Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN COMBUTIO DI RUANG LUKA

BAKAR INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO


MAKASSAR

OLEH :
NOVALIN MAAKEWE, S.Kep
NIM. 1490119066

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

(……………………….) (……………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MALUKU HUSADA
MAKASSAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

I. KONSEP MEDIS
A. ANATOMI FISIOLOGI COMBUSTIO
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung
tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor
yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum
korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan
air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan
yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar
ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun
atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan
mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit
dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan
berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak
kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan
terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut
dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis juga
tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan
akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang
memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan
subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
4. Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini
terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar
apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

Gambar 1. Anatomi Kulit

B. DEFINISI COMBUSTIO
Beberapa definisi combutio dari para ahli sebagai berikut :
- Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada
tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth,
2002).
- Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan
sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
- Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).
- Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan
jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air
panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan
kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga
terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama
kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan.
Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi
(Moenadjat, 2003).
- Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan
mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor
penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
- Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau
akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
- Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu
fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia
seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
- Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008)
- Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan
cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati
sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang
intensif (PRECISE, 2011)
C. ETIOLOGI COMBUSTIO
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
- Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain
adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

2. Scalds (air panas)


Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas
dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas
akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar
mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
D. KLASIFIKASI COMBUSTIO
1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
E. Derajat Luka Bakar
Luka bakar dibedakan menjadi: derajat satu, dua dan derajat tiga.
1. Luka derajat I
Hanya mengenai epidermis luar, kulit kering dan secara klinis tampak sebagai daerah
hiperemia dan eritema. Biasanya sembuh dalam 3–7 hari dan tidak ada jaringan parut.

Gambar 2.. Luka bakar derajat I (Burns et al, 2006)

2. Luka derajat dua


Mengenai lapisan epidermis yang lebih dalam dan mencapai kedalaman dermis tetapi masih
ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
folikel rambut. Luka dapat sembuh 10–21 hari. Luka derajat ini tampak lebih pucat, terdapat
vesikel, edema dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya kerusakan
kapiler dan ujung syaraf di dermis. Juga timbul berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Derajat dua ini dibedakan menjadi:

- Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan
penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10–14 hari.

- Derajat 2 dalam, dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis, terdapat
bula. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.
Penyembuhan terjadi lebih lama dengan waktu lebih dari 1 bulan (Hettiaratchy, 2004).
Gambar 3. . Luka bakar derajat II (Burns et al, 2006)

3. Luka derajat tiga

mengenai semua lapisan epidermis dan dermis serta biasanya secara klinis tampak sebagai
luka kering, luka merah keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tidak ada bula, lapisan
yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff. Seringkali vena mengalami
koagulasi dan dapat terlihat dari permukaan kulit (Burns et al, 2006).

Gambar 4. Luka bakar derajat III (Burns et al, 2006)


Gambar 5. Derajat luka bakar (Burns et al, 2006)

Gambar 6. Penampang kedalaman luka bakar (Hettiaratchy, 2004).

F. Luas Luka Bakar


Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk
menghitung secara cepat dipakai
1. Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,
karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis,
dapat digunakan kartu luka bakar dengan cara Lund and Browder (Baxter, 1993). Rule of nines
membagi tubuh manusia dewasa dalam beberapa bagian dan setiap bagian dihitung 9%. Hanya
luka bakar derajat dua dan tigalah yang dihitung menggunakan rule of nine, sementara luka
bakar derajat satu tidak dimasukan sebab permukaan kulit relatif bagus sehingga fungsi kulit
sebagai regulasi cairan dan suhu masih baik.
Gambar 7. Luas luka bakar pada orang dewasa Gambar 8. Luas luka bakar pada anak & orang
(Hettiaratchy, 2004). dewasa

2. Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila
tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan
‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia. Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap
tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa. Untuk tiap pertambahan
usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1%
hingga tercapai nilai dewasa.
G. Fase Luka Bakar
Dalam perjalanan penyakitnya, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas) hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma
multipel di rongga toraks, breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gangguan jalan nafas tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48–72 jam
pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada
fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai 21 hari. Masalah utama pada
fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak atau perkembangan
masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan
infeksi, masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau tidak dilapisi
epitel luas dan atau pada struktur atau organ–organ fungsional.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8–12 bulan hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
(Moenadjat, 2005).
Dewasa ini proses penyembuhan luka pada kulit sudah semakin cepat dan mudah. Hal ini
tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk
menyembuhkan luka, masyarakat dapat sangat mudah mengakses obat-obatan kimia yang telah
beredar luas. Masyarakat kurang mengerti bahwa sebenarnya banyak peneliti yang telah
meneliti bahan-bahan ilmiah yang telah teruji hasilnya untuk penyembuhan luka, termasuk luka
bakar. Salah satunya adalah madu.
H. PATOFISIOLOGI COMBUSTIO
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat
koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka
bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan
gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10C mengakibatkan
cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi
sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat
hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan
jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung
akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan kotekolamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah
luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara drastis pada saat terjadi syok luka bakar.
Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka
bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang
mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada
kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan
menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai,
hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal,
perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia.
Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang
diakibatkan hipermetabolisme
I. WOC

Pathway Combusio (Luka Bakar)


J. MANIFESTASI KLINIS COMBUSTIO
Kedalaman Dan
Bagian Kulit Perjalanan
Penyebab Luka Gejala Penampilan Luka
Yang Terkena Kesembuhan
Bakar
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
tersengat matahari, (supersensivitas), ketika ditekan waktu satu minggu,
terkena api dengan rasa nyeri minimal atau terjadi
intensitas rendah mereda jika tanpa edema pengelupasan kulit
didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan dalam
(Partial- bagian dermis hiperestesia, luka berbintik- waktu 2-3 minggu,
Thickness): tersiram sensitif terhadap bintik merah, pembentukan parut
air mendidih, udara yang epidermis retak, dan depigmentasi,
terbakar oleh nyala dingin permukaan luka infeksi dapat
api basah, terdapat mengubahnya
edema menjadi derajat-
tiga
erajat Tiga (Full- Epidermis,
Tidak terasa Kering, luka Pembentukan
Thickness): terbakar keseluruhan
nyeri, syok, bakar berwarna eskar, diperlukan
nyala api, terkena dermis dan
hematuria putih seperti pencangkokan,
cairan mendidih kadang-kadang
(adanya darah bahan kulit atau pembentukan parut
dalam waktu yang jaringan
dalam urin) dan gosong, kulit dan hilangnya
lama, tersengat arus subkutan
kemungkinan retak dengan kontur serta fungsi
listrik pula hemolisis bagian lemak kulit, hilangnya jari
(destruksi sel yang tampak, tangan atau
darah merah), terdapat edema ekstrenitas dapat
kemungkinan terjadi
terdapat luka
masuk dan
keluar (pada luka
bakar listrik)
K. PENYEMBUHAN LUKA COMBUSTIO
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase:
1. Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini
terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan
mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini
berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka,
tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau
datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3. Fase maturase
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan
vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada
tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis,
lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
G. KOMPLIKASI COMBUSTIO
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah
akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah
mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda
ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder
akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan pengeluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut
Pengeluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat
khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan
dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi
dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau
gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin
dapat meningkat karena cedera jaringan
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
L. Penatalaksanaan Luka Bakar
Pengoabatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka bakar serta pertimbangan
penyebabnya.Resusitasi cairan penting dalam menangani kehilangan cairan intravascular.Oksigen
diberikan melalui masker atau ventilasi buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah
atau kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat memerlukan debridement
luka dan transpalasi.
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar sebagai berikut:
1. Mematikan sumber api
2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti, menutup
bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
3. Merendam atau mengaliri luka
4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau menyiram dengan
air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan ini adalah untuk
menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil
derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
5. Rujuk ke Rumah Sakit
6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit luka bakar
dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
7. Resusitasi
8. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas .namun bila terjadi syok segera di lakukan
resusitasi ABC.
a) Pernafasan:
1) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi
gagal nafas.
b) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
a. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak sadar.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal intubasi.
b. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu dengan pemberian
obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan: silver sulfadiazine, moist exposure
burn ointment, ataupun yodium providon.
9. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
10. Monitor urine dan CVP.
11. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
12. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
K. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di
seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ
sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak
diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin
survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid,
hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang
tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 )
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
c. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien
tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric
tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan
25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus.
L. Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan morfin dalam
dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap
4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan
pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik
yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan
pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan
dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini
adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan
nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera
dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini
akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka
bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic”
(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi
dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan
tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut
membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus.
Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan
ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”).
Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
 Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini
terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
 Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis
sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang
digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka
bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas
permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu
dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada
daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan
dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.
Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpointbedah yang
sulit ditentukan.
 Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik
ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas
atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel,
mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih
mudah ditentukan, Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-
saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit
yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia
lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah
tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil
sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat
direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting.
Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien,
keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit
donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly
atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar
pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit
donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau
dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat
dilakukan dengan cara :
- Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
- Drainase yang baik
- Gunakan kasa adsorben
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO
1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan
apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak
hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa
80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data
pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan
pendidikan menentukan intervensi yanSg tepat dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri
dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari
setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga
timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan
ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan
pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalani perawatan ketika dilakukan
pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka
bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru,
DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan
klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan
keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola
menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan
anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena
klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal
ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .
7. Riwayat psiko social
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan
karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:mTanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
10. Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.Tanda: ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
11. Eliminasi: Tanda: pengeluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
12. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
13. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan.Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
14. Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
15. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral
dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
16. Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang
dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh
pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka
bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
17. Pemeriksaan fisik
a) keadaan umum : Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat
cukup berat
b) TTV : Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak
adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala dan rambut : Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
Mata : Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang
menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia
akibat luka bakar
Hidung : Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang
rontok.
Mulut : Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan
kurang
Telinga : Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
Leher : Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi
untuk mengatasi kekurangan cairan
d) Pemeriksaan thorak / dada : Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi
suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e) Abdomen : Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f) Urogenital : Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi
untuk pemasangan kateter.
g) Muskuloskletal : Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri
h) Pemeriksaan neurologi : Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
i) Pemeriksaan kulit : Merupakan pemeriksaan pada daerah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas luka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine
lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH 1 TH 2 TH DEWASA
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan
berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka
bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan otot-otot
pernafasan, hiperventilasi.
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan NOC NIC
volume cairan  Fluid balance Fluid Management
 Hydration  Timbang popok/pembalut jika
 Nutritional Status: Food diperlukan
and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output
Kriteria Hasil : yang akurat
 Mempertahankan urine  Monitor status hidrasi (kelembaban
output sesuai dengan usia membran mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik), jika
HT normal diperlukan
 Tekanan darah, nadi, suhu  Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal  Monitor masukan makanan/cairan dan
 Tidak ada tanda-tanda hitung intake kalori harian
dehidrasi, elastisitas turgor  Kolaborasikan pemberian cairan IV
kulit baik, membran mukosa  Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa haus  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
yang berlebihan  Dorong masukan oral
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack (jus buah, buah
segar)
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
 Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah
intake oral
 Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya tanda gagal ginjal
Resiko infeksi NOC IC
berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan hilangnya  Knowledge : Infection  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
barier kulit dan control pasien lain
terganggunya  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
respons imun.  Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung untuk
 Klien bebas dari tanda dan mencuci tangan saat berkunjung dan
gejala infeksi setelah berkunjung meninggalkan
 Mendeskripsikan proses pasien
penularan penyakit, faktor  Gunakan sabun antimikrobia untuk
yang mempengaruhi cuci tangan
penularan serta  Cuci tangan setiap sebelum dan
penatalaksanaannya sesudah tindakan keperawatan
 Menunjukkan kemampuan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
untuk mencegah timbulnya alat pelindung
infeksi  Pertahankan lingkungan aseptik
 Jumlah leukosit dalam batas selama pemasangan alat
normal  Ganti letak IV perifer dan line central
 Menunjukkan perilaku hidup dan dressing sesuai dengan petunjuk
sehat umum
 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
infection protection (proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindar infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan inflamasi  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dan kerusakan  comfort level komprehensif termasuk lokasi,
jaringan Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
keperawatan selama …. Pasien dan faktor presipitasi.
tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
(tahu penyebab nyeri, mencari dan menemukan dukungan.
mampu menggunakan 4. Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu
untuk mengurangi nyeri, ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
mencari bantuan). 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menentukan intervensi.
menggunakan manajemen 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
nyeri. napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
3. Mampu mengenali nyeri hangat/ dingin.
(skala, intensitas, frekuensi 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
dan tanda nyeri). nyeri: ……...
4. Menyatakan rasa nyaman 9. Tingkatkan istirahat.
setelah nyeri berkurang. 10. Berikan informasi tentang nyeri
5. Tanda vital dalam rentang seperti penyebab nyeri, berapa lama
normal. nyeri akan berkurang dan antisipasi
6. Tidak mengalami gangguan ketidaknyamanan dari prosedur.
tidur 11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

Kerusakan NOC : NIC :


integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and  Pressure Management
berhubungan Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit pasien 2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
teratasi dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Integritas kulit yang baik bersih dan kering.
bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
(sensasi, elastisitas, pasien) setiap dua jam sekali.
temperatur, hidrasi, 5. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi) kemerahan .
2. Tidak ada luka/lesi pada 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
kulit. pada derah yang tertekan .
3. Perfusi jaringan baik. 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
4. Menunjukkan pasien.
pemahaman dalam proses 8. Monitor status nutrisi pasien.
perbaikan kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun
mencegah terjadinya dan air hangat.
sedera berulang. 10. Kaji lingkungan dan peralatan yang
5. Mampu melindungi kulit menyebabkan tekanan.
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola nafas  Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
dengan  Respiratory status : lift atau jaw thrust bila perlu
deformitas Airway patency 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dinding dada,  Vital sign Status ventilasi
keletihan otot- Setelah dilakukan tindakan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
otot pernafasan, keperawatan alat jalan nafas buatan
hiperventilasi selama….ketidakefektifan pola 4. Pasang mayo bila perlu
nafas pasien teratasi dengan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kriteria hasil : 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
1. Mendemonstrasikan suction
batuk efektif dan suara 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
nafas yang bersih, tidak suara tambahan
ada sianosis dan dyspneu 8. Lakukan suction pada mayo
( mampu mengeluarkan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
sputum, mampu bernafas 10. Berikan pelembab udara kassa basah
dengan mudah, tidak ada NACl Lembab
pursed lips ) 11. Atur intake untuk cairan
2. Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan
yang paten ( klien tidak 12. Monitor respirasi dan status O2
merasa tercekik, irama Oxygen Therapy
nafas, frekuensi 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret
pernafasan dalam rentang trakea
normal , tidak da suara
nafas abnormal ) 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Tanda Tanda vital dalam 3. Atur peralatan oksigenasi
rentang normal ( tekanan 4. Monitor aliran oksigen
darah, nadi, pernafasan ) 5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad ( tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik )
13. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu
bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Nanda International. 2018 .Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai