Anda di halaman 1dari 15

KONSEP TEORI

1. PENGERTIAN
Leukemia adalah suatu tipe dari kanker yang berasal dari kata Yunani leukos putih,
haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai dari sel-sel darah. Penyakit ini terjadi
ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol dan menggangu
pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang
menyerang sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow) (Padila,
2013).
Leukemia Myeloid Kronis (LMK) atau disebut juga leukemia granulositik kronis (LGK)
ditandai dengan pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi tanpa kendali prekusor-prekusor
mieloid/granulosit. Akibatnya semua tahap perkembangan granulosit meningkat dengan
proliferasi pada semua garis diferensiasi sel, termasuk peningkatan eosinofil dan basofil
(Sacher, McPherson, 2012).
Leukemia mieloid kronis atau disebut juga leukemia granulositik kronis (LGK) ditandai
dengan pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi tanpa kendali prekusor-prekusor
mieloid/granulosit. Akibatnya semua tahap perkembangan granulosit meningkat dengan
proliferasi pada semua garis diferensiasi sel, termasuk peningkatan eosinofil dan basofil
(Sacher, McPherson, 2012).
2. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit leukemia tidak diketahui secara pasti. Faktor yang diduga
mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia yaitu (Padila, 2013) yaitu:
a. Factor radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :
 Para pegawai radiologi berisiko untuk terkena leukemia.
 Pasien yang menerima radioterapi berisiko terkena leukemia.
 Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasak
di Jepang.
b. Factor leukemogenic
Terdapat beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia :
 Racun lingkungan seperti benzena : paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari
benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
 Bahan kimia industri seperti insektisida (Bahan kimia yang bersifat racun yang
dipakai membunuh serangga) dan Formaldehyde.
 Obat untuk kemoterapi : pasien-pasien kanker yang dirawat dengan obat-obat
melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari mengembangkan leukemia.
Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen alkylating dihubungkan dengan
pengembangan leukemia bertahun-tahun kemudian.
c. Herediter
Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom abnormal
mungkin meningkatkan risiko leukemia, yang memiliki insidensi leukemia akut 20 kali
lebih besar dari orang normal.
d. Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia menjadi retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1
pada dewasa.
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pada leukemia akut yang nampak dan memburuk secara cepat antara lain
muntah, bingung, kehilangan kontrol otot, dan epilepsi. Leukemia juga dapat mempengaruhi
saluran pencernaan, ginjal, dan paru-paru. Gejala-gejalanya antara lain yaitu kulit pucat
(karena anemia), infeksi yang berulang-ulang seperti sakit tenggorokan, pendarahan normal
yang keluar dari gusi dan kulit, periode yang berat pada wanita, kehilangan nafsu makan dan
berat badan, gejala-gejala seperti flu antara lain kecapekan dan tidak enak badan, luka di
tulang sendi, perdarahan hidung dan lebih mudah mendapat memar dari biasanya tanpa
sebab yang jelas (Desmawati, 2013).
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan
infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang Perdarahan biasanya terjadi
dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi
(lebih dari 100 ribu/mm3 ) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada
dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metanbolisme yaitu hiperurisemia
dan hipoglikemia (Sudoyo, Setyohadi, Alwi, 2010).
4. PATOFISIOLOGI
LGK dianggap sebagai suatu gangguan mieloproliferatif karena sumsum tulang
hiperselular dengan proliferasi pada semua garis diferensiasi sel (Desmawati, 2013).
Kromosom Philadelphia ditemukan pada 95% pasien leukemia mieloid kronis, 5% pasien
mengalami translokasi kompleks atau varian yang melibatkan kromosom tambahan yang
akhirnya mengakibatkan fusi gen BCR-ABL, dimana gen tersebut memiliki aktivitas tyrosine
kinase yang memicu pertumbuhan dan replikasi sel leukemik (Lawrenti Hastarita, 2017)
Perjalanan penyakit ini dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase kronik dan transformasi
akut, perjalanannya bersifat progresif yang diawali dengan fase kronik yang jinak berjalan
perlahan-lahan sekitar empat sampai enam bulan selama tiga sampai lima tahun, dan dapat
berkembang dengan cepat dalam hitungan minggu ke arah krisis blastik yang bersifat fatal
dan menyerupai gejala klinik leukemia akut (Suega, Ketut, 2010). Selama fase evolusi ini,
sel-sel matang mulai mengalami dediferensiasi, dan semakin banyak sel imatur yang terlihat.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic menurut (Hoffbrand, Moss, 2013)
a. Leukositosis biasanya >50 x 109 /L dan terkadang >500 x 109 /L. Suatu gambaran
lengkap dari sel mieloid terlihat pada darah tepi. Jumlah neutrofil dan mielosit melebihi
sel blast dan promielosit.
b. Peningkatan basofil yang bersirkulasi.
c. Anemia normositik normokrom sering ditemui.
d. Jumlah trombosit dapat meningkat (paling sering), normal, atau menurun.
e. Sumsum tulang hiperseluler dengan dominasi granulopoietik.
f. Terdapat gen gabungan BCR-ABL 1 pada pemeriksaan PCR dan pada 98% kasus pada
pemeriksaan sitogenetik ditemukan kromosom Philadelphia.
g. Asam urat serum biasanya meningkat.
h. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal dan penimbunan sel
darah.
i. Cairan spinal serebral diperiksa untuk menyingkirkan keterlibatan sistem saraf.
6. PENATALAKSANAAN
Menurut (Desmawati, 2013) terapi pengobatan yang dapat diberikan pada pasien leukemia
akut adalah :
a. Transfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masih, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC
dapat diberikan heparin.
b. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sistostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-
obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiasis.
c. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
d. Kemoterapi
Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia yang dipakai
diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh pembedahan atau penyinaran tidak
dapat dicapai. Penatalaksanaan pada penderita Leukemia Myeloid Akut yaitu dengan
kemoterapi, yang terdiri dari 2 fase antara lain :
 Fase induksi: fase induksi adalah regimen kemoterapi yang sangat intensif,
bertujuan untuk mengendalikan sel-sel leukemia secara maksimal sehingga akan
tercapainya remisi yang lengkap.
 Fase konsolidasi: fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat dengan jenis serta dosis yang sama atau lebih besar dari dosis
yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 5-0-
70%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5
tahun hanya 10%.
e. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapainya remisi dan jumlah sel
leukemia yang cukup rendah, kemudian imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara
pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Menurut (Budiono, 2016) Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari prosses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap dan sistematis
sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu. Pengkajian pada pasien leukimia meliputi:
a. Aktivitas
Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasanya,
kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
Palpitasi, takikardia, murmur jantung, kulit dan membran mukosa pucat, defisit saraf
kranial dan/atau tanda perdarahan serebral.
c. Eliminasi
Diare, nyeri tekan perianal, nyeri, feses hitam, hematuria, dan penurunan haluaran urin.
d. Integritas ego
Perasaan tak berdaya/tak ada harapan, depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah,
mudah tersinggung, perubahan alam perasaan, kacau.
e. Makanan dan cairan
Kehilangan nafsu makan/anoreksia, muntah, perubahan rasa/penyimpangan rasa,
penurunan berat badan, disfagia, distensi abdominal, penurunan bunyi usus,
splenomegali, hepatomegali, ikterik, stomatitis, dan ulkus mulut.
f. Neurosensori
Kurang/penurunan koordinasi gerak, perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi,
kurang konsentrasi, pusing, kebas, kesemutan, parestesia, otot mudah terangsang,
aktivitas kejang.
g. Nyeri dan kenyamanan
Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot, perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
h. Pernapasan
Napas pendek dengan kerja minimal, dispnea, takipnea, batuk, adanya bunyi nafas
tambahan: ronkhi, penurunan bunyi napas.
i. Keamanan
Riwayat infeksi saat ini/dahulu; jatuh, gangguan/kerusakan penglihatan, perdarahan
spontan tak terkontrol dengan trauma minimal, demam, kemerahan, purpura, perdarahan
retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis. Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati
(sehubungan dengan invasi jaringan). Pepiledema dan eksoftalmus, infiltrat leukemik
pada dermis.
j. Seksualitas
Perubahan libido, perubahan aliran menstruasi, menoragia, impotensi.
k. Pola hidup
Riwayat terpajan kimiawi, misalnya benzene, fenilbutazom, dan kloramfenikol, kadar
ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi sebelumnya, khususnya agen
pengkelat. Gangguan
kromosom, contohnya sindrom Down atau anemia Franconi aplastik.
l. Pemeriksaan diagnostik
 Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
 Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml.
 Etikulosit : jumlah biasanya rendah.
 Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm).SDP : mungkin lebih dari
50.000/cm dengan peningkatan SDP imatur (“menyimpang ke kiri”). Mungkin ada
sel blast leukemia.
PT/PTT : memanjang.
LDH : mungkin meningkat.
Asam urat serum/urine : mungkin meningkat.
Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60–90% dari sel blast, dengan prekusor eritroid, sel matur,
dan megakariositis menurun.
Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan setelah
melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan data hasil pengkajian (Budiono,
2016).
1. Perfusi perifer tidah efektif
2. Resiko perdarahan
3. Resiko infeksi
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Nyeri akut
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Luaran Intervensi


1 Perfusi Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi (I.02079)
perifer tidak keperawatan 2 x 24 jam Observasi
efektif diharapkan perfusi perifer
1. Periksa sirkulasi perifer ( nadi
meningkat dengan kriteria hasil
perifer, edema, pengisian
Perfusi Perifer ( L.02011 )
kapiler, warna, suhu )
1. Denyut nadi perifer
2. Identifikasi factor risiko
meningkat
gangguan sirkulasi ( diabetes,
2. Warna kulit pucat menurun
perokok, kadar kolesterol,
3. Pengisian kapiler
hipertensi
meningkat
3. Monitor panas, kemerahan,
4. Akral meningkat turgor
Nyeri, atau bengkak pada
kulit meningkat
ekstermitas

Terapeutik :
1. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ektermitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan rutin berolahraga
3. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol
4. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
2 Resiko perd Setelah dilakukan asuhan Pencegahan perdarahan (I.02067)
arahan keperawatan 1 x 24 jam,
Observasi:
tingkat perdarah (L.02017)
menurun dengan kriteria hasil:
1. Monitor ketat tanda-tanda
perdarahan
1. Kelembaban kulit
2. Monitor nilai hemoglobin/
meningkat
hematocrit sebelum dan setelah
2. Hematuria menurun
kehilangan darah
3. Homoptisis menurun
3. Monitor tanda- tanda vital
4. Hematemesis menurun
5. Hemoglobin membaik
Terapeutik :
6. Hematocrit membaik
7. Tekanan darah membaik 1. Pertahankan bad rest selama
perdarahan
2. Batasi tindakan invasive, jika
perlu

Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan cairan
untuk mencegah konstipasi
3. Anjurkan meningkatkan
makanan dan vitamin K
4. Anjurkan segera ,elapor jika
terjadi perdarahan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian obat


pengontrol perdarahan
2. Kolaborasi pemberian produk
darah

3 Resiko infe Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)


ksi keperawatan 3x24 diharapkan Observasi
tingkat infeksi (L.14137)
1. Monitor tanda gejala infeksi
menurun dengan kriteria hasil:
local dan sistemik
1. Demam menurun
Terapeutik
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun
1. Berikan perawatan kulit pada
4. Bengkak menurun
area edema
2. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien resiko tinggi
Edukasi

1. Jelaskan tanda gejala infeksi


2. Anjurkan memeriksa luka
operasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi
jika perlu
4 Gangguan Setelah di lakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173).
mobilitas fis keperawatan, 3x24 jam, pasien Tindakan keperawatan yang di
ik akan menigkatkan Mobilitas berikan yakni :
Fisik (L.05042). Mobilitas Observasi :
Fisik pasien meningkat dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik
meningkan melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan
3. Rentang gerak ROM tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
4. Gerakan terbatas menurun 4. Monitor kondisi umum selama
5. Kelemahan fisik menurun melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

5 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)


keperawatan 3x24 diharapkan Observasi:
tingkat nyeri (L.08066)
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil:
durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun
intensitas nyeri
2. Sikap protektif menurun
2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun
3. Identifikasi respon nyeri non
4. Kesulitan tidur menurun
verbal
4. Identifikasi factor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
kenyakinan tentang nyeri
6. Monitor efek samping
menggunaan analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi,
kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaa,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi/pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta
menilai data yang baru (Budiono, 2016).
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Budiono, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Budiono. (2016). Modul bahan ajar cetak keperawatan konsep dasar keperawatan. Jakarta: Kem
entrian kesehatan Republik Indonesia.
Desmawati. (2013). Sistem hematologi dan imunologi. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, Moss. (2013). Kapita selekta hematologi edisi 4. Jakarta: EGC.
Lawrenti Hastarita. (2017). Tatalaksana Leukimia Mieloid Kronik. Jakarta: PT. Kalbe Farma Tb
k.
Padila. (2013). Diagnosis keperawatan Definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
Sacher, McPherson. (2012). Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Setyohadi, Alwi. (2010). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi V. Jakarta: Internal
Publishing 1973.
Suega, Ketut. (2010). Seorang penderita dengan leukimia mieloid akut dan mieloid multipel. De
npasar: Devisi hematologi dan onkologi.

Anda mungkin juga menyukai