Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA (AML) DI RUANG


PANGANDARAN RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Di susun oleh :

Dewi Maisyatir Rodiyah

(14401.20.21010)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA (AML) DI RUANG
PANGANDARAN RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Nama : Dewi Maisyatir Rodiyah

NIM : 14401.20.21010

Program Studi : D3 KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

. .

Mengetahui,
Kepala Ruangan

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI DARAH


a. Anatomi

Gambar 1.1.Peredaran Darah Leukemia, syidada (2019)

b. Fisiologi
Darah merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi
manusia. Di dalam darah terkandung berbagai macam komponen, baik
komponen cairan berupa plasma darah, maupun komponen padat berupa
sel-sel darah.
Darah merupakan cairan tubuh yang sangat vital bagi manusia, yang
bersirkulasi dalam jantung dan pembi Darah membawa oksigen dan nutrisi
bagi seluruh sel de serta mengangkut produk-produk hasil metabolisme
berada di dalam suatu pembuluh darah arteri maupun merupakan sebagian
dari sistem organ tubuh man berperan penting bagi kelangsungan hidup
manusia darah total dalam tubuh manusia dewasa adalah berkisa (wanita)
dan 4,5 liter (pria).
Beberapa komponen darah manusia yaitu :
1. Sel-sel darah, meliputi :
a) Eritrosit (sel darah merah) berfungsi dalam transportasi oksigen dan
karbondioksida.
b) Leukosit (sel darah putih) berperan dalam imunitas atau pertahanan
tubuh terhadap benda asing maupun mikroorganisme.
Leukosit terdiri dari : Neutrofil, Eosinofil, Basofil, Limfosit, Monosit
c) Trombosit (keping darah) berfungsi dalam proses pembekuan darah,
yang berperan penting untuk sistem hemostasis dalam tubuh.
2. Plasma darah, merupakan komponen cairan yang mengandung berbagai
nutrisi maupun subtansi penting lainnya yang diperlukan oleh tubuh
manusia, antara lain protein albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan
darah, dan berbagai macam elektrolit natrium (Na), kalium (K), klorida
(CI), Magnesium (Mg), hormon, dan sebagainya. Novi Khila (2018)
B. DEFINISI
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah putih
yang abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit dalam jumlah
yang berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia.
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML)
merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan
proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara
malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan
penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada AML
tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas
yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel
darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML,
mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit)
berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal
di sumsum tulang. Carolin,et al. (2019).
C. ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini
menurut hasil penelitian orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia faktor risiko tersebut
adalah :
1. Umur, jenis Kelamin, ras : Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi
menurut umur. LMA terdapat pada umur 15-39 tahun.Insiden leukemia
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.Tingkat insiden yang
lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam. 10 Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua
jenis kanker. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak.
2. Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu
bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan
peningkatan 7 insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan
radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi
untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak
berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.
3. Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
4. Obat obatan golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol,fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
5. Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu
dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
6. Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita
AML maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun,
dan insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah
satu saudaranya menderita AML.
7. Sindrom Down: Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya
yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko
kanker.
8. Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi
oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan
hipertensi saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
9. Human T-Cell Teukemia Virus-1 (HTT.V-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
10. Sindrom mielodisplastik: sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan scl
(hiposclularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan
sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait
dengan infiltrasi leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia.
Pada pasien dapat dijumpai lelah, perdarahan, atau infeksi dan demam
karena penurunan sel darah merah, trombosit, atau sel darah putih. Gejala
umumnya adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas. Dapat
pula dijumpai nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam
kulit, gejala saraf pusat seperti kejang, muntah, muka kesemutan,
penglihatan kabur.Davis, et al.(2020).
E. KLASIFIKASI
AML diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi French American-
British. (FAB) dengan kriteria terutama morfologi dan fenotip/sitokimia
dengan FAB, ada 8 subtipe AML (FAB MO sampai M7)
1. T.MA-M 0 (leukemia mieloblastik akut dengan diferensiasi minimal)
2. LMA-M 1 (leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi)
3. LMA-M 2 (leukemia mieloblastik akut dengan maturasi)
4. LMA-M 3 (leukemia promielositik akut)
LPA (leukemia promieolisitik akut hipergranuler)
LPA-V (leukemia promieolisitik akut mikrogranuler/
M 3 V (hipogranuler)
5. LMA-M 4 (leukemia mielomonositik akut)
L'MA-M 4 Eo (leukemia mielomonositik akut dengan peningkatan sel
eosinophil)
6. LMA-M 5 (leukemia monositik akut)
LMA-M 5A (leukemia monoblastik akut leukemia monositik akut
dengan diferensiasi jelek))
LMA-M 5B (leukemia monositik akut {leukemia monositik akut dengan
diferensiasi baik})
7. LMA-M 6 (leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
8. LMA-M 7 (leukemia megakarioblastik akut)
F. PATOFISIOLOGI
AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan
akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam
sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia dan trombositopenia).
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus
yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien
rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari flora bakteri
normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang
terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfiltrasi ke organorgan lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem
syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
(Hasserjian, 2021).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk
diagnosis AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan
pengecatan May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang
akurat, diperlukan setidaknya 500 sel nucleated dari sumsum tulang dan
200 sel darah putih dari perifer. Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥
20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan
((15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari
persentase blast. Dohner, et al.(2020).
b) Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk
menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria
yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda
(untuk sebagian besar penanda) (Hasserjian, 2021).
c) Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa
(Dohner et al.2020).
d) Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk
menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria
yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda
(untuk sebagian besar penanda) (Hasserjian, 2021).
e) Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML
dewasa (Dohner, Estey,dkk.2020).Pemeriksaan sitogenetika
menggambarkan abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi,
delesi, adisi (American Cancer Society, 2019).
f) Sitogenetika moleculer
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization)
yang juga merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari
kromosom seperti RUNX1-RUNXITI, CBFB-MYHI1, fusi gen MLL dan
EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q Dohner et al.(2020)
g) Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan
penyakit jika diperkirakan telah menyebar ke organ lain. Contoh
pemeriksaannya antara lain X-ray dada, CT scan, MRI (American Cancer
Society, 2019).
I. PENATALAKSANAAN
Fase Pelaksanaan Kemoterapi:
a. Fase induksi
Fase terapi ini bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker dalam tubuh,
terutama di darah dan sumsum tulang.
b. Fase paska remisi
Fase paska remisi atau fase konsolidasi menggunakan agen
kemoterapi intensif seperti regimen berbasis cytarabine, kemoterapi dosis
tinggi atau terapi kemoradiasi.
c. Terapi Biologi
Metode ini, juga dikenal sebagai immunotherapy, menggunakan zat
yang memperkuat respon sistem kekebalan terhadap kanker. Salah satu
bentuk terapi biologi dikenal sebagai antibodi monoklonal. Meskipun
antibodi ini diproduksi dalam laboratorium, namun dapat meniru protein
dalam sistem kekebalan tubuh (antibodi) yang menyerang benda asing
pada sel-sel leukemia. Gemtuzumab ozogamicin adalah salah satu
antibodi monoklonal yang digunakan sebagai terapi biologis dalam
AML.
d. Transplantasi stem cell sumsum tulang
Metode ini dapat membantu dalam membangun kembali sel-sel induk
yang sehat dengan mengganti sumsum tulang yang tidak sehat dengan sel
yang bebas dari sel induk leukimia yang akan menumbuhkan sumsum
tulang yang sehat. Metode ini dapat digunakan untuk terapi konsolidasi.
Untuk menghancurkan sumsum tulang dan menghasilkan manfaat pada
penyakit leukemia pasien, maka akan diberi dosis yang sangat tinggi dari
kemoterapi atau terapi radiasi sebelum transplantasi sel induk. Setelah
itu, akan diberikan infus sel induk dari donor yang kompatibel
(transplantasi alogenik). Sel induk sendiri seseorang juga dapat
digunakan (transplantasi autologous), yaitu dengan mengambil dan
menyimpan sel-sel sehat induk mereka untuk transplantasi di masa
depan.
e. Terapi obat lain
Ada obat anti kanker yang dapat digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan kemoterapi untuk induksi remisi dari subtipe tertentu
dari AML disebut promyelocytic leukemia, seperti arsenik trioksida dan
semua jenis trans retinoic acid (ATRA)
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat AML, antara lain
(Cecily, 2017; WHO 2019):
a) Gagal sumsum tulang
b) Infeksi
c) Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
d) Splenomegali
e) Hepatomegali
K. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Identitas Pasien
Pada pasien penderita acute myeloblastic leukemia (AML) diantaranya
terjadi pada 80% leukemia akut pada orang dewasa. Klien yang
menderita acute myeloblastic leukemia (AML) umumnya terjadi pada
laki-laki dan perempuan dan juga sering terjadi pada bayi di bawah usia
2 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan acute myeloblastic
leukemia (AML) kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan
berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami muntah, Anemia, lemas, nyeri pada tulang dan
persendian
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada umumnya kasus acute myeloblastic leukemia (AML) keadaan
umumnya melemah, nyeri tulang.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pada penderita AML sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar
oleh bahan kimia (benzena, arsen dan preparat sulfat), infeksi virus (E. coli
dan pseudomonas, serta infeksi fungus), kelainan kromosom, radiasi dan
kemoterapi.
6. Head To toe
a. Kepala : Umumnya ditemukan rambut mudah rontok.
b. Wajah : Wajah tampak pucat, kelelahan dan ikterik.
c. Mata : Anak mengalami anemis konjungtiva, sclera ikterik karena
adanya udem di hepar, kornea arkus sinilis dan jaundice.
d. Hidung : Hidung tampak simetris, lurus, dan warnanya seragam. Saat
dipalpasi ringan, tidak ada nyeri tekan dan lesi
e. Mulut: Bibir klien berwarna merah muda lembab, simetris dan memiliki
tekstur yang halus.
f. Leher : Ukuran otot lehernya sama. Klien menunjukkan gerakan kepala
yang halus dan terkoordinasi tanpa rasa tidak nyaman,Kelenjar getah
bening klien tidak teraba,Trakea tepat di garis tengah leher.
g. Paru-paru / Dada : Dinding dada utuh tanpa nyeri dan massa. Ada
ekspansi penuh dan simetris dan ibu jari terpisah 2-3 cm selama
inspirasi dalam saat menilai perjalanan pernapasan. Klien
memanifestasikan pernapasan yang tenang, ritmis, dan tanpa usaha
yang berarti.
h. Jantung : Tidak ada pulsasi yang terlihat di area aorta dan pulmonal.
Tidak ada heaves atau lift.
i. Kulit : Kulit klien memiliki warna yang sama, tidak bercacat dan tidak
ada bau yang tidak sedap. Memiliki turgor kulit yang baik dan suhu
kulit dalam batas normal.
j. Ekstremitas: simetris dalam ukuran dan panjang,Otot tidak teraba
dengan tidak adanya tremor. Biasanya kokoh dan menunjukkan gerakan
yang halus dan terkoordinasi,tidak ada kelainan bentuk tulang, nyeri
tekan dan bengkak,Sendi tidak ada bengkak, nyeri tekan dan sendi
bergerak dengan lancar.
7. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Nyeri akut yang b.d agen cedera fisiologis (neoplasma) d.d gelisah
dan nafsu makan berubah
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d nafsu
makan menurun
3. Resiko perdarahan b.d efek agen farmakologis
8. Intervensi
1) Diagnosa : Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (neoplasma) d.d
gelisah dan nafsu makan berubah (D.0077)
Luaran Utama : tingkat nyeri (L.08066)
: Ekspetasi (Menurun)
Kriteria Hasil :
Intervensi Utama :
a) Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi karakterstik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri

Menurun Cukup Sedang Cukup meningkat


menurun meningka
t
Kemmapuan 1 2 3 4 5
menuntaskan
aktifitas

Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun


t meningkat menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meirngis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitas tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada 1 2 3 4 5
diri sendiri 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi 1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
mengalami 1 2 3 4 5
cedera berulang 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perinium terasa 1 2 3 4 5
tertekan 1 2 3 4 5
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat 5
Ketegangan otot
Pupil dilatasi
Muntah
Mual

Memburu Cukup Sedang Cukup membaik


k memburuk membaik
Frekunsi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Prilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor memperberat dan memperigan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping pengunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS,hipnosis,akupresur,terapimusik,biofeedback,terapi pijat,aroma
terapi,teknik imajinasi terbimbimbing, kompres hangat atau
dingin,terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan,pengcahayaan,kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbankan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,priode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi peredakan nyeri
3. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

2) Diagnosa : Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan


d.d nafsu makan menurun (D.0019)

Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)


: Ekspetasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
M C S C M
e u e u en
n k d k in
u u a u g
r p n p k
u g M at
n M en
e in
n g
u k
r at
u
n

Porsi 1 2 3 4 5
makana
n yang 1 2 3 4 5
dihabis 1 2 3 4 5
kan 1 2 3 4 5
Kekuata 1 2 3 4 5
n otot
penguny
ah 1 2 3 4 5
Kekuata
n otot
menelan 1 2 3 4 5
Serum
albumin
Verbalis 1 2 3 4 5
asi
keingina
n untuk 1 2 3 4 5
meningk
atkan
nutrisi 1 2 3 4 5
Pengeta
huan
tentang 1 2 3 4 5
pilihan
makana
n yang
sehat
Pengeta
huan
tentang
pilihan
minuma
n yang
sehat
Pengeta
huan
tentang
standar
asupan
nutrisi
yang
tepat
Penyiap
an dan
penyimp
anan
makana
n yang
sehat
Penyiap
an dan
penyimp
anan
minuma
n yang
sehat
Sikap
terhadap
makana
n/minu
man
sesuai
dengan
tujuan
kesehata
n

Intervensi Utama :
a) MANAJEMEN NUTRISI (I.03119)
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1.Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

3) DIAGNOSA : Risiko perdarahan b.d efek agen farmakologis


(D.0012)
Luaran Utama : TINGKAT PERDARAHAN (L.02017)
: Ekspetasi (Menurun)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedan Cukup meningk
menurun g meningk at
at
Kelembapa 1 2 3 4 5
n membrane
mukosa 1 2 3 4 5
Kelembapa 1 2 3 4 5
n kulit
Kognitif
Meningk Cukup Sedan Cukup Menuru
at meningk g menurun n
at
Hemoptisi 1 2 3 4 5
Hemateme 1 2 3 4 5
sis 1 2 3 4 5
Hematuria 1 2 3 4 5
Pemarahan 1 2 3 4 5
anus 1 2 3 4 5
Distensi
abdomen 1 2 3 4 5
Perdaraha
n vagina
Perdaraha
n pasca
operasi
Membur Cukup Sedan Cukup Membai
uk membur g membai k
uk k

Hemoglobi 1 2 3 4 5
n 1 2 3 4 5
Hematokrit 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah 1 2 3 4 5
Denyut nadi
apical
Suhu tubuh
Intervensi Utama :
a) PENCEGAHAN PEDARAHAN (1.02067)
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala pendarahan
2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah.
3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik.
4. Monitor keagulasi (mis. Prothrombin time (PT), partial
thromboplastin time (PPT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau
platelet)

Terapeutik
1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
3. Gunakan Kasur pencegahan decubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika tidak perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Davis AS, Viera AJ, Mead MD. (2020). Leukemia: An overview for
primary care.

Am Fam Physician; 89(9):731-8.Hasserjian RP. (2019). Acute myeloid


leukemia: Advances in diagnosis and

Suryani, Esti., Salamaha, Umi., Wiharto., Wijaya, Andreas Andy. (2020).


Identifikasi Penyakit Acute Myeloid Leukemia
(AML)Menggunakan Rule Based System' Berdasarkan Morfologi
Sel Darah Putih Studi Kasus : AML2 dan AML4. Semarang

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai