Disusun Oleh:
Vidi Alfiansyah
20130310104
20174011087
Pembimbing:
dr. Widodo Raharjo, Sp.PD
1
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Nama: Vidi Alfiansyah
NIM: 20130310104
NIPP: 20174011087
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Rabu, 04 Oktober 2017
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
2
3
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. IE
Usia : 34 tahun
Status : Menikah
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Ny. IE datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan utama demam sejak 3
hari SMRS. Pasien juga mengeluh menggigil (+). Riwayat bepergian ke luar pulau
dan jajan sembarangan disangkal. Pasien juga mengeluhkan muntah sudah 2 hari
dan badan lemas SMRS. Pasien juga mengeluh nyeri perut kiri bawah. Riwayat
BAB cair (+). Keluhan BAK disangkal. Pernah mengalami riwayat perdarahan di
bagian gusi.
4
Riwayat hipertensi disangkal, riwayat DM disangkal, sakit jantung, asma dan
alergi obat disangkal.
Ny. IE tidak merokok dan minum alkohol. Pasien tinggal bersama suami.
peningkatan JVP
b. Thorax (Pulmo)
Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk.
Palpasi: Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak
paru kanan dan kiri), suara ronkhi : -/- (tidak terdengar di lapang
sinistras
5
Perkusi: Cardiomegali (-)
Auskultasi: Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 September 2017
6
V. DIAGNOSA KERJA
- Dengue Hemorrhagic Fever
VI. PENATALAKSANAAN
1. 21/09/2017
a. Infus Asering 500 mL 20 tpm
b. Injeksi IV Ondancentron 1x 1 amp
c. Injeksi IV Ranitidin 2x 4mg
d. Injeksi IV Ceftriaxon 1 amp
e. Cek laboratorium (hematologi, hitung jenis, kimia darah,
imuno/serologi HBsAg)
2. 22/09/2017
a. Infus Ringer Lactate 500 mL 20 tpm
b. Injeksi IV Ranitidine 2x 4mg
c. Injeksi IV Ceftriaxone 1 amp
d. Injeksi IV Scopamin 1 amp
e. PO Neurodex 1x1 tab
f. Cek laboratorium (hematologi, hitung jenis, kimia darah,
imuno/serologi Dengue)
3. 23/09/2017
a. Infus Ringer Lactate 500 ml 20 tpm
b. Injeksi IV Ketorolac 1 amp
c. Injeksi IV Ranitidin 2x 4mg
d. Injeksi IV Ceftriaxone 1 amp
e. PO Neurodex 1x1 tab
f. Cek laboratorium (hematologi, hitung jenis)
4. 24/09/2017
a. Ringer Lactate 500 ml 20 tpm
b. OBH sirup
c. Cek laboratorium (hematologi, hitung jenis)
5. 25/09/2017
a. Injeksi IV Ketorolac 1 amp
b. Injeksi IV Ranitidin 2x 4mg
7
c. Injeksi IV Scopamin 1 amp
d. PO Paracetamol 500 mg
e. PO Curcuma 200 mg 3x1 tab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
8
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN- 1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever;Japanese enchepalitis dan West Nile virus.
C. Patofisiologi
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respons imun yang diketahui berperan delam patogenesis DBD adalah: a).
respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut anti- body
dependent enhancement (ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-
sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit
dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
9
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks
imun meyebabkan terbentuknya terbentuknya C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus berepllkasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyababkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL- 1, PAF (platelet
activatingf actor), LL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
10
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium 111 dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein Cl-inhibitor complex).
D. Gejala Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam bedarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat.
Perjalanan klinis infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase yaitu, yaitu fase febris,
fase kritis, dan pemulihan.
11
E. Pendekatan Diagnosis
a. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
12
b. Laboratorium
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun 1gG.-lebih banyak
13
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit 3 20% dari hematokrit
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai
terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma
SGOT/SGPT dapat meningkat.
ureum, heatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
elektrolit: Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila
akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG
terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3, menglulang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,
pada infeksi sekunder IgG mulai terdeksi hari ke-2.
Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama
serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk
kepentingan surveilans.
NS 1 : Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari
pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas anti- gen NS 1
berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya
dengan spesifisitas goldstandardkultur virus. Hasil negatif antigen
NSl tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
c. Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3- 14 hari),
tirnbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
14
F. Penatalaksanaan
Tata Laksana DD atau DBD secara umum adalah tirah baring, pemberian
cairan, medikamentosa simtomatik, dan antibiotik hanya apabila terdapat infeksi
sekunder. Selanjutnya tata laksana spektrum DD/DBD dibagi menjadi 5 protokol
berdasarkan PAPDI, Divisi Tropik dan Infeksi, dan Divisi Hematologi dan
Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
15
2. Protocol 2. Tata laksana cairan pada pasien dewasa dengan
kecurigaan DBD tanpa syok
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 X (55 - 20)}=2200 ml.
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
3. Protocol 3.
Tata laksana DBD pada pasien dewasa dengan peningkatan Ht >20%
16
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hematokrit turun, fiekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kg/BB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tapi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kg/BB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
17
4. Protocol 4. Tata laksana perdarahan spontan pada DBD dewasa
18
dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai
atau tanpa KID.
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskular yang hilang hams segera dilakukan. Angka
kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita
DBD tampa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatanp enderita
DBD mendapatkan pertolonganlpengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat
termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 24 literlmenit. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang hams dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap
(DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta
ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
19
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-l ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu
60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan
hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus
dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan
maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi,
maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan,
tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding)
maka pada penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-
sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan
20
pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 u/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15- 18 cmH20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan
dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,
anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai
dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor.
21
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5
hari.
H. Prognosis
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan utama demam sejak 3 hari
SMRS. Pasien juga mengeluh menggigil (+). Riwayat bepergian ke luar pulau dan
jajan sembarangan disangkal. Pasien juga mengeluhkan muntah sudah 2 hari dan
badan lemas SMRS. Riwayat BAB cair (+). Keluhan BAK disangkal. Pernah
mengalami riwayat perdarahan di bagian gusi.
22
pemeriksaan dilakukan ditemukan adanya nyeri tekan pada regio kiri bawah
abdomen dan tidak nampak adanya kelainan pada organ yang lain. Pada
pemeriksaan laboratorium hematologi ditemukan adanya leukopenia, penurunan
hematokrit, penurunan MCV dan trombositopenia. Pada pemeriksaan serologi
ditemukan Dengue Ig G dan Dengue Ig M Positif yang menandakan terjadinya
infeksi sekunder.
Tidak ada terapi spesifik untuk DD/DBD. Terapi bersifat suportif dan
dilakukan dengan tujuan untuk pemeliharaan volume cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th
rev ed. Suhendro, Nainggolan L,Chen K, et al. Jakarta: Interna Publishing,
2009. 2773-2779 p.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita Selekta Kedokteran. 4th rev ed.
Wibisono E, Susilo A, Nainggolan L. Jakarta: Media Aesculapius, 2016. 716-
721 p.
23
Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus
DBD. Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2005.
24
KAkkk Emergency in the ED. Can FamPh
25