Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA (SC)


ATAS INDIKASI KPD (KETUBAN PECAH DINI)
DI RUANGAN VK RSUD Prof. Dr. W.Z. JOHANES KUPANG

OLEH:

Nurmin Baco S.Tr.Kep Po. 5303211211553

Mengetahui,

Kupang, 14 Maret 2022


Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( )( )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
TAHUN 2022
1.1 KONSEP TEORI SC
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut (Nanda, 2016).
Sectio caesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan
janin melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding
uterus (histerektomi). Defenisi ini tidak termasuk melahirkan janin
dari rongga perut pada kasus ruptur auteri atau kehamilan abdominal
(Leniwita H & Anggraini Y, 2015)

2. Klasifikasi

Menurut Reader (2011) terdapat dua jenis sectio caesarea yaitu:


a. Persalinan caesarea melintang (segmen-bawah) merupakan
pelahiran caesarea yang pada umumnya dipilih karena berbagai
alasan. Area ini lebih mudah mengalami pemulihan, dan
mengurangi kemungkinan terjadinya ruptur jaringan parut pada
kehamilan berikutnya. Selain itu juga insidensi peritonitis, ileus
paralisis, dan perlekatan usus lebih rendah.
b. Caesarea klasik merupakan sebuah insisi tegak lurus dibuat
langsung pada dinding korpus uterus. Janin dan plasenta
dikeluarkan, dan insisi ditutup dengan tiga lapisan jahitan
menggunakan benang yang dapat diserap. metode ini merupakan
metode pilihan ketika terjadi perdarahan akut atau pada situasi
darurat atau lainnya pada saat waktu sangat penting dan
kehidupan wanita serta janin terancam (Amaliyah &
Simanjuntak, 2020)

3. Indikasi SC
Menurut Rasjidi (2009) yaitu, indikasi ibu meliputi: panggul sempit
kegagalan melahirkan normal karena kurangnya adekuatnya
stimulasi, adanya tumor pada jalan lahir yang menyebabkan
obstruksi, stenorsis serviks atau vagina, plasenta previa,
Cephalopelvic disproportion (CPD). Menurut Prawirohardjo (2009)
yaitu, indikasi janin meliputi: kelainan letak, gawat janin, prolaps
tali pusat, mencegah hipoksia janin. Indikasi relatif meliputi: riwayat
sectio caesarea sebelumnya, presentasi bokong, distosia (persalinan
yang sulit), preeklamsia berat, DM, ibu dengan HIV positif sebelum
inpartu, kehamilan gemeli (kembar).

4. Etiologi
a) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran panggul ibu
tidak sesuai denganukuran kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara normal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat) adalah kesatuan penyakit yang
berlangsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal .
c) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
diatas 37 minggu.
d) Bayi Kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara SC.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki risiko terjadnya
komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembarpun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernapas.
f) Atas permintaan dari pasien atau keluarga.
g) Gawat janin adalah suatu keadaan dimana janin tidak menerima
O2 cukup, sehingga mengalami sesak. Gawat janin adalah suatu
keadaan bahaya dari janin yang secara serius dapat mengancam
kesehatan janin. Frekuensi denyut janin kurang dari 120x/menit
atau lebih dari 160x/menit.
h) Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala. Letak kepala tengadah adalah
puncak kepala pada pemeriksaan dalam teraba UUB paling
rendah. Etiologi kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
ananya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi) hingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
3) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
dibagian bawah kavum uteri . Dikenal beberapa letak
sungsang yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi
kaki (Sagita, 2019)

5. Anatomi Fisiologi
1) Kulit

a) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan
dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan
mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan.Lapisan luar terdiri dari
keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel- selnya sangat rapat.
b) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan
fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam
epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih
dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan
ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit
secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.
Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah
pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.
Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari
kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
2) Fasia

Dibawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak


yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan
fibrosa,.Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu
dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat
antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari
bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam
otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia
transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari
peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias
adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh.

3) Otot Perut
a) Otot dinding perut anterior dan lateral
Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis
di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh
beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea
alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis
tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis,
memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus
externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan
depan. Serat externus berjalan kearah bawah dan atas; serat
obliquus internus berjalan keatas dan kedepan; serat
transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut)
berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot
berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus
abdominis.
b) Otot dinding perut posterior. Quadrates lumbolus adalah otot
pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa
keduabelas diatas ke crista iliaca (Devi, 2017).

6. Patofisiologi
Menurut Handayani (2015) Adanya beberapa kelainan/
hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal/ spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju dan
pembukaan. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktifitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien
tidakmampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf- saraf disekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamine dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. masalah nyeri akut
karena post pembedahan dari Sectio caesarea berdasarkan teori
yang ada menurut Baradero (2009) Sectio caesarea merupakan
pembedahan yang bisa menimbulkan stres fisiologis (respon neuro
endokrin) Salah satu stres fisiologis adalah nyeri yang dapat
diapresiasikan dalam skala nyeri untuk menunjukkan derajat nyeri
yang dialami. Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. Keluhan
setelah pembedahan menurut Depkes RI (2013) bahwa komplikasi
dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesarea yaitu antara lain
nyeri, gangguan mobilisasi, cedera kandung kemih, cedera
pemmbuluh darah pada usus dan infeksi yaitu infeksi rahim,
endometritis, dan infeksi akibat luka operasi.
7. Patway

Faktor Ibu Faktor Janin

Ketuban preeklamsia- Chepalo atas gawat Kelainan letak janin Bayi kembar
Pacah dini eklamsia Pelvik permintaan janin
Dispropotion

Retensi Risiko
plasenta perdarahan Sectio caesarea
(SC)

Pre op Nyeri Nyeri Akut Post op


Akibat HIS

Kurang informasi
Psikologis Fisiologis System System System System
hormonal respirasi muskuloske GI
letal
Koping individu Kurang Fase take in System Prolaktin Tirah baring
inefektif pengetahuan integument menurun lama Kelemahan Efek
fisik anastesi
Gangguan Pola Ansietas Fase take hold
tidur
Fase letting go Prosedur Ketidakef Peningkatan Gangguan Mual,
SC ektifan produksi Mobilitas muntah
menyusui sputum fisik
Penambahan
anggota baru
Terputusnya Nafsu
Bersihan
kontinuitas makan
jalan napas
jaringan menurun
Perubahan tidak efektif
pola peran sekitar

Nutrisi
Merangsang kurang dari
resptor nyeri keb.tubuh

Nyeri Akut
Risiko
ketidaksei
mbangan
Nutrisi
8. Manifestasi
a) Kehilangan darah selama masa pembedahan 600-800 ml
b) Terpasang kateter, urin jernih dan pucat
c) Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d) Bising usus tidak ada
e) Ketidaknyamanan menghadapi situasi baru
f) Balutan abdomen tampak sedikit noda
g) Aliran lokhia sedang dan bekuan bebas, berlebihan dan banyak
(Martowirjo, 2018)

9. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan kadar dari
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, dan waktu pembekuan darah
d) Urinalisasi/ culture urin
e) Pemeriksaan Elektrolit (Prawirohardjo, S, 2017).

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis post caesarea antara lain sebagai berikut:
a) Pemberian cairan. Karena 6 jam pertama pasca operasi pasien
masih puasa, maka pemberian cairan melalui intavena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan Yang
biasa diberikan biasanya Ds 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan melalui infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan
air teh.
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
1) Miringkan andan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semi fowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi
d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam/ lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e) Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksi pada luka
post Sectio caesarea, cara pemilihan dan pemberian antibiotic
sangat berbeda beda setiap institusi
2. Analgetik
Untuk meredakan rasa nyeri post operasi, pemberian obat ini
umunya dibarengi dengan pemberian obat untuk memperlancar
kerja saluran cerna.
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapatt diberikan seperti neurobion dan vitamin C
f) Perawatan Luka
Pada luka post operasi dilakukan perawatan untuk melihat kondisi
balutan luka apakah ada rembesan darah atau cairan lainya serta
kondisi luka post operaso itu sendiri.
g) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Identifikasi perubahan kondisi ibu pasca operasi untuk melihat
adanya tanda- tanda infeksi, perdarahan serta kondisi lainnya.
h) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari I post operasi jika
memungkinkan dan kondisi ibu sudah dapat mobilisasi penuh, maka
dapat dilakukan management laktasi.
i) Edukasi
1) Gurita/ korset dipakai selama 3 bulan
2) Boleh hamil setelah 2-3 tahun
3) Coitus boleh dilakukan pada post operasi setelah 8 minggu
4) Jika SC karena panggul sempit maka persalinan berikutnya SC
lagi (Leniwita H & Anggraini Y, 2015).
11. Komplikasi
1) Komplikasi perifer. Bersifat ringan seperti peningkatan suhu tubuh
dan biasanya bersifat peritonitis dan sepsis
2) Perdarahan. Perdarahan banyak timbul pada waktu pembedahan
jika cabang-cabang uteri ikut terpotong karena atonia uteri
3) Kurang kuatnya perut dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi rupture uteri (Prawirohardjo, S, 2017).

12. Persiapan Pra Operasi Sectio caesarea


Menurut Smeltzer and Bare (2002). Pra Operasi Sectio caesarea adalah
fase dimulai ketika keputusan pasien untuk menjalani operasi section
sesarea atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi
1) Persiapan kamar
a) Kamar bedah bersih
b) Keburuhan bedah dan peralatan tersedia, termaksud 02 dan obat-
obatan
c) Peralatan gawat darurat di dalam keadaan siap dipakai
d) Baju bedah, kain steril, sarung tangan, instrument tersedia dalam
keadaan steril dan belum kadaluarsa.
2) Persiapan pasien
 Persiapan Fisik
a) Menilai keadaan umum meliputi TTV, BB, denyut jantung bayi,
dan TB
b) Mamasang dawler kateter untuk menilai balance cairan
c) Memasang IV line
d) Puasa 6-8 jam
e) Cukur daerah operasi
f) Menanggalkan semua perhiasan, gigi palsu dan membersihkan
semua kosmetik
g) Personal hygine jika memungkinkan
h) Menanyakan riwayat penyakit, riwayat elergi dan riwayat
konsumsi obat-obatan
 Persiapan mental
a) Memeberikan penjelasan tentang indikasi, operasi yang
dilakukan demi keselamatan ibu dan janin
b) Memberikan penjelasan tentang tindakan dan pemberian obat
bius yang akan dilakukan
c) Mengorientasi pasien sebelum operasi keruangan bedah atau
kamar operasi
d) Memberikan kesempatan kepada suami atau keluarga untuk
mendampingi pasien di ruangan tunggu sebelum operasi dimulai
e) Mengajak keluarga untuk berdoa demi kelancaran operasi yang
akan dilakukan.
 Persiapan penunjang
a) Pemeriksaan Lab: meliputi: Hb, Al, At, CT/BT, HMT, Hbsag,
SGOT, Ureum Creatinin, pemeriksaan urin
b) Pemeriksaan ECG
c) Pemeriksaan USG
 Informend Consend
3) Persiapan Anestesi
Operasi SC bisa dilakukan dengan teknik General Anestesi maupun
Regional Anestesi.
a) Persiapan General Anestesi
1) Obat mmeliputi: obat premediksi, induksi, musculrelaksan,
inhalasi, antidotum, dan obat emergency dan obat-obatan
lain seperti metergin oxitosin
2) Cairan kristaloid
3) Alat meliputi: Static
b) Persiapan regional Anestesi
1) Obat regiona anestesi
2) Alat meliputi: jarum spinal berbagai ukuran sesuai
kebutuhan, handscoon, spuit, duk lobang, kom, cairan
antiseptic
3) Cairan kristaloid, koloid, dan kalau perlu darah (Eti, 2018)

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SC


1. Pengkajian
a) Identitas klien: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status,
perkawinan, alamat, identitas penanggung jawab, No RM
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama yang diungkapkan klien sehingga mendatangi
pelayanan kesehatan
2) Keluhan saat dikaji: keluhan yang diungkapkan saat dilakukan
pengkajian
c) Riwayat Obstetric
1) Riwwayat menstruasi
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
3) Genogram
4) Post partum sekarang
5) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi
6) Riwayat lingkungan meliputi kebersihan dan bahaya yang
terdapat di lingkungan
7) Aspek psikososial meliputi persepsi ibu setelah bersalin,
perubahan kehidupan sehari-hari, orang terpenting bagi ibu,
sikap anggota keluarga, kesiapan mental menjadi seorang ibu
d) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan keluarga
seperti jantung, hipertensi, TBC, Dm, penyakit kelamin, abortus
yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada kline.
e) Kebutuhan dasar khusus meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola
personal hygine, pola istirahat tidur, pola istirahat tidur, pola
aktivitas dan latihan, pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
f) Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda
vital dan pengkajian head to toe meliputi:
1) Kepala dan rambut: kaji kebersihan, distribusi dan adanya lesi
2) Mata: kaji kelopak mata, gerakan konjungtiva dan sclera klien
3) Hidung: Kaji kesulitan pernapasan, napas cuping hidung dan
reaksi alergi
4) Mulut dan tenggorokan: kaji mukosa bibir, kebersihan gigi dan
mulut tonsil
5) Telinga: kaji adanya lesi ataupun nyeri tekan
6) Leher: kaji adanya ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid atau
limfe serta bendungan vena jugularis.
7) Dada dan Axila: kaji kesimetrisan dada, mamae membesar atau
tidak, papilla menonjol atau tidak, adanya hiperpigmentasi dan
pengeluaran asi
8) Pernapasan: kaji jalan napas, suara napas serta ada atau tidaknya
otot bantu pernapasan.
9) Sirkulasi jantung: kaji irama dan kelaian jantung
10) Abdomen:kaji bentuk abdomen, adanya linea dan stiae, luka
bekas operasi, tanda-tanda infeksi, ukur TFU, kontraksi bagus
atau tidak, turgor kulit, nyeri tekan pada abdomen, kebersihan,
distensi kandung kemih.
Kaji tingkat Nyeri perut
 P: provokes, palliative (penyebab): Apa yang menyebabkan
rasa sakit/nyeri; apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik; apa yang dilakukan jika sakit/nyeri
timbul; apakah nyeri ini sampai mengganggu tidur.
 Q : quality (kualitas): Bisakah anda menjelaskan rasa
sakit/nyeri; apakah rasanya tajam, sakit, seperti diremas,
menekan, membakar, nyeri berat, kolik, kaku atau seperti
ditusuk (biarkan pasien menjelaskan kondisi ini dengan kata-
katanya).
 R: Radiates (penyebaran): Apakah rasa sakitnya menyebar
atau berfokus pada satu titik
 S: severety (keparahan): Seperti apa sakitnya; nilai nyeri
dalam skala 1-10 dengan 0 berarti tidak sakit dan 10 yang
paling sakit. Cara lain adalah menggunakan skala FACES
untuk pasien anak-anak lebih dari 3 tahun atau pasien dengan
kesulitan bicara
 T: time (waktu): Kapan sakit mulai muncul; apakah
munculnya perlahan atau tiba-tiba; apakah nyeri muncul
secara terus-menerus atau kadang-kadang; apakah pasien
pernah mengalami nyeri seperti ini sebelumnya. apabila
"iya" apakah nyeri yang muncul merupakan nyeri yang sama
atau berbeda
11) Genoto urinary: kaji adanya rupture dan episiotomy
12) Ekstremitas: Kaji adanya oedema, kelemahan otot, turgor kulit
dan adanya varises (Prawirohardjo, S, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
3.
a) Nyeri akut b.d Agen pencedera biologi (D.0077)
b) Ansietas b.d krisis situasional, kurang terpaparnya informasi
(D.0080)
c) Gangguan Pola tidur b.d Hambatan Lingkungan (D.0055))
d) Risiko Perdarahan dibuktikan dengan komplikasi kehamilan
(ketuban pecah sebelum waktunya) (D.0012)

4. Intervensi

No Dx. Tujuan Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri Menejemen Nyeri
Agen pencedera (L.08066) (I. 08238)
biologi (D.0077) Goal: Observasi
Pasien akan terbebas 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
dari nyeri selama dalam frekuensi, kualitas, intensitas
perawatan nyeri
Objektif : 2. Identifikasi skala nyeri
Setelah dilakukan 3. Identifikasi respon nyeri non
tindakan keperawatan verbal
selama 30 menit 4. Identifikasi faktor yang
diharapkan pasien akan memperberat dan memperingan
menunjukan kriteria nyeri
hasil: 5. Identifikasi pengetahuan dan
1. Keluhan nyeri keyakinan tentang nyeri
menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya
2. Meringis menurun
(5) terhadap respon nyeri
3. Sikap prootektif 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun (5) pada kualitas hidup
4. Gelisah menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
(5) komplementer yang sudah
5. Kesulitan tidur diberikan
menurun (5) 9. Monitor efek samping
6. Frekuensi nadi penggunaan analgetik
membaik (5) Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Ansietas b.d Tingkat Ansietas Reduksi Anxietas (I.09314)
krisis (L.09093) Observasi
situasional, Goal: 1. Identifikasi saat tingkat anxietas
kurang Pasien akan terhindar berubah (mis. Kondisi, waktu,
terpaparnya dari cemas selama stressor)
informasi dalam perawatan 2. Identifikasi kemampuan
(D.0080) Objektif: mengambil keputusan
Setelah dilakukan 3. Monitor tanda anxietas (verbal
tindakan keperawatan dan non verbal)
selama 1x24 jam Terapeutik
diharapkan pasien akan 1. Ciptakan suasana  terapeutik
menunjukan kritera untuk menumbuhkan
Hasil: kepercayaan
1. Verbalisasii 2. Temani pasien untuk
kebingungan mengurangi kecemasan , jika
menurun (5) memungkinkan
2. Verbalisasi 3. Pahami situasi yang membuat
khawatir akibat anxietas
kondisi yang 4. Dengarkan dengan penuh
dihadapai menurun perhatian
(5) 5. Gunakan pedekatan yang
3. Perilaku gelisah tenang dan meyakinkan
menurun (5) 6. Motivasi mengidentifikasi
4. Perilaku tegang situasi yang memicu kecemasan
menurun (5) 7. Diskusikan perencanaan 
5. Komsentrasi realistis tentang peristiwa yang
membaik (5) akan datang
6. Pola tidur Edukasi
Membaik(5) 1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
anti anxietas, jika perlu
3. Gangguan Pola Status Kenyamanan Dukungan tidur (I.05174)
tidur b.d (L.08064) 1. Identifikasi pola dan aktivitas
Hambatan Goal: Pasien akan tidur
Lingkungan mempertahankan pola 2. Identifikasi faktor pengganggu
(D.0055) tidur yang efektif tidur
selama dalam 3. Anjurkan untuk menghindari
perawatan makanan atau minuman yang
Objektif: mengganggu tidur
Dalam jangka waktu 30 Management nyeri (I. 08238)
menit pasien akan 1. Anjurkan napas dalam
menunjukan kriteria Pengaturan Posisi (I.01019)
hasil : Terapeutik
1. Keluhan sulit tidur 1. Atur posisi untuk mengurangi
cukup menurun (4) sesak (semi fowler atau fowler)
2. Merintih cukup
menurun (4)
3. Pola eliminasi
Cukup membaik (4)
4. Pola tidur Cukup
membaik (4)
4. Risiko Goal : Pasien tidak Pencegahan Pendarahan
Perdarahan mengalami perdarahan (l.02067)
selama dalam 1. Observasi
dibuktikan perawatan  Monitor tanda dan gejala
perdarahan
dengan Objektif :  Monitor nilai
komplikasi hematokrit/homoglobin
Setelah dilakukan sebelum dan setelah
kehamilan tindakan keperawatan kehilangan darah
(ketuban pecah selama 1x24 jam pasien 2.  Terapeutik
akan menunjukan  Pertahankan bed rest selama
sebelum kriteria hasil: perdarahan
waktunya) Status Cairan 3. Edukasi
(L.03028)  Jelaskan tanda dan gejala
(D.0012) 1. Kadar Hb cukup perdarahan
membaik (4)  Anjurkan meningkatkan
2. Kadar Ht cukup asupan cairan untuk
membaik (4) menghindari konstipasi
Status Intrapartum  Anjurkan meningkatkan
(L.07060) asupan makan dan vitamin
1. Koping terhadap K
ketidaknyamanan  Anjrkan segera melapor jika
persalinan cukup terjadi perdarahan
menurun (2)
2. Perdarahan
pervagina cukup
menurun (2)
3. Frekuensi nadi
cukup membaik (4)

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan perencanaan
perawatan yang sudah dirancang untuk mencegah masalah mental dan
fisik serta mempromosikan, memelihara dan memulihkan kesehatan
mental dan fisik (Olifah, 2016). Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu langkah untuk menentukan kemajuan
seseorang (Olifah, 2016).Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yan menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, T. N., & Simanjuntak, M. (2020). Asuhan Keperawatan


Pasien Post Partum Sectio Caesarea Atas Indikasi Letak
Sungsang
Devi, A. K. (2017). Anatomi Fisiologi Dan Biokimia Keperawatan .
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Eti. (2018). Asuhan Keperawatan Pre Operatof Dengan Ketuban Pecah
Dini. Bogor.
Leniwita H & Anggraini Y. (2015). Modul Keperawatan Maternitas 2019
Olifah, Y. (2016). Dokumentasi Keperawatan . Jakarta Selatan : Pusdik
SDM Kesehatan.
Prawirohardjo,S., 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasa EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai