OLEH:
Mengetahui,
( )( )
2. Klasifikasi
3. Indikasi SC
Menurut Rasjidi (2009) yaitu, indikasi ibu meliputi: panggul sempit
kegagalan melahirkan normal karena kurangnya adekuatnya
stimulasi, adanya tumor pada jalan lahir yang menyebabkan
obstruksi, stenorsis serviks atau vagina, plasenta previa,
Cephalopelvic disproportion (CPD). Menurut Prawirohardjo (2009)
yaitu, indikasi janin meliputi: kelainan letak, gawat janin, prolaps
tali pusat, mencegah hipoksia janin. Indikasi relatif meliputi: riwayat
sectio caesarea sebelumnya, presentasi bokong, distosia (persalinan
yang sulit), preeklamsia berat, DM, ibu dengan HIV positif sebelum
inpartu, kehamilan gemeli (kembar).
4. Etiologi
a) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran panggul ibu
tidak sesuai denganukuran kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara normal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat) adalah kesatuan penyakit yang
berlangsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal .
c) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
diatas 37 minggu.
d) Bayi Kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara SC.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki risiko terjadnya
komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembarpun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernapas.
f) Atas permintaan dari pasien atau keluarga.
g) Gawat janin adalah suatu keadaan dimana janin tidak menerima
O2 cukup, sehingga mengalami sesak. Gawat janin adalah suatu
keadaan bahaya dari janin yang secara serius dapat mengancam
kesehatan janin. Frekuensi denyut janin kurang dari 120x/menit
atau lebih dari 160x/menit.
h) Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala. Letak kepala tengadah adalah
puncak kepala pada pemeriksaan dalam teraba UUB paling
rendah. Etiologi kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
ananya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi) hingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
3) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
dibagian bawah kavum uteri . Dikenal beberapa letak
sungsang yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi
kaki (Sagita, 2019)
5. Anatomi Fisiologi
1) Kulit
a) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan
dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan
mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan.Lapisan luar terdiri dari
keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel- selnya sangat rapat.
b) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan
fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam
epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih
dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan
ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit
secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.
Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah
pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.
Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari
kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
2) Fasia
3) Otot Perut
a) Otot dinding perut anterior dan lateral
Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis
di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh
beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea
alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis
tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis,
memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus
externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan
depan. Serat externus berjalan kearah bawah dan atas; serat
obliquus internus berjalan keatas dan kedepan; serat
transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut)
berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot
berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus
abdominis.
b) Otot dinding perut posterior. Quadrates lumbolus adalah otot
pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa
keduabelas diatas ke crista iliaca (Devi, 2017).
6. Patofisiologi
Menurut Handayani (2015) Adanya beberapa kelainan/
hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal/ spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju dan
pembukaan. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktifitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien
tidakmampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf- saraf disekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamine dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. masalah nyeri akut
karena post pembedahan dari Sectio caesarea berdasarkan teori
yang ada menurut Baradero (2009) Sectio caesarea merupakan
pembedahan yang bisa menimbulkan stres fisiologis (respon neuro
endokrin) Salah satu stres fisiologis adalah nyeri yang dapat
diapresiasikan dalam skala nyeri untuk menunjukkan derajat nyeri
yang dialami. Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. Keluhan
setelah pembedahan menurut Depkes RI (2013) bahwa komplikasi
dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesarea yaitu antara lain
nyeri, gangguan mobilisasi, cedera kandung kemih, cedera
pemmbuluh darah pada usus dan infeksi yaitu infeksi rahim,
endometritis, dan infeksi akibat luka operasi.
7. Patway
Ketuban preeklamsia- Chepalo atas gawat Kelainan letak janin Bayi kembar
Pacah dini eklamsia Pelvik permintaan janin
Dispropotion
Retensi Risiko
plasenta perdarahan Sectio caesarea
(SC)
Kurang informasi
Psikologis Fisiologis System System System System
hormonal respirasi muskuloske GI
letal
Koping individu Kurang Fase take in System Prolaktin Tirah baring
inefektif pengetahuan integument menurun lama Kelemahan Efek
fisik anastesi
Gangguan Pola Ansietas Fase take hold
tidur
Fase letting go Prosedur Ketidakef Peningkatan Gangguan Mual,
SC ektifan produksi Mobilitas muntah
menyusui sputum fisik
Penambahan
anggota baru
Terputusnya Nafsu
Bersihan
kontinuitas makan
jalan napas
jaringan menurun
Perubahan tidak efektif
pola peran sekitar
Nutrisi
Merangsang kurang dari
resptor nyeri keb.tubuh
Nyeri Akut
Risiko
ketidaksei
mbangan
Nutrisi
8. Manifestasi
a) Kehilangan darah selama masa pembedahan 600-800 ml
b) Terpasang kateter, urin jernih dan pucat
c) Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d) Bising usus tidak ada
e) Ketidaknyamanan menghadapi situasi baru
f) Balutan abdomen tampak sedikit noda
g) Aliran lokhia sedang dan bekuan bebas, berlebihan dan banyak
(Martowirjo, 2018)
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan kadar dari
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, dan waktu pembekuan darah
d) Urinalisasi/ culture urin
e) Pemeriksaan Elektrolit (Prawirohardjo, S, 2017).
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis post caesarea antara lain sebagai berikut:
a) Pemberian cairan. Karena 6 jam pertama pasca operasi pasien
masih puasa, maka pemberian cairan melalui intavena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan Yang
biasa diberikan biasanya Ds 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan melalui infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan
air teh.
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
1) Miringkan andan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semi fowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi
d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam/ lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e) Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksi pada luka
post Sectio caesarea, cara pemilihan dan pemberian antibiotic
sangat berbeda beda setiap institusi
2. Analgetik
Untuk meredakan rasa nyeri post operasi, pemberian obat ini
umunya dibarengi dengan pemberian obat untuk memperlancar
kerja saluran cerna.
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapatt diberikan seperti neurobion dan vitamin C
f) Perawatan Luka
Pada luka post operasi dilakukan perawatan untuk melihat kondisi
balutan luka apakah ada rembesan darah atau cairan lainya serta
kondisi luka post operaso itu sendiri.
g) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Identifikasi perubahan kondisi ibu pasca operasi untuk melihat
adanya tanda- tanda infeksi, perdarahan serta kondisi lainnya.
h) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari I post operasi jika
memungkinkan dan kondisi ibu sudah dapat mobilisasi penuh, maka
dapat dilakukan management laktasi.
i) Edukasi
1) Gurita/ korset dipakai selama 3 bulan
2) Boleh hamil setelah 2-3 tahun
3) Coitus boleh dilakukan pada post operasi setelah 8 minggu
4) Jika SC karena panggul sempit maka persalinan berikutnya SC
lagi (Leniwita H & Anggraini Y, 2015).
11. Komplikasi
1) Komplikasi perifer. Bersifat ringan seperti peningkatan suhu tubuh
dan biasanya bersifat peritonitis dan sepsis
2) Perdarahan. Perdarahan banyak timbul pada waktu pembedahan
jika cabang-cabang uteri ikut terpotong karena atonia uteri
3) Kurang kuatnya perut dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi rupture uteri (Prawirohardjo, S, 2017).
4. Intervensi
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan perencanaan
perawatan yang sudah dirancang untuk mencegah masalah mental dan
fisik serta mempromosikan, memelihara dan memulihkan kesehatan
mental dan fisik (Olifah, 2016). Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu langkah untuk menentukan kemajuan
seseorang (Olifah, 2016).Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yan menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA