penelitian menunjukan 60% anak merasa mual dan 40% anak
mengalami muntah. Kehilangan nafsu makan tidak hanya karena anak merasa mual dan
muntah, perubahan rasa atau masalah pada mulut dan tenggorokan tetapi anak merasa
lelah dan tertekan. Hasil penelitian menunjukan 60% anak kehilangan nafsu makan. Pada
saat anak kehilangan nafsu makan sering kali anak kehilangan berat badannya. Hasil
penelitian menunjukan 45% anak mengalami penurunan berat badan.
A. Karakteristik Responden

Sekitar 2400 kasus baru leukemia pada anak-anak di bawah usia 15 tahun didiagnosis di
Amerika Serikat setiap tahun (Freahling et al, 2016). Hasil penelitian Pojoh (2020) dari
52 anak dengan leukemia akut limfoblastik yang diteliti usia 6-11 tahun sebanyak 24
responden, sama halnya dengan hasil penelitian ini anak usia 6 tahun dan 9 tahun
sebanyak 10 responden. Berdasarkan hasil penelitian bahwa karateristik responden
berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden dengan leukemia akut limfoblastik yang
menjalani kemoterapi didapatkan berjenis kelamin laki-laki. Teori mengungkapkan
bahwa leukemia akut limfoblastik jenis kanker yang paling umum terjadi pada anak dan
paling banyak diderita oleh anak laki – laki.
B. Gejala Akibat Kemoterapi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gejala akibat kemoterapi didapati bahwa 80%
responden mengalami mudah marah. Deksametason memiliki efek samping pada sistem
syaraf yang memicu anak depresi atau perubahan perilaku. Hasil penelitian sebelumnya
oleh Utami (2020) dari 101 anak ada 73 anak yang mengalami gangguan emosi. Hal
tersebut dikarenakan pada saat menjalani kemoterapi anak akan mengalami keterbatasan
dalam melakukan aktivitas yang menyebabkan anak kehilangan kepercayaan diri dalam
melakukan tugas perkembangan sesuai usianya yang akan berdampak pada integritas
personal anak, anak akan menjadi lebih sensitif dan mudah marah (Crichton et al, 2015).
Selama kemoterapi anak akan merasakan mudah lelah dan sejumlah masalah psikologis
seperti kecemasan, ketakutan dan depresi meningkat. Tekanan psikologis yang lebih
tinggi pada pasien kanker dengan kemoterapi yang dapat menyebabkan emosi pasien
tidak stabil dan cenderung mengarah pada kondisi stress.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa gejala akibat kemoterapi pada anak usia sekolah
dengan leukemia akut limfoblastik yang mengalami muntah sebanyak 8 responden
(40%). Obat..kemoterapi menyebabkan iritasi pada mukosa lambung dan duodenum yang
kemudian merangsang..pusat muntah di sistem saraf pusat. Kemoterapi juga
menyebabkan pengosongan..lambung terlambat, dan reaksi inflamasi. Obat-obat
kemoterapi yang..dapat menyebabkan mual..dan muntah yaitu Vincristine dan
Daunorubicin (Hawkins & Grunberg, 2009), sama halnya dengan penelitian Fatikasari
(2018) yang menunjukkan 28 responden (97%) yang menggunakan obat daunorubicin
mengalami muntah. Kejadian muntah paling sering dialami pada fase konsolidasi dari
kemoterapi. Obat yang digunakan pada fase konsolidasi adalah HD-MTX i.v
1000mg/m2, hasil penelitian Hariyanto (2015) juga menunjukkan dari 51 responden 24
mengalami muntah pada fase konsolidasi.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gejala akibat kemoterapi pada anak usia sekolah
diperoleh 2 responden (10%) yang mengalami perdarahan. Kemoterapi menekan sumsum
tulang sehingga produksi sel dalam sumsum tulang menurun, salah satunya adalah
trombosit. Trombosit adalah sel-sel yang membantu menghentikan perdarahan dengan
mengganti sel darah yang rusak dan membantu sel darah membeku. Jika jumlah
trombosit tidak cukup, maka kemungkinan mudah terjadi perdarahan atau memar, bahkan
dari cedera ringan (Society, 2016). Pemberian kemoterapi dapat mengakibatkan depresi
sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya neutropenia dan trombositopenia, sehingga
terjadi peningkatan resiko perdarahan dan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai