MENINGITIS BAKTERI
Oleh:
Nurfitrah Wahyuni, S,Ked
Pembimbing
dr. Hj. Musyawarah, Sp.A
KENDARI
2018
1
MENINGITIS BAKTERI
A. Pendahuluan
salah satu kedaruratan medis yang harus segera ditegakkan diagnosisnya dan
terapi antibiotik yang tepat harus segera diberikan. Meningitis bakteri yang
dengan telah diberikan terapi yang optimum morbiditas dan mortalitas masih
dunia karena angka kecacatan tinggi (30-50%) dan angka kematian masih
langsung.4
bakterial oleh Hib menurun 94%, dan insidensi penyakit invasif oleh S.
1
Indonesia, kasus tersangka meningitis bakterialis sekitar 158/100.000 per
tahun, dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka
B. Definisi
Salmonella.1,2
C. Epidemiologi
mencakup usia, etnik, musim, faktor pejamu dan pola resistensi antibiotic
2
setelah malaria. Meningitis merupakan penyakit menular pada semua umur
kematian bayi umur 29 hari- 11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%)
kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4
diantara kasus meningitis, 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5
meningitis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4
anak < 2 tahun dan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia,
dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang
Penjelasan atas pola musiman ini terletak pada cara penularan organisme,
3
pernapasan biasa, dan listeria didapat akibat klontaminasi melalui makanan
D. Etiologi
80% bakteri meningitis akut pada anak-anak pada era 1970 dan 1980an.5
saluran udara atas; padat, alasan banyak anak ke pusat kesehatan anak,
yang terkait dengan tingkat carrier Hib dan penyakit yang lebih tinggi.
4
melaporkan angka kejadian insidensi haemophilus turun menjadi 0,28
per 100.000 kejadian pada era post vaksinasi dibandingkan pada era
kejadian. 7,8
pada penyakit invasif pada anak usia <2 tahun, dewasa dan pada host
tertinggi. 9
antara 0,6% hingga 34% dan lebih tinggi pada remaja dan individu
5
endemik adalah 0,5-5 per 100 000 populasi. Setidaknya ada 13
6
Tabel 2. Faktor Resiko Meningitis 4
karena tergantung pada lingkungan dan daya tahan tubuh. Jenis patogen
bayi yang lebih besar. Pada keadaan seperti imunodefisiensi, pasien dapat
7
salmonella, atau staphylococus koagulase negatif, namun untuk kasus ini
jarang ditemukan.4,10
E. Patofisiologi
penyebab tersering, dan bisa terjadi pada adanya fokus penyakit lain
8
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS)
inflamasi dini dan invasi bakteri tampaknya berkembang secara paralel dan
9
berbagai macam sinyal termasuk NFkB dan MAP kinase mengarah ke respon
F. Manifestasi Klinis
Riwayat
Gambaran klinis meningitis bakteri pada bayi dan anak-anak dapat halus,
variabel, tidak spesifik, atau bahkan tidak hadir. Pada bayi, mereka
secara seksual (mengakui bahwa sering kali tidak ada riwayat yang
Presentase klinis meningitis pada anak yang lebih tua sering muncul
10
deserebrasi, pupil anisokor, dan perubahan tingkah laku. Terkadang
tanda-tanda dan gejala yang muncul keras dan tiba-tiba, muncul pada
Pemeriksaan fisis
cuping hidung sering ditemukan. Bayi menjadi kurang aktif dan sering
intracranial. 4
11
Lengkapan tritunggal (hipertensi, bradikardi, dan depresi pernafasan)
tanda ICP berikut ini tidak lazim, pasien harus diskreening terhadap
derajat dan kaki tidak bisa diperpanjang perlahan lebih dari 135
baik, sedangkan kejang yang berlanjut lebih dari 4 hari dan sulit untuk
12
G. Diagnosis
gejala dan tanda klinis saja. Gejala klinis dapat minimal atau bahkan tidak ada
H. Pemeriksaan Penunjang
darah, pewarnaan CSS, dan biakan CSS. Pada prinsipnya, pungsi lumbal
13
Diagnosis definitif dari pemeriksaan cairan serebrospinal dan kultur.
punture, LP) dan kultur harus dilakukan. Apabila ada anak datang dengan
keluhan kejang demam perlu dilakukan pungsi lumbal bila didapatkan :15
pemeriksaan klinis
14
Tabel 4. Temuan cairan serebrospinal (CSS) pada berbagai gangguan sistem
saraf pusat.13
Protein Glukosa
Kondisi Tekanan Leukosit (/L) Ket.
(mg/dL) (mg/dL)
Normal 50-180 <4; 60-70% 20-45 >50 atau 75%
mmH2O limfosit, 30-40% glukosa darah
monosit, 1-3%
neutrofil
15
lebih dari 1.000 sel pada beberapa virus yang tepat
kecuali pada penyakit virus aau PCR; HSV
eastern equine (15-20% dengan PCR
gondongan)
1. Tes Darah
Tes darah yang dapat dilakukan yaitu kultur darah dan hitung
lengkap sel darah terutama leukosit. Kultur darah dapat cukup penting
jika CSF kultur negatif atau tidak tersedia contoh bila ada kontraindikasi
16
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin, dan glukosa harus di
reaktif dapat menjadi alat pengganti untuk mengawasi respon klinis and
2. Pungsi Lumbal
lumbal (LP) harus dilakukan pada anak yang diduga terkena bakteri
boleh ditunda; kultur darah harus diperoleh dan antibiotik empirik harus
sel/mm3 namun dapat juga didapatkan hasil <100 sampai >10.000 sel/mm3
limfosit atau monosit pada CSF, peningkatan protein, glukosa yang rendah
17
yang salah dari pewarnaan gram, terapi antimicrobial harus di persempit
3. Neuroimaging
bedah. Namun, temuan CT Scan yang tidak normal jarang terjadi pada
atau koma. Selain itu, CT Scan yang normal tidak menerangkan secara
lengkap apakah LP itu aman, anak yang secara klinis stabil yang diindikasi
18
digunakan dengan bijaksana pada anak-anak yang diindikasikan
meningitis bakteri.14
I. Diagnosis Banding
pusat system saraf netral autoin, penyakit Kawasaki, tumor otak, dan juga
J. Penatalaksanaan
antibiotik yang tepat adalah langkah yang krusial, karena harus bersifat
bakterisidal pada organisme yang dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan
menunggu hasil tes diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada temuan
ditunda lebih dari 3 jam sejak pasien masuk RS, maka mortalitas akan
19
Meningitis bakteri merupakan penyakit infeksi akut yang dapat dengan
bakteri apa yang biasanya menginfeksi, dan antibiotik apa yang harus
jika hasil kultur sudah ada. Durasi terapi antibiotik bergantung pada bakteri
situasi nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama
pneumokokal.14
20
Tabel 6. Terapi Empirik pada Meningitis Bakteri14
21
Gambar 1. Alogaritma tatalaksana meningitis bakterial14
Terapi Tambahan
gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron. Penggunaan terapi
deksametason (0,6-0,8 mg/kg perhari, dibagi menjadi 2-3 dosis selama 2 hari)
22
dimulai tepat sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antobiotik. Hal
berat atau syok sepsis dapat meningkatkan kesintasan. Pada penelitian lain,
secara bermakna.2
serius pada berbagai sistem fisiologik tubuh, termasuk sistem imun. Efek
Supresi sitokin bukan satu satunya efek kortikosteroid pada respons imun dan
23
juga mengganggu ekspresi molekul pengikat pada antigen precenting cell
di rumah dan harus segera ke dokter bila suhu meningkat di atas 38°C.
stabil secara klinis dan neurologis, mampu mentolerir cairan enteral, dan
rumah. Kandidat untuk terapi infus dirumah harus memenuhi kriteria keluar
24
yang dinyatakan sebelumnya, telah menerima 5 sampai 7 hari terapi rawat
biaya pengobatan.3
Evaluasi Lanjutan
sakit atau segera sesudahnya. Tes ulang dilakukan jika evaluasi awal
nampak harus disertai rujukan yang tepat untuk terapi fisik, resiko, dan terapi
25
L. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat efek pengobatan yang tidak sempurna atau
a) Kehilangan pendengaran.
b) Vaskulitis lokal.
Ini dapat menyebabkan saraf kranial palsi atau lesi fokal lainnya.
d) Efusi subdural.
26
e) Hidrosefalus.
f) Abses serebral.
J. Prognosis
Pada sekitar 30% pasien yang bertahan hidup, terdapat sekuele defisit
kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan dari
meningitis bakteri.1,13
27
Meningitis bakteri dapat menjadi penyakit yang berbahaya. Angka
kematian di segala usia anak berkisar dari kurang dari 5% sampai 15%,
dan hasilnya dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk usia, organisme yang
yang lebih muda, beban bakteri yang lebih besar, dan tertundanya sterilisasi
kematian atau neurologis gejala sisa. Perkembangan kejang lebih dari 72 jam
dengan Hib meningitis. Tuna rungu juga berhubungan dengan glukosa CSF
28
Daftar Pustaka
1. Saharso, D dan Hidayah, S.N. 1999. Infeksi Sistem Saraf Pusat dalam:
Soetomenggolo TS, Ismael S,Panyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Balai Penerbit
IDAI. Jakarta; Hal.. 339-351
2. Alam, A. 2011. Kejadian Meningitis Bakterial Pada Anak Usia 6-18 Bulan yang
Menderita Kejang Demam Pertama. Sari Pediatri 13(4): 293-298.
3. Swanson, D. 2015. Meningitis. American Academy of Pediatry 36(12):514-526.
4. Bell, W.E. 2006. Infeksi Bakteri dan Non Virus Lain dalam: Rudolph,A.M dkk. Buku
Ajar Pediatri RUDOLPH Vol. 3 Ed. 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;
Hal. 2220-2202
5. Simanullang, R., Sarumpaet, S.M., Rasmaliah. 2015. Karakteristik Penderita
Meningitis Anak yang Dirawat Inap di RS Santa Elisabeth Medan. FKM USU.
Medan
6. Gentile A., dkk., 2017. Haemophilus Influenzae type B Meningitis : Is There A Re-
Emergence? 24 Years of Experience In A Children’s Hospital. Arch Argent Pediatr
115(3):227-233.
7. Agrawal S., dan Nadel S., 2011. Acute Bacterial Meningitis in Infants and Children.
Pediatric Drugs 13(6): 385-400
8. Meisky T., 2013. Faktor Kolonisasi Streptococcus Pneumoniaae Pada Nasofaring
Balita. Jurnal Media Medika Muda. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
9. Kim, K.S., 2010. Acute Bacterial Meningitis In Infants And Children. The Lancet
Infectious Disease 10(1):32-42
10. Kronman, M.P., dan Smith Sherilyn. 2015. Infectious Disease dalam Marcdante, K.J.
Nelson Essentials of Pediatrics 7th Edition. Elsavier Saunders. Canada; Hal.315-344
11. Ismael S, dkk., 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 1-16.
12. Tunkel. A.R., dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial
Meningitis. Clinical Infectious Disease 2004(39): 1267-1284.
13. Hoffman O. dan Weber J.R., 2014. Pathophysiology and Treatment of Bacterial
Meningitis. Therapoetic Advance in Neurological Disorders 2(6):401-412.
29