Anda di halaman 1dari 53

Journal Reading

Oleh :
Andria Novita Sari- 1718012156
Niken Rahmatia - 1718012150

Pembimbing:

Dr. dr. Fatah Satya Wibawa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Karena daerah anatomi yang terbatas dari nasofaring dan menghubungkan
sejumlah bentuk penyakit / tumor yang terbatas, klasifikasi Tumor Kepala dan
Leher edisi ke-4 World Health Organization (WHO) hanya memiliki sedikit
perubahan (mis., penambahan entitas baru, perubahan substansial dalam
terminologi, dll.) dari edisi sebelumnya (3)..
Bertujuan untuk membahas klasifikasi tumor nasopharynx
terbaru edisi ke 4 yang dikeluarkan oleh who
PICO
P Problem
Di antara semua kanker kepala dan leher, tumor nasofaring merupakan yang berbeda
mengenai epidemiologi, presentasi klinis, penanda biologis, faktor risiko karsinogenik,
dan faktor prognostik. Angka kejadian yang cukup tinggi yaitu sekitar 100.000 kasus
per tahun, dan mayoritas tumor nasofaring endemik di daerah-daerah tertentu di
dunia, terutama di Asia Tenggara, dan memiliki prognosis yang buruk.

I Intervention
Secara umum artikel ini menggambarkan tentang pembaruan klasifikasi tumor kepala
dan leher pada edisi 4 menurut WHO tahun 2017 yang mana dikelompokkan dan
dijelaskan berdasarkan epidemiologi, prevalensi, sampai prognosis dan terkhusus
gambaran histopatologi dari tiap jenis tumor berdasarkan laporan-laporan kasus
terdahulu dengan metode penelitian retrospektif.
C Comparison
Penelitian ini membandingkan gambaran histopatologis pada masing-masing
jenis tumor nasofaring.

O Outcome
• Artikel ini mengklasifikasikan tumor nasofaring menjadi Squamous Cell Carcinoma (SCC) yang
terbagi dalam Non- Keratin, Keratin, dan Basaloid.
• Jenis tumor nasofaring lainnya,
• Adenoid Cystic Carcinoma merupakan yang paling sering dijumpai dengan ciri adanya fusi
gen MYB-NFIB.
• Papillary Nasofaring Adenocarcinoma juga merupakan tumor nasofaring dengan tingkat
rekruensi yang rendah dan kemungkinan kecil untuk metastasis, dicirikan dengan adanya
papil dibatasi oleh satu lapis sel kuboid ke kolumnar dengan jumlah sitoplasma
eosinofilik moderat dan jumlah dan bentuk nucleus yang bervariasi
O Outcome
• Jenis tumor nasofaring lainnya,
• Salivary Gland Anlage Tumor juga merupakan tumor nasofaring yang biasa menyerang bagian posterior dari
dinding nasofaring atau posterior septum hidung yang bersifat jinak dengan gambaran histopatologis
adanya campuran epitel dan stroma berproliferasi kelenjar papiler dan tubulus disertai sarang squamous
cystic
• Hairy Polips merupakan tumor yang banyak dijumpai pada anak-anak, sering terjadi pada nasofaring dan
tuba eustachius dengan ciri gambaran histopatologis berupa dermis yang berkeratinisasi disertai epitel
squamous bertingkat
• Pituitary Adenomas dicirikan dengan pseudoglandular tersusun atas monomorfik sel epiteloid /
plasmacytocid.
• Craniopharingoma merupakan tumor yang banyak menyerang pada usia produktif dengan keluhan
nonspesifik terkadang didapati keluhan visual, dicikan dengan adanya sarang dan sel-sel squamous yang
berkeratin
• Chordoma merupakan tumor dengan tingkat rekruensi yang tinggi dan banyak menyerang pria usia
produktif dengan ciri gambaran histopatologis sel tumor tersuspensi zat myxoid dan adanya
plasmocytocid yang bervariasi.
• Angiofibroma Juvenile mayoritas menyerang remaja laki-laki dengan keluhan dapat berupa hidung tersubat
atau epistaksis dengan tingkat rekruensi yang tinggi. Gambaran histopatlogis berupa stroma yang
bervariasi dari bentuk dan ukurannya, dan variasi ketebalan lapisan endotel pembuluh darah “Pad Like”.
VIA
Critical appraisal
Artikel ini merupakan jurnal dengan metode penelitian studi retrospektif yang disusun
berdasarkan teori-teori terbaru. Referensi yang digunakan dalam artikel ini berasal dari
Validity kepustakaan yang terbaru dan keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan. Bertujuan untuk
membahas mengenai pembruan edisi ke 4 klasifikasi tumor kepala dan leher: nasofaring menurut
WHO.
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui perubahan klasifikasi dari tumor nasofaring dan hal –
hal yang mendasarinya terutama dalam segi histopatologis. Artikel ini juga membahas mengenai
prevalensi tumor nasofaring, distribusi usia kejadian, jenis kelamin, tipe hasil PA, serta faktor
risiko yang mendukung terjadinya tumor nasofaring, juga penanganan yang tepat. Hal ini di
Importance harapkan dapat menjadi bahan evaluasi terhadap tingkat kejadian tumor nasofaring pada
periode sebelumnya. Sehingga dapat menjadi rujukan perbaikan penanggulangan kasus tumor
nasofaring pada umumnya.

Artikel ini merupakan pembaruan mengenai pengelompokan tumor nasofaring yang terbaru dan dikeluarkan
oleh World Health Organization serta telah dipublikasikan secara internasional pada tahun 2017. Artikel ini
Applicability dapat digunakan sebagai acuan dalam evaluasi kejadian tumor nasofaring di indonesia, dikarenakan angka
kejadian yang cukup tinggi pada tumor nasofaring untuk wilayah asia tenggara.
9
TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR NASOFARING
•Duvvuri U, Carrau RL, Kassam AB. Vascular Tumors of the
Head and Neck. In: Bailey BJ, Johnson JT et al editors.
Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2006. p. 1812-
25 Tumor Nasofaring

Jinak Ganas

Angiofibroma Karsinoma
Papiloma Hemangioma
nasofaring nasofaring

Sering ditemukan
0,5-4% dari seluruh 60% tumor ini di Indonesia 4,7:
pada anak lak-laki
tumor hidung dan berkembang di regio 100.000 kasus
prepubertas dan
sinus paranasal kepala dan leher pertahun
remaja
PAPILOMA NASAL
Suatu tumor jinak yang secara makroskopis mirip
dengan polip namun lebih vaskuler, padat dan tidak
mengkilap.

Berasal dari epitel mukosa saluran pernafasan bersilia


yang disebut dengan membran Schneiderian.

Tumor jinak nasal bersifat mudah kambuh atau secara


klinis bersifat ganas karena tumbuh agresif mendestruksi
tulang, misalnya papiloma inverted
Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma. Nepalese
Journal of ENT Head and Neck Surgery: Volume 1, No.1. 2010.
PAPILOMA NASAL

• Hiperplasia reaktif akibat adanya stimulasi


ETIOLOGI dari alergi, infeksi kronik bakteri dan virus
terutama Human Papilloma Virus tipe 11.

KLASIFIKA • Fungiform (exophytic),


• Papiloma inverted,
SI • Papiloma cylindrical (oncocytic)

Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma. Nepalese


Journal of ENT Head and Neck Surgery: Volume 1, No.1. 2010.
Papiloma Merupakan 50% penyebab papiloma sinonasal

fungiform
(exophytic)
20% dari 142 kasus menunjukkan pertumbuhan tumor di dinding lateral nasalis,
sinus maxilaris, ataupun nasofaring.

Pada pemeriksaan mikrobiologi, ditemukan adanya hubungan dengan infeksi Human


Papilloma Virus tipe 6 dan 11

Gambaran klinis khas :massa pada septum nasal, bewarna merah muda atau merah
tua, nodul dengan tampakan seperti kutil.

Keluhan : adanya obstruksi unilateral nasal ataupun epistaksis


Lebih banyak diderita pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan rentang
umur 20-50 tahun.
Gambaran histopatologi
• Seperti papiloma skuamosa mulut meskipun epitel yang
menutupi nodul adalah epitel startifikatum skuamosum
tanpa keratinisasi.
• Kadang ditemukan epitelium respiratori atau epitelium
transisional
• Lesi mengeluarkan mukus yang dihasilkan oleh sel
goblet dan intraepitelial mikrositik.
• Terdiri dari jaringan fibrous halus dengan komponen
inflamasi yang minimal
Penanganan
• Pembedahan eksisi komplit
Papiloma fungiform (exophytic)
Papiloma inverted Merupakan tumor jinak yang berasal dari pseudostratified ciliated columnar epithelium
regio sinonasal. Merupakan 50-75% penyebab papiloma sinonasal,

Umumnya tumbuh di dinding lateral rongga hidung kebanyakan pada meatus media,
jarang dari septum nasi ataupun sinus paranasal.

Faktor penyebab alergi, sinusitis kronis, terpapar zat karsinogen dan infeksi HPV 6
dan 11

Gejala klinis : obstruksi nasal unilateral disertai keluhan nyeri, epistaksis, cairan
hidung yang purulen atau ditemukannya deformitas lokal.

Lesi papiloma menunjukkan gambaran berwarna merah muda atau merah tua,
kenyal, pertumbuhan bernodul.

Inverted papiloma berbentuk irregular, biasanya berdarah jika disentuh, mengisi


penuh kavum nasi, berlanjut dari vestibulum ke nasofaring
Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma. Nepalese
Journal of ENT Head and Neck Surgery: Volume 1, No.1. 2010.
Gambaran mikroskopis
• Epitel yang hiperplastik terlihat membalik (inverted)
• Terdapat pertumbuhan yang endofitik ke stroma di bawahnya. Sel epitel ini berlapis-lapis (5-30
lapis) dan bervariasi,
• Terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar, bercampur dengan mucocytes (sel
goblet) dan kista musin intraepitel

Penanganan
• Pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan rinotomi lateral atau degloving bila massa
tumor ada di traktus sinonasal dan dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga tengah
dan kavum mastoid
Papiloma interved
Papiloma cylindrical Penyebab 7% kasus papiloma sinonasal

Lesinya dianggap memiliki kesamaan dengan papiloma inverted karena kemiripan


secara klinik dan gambaran histopatologis serta kemiripan rendahnya hubungan
dengan human papilloma virus.

Pada 20-50 tahun dan dominan terjadi pada laki-laki

Predileksi pada antrum maxilaris, dinding lateral kavum nasal dan sinus
etmoidalis.

Gejala : adanya obstruksi nasal unilateral, epistasksis, dan adanya gambaran


“beefy-red” atau masa bewarna cokelat dengan permukaan multinodular
Gambaran mikroskopis
• Pada pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya dua jenis pertumbuhan jaringan
endophytic dan exophytic.
• Permukaan papilar memiliki jaringan konektif fibrovaskular yang di lapisi oleh epitel
berlapis kolumner dengan nukleus yang kecil dan gelap, kadang bergranular, sitoplasma.

Penanganan
• Sama dengan papiloma inverted
Papiloma Oncocytic
PEMERIKSAAN PENUNJANG PAPILOMA NASAL

Histopatologi • Gold standart

Foto polos • Membantu mencari tahu penyebaran, evaluasi


efektivitas pengobatan, dan tanda kekambuhan

CT-Scan • Menunjukkan massa jaringan lunak dengan beberapa


peningkatan kepadatan jaringan dan Lokasi massa

MRI • Mengidentifikasi karakteristik tumor


PENATALAKSANAAN

Pembedahan
• Rinotomi Lateral
• Degloving
• Maksilektomi Medial
• Endoskopi
Medikamentosa
• Pemberian serbuk 5 aminolevulinic acid HCL photodynamic yang
dilarutkan dalam air steril dan diaplikasikan secara topikal
Radioterapi
HEMANGIOMA

• Tumor pembuluh darah yang mudah


berdarah dan sukar dibedakan dari
DEFINISI
teleangiektasi atau dilatasi pembuluh darah
yang sebelumnya sudah ada.

• Hemangioma kapiler.
KLASIFIKASI • Hemangioma kavernosum.
• Hemangioma perisitoma

Barnes L, Eveson JW, Reichart P, et all. Pathology and Genetic of Tumours


of Head and Neck Tumours WHO Classification of Tumours. France: Lyon
IARC Press. 2003: 144-145.
Hemangioma Hemangioma
Hemangioma kapiler
kavernosum perisitoma
• Terlihat sel endotel • Mempunyai • Terdiri atas
yang membengkak struktur seperti jaringan kapiler
dan membesar dan jaringan erektil dan yang dikelilingi oleh
tersusun berlapis- terdiri atas sel berbentuk
Iapis. ruangan pembuluh bundar atau
darah yang lebar fusiform yang
dilaposi oleh sel tumbuh ke arah
endotel. luar.
Penegakan diagnosis

Anamnesis • Penderita mengeluh hidung tersumbat, sering epistaksis,


biasanya tidak nyeri kecuali disertai infeksi

Pemeriksaan • Terlihat tumor polipoid yang bertangkai, warna agak kemerahan,


kadang-kadang putih abu-abu. Tumor teraba kenyal, batas tegas
Fisik dan tertutup kapsul sebagian, kalau disentuh mudah berdarah

Pemeriksaan • Histo PA
penunjang
PENATALAKSANAAN

Eksisi radikal yang cukup luas sampai


tidak terlihat sisanya untuk mencegah
residif.

Mengingat bahaya perdarahan yang hebat


sewaktu operasi, pre-operatif dapat
dilakukan penyinaran.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
• Tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak,
secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai
DEFINISI kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi,
mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah
yang sulit dihentikan

• sex steroid-stimulated hamartomatous tissue yang

ETIOLOGI terletak di turbinate cartilage


• Transforming Growth Factor-1 (TGF-1) yang memediasi
proliferasi agresif sel stromal dan angiogenesis
• Hidung tersumbat yang progresif (>80% kasus)
• Epistaksis yang berulang dan masif (45% kasus)
• Rinorea kronik diikuti gangguan penciuman, rinolalia,
anosmia.
GEJALA • Gejala-gejala lain muncul tergantung dari luasnya tumor
dan arah pembesarannya : tuli atau otalgia, otitis media,
sefalgia , deformitas muka, disfagi, gangguan visus,
eksopthalmus

• Rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor yang


konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu
PEMERIKSAAN sampai merah muda.
• Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi
FISIK oleh selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian
yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-
abu
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium • Anemia

• Pada pemeriksaan histologis, ditemukan jaringan serabut yang telah


Biopsi dewasa/matang (mature fibrous tissue) yang mengandung bermacam-macam
pembuluh darah yang berdinding tipis

• Foto Sinar X : tampak sebagai massa jaringan lunak dalam nasofaring

Radiologi • CT-Scan dan MRI : memperlihatkan perluasan dan karakteristik jaringan


lunak
• Angiografi : gambaran vaskuler yang banyak
STADIUM (AJC)

Stadium I • Tumor di nasofaring.

Stadium II • Tumor meluas ke rongga hidung dan atau sinus


sfenoid.

• Tumor meluas kedalam antrum, sinus ethmoid, fossa


Stadium III pterygomaksillaris, fossa infratemporalis. Orbita dan
atau pipi.

Stadium IV • Tumor meluas ke rongga intrakranial.


PENATALAKSANAAN

Embolisasi

Operasi
Hormonal
Radioterapi
• Perluasan intrakranial

Komplikasi •

Perdarahan tidak terkontrol
Infeksi SSP
• Defisit neurologis

• Dapat berulang dengan beberapa faktor :


keberadaan tumor di fossa pterigoideus dan
Prognosis basisphenoid, erosi clivus, perluasan intrakranial,
suplai makanan dari arteri karotid interna, usia
muda, dan ada tidaknya sisa tumor.
Karsinoma Nasofaring

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul


pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan


Penatalaksa
naan Kanker Nasofaring. Jakarta: Kemenkes RI.
Genetik

Virus
Etiologi
Ebstein Barr

Lingkungan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan


Penatalaksa
naan Kanker Nasofaring. Jakarta: Kemenkes RI.
• Hidung • Nasofaring

penunjang
Pemeriksaan
Klinis

• Epistaksis • rinoskopi posterior (tidak langsung)


• Sumbatan Hidung dan nasofaringoskop (langsung).
• Telinga • Radiologi
• Kataralis/ oklusi tuba Eustachii • CT scan dan MRI
• Otitis Media Serosa sampai • Serologi
perforasi dan gangguan • Pathologi
pendengaran
• Gejala lanjut
• Limfadenopati servikal
• Gajala mata dan syaraf
Klasifikasi

• Tipe WHO 1
• - Karsinoma sel skuamosa (KSS)
• - Deferensiasi baik sampai sedang.
• - Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
• ii. Tipe WHO 2
• - Karsinoma non keratinisasi (KNK).
• - Paling banyak variasinya.
• - Menyerupai karsinoma transisional
• iii. Tipe WHO 3
• - Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
• -Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear
Cell Carsinoma”, varian sel spindel.
• - Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
Staging
T menggambarkan keadaan tumor
primer, besar dan perluasannya
N menggambarkan keadaaan kelenjar
limfe regional
•T1 :Tumor terbatas pada nasofaring
•T2 :Tumor meluas ke orofaring dan atau M menggambarkan metastase jauh
fossa nasal N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
•T2a :Tanpa perluasan ke parafaring
•T2b :Dengan perluasan ke parafaring
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar M0 : Tidak ada metastase jauh
•T3 :Invasi ke struktur tulang dan atau sinus ipsilateral < 6 cm
paranasal
M1 : Terdapat metastase jauh
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar
•T4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau bilateral < 6 cm Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0
mengenai syaraf otak, fossa infratemporal,
•hipofaring atau orbita N3 : Terdapat pembesaran kelenjar >
6 cm atau ekstensi ke supraklavikula
PENATALAKSANAAN
• Radioterapi
• Terapi pilihan utama karena karsinoma nasofaring adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup
efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke intrakranial. Tetapi jika sudah metastase jauh
maka radiasi merupakan pengobatan yang bersifat paliatif.
• Dosis untuk radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad
dengan sinar X dalam waktu 5-6 minggu.
• Terapi paliatif diberikan pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga
dari dosis radikal.

• Kemoterapi
• terapi adjuvan
• Obat-obatan sitostatika yang direkomendasikan adalah :
• Obat tunggal :
• Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral
• Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu intravena
• Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan tubuh / minggu im
• 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

• Pembedahan berupa diseksi leher radikal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Panduan


Penatalaksa
naan Kanker Nasofaring. Jakarta: Kemenkes RI.
Prognosis Angka ketahanan hidup
dipengaruhi oleh usia
dimana usia muda
mempunyai prognosis yang
lebih baik dibanding usia
lanjut, staging klinik dan
lokasi dari metatase
regional juga berperan.
Kesimpulan
 Klasifikasi who edisi 4
◦ Nasopharngeal carcinoma
 Non keratinizing scc (differentiated and undifferentiated)
 Keratinizing scc
 Basaloid scc
◦ Others
 Adenoid Cystic Carcinoma
 Papillary Nasofaring Adenocarcinoma
 Salivary Gland Anlage Tumor
 Hairy Polips
 Angiofibroma Juvenile
 Chordoma
TERIMA KASIH
Daftar pustaka
 Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma. Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery: Volume 1, No.1. 2010.
 Duvvuri U, Carrau RL, Kassam AB. Vascular Tumors of the Head and Neck. In: Bailey BJ, Johnson JT et al editors. Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2006. p. 1812-25
 Asroel HA, Angiofibroma Nasofaring Belia, http://library.usu.ac.id, diakses tanggal 20 April 2007.
 Adham, M. Dan Rozein, A. 2007. Karsinoma Nasofaring, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: FKUI. Hal:182-
187
 Angela, Chi, Douglas D. Oral and Maxillofacial Pathology Third Edition. USA: Saunders Elsevier. 2009: 362-363; 368-370.
 Barnes L, Eveson JW, Reichart P, et all. Pathology and Genetic of Tumours of Head and Neck Tumours WHO Classification of Tumours. France: Lyon IARC Press. 2003:
144-145.
 Pilch Ben. Head and Neck Surgical Pathology. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2001: 108-112.
 Carrau RL, Khidr A, Hillson EM, et all. The impact of Laryngopharyngeal Reflux on Patient reported Quality of life. USA: Laryngoscope. 2004: 114 (4): 670-674.
 Lalwani, AK. Anatomi and Physiology of the Ear In Current Diagnosis & Treatment Otolarinology Head and Neck Surgery. 2nd Ed.New York: Thieme. 2007: 310-489.
 Kim, Lyong Hong, Hee Lee, et all. Inverted Papilloma of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses: A Korean Multicenter Study. The American Laryngological, Rhinological and
Otological Society, Inc. 2012: 122 (3): 487-494.
 Baruah P, Deka C. Endoscopic Management of Inverted Papillomas of the Nose and Paranasal Sinus, In : Ear, Nose, Throat Journal. 2003: 82 (4): 317-320.
 Lee DK, Chung SK, Dhong HJ, et all. Focal hyperrotosis on CT of sinonasal inverted papilloma as a predicator of tumor origin. ANJR Am J Neuroradiol: PubMed citation.
2007: 28 (4): 618-621.
 Octiza, Ricki, Bestari JB. Ekstirpasi Papiloma Inverted dengan Pendekatan Endoskopik. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher: FK Universitas Andalas. 2011: 1-
12.
 Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat. Medan: FK USU,2002.h. 1-11.
 Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin : Springer,2010. p. 1-9.
 Wolden, Suzanne L. 2001. Cancer of Nasopharynx, dalam buku Atlas of Clinical Oncology: Cancer of the Head and Neck. London: BC Decker inc. Page: 142-156

Anda mungkin juga menyukai