Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUCEMIA (ALL)

Oleh :
FITRIA
1614901110067

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUCEMIA (ALL)

Konsep ALL
1.1 Definisi
Leukemia lymphoblastic akut (ALL) atau juga disebut leukemia limfositik akut
adalah kanker darah dan sumsum tulang. Kanker jenis ini biasanya semakin
memburuk dengan cepat jika tidak diobati. ALL adalah jenis kanker yang paling
umum pada anak-anak (National Cancer Institute, 2014). Akut limfoblastik
leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih diatur dalam jaringan
pembentuk darah (Suriadi, 2001).

Akut limfoblastik leukimia adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit


(Cecily, 2002). Akut limfoblastik leukimia dianggap sebagai suatu proliferasi
ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan puncak insideasi
pada usia 4 tahun. Setelah usia 15, ALL jarang terjadi (Brunner, 2002). Akut
limfoblastik leukimia adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat
sistematik dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).

Akut limfoblastik leukimia adalah proliferasi maligna/ganas limphoblast dalam


sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik
(Reeves & Lockart, 2002).

Penelitian yang dilakukan pada ALL menunjukkan bahwa ALL mempunyai


homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi
dugaan bahwa populasi sel leukimia itu berasal sari sel tunggal. Oleh karena
homogenitas itu menurut Pornomo, 2005 dibuat klasifikasi LLA secara
morfologik sebagai berikut:
1. L 1 terdiri dari sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak
inti umumnya tidak nampak dan sitoplasma sempit.
2. L 2 pada jenis ini limfoblas adalah besar tetapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
3. L 3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
berfakualisasi.
1.2 Etiologi
Penyebab akut limfoblastik leukimia sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin
berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom
Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

1.3 Tanda dan gejala


Manifestasi klinik dari akut limfoblastik leukimia antara lain:
1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala

Manifesti Klinis menurut Cecily 2002:


a. Bukti anemia, pendarahan dan infeksi:
1) demam
2) keletihan
3) pucat
4) anoreksia
5) petekia dan pendarahan
6) nyeri sendi dan tulang
7) nyeri abdomen yang tidak jelas
8) berat badan menurun
9) pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotieal hati limfa dan
limfonudus
b. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges:
1) nyeri dan kaku duduk
2) sakit kepala
3) iritabilitas
4) letargi
5) muntah
6) koma
c. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang
terkena:
1) Kelemahan ekstremitas bawah
2) Kesulitan berkemih
3) Kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut
dari terapi).

1.4 Patofisiologi
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis).
Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan
Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
1.5 Pemeriksaan
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc
leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP/Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 200.000 / l) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil

1.6 Komplikasi
1. Anemia dan perdarahan
Terjadi gangguan pada eritrosit dan plasma disebabkan pengaturan pada
sumsum tulang belakang tidak berjalan secara normal. Akibatnya,
leukosit berproliferasi secara tidak teratur dan mengganggu fungsi
dari eritrosit dan plasma ketika berada dalam keadaan normal.
2. Hiperleukositosis
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi melebihi
100.000 / l. H i p e r l e u k o s i t o s i s d a p a t menyebabkan iskositas
darah meningkat, terjadi agregasi serta thrombus sel blas pada
mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel blas yang lebih besar
dibanding sel leukosit matur, serta tidak mudah berubah bentuk
menyebabkan sel blas akan mudah terperangkap dan menimbulkan
oklusi pada mikrosirkulasi. Keadan ini disebut dengan leukostasis. Organ
tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah:
- Susunan saraf pusat: sakit kepala, gangguan penglihatan, mudah lesu,
pingsan.
- Paru: takipne, dispne, hipoksia dan gagal nafas.
3. Sindrom lisis tumor
Menyebabkan gangguan metabolisme berupa hyperkalemia,
hiperurisemia dan hiperfosfatemia. Lisis sel tumor menyebabkan
terjadinya pelepasan kalium secara cepat, asam urat yang berasal
dari asam nukleat dan fosfat intraseluler ke ekstraseluler.
4. Gangguan Imunitas
Terjadi karena ketidakstabilan sel darah putih dalam menjalankan fungsi
normalnya, misalnya pada keadaan neutropenia. Pada neutropenia dalam
leukimia, neutrofil banyak namun gagal menjalankan fungsinya
disbabkan lebih banyaknya sel blas yang beredar. Gangguan imunitas juga
bisa merupakan efek samping dari kemoterapi yang terjadi pada masa
remisi, karene efek obat dalam kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker
tetapi juga membunuh sel normal.
5. Asidosis laktat
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan glikogenolisis pada jaringan perifer
dan klirens laktat dan piruvat pada hepar yang tidak s e m p u r n a .
Akibatn ya bisa terjadi hipoksia jaringan dan asidosis
metabolic.

1.7 Penatalaksanaan
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,
L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya.
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping
berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis.
Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 - 106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan
cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut,
pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi
yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh
dosis biasa.

d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama
10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak
diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

6. Pathway
1.8 Perawatan pada Anak dengan ALL
1. Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
a. Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar
Hb rendah.
b. Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c. Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d. Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f. Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g. Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h. Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2. Mencegah terjadinya infeksi
a. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika
suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x /
menit.
b. Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko
infeksi meningkat, maka:
1). Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
2). Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian
pelindung, masker dan sarung tangan.
3). Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
c. Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d. Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e. Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f. Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat
dengan minum 3 liter / hari
g. Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h. Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.
3. Mencegah cidera (perdarahan)
a. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut,
hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b. Pantau tanda vital dan nilai trombosit
c. Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan
5-10 menit setiap kali menyuntik
d. Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
e. Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f. Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang
dapat melukai kulit.
4. Memberikan nutrisi yang adekuat
a. Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b. Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
c. Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan
pandangan dan bunyi
d. Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien
dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e. Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
f. Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral
dan NPT yang diprogramkan.
5. Mencegah kekurangan cairan
a. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
b. Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c. Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang
mual / muntah
d. Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi
sesuai indikasi
6. Antisipasi berduka
a. Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
b. Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c. Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express
feeling
d. Fasilitasi express feeling melalui permainan
7. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a. Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b. Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c. Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
d. Mengatasi kecemasan
e. Pemberian nutrisi
f. Pengobatan dan efek samping pengobatan

8. Meningkatkan peran keluarga


a. Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b. Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf
SR
c. Dorong keluarga untuk express feelings
d. Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9. Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
a. Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
b. Berikan informasi yang mendukung pasien (misal; rambut akan tumbuh
kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai)
c. Dukung interaksi sosial / peer group
d. Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

II. Rencana Asuhan Klien dengan ALL


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di
bawah 15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 4 tahun. Rasio
lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
1) Keluhan Utama: Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba
adalah demam, lesu dan malas makan atau nafsu makan berkurang,
pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu: Pada penderita ALL sering ditemukan
riwayat keluarga yang terpapar oleh chemical toxins (benzene dan
arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatan seperti phenylbutazone dan khloramphenicol,
terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan
berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi
kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang
riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi: Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia,
muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan
menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya
distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi
secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya
pembesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
5) Pola Eliminasi: Anak kadang mengalami diare, penegangan pada
perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses
perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat: Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan
lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah
mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi: Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress: Anak berada dalam kondisi yang
lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian
dapat ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan
iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.
10) Pola Hubungan Peran: Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai: Anak pra sekolah mengalami kelemahan
umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak
Penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan
nafsu makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat
badan anak tersebut.

2.1.1 Pemeriksaan fisik: data focus


1. Kepala dan Leher
a). Rongga mulut :
- Apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri).
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan
bakteri gram negative usus serta berbagai spesies jamur
- Perdarahan gusi
- Pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap
- Ada atau tidaknya karies gigi
b) Mata:
- Konjungtiva : anemis atau tidak.
- Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP
- Sclera: kemerahan, ikterik
- Perdarahan pada retina
c) Telinga : ketulian
d) Leher: distensi vena jugularis
e) Perdarahan otak
Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan
tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf
otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal
2. Pemeriksaan Dada dan Thorax
a) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan
otot bantu pernapasan
b) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
d) Auskultasi : suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi
(terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II,
dan III jika ada.
3. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar
limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi
nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
b) Perkusi adanya asites atau tidak.
4. Pemeriksaan Genetalia
5. Pembesaran pada testis : hematuria
6. Pemeriksaan integument
Kulit :
a) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
b) Nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,
diaforesis (gejala hipermetabolisme)
c) Peningkatan suhu tubuh
d) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
7. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Adakah sianosis, kekuatan otot
b) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia
2.1.2 Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap (CBC) anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm saat didiagnosa memiliki prognosis paling baik, jumlah
leukosit lebih dari 50.000/mm adalah tanda prognosis kurang baik
pada anak sembarang umur.
b. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan SSP
c. Foto toraks mendeteksi keterlibatan mediastinum
d. Aspirasi sumsum tulang ditemukannya 25% sel blas memperkuat
diagnosis
e. Pemindahan tulang atau survei kerangka mengkaji keterlibatan
tulang
f. Pemindahan ginjal, hati dan limpa mengkaji infiltrasi leukemik
g. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Risiko infeksi
2.2.1 Definisi: berisiko terhadap invasi organisme patogen
2.2.2 Faktor risiko
Penyakit kronis
Penekanan sistem imun
Ketidakadekuatan imunitas dapatan
Pertahanan primer tidak adekuat ( misalnya: kulit luka, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, perubahan pH sekresi, dan
gangguan peristaltis)
Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai ( misalnya: hemoglobin turun,
leukopenia, dan supresi respon inflamasi)
Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen
Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen
Prosedur invasif
Malnutrisi
Agens farmasi (misal: obat imunosupresi)
Pecah ketuban
Kerusakan jaringan
Trauma

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas


2.2.3 Definisi: ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan
2.2.4 Batasan Karakteristik
Subyektif:
Ketidaknyamanan atau dipsnea saat beraktivitas
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Obyektif:
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons
terhadap aktivitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
2.2.5 Faktor yang berhubungan
Tirah baring dan imobilitas
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup kurang gerak

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Risiko infeksi
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): setelah dilakukan tindakan
keperawatan faktor risiko infeksi akan hilang dengan kriteria hasil:
NOC :
Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Memperlihatkan hygiene personal yang adekuat
Immune dalam batas normal

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:


NIC:
- Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, malnutrisi).
Rasional: mengidentifikasi faktor penyebab infeksi
- Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi
Rasional: meminimalkan pajanan pada organisme infektif
- Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit,
absolute, hitung jenis, protein serum dan albumin)
Rasional: mengetahui perkembangan hasil laboratorium
- Kolaborasi dalam pemberian obat bila diperlukan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien menunjukkan toleransi aktivitas dengan kriteria hasil:
NOC:
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari dengan beberapa bantuan
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional:
NIC:
- Kaji kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi dan melakukan aktivitas
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi
- Kaji penyebab keletihan (misalnya perawatan, nyeri dan pengobatan)
Rasional: menentukan penyebab keletihan
- Bantu pasien untuk mengubah posisi atau dalam melakukan aktivitas
Rasional: memudahkan pasien dalam melakukan aktivitas
- Pantau respon oksigen pasien (misalnya denyut nadi dan pernapasan)
terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan
Rasional: mengetahui perubahan denyut nadi dan pola pernapasan pasien

Daftar Pustaka
1. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV
Sagung Seto.
2. Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta,
Salemba Raya.
3. Wilkinson Judith M & Nancy R Ahem. (2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.
Jakarta: EGC.
4. http://dokumen.tips/documents/askep-leukemia-limfositik-akut.html
5. https://www.scribd.com/doc/142283860/Laporan-Pendahuluan-Anak-Dengan-
Leukemia-Limfositik-Akut
6. https://www.scribd.com/document/328146891/Komplikasi-Dan-Prognosis-ALL

Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(......) (.....)

Anda mungkin juga menyukai