Anda di halaman 1dari 54

BAGIAN ILMU BEDAH CASE REPORT

Maret 2023
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA

Disusun Oleh:
ANNISA MUWAFFAQ

N 111 21 110

Pembimbing :
dr. I Made Wirka,Sp. B

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : ANNISA MUWAFFAQ


No. Stambuk : N 111 21 110
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Refleksi Kasus : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Bagian : Ilmu Bedah

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, Maret 2023

Pembimbing Mahasiswa

dr. I Made Wirka,Sp. B ANNISA MUWAFFAQ

2
BAB I

PENDAHULUAN

Hernia berasal dari bahasa latin “rupture” atau bahasa Yunani “bud”.
Hernia didefinisikan sebagai penonjolan organ melalui suatu lubang pada dinding
(2)
rongga tempat organ tersebut berada . Menurut kepustakaan lain hernia
memiliki arti protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (1).
Hernia yang timbul dalam regio inguinalis biasa disebut dengan hernia
inguinalis. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
appendisitis. Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring
bertambahnya pengetahuan struktur anatomi pada region inguinal (3).
Secara klinis, bagian terpenting dari definisi tersebut adalah kata
penonjolan, karena tanpa adanya penonjolan organ, diagnosis dari hernia tidak
mungkin dibuat. Secara anatomis, gambaran penting dari suatu hernia adalah
cincin hernia dan kantung hernia. Cincin hernia adalah suatu lubang pada lapisan
terdalam dari dinding abdomen sedangkan kantung hernia adalah bagian terluar
dai peritoneum. Keduanya dihubungkan oleh bagian leher dari kantung hernia.
Ukuran dari suatu hernia ditentukan dari besar bagian leher serta volume dari
kantung hernianya. Hernia dalam perkembangannya selalu menunjukkan
pembesaran yang progresif, bukan regresi spontan. Seiring berjalannya waktu,
hernia akan membesar, diikuti dengan meningkatnya komplikasi yang berbahaya
pula. Hernia dapat menjadi responibel, irreponibel, obstruksi, strangulasi ataupun
inflamasi (3).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Berdasarkan terjadinya hernia
dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita.
Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya,
seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll (4).

Hernia inguinalis adalah protrusi atau penonjolan isi rongga abdomen


melalui defek atau bagian lemah dari dinding abdomen bagian bawah
(inguinal) dan masih dilapisi peritoneum (4).

B. EPIDEMIOLOGI
Hernia adalah masalah umum, namun kejadian yang sebenarnya tidak
diketahui. Diperkirakan bahwa 5% dari populasi akan mengalami hernia
dinding perut, tetapi prevalensi mungkin lebih tinggi. Sekitar 75% dari
semua hernia terjadi di wilayah inguinalis. Dua pertiga diantaranya indirek,
dan sisanya adalah hernia inguinalis direk (3).
Pria 25 kali lebih mungkin untuk mengalami hernia inguinalis
daripada wanita. Hernia inguinalis indirek adalah hernia yang paling umum,
terlepas dari gender. Pada pria, hernia indirek mendominasi atas hernia direk
pada rasio 2:1 (3).

4
Tabel 2.1 Distribusi kejadian hernia berdasarkan lokasi dan jenis kelamin

C. ETIOLOGI
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir karena tidak menutupnya processus vaginalis pada saat
penurunan testis, dengan manifestasi Hernia Inguinalis Lateralis.
2. Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen karena tekanan
intraabdominal juga meningkat secara kronis, dengan manifestasi Hernia
Inguinalis Medialis.
Adapula faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hernia secara umum (5):
a. Kelemahan pada pada situs dinding abdomen
1) Kelemahan jaringan
2) Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3) Trauma
b. Peningkatan tekanan intra-abdominal
1) Obesitas
2) Mengangkat benda berat

5
3) Mengejan
4) Konstipasi
5) Kehamilan
6) Batuk kronik
7) Hipertropi prostate

D. ANATOMI
a) Struktur Dinding Anterior Abdomen

Gambar 2.1 Lapisan-lapisan dinding abdomen

Lapisan-lapisan dinding abdomen terdiri dari (luar ke dalam):


1. Kulit
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir
horizontal di sekitar tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi
sepanjang garis lipatan ini akan sembuh dengan sedikit jaringan parut
sedangkan insisi yang menyilang garis-garis ini akan sembuh dengan
jaringan parut yang menonjol (12).

6
2. Fascia superficialis
a. Lapisan luar, Panniculus adiposus (fascia camperi):
berhubungan dengan lemak superficial yang meliputi bagian
tubuh lain dan mungkin sangat tebal (3 inci [8cm] atau lebih
pada pasien obesitas) (12).

b. Lapisan dalam, Stratum membranosum (fascia scarpae):


stratum membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan
atas. Di bagian inferior, stratum membranosum berjalan di
depan paha dan di sini bersatu dengan fascia profunda pada
satu jari di bawah ligamentum inguinale (12).

3. Otot dinding anterior abdomen


a. Musculus obliquus externus abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan tipis, dibentuk oleh
dua lapisan: superfisial dan profunda menjadi aponeurosis
obliquus externus. Bersama dengan aponeurosis otot obliqus
internus dan transversus abdominis, mereka membentuk sarung
rektus dan akhirnya linea alba. Aponeurosis obliqus eksternus
menjadi batas superfisial dari kanalis inguinalis. Ligamentum
inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum. Ligamentum inguinale (Poupart)
merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus
obliqus eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus
superior tulang pubis. Lakunare (Gimbernati) merupakan
paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari
serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah
Sias(13).

7
b. Muskulus obliquus internus abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan tipis yang terletak di
profunda muskulus obliquus externus abdominis. Serabut
tendon yang terbawah bergabung dengan serabut-serabut yang
sama dari muskulus transversus abdominis membentuk
conjoined tendon(12).
c. Muskulus transversus abdominis
Merupakan lembaran otot yang tipis dan terletak di profunda
muskulus obliquus internus abdominis dan serabut-serabutnya
berjalan horizontal ke depan. Serabut tendo yang terbawah
bersatu dengan serabut tendo yang sama dari muskulus obliquus
internus abdominis membentuk conjoined tendon(12).

Gambar 2.2 Otot-otot dinding perut anterior. A. Otot dinding perut


anterior ditunjukkan dengan selubung rektus yang dipantulkan di sisi
kiri. B. Rectus abdominis. C. External oblique. D. Internal oblique. E.
Transversus abdominus (14).

8
4. Fascia transversalis
Merupakan lapisan fascia tipis yang membatasi muskulus
transversus abdominis. Fascia transversalis digambarkan oleh
Cooper memiliki 2 lapisan:Fascia transversalis dapat dibagi menjadi
dua bagian, satu terletak sedikit sebelum yang lainnya, bagian dalam
lebih tipis dari bagian luar; ia keluar dari tendon otot transversalis
pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan ke linea
semulunaris. Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang
ramus pubis dan dibentuk oleh ramus pubis dan fascia. Ligamentum
Cooper adalah titik fiksasi yang penting dalam metode perbaikan
laparoscopic sebagaimana pada titik McVay(13).

5. Lemak extraperitoneal
Merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung lemak
dalam jumlah yang bervariasi dan terletak diantara fascia
transversalis dan peritoneum parietale(12).

6. Peritoneum parietale
Merupakan membrana serosa tipis (pelapis dinding abdomen)
dan melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietale yang
melapisi rongga pelvis(12).

b) Canalis inguinalis
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus
bagian bawah dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis
kelamin. Pada laki-laki, saluran ini merupakan tempat lewatnya
struktur-struktur yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya.
Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri

9
(rotundum) yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain
itu, saluran ini dilewati oleh nevus ilioinguinalis baik laki-laki maupun
perempuan(12).
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 1.5 inci (4cm) pada orang
dewasa dan terbentang dari anulus inguinalis profundus (lubang
berbentuk oval terletak sekitar 1.3cm diatas ligamentum inguinale pada
pertengahan antara sias dan symphisis pubica) pada fascia transversalis,
berjalan ke bawah dan medial sampai anulus inguinalis superficialis
(lubang berbentuk segitiga) pada aponeurosis obliquus externus
abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat diatas
ligamentum inguinale(12).

Gambar 2.3 Canalis inguinalis

10
Dinding canalis inguinalis, terdapat dinding anterior, dinding
posterior, dinding inferior/dasar, dan dinding superior/atap. Dinding
anterior canalis inguinalis dibentuk oleh aponeurosis muskulus
obliquus externus abdominis. Dinding posterior canalis inguinalis
dibentuk oleh fascia transversalis. Dinding inferior canalis inguinalis
dibentuk oleh lipatan pinggir bawah aponeurosis muskulus obliquus
externus abdominis yang disebut ligamentum inguinale dan ujung
medialnya disebut ligamentum lacunare. Dinding superior canalis
inguinalis dibentuk oleh serabut-serabut terbawah muskulus obliquus
internus abdominis dan muskulus transversus abdominis yang
melengkung (12).
Fungsi canalis inguinalis, pada laki-laki, memungkinkan
struktur- struktur yang terdapat di dalam funiculus spermaticus berjalan
dari atau ke testis menuju abdomen dan sebaliknya. Pada perempuan,
canalis inguinalis yang lebih kecil memungkinkan ligamentum teres
uteri berjalan dari uterus menuju ke labium majus(12).
Adanya canalis inguinalis pada bagian bawah dinding anterior
abdomen pada laki-laki dan perempuan merupakan suatu tempat lemah.
Tataletak canalis inguinalis untuk mengatasi kelemahan ini:
1. Dinding anterior canalis inguinalis diperkuat oleh serabut-serabut
muskulus obliquus internus abdominis tepat di depan anulus
inguinalis profundus
2. Dinding posterior canalis inguinalis diperkuat oleh conjoined
tendon tepat di belakang anulus inguinalis superficialis
3. Pada waktu batuk dan mengedan (miksi, defekasi, dan partus),
serabut-serabut paling bawah muskulus obliquus internus

11
abdominis dan muskulus transversus abdominis yang melengkung
berkontraksi sehingga atap yang melengkung menjadi datar dan
turun mendekati lantai. Atap mungkin menekan isi canalis
inguinalis ke arah dasar sehingga sebenarnya canalis inguinalis
menutup.
4. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan
partus, secara alamiah orang cenderung dalam posisi jongkok,
articulatio coxae fleksi, dan permukaan anterior tungkai atas
mendekati permukaan anterior dinding abdomen. Dengan cara ini,
bagian bawah dinding anterior abdomen dilindungi oleh tungkai
atas(12).

c) Funikulus Spermatikus
Funikulus spermatikus berawal pada anulus inguinalis
profundus yang terletak lateral terhadap arteria epigastrica inferior dan
berakhir di testis. Struktur-struktur pada funikulus spermatikus adalah
sebagai berikut: 1. Vas deferens, 2. Arteria testikularis, 3. Vena
testikularis, 4. Pembuluh limfatik testis, 5. Saraf-saraf otonom, 6.
Prosessus vaginalis (sisa), 7. Arteria cremasterica, 8. Arteria ductus
deferentis, dan 9. Ramus genitalis nervus genitofemoralis yang
menyarafi muskulus cremaster(12).

12
Gambar 2.4 Funikulus spermatikus

d) Trigonum Hesselbach
Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas:
 Inferior: Ligamentum Inguinale.
 Lateral: Vasa epigastrika inferior.
 Medial: Tepi m. rectus abdominis.

Dasarnya dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat serat


aponeurosis m.transversus abdominis. Hernia yang melewati
trigonum Hesselbach disebut sebagai hernia direk, sedangkan hernia
yang muncul lateral dari trigonum ini adalah hernia indirek.

13
Gambar 2.5 Trigonum hesselbach

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan arah penonjolannya hernia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu hernia
eksterna dan hernia interna. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar
melalui dinding perut, pinggang, atau perineum. Hernia interna adalah tonjolan usus
tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen
Winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium umpamanya
setelah operasi anastomosis usus.

Berdasarkan arahnya hernia dibagi menjadi sebagai berikut (7) :


1. Hernia Eksterna (tampak dari luar)
a) Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis internus. Pada pemeriksaan hernia
lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medial
berbentuk tonjolan bulat (4).
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan
berupa tidak menutupnya prosessus vaginalis peritoneum sebagai akibat
proses penurunan testis ke skrotum (4).

14
b) Hernia Inguinalis Medialis
Hernia ingunalis direk hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intraabdominal kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
hesselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya
pada lelaki tua (3).
c) Hernia Femoralis
Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi
hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar
dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa
ovalis (8).
d) Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang
hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet dan
tidak adanya fasia umbilikalis.
e) Hernia Epigastrika
Hernia epigastrika atau hernia linea alba adalah hernia yang keluar
melalui defek di linea alba antara umbilikus dan prosessus xifoideus.
f) Hernia Spiegheli
Hernia spieghell ialah hernia vebtralis dapatan yang menonjol di linea
semilunaris dengan atau tanpa isinya melalui fasia spieghel.

2. Hernia Interna (tidak tampak dari luar)


a) Hernia Obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatorium.
b) Hernia Diafragmatika
Hernia diafragmatika merupakan penonjolan sebagian organ intraabdomen ke
dalam rongga dada melalui suatu defek yang terdapat pada diafragma. Defek
pada diafragma ini dapat merupakan kelainan kongenital atau akibat trauma.
Hernia diafragmatica dapat dibagi menjadi Posterolateral (Bochdalek),
Retrostrenal (Morgagni), di samping esofagus (Paraesofageal), atau pada hiatus
esofagus (Hiatal hernia). Hernia bahdalek terdapat lubang pada bagian
posterolateral diafragma sisi kiri. Biasnya lambung dan usus halus masuk ke
kavum toraks. Hernia Morgagni biasnya dibelakang sternum sisi kanan, hati
dan usus halus masuk ke rongga dada(9).
15
c) Hernia foramen winslowi
Hernia foramen winslowi ialah penonjolan organ intraperitonuem melalui
foramen winslowi

Hernia inguinal menurut sifatnya(4):


1. Hernia Reponibel : bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia Irreponibel : bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum

kantong hernia tanpa adanya gangguan pasase atau vaskularisasi.

Gambar 2.6 Hernia Inguinalis Medialis dan Lateralis

F. PATOFISIOLOGI
Hernia terjadi ketika intra-abdominal mengalami peningkatan tekanan, seperti
tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar, batuk
yang kuat, bersin, dan perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal. Tekanan
yang berlebihan pada daerah abdominal akan menyebabkan suatu kelemahan. Hal ini
disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah

16
tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang
cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Kerusakan yang sangat kecil
pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia(10).
Karena organ-organ selalu melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan
kerusakan yang sangat parah sehingga menyebabkan kantung yang terdapat dalam
perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya
dan dapat menyebabkan ganggren(10).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang
didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang
kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi
anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis
tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerahtersebut maka akan sering
menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen(10).

G. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI
a. Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia inguinalis,
sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang
telah mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa
muda yang berkisar antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia
ini bisa terjadi peningkatan tekanan intraabdominal apabila pada usia ini
melakukan kerja fisik yang berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya hernia inguinalis indirek(8).
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia inguinalis ialah
pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatan
tekanan intraabdominal dan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia
inguinalis. Aktivitas (khususnya pekerjaan) yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen memberikan predisposisi besar terjadinya hernia inguinalis
17
pada pria. Dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik maka proses
pernapasan terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi sehingga
meningkatkan kedalaman rongga torak, pada saat bersamaan juga diafragma dan
otot-otot dinding perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi
dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis. Pekerjaan dikategorikan
atas kerja fisik dan kerja mental. Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi
fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya, contohnya buruh, supir antar kota,
atlet dan supir. Kerja mental adalah kerja yang memerlukan energi lebih sedikit
dan cukup sulit mengukur kelelahannya, contohnya pegawai kantor dan guru(8).
c. Batuk Kronis
Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis, peningkatan
tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk
mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan
untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi
peningkatan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini
terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain
tekanan intratorakal yang meninggi, intraabdomen pun ikut tinggi. Apabila batuk
berlangsung kronis maka terjadilah peningkatan tekanan intraabdominal yang
dapat menyebabkan terbuka kembali kanalis inguinalis dan menimbulkan defek
pada kanalis inguinalis sehingga timbulnya hernia inguinalis(8).
d. Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak
pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah
simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Pada
orang yang obesitas terjadi kelemahan pada dinding abdomen yang disebabkan
dorongan dari lemak pada jaringan adiposa di dinding rongga perut sehingga
menimbulkan kelemahan jaringan rongga dinding perut dan terjadi defek pada
kanalis inguinalis. Pada obesitas faktor risiko lebih besar apabila sering terjadi
peningkatan intraabdomen, misalnya: mengejan, batuk kronis, dan kerja fisik (8).

18
H. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Secara klasik, anamnesis pada penderita hernia inguinalis biasanya ditemukan
keluhan- keluhan, antara lain (10):
1) Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan adanya
“benjolan” di lipatan paha atau perut bagian bawah pada scrotum atau labium
mayor pada wanita.
2) Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul di pelipatan
paha biasanya diketahui oleh orang tuanya. Benjolan timbul pada waktu
terjadi peningkatan tekanan intra-abdominal, misalnya mengejan, menangis,
batuk, atau mengangkat beban berat. Benjolan akan menghilang atau
mengecil ketika penderita berbaring (reponibilis), tidak dapat kembali atau
tidak menghilang ketika berbaring (irreponibilis).
3) Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada
mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia.
4) Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserata
karena illeus (dengan gambaran obstruksi usus dan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit dan asam basa), atau strangulasi karena nekrosis atau
gangrene (akibat adanya gangguan vaskularisasi).
5) Faktor-faktor predisposisi :
 Pekerjaan (mengangkat-angkat beban berat, atlet angkat besi, tentara, kuli
bangunan).
 Penyakit ataupun gangguan kronis (BPH, striktur urethra, batuk kronis,
ascites, atau susah BAB).
 Faktor usia (semakin tua otot-otot dinding abdomen semakin lemah).
 Faktor kegemukan (obesitas).
Anamnesis pada penderita hernia femoralis biasanya ditemukan keluhan antara
lain(10):
 Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama
pada waktu melakukan kegiatan menaikkan tekanan intra-abdomen, seperti
mengangkat barang dan batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring.

19
 Penderita sering datang ke dokter atau ke rumah sakit dengan hernia
strangulate. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan lunak di lipat paha
di bawah ligamentum inguinaloe di medial vena femoralis dan lateral
tuberkulum pubikum.
 Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus, sedangkan
benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena kecilnya atau penderita
gemuk.

b) Pemeriksaan Fisik (Posisi Penderita Berdiri dan Berbaring)


1) Inspeksi
 Tampak benjolan di lipatan paha simetris atau asimetris pada posisi
berdiri. Apabila tidak didapatkan benjolan, penderita kita minta untuk
melakukan manuver valsava.
 Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM).
 Tanda-tanda radang ada atau tidak, pada hernia inguinalis biasanya tanda
radang (-).
2) Palpasi
 Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan
penderita diminta mengejan atau melakukan manuver valsava.
 Tentukan konsistensinya.
 Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak).
 Pada umumnya kompresable.
 Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat
dilakukan beberapa macam tes (tes provokasi).
3) Auskultasi
 Ditemukan suara bising usus (diatas benjolan).
4) Pemeriksaan Khusus
a) Zieman’s Test
Penderita dalam keadaan berdiri atau jika kantong hernia terisi, kita
masukkan dulu ke dalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian kanan
digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada
penderita laki-laki ataupun perempuan (11).
Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas annulus
inguinalis internus (± 1,5 cm diatas pertengahan SIAS dan tuberkulum
20
pubikum), jari ketiga diletakkan pada annulus inguinalis ekternus dan jari
keempat pada fossa ovalis. Penderita disuruh mengejan maka timbul
dorongan pada salah satu jari tersebut diatas. Bilamana dorongan pada jari
kedua berarti hernia inguinalis lateralis, bila pada jari ketiga berarti hernia
inguinalis medialis dan bila pada jari keempat berarti hernia femoralis (4).

Gambar 2.7 Zieman’s Test


b) Finger Test
Test ini hanya dilakukan pada penderita laki-laki. Dengan
menggunakan jari telunjuk atau kelingking skrotum di invaginasikan
menyelusuri annulus eksternus sampai dapat mencapai kanalis inguinalis
kemudian penderita disuruh batuk, jika ada dorongan atau tekanan timbul
pada ujung jari, maka didapatkan hernia inguinalis lateralis, bila pada
samping jari maka didapatkan suatu hernia inguinalis medialis.
Gambar 2.8 Finger Test

c) Thumb Test
Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Setelah
benjolan dimasukkan kedalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada
annulus internus. Penderita disuruh mengejan atau meniup dengan hidung
atau mulut tertutup atau batuk. Bila benjolan keluar waktu mengejan
berarti hernia inguinalis medialis dan bila tidak keluar berarti hernia
inguinalis lateralis.
21
Gambar 2.9 Thumb Test

5) Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di
masukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang
lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan membentuk sudut
kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah inguinalis yang diam
atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya
kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik,
medial dan lateral. Pada umumnya fossa inguinal tidak mencapai ke
seberang pinggir tulang pinggang agak ke tengah dan dinding inguinal
posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral yang menonjol
dari fossa medial atau hernia langsung medial yang menonjol dari fossa
suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.

I. PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
Terapi konservatif sambil menunggu penyembuhan melalui proses alami dapat
dilakukan pada hernia umbilikus sebelum anak berumur dua tahun. Terapi
konservatif berupa penggunaan alat penyangga dapat dipakai sementara, misalnya
pemakaian korset. Sedang pada hernia inguinalis pemakaiannya tidak dianjurkan
karena selain tidak dapat menyembuhkan, alat ini dapat melemahkan otot dinding
perut.
Penanganan konservatif terhadap hernia ireponibel dengan posisi
Trendelenberg, diharapkan dengan adanya gaya gravitasi isi hernia dapat masuk
22
kembali, pemberian muscle relation, diharapkan dapat mengurangi jepitn,
pemberian obat penenang, sehingga penderita berkurang kecemasannya dan
mengurnagi/menenangkan tekanan intra abdominal sehingga isi hernia dapat
masuk kembali, dan pemberian kompres es untuk merangsang musculus cremaster
sehingga isi hernia dapat masuk kembali ke cavum peritoneum.

b) Operatif
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Semua

perbaikan bedah mengikuti prinsip dasar yang sama:4


1. Reduksi kandungan hernia ke dalam rongga perut dengan pengangkatan
jaringan yang tidak layak dan perbaikan usus jika perlu.
2. Eksisi dan penutupan kantung peritoneum jika ada atau menggantinya jauh
ke otot.
3. Aproksimasi ulang dinding leher hernia jika memungkinkan.
4. Penguatan permanen cacat dinding perut dengan jahitan atau mesh.

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke


lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin kemudian
dipotong.

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis


internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan herniotomi.

Pada anak-anak dilakukan herniotomi tanpa hernioraphy karena


masalahnya pada kantong hernia sedangkan keadaan otot-otot abdomen masih
kuat (tidak lemah), maka dilakukan pembebasan kantong hernia sampai dengan
lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan reposisi,
kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong.
Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka
kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral.

23
 Teknik Operasi
Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu
• Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara
conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan spermatic
cord diposisikan seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus
oblikuus ekstrena. Menjahit conjoint tendon dengan ligamentum
inguinale.
• Shouldice : seperti bassini ditambah jahitan fascia transversa dengan lig.
Cooper.
• Lichtenstein : menggunakan propilene (bahan sintetik) menutup
segitiga Hasselbach dan mempersempit anulus internus.
• Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini. seperti Bassini tetapi funikulus spermatikus
berada diluar Apponeurosis M.O.E.
• Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan
conjoint tendon

Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat


dikelompokkan dalam 4 kategori utama:
a. Open Anterior Repair
Operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan
pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan membebaskan
funnikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan
inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia diligasi dan
dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.
 Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik ini adalah :

1. Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis


inguinalis hingga ke cincin eksternal.
2. Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk
mencari hernia direct.

24
3. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis)
4. Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
5. Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis,
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.

Gambar 2.10 Bassini technique

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam


rekonstruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat
fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis.
Kelemahannya adalah tegangan yang terjadi akibat jahitan tersebut, selain
dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan
menyebabkan jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.

25
b. Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan masuk
ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis
inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah
rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan
pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari
operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.

c. Tension-free repair with Mesh

Operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan pendekatan


awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit
lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan sebuah prostesis,
yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia
tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil yang
baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang
dari 1 persen. Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang
penggunaan implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau
penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh telah mulai
menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat
dilakukan dengan anastesi lokal, regional atau general.

Gambar 2.11 (a) Polypropylene mesh in totally extraperitoneal inguinal hernia


repair and (b) polyester mesh in a paraumbilical hernia repair.

26
c. Laparoscopic
Perbaikan hernia inguinalis laparoskopi dilakukan semakin banyak saat ini
karena sifatnya yang mini-invasif dan menunjukkan hasil yang baik. Prosedur
laparoskopi sangat cocok untuk hernia inguinalis rekuren dan bilateral (1,2).
Prosedur utama termasuk perbaikan intraperitoneal onlay mesh (IPOM), perbaikan
transabdominal preperitoneal (TAPP) dan perbaikan total ekstraperitoneal (TEP).
Anatomi prosedur ini sama sekali berbeda dari prosedur terbuka tradisional
karena dilakukan dari arah yang berbeda. Operasi laparoskopi untuk hernia
inguinalis dilakukan secara intraperitoneal atau di ruang preperitoneal. Ahli bedah
harus memahami pengakuan anatomi penting dari area operasi di bawah
pandangan laparoskopi sebelum mereka mulai melakukan prosedur ini, jika tidak
maka akan sangat berisiko menyebabkan komplikasi seperti perdarahan, kerusakan
saraf, perbaikan yang tidak memadai dan kekambuhan.
 Miopectineal Orifice

Gambar 2.12 lubang miopectineal

Hernia inguinalis direk, hernia inguinalis oblikus dan hernia femoralis


semuanya disebabkan oleh kelemahan fasia transversa abdomen pada
orifisium miopectineal Gambar 2.21. Ligamentum inguinalis membagi
orifisium miopectineal menjadi dua regio: regio suprainguinal dan regio
subinguinal. Korda spermatika atau ligamentum rotundum uteri berjalan
melalui regio suprainguinal, sedangkan nervus femoralis, arteri femoralis,
vena femoralis, dan kanalis femoralis berjalan melalui regio subinguinal.
Lapisan dalam dari lubang miopectineal ditutup oleh fasia transversal
abdomen, yang mengelilingi korda spermatika, dan selubung femoralis, yang
melewati lubang miopectineal. Perbaikan satu sisi dari orifisium miopectineal

27
dapat secara bersamaan dan lengkap memperbaiki lokasi kelemahan anatomis
untuk hernia inguinalis, direk dan femoralis.
Patut dicatat bahwa semua struktur yang digambarkan sebagai
pembentuk batas MPO merupakan dinding anterior abdomen kecuali
iliopsoasotot yang sebenarnya terletak pada bidang posterior dan merupakan
bagian dari "dinding perut bagian belakang”. Itubatas lateralorifisium dibentuk
oleh serat lengkung muskulus oblikus internus dan transversus abdominis
yang muncul dari permukaan atas ligamentum inguinalis. Otot ileopsoas,
sebenarnya, merupakan batas postero-laterla dari MPO.

Gambar Daerah inguinal selama laparoskopi trans-abdominal pre-


peritoneal repair (TAPP) pada manusia. A = Otot rektus abdominis, B =
Ligamentum Cooper, C = Vas deferens, D = Pembuluh darah gondal, E = Otot
Psoas, F = Transversus abdominus dan otot oblikus interna, G = Tempat
hernia inguinalis indirek, H = Pembuluh darah epigastrium inferior, I = Lokasi
hernia inguinalis direk, J = Lokasi hernia femoralis, K= Serabut lengkung otot
transversus abdominus, L = Traktus ileo pubis, M= Tepi potongan bawah
peritoneum untuk perbaikan TAPP.

28
Gambar Hubungan lubang miopectineal. A = Vena iliaka eksterna, B = Arteri
iliaka eksterna, C = Otot Psoas, D= Traktus ileo pubis, E = Orifisium
miopectineal, F = Otot rektus abdominis.

Kesadaran dan pengenalan MPO sangat penting selama operasi hernia


laparoskopi. Seluruh MPO perlu ditutup dengan jaring prostetik untuk
mencapai hernioplasti bebas rekurensi. Dengan munculnya perbaikan hernia
laparoskopi, yang saat ini merupakan teknik yang disukai, penggambaran
MPO menjadi lebih penting. Perbaikan hernia laparoskopi memberikan
keuntungan visualisasi dan diseksi seluruh MPO. Selama perbaikan hernia
laparoskopi, mesh ditempatkan untuk memperpanjang selama 3-5 cm di luar
batas MPO untuk mencegah perpindahan yang mengakibatkan kekambuhan.
Hernioplasti dilakukan dengan menempatkan mesh 3-5 cm lateral ke serat
lengkung internal oblique dan otot transversus abdominis. Sering kali, perlu
untuk memperbaiki mesh secara medial dan lateral untuk menghindari migrasi
atau perpindahan mesh. Sangat penting untuk tidak memperbaiki mesh ke otot
ilio-psoas karena ini dapat menjebak saraf kutan femoral atau lateral paha
yang menyebabkan nyeri pasca operasi tetapi pada serat otot oblik internal dan
transversus abdominis yang sebenarnya merupakan batas lateral MPO.

 Fasia Transversal
Fasia transversal adalah struktur anatomi yang rumit dan kontroversial. Secara
keseluruhan, ini adalah membran aponeurotik tipis yang terletak di antara
rektus abdominis, lapisan dalam otot perut transversal, dan peritoneum. Fasia
transversal di dinding perut anterior bawah dibagi menjadi dua lapisan
29
(Gambar 2.13). Fasia transversal superfisial menutupi permukaan bagian
dalam otot perut anterior, tetapi tipis dan tidak memiliki nilai klinis dalam
perbaikan hernia. Fasia transversa profunda, di bawah fasia transversa
superfisial, menutupi peritoneum parietal dan relatif tebal dan padat pada 50%
pasien. Ruang antara fasia transversal superfisial dan dalam adalah ruang
parietal. Fasia transversal superfisial dan dalam meluas ke daerah inguinal dan
menutupi pembuluh darah di bawah dinding perut (kedua sisi). Kemudian,
mereka menyatu dengan dinding perut anterior di situs lateral pembuluh darah
epigastrium inferior. Fasia transversa lateral terus naik ke tepi bawah posterior
ligamentum inguinalis dan kemudian menyatu dengan fasia iliaka. Fasia
transversal medial melekat pada tulang kemaluan, otot pektineus dan ligamen
Cooper. Fasia transversum profunda menjadi struktur berbentuk corong yang
memanjang ke bawah untuk menutupi struktur korda spermatika (vas
deferens, pembuluh testis dan kantung hernia inguinalis oblikus) pada cincin
inguinalis interna dan menjadi fasia spermatika interna yang memasuki kanalis
inguinalis. Jadi, fasia spermatika interna harus diinsisi selama pemisahan
kantung hernia inguinalis oblikus ( Gambar 2.14 ) untuk mengekspos struktur
korda spermatika dan kantung hernia.

Gambar 2.13 Fasia Transversal

30
Gambar 2.14 Fasia Spermatika Interna

 Ruang retropubik preperitoneal dan ruang ekstraperitoneal posterior ke fasia


transversal (ruang Bogros)
Kedua ruang ini adalah rongga potensial non-alami di bawah dinding
perut anterior bawah, dan terletak di antara fasia transversal superfisial dan
peritoneum (Gambar 2.15). Mereka diciptakan oleh pemisahan tumpul saat
melakukan perbaikan hernia inguinalis laparoskopi. Ruang retropubik
preperitoneal terletak di garis tengah perut bagian bawah dengan fasia
transversal superfisial dan tulang kemaluan di anterior, kandung kemih di
posterior, setinggi umbilikus di superior, dasar panggul otot inferior, dan arteri
epigastrika inferior lateral. Itu diisi dengan jaringan ikat longgar dan lemak,
dan tidak ada pembuluh darah yang jelas.
Ruang mudah dipisahkan oleh simfisis pubis dan ligamen Cooper yang
mengkilap mudah terlihat setelah sedikit pemisahan tumpul. Biasanya, ruang
retropubik preperitoneal dianggap setara dengan ruang Retzius. Namun, ruang
Retzius awalnya mengacu pada ruang yang dibentuk oleh lipatan fusi ketat
fasia transversal dalam dan peritoneum antara kandung kemih dan peritoneum,
yang meliputi kandung kemih dan diisi dengan jaringan ikat longgar. Bahkan,
untuk mendapatkan ruang retropubik preperitoneal yang lebih luas, ahli bedah
perlu menorehkan fasia transversal dalam yang melekat pada tulang kemaluan
dan ligamentum inguinalis Cooper dan memasuki ruang viseral. Oleh karena
itu, ruang retropubik preperitoneal harus mencakup ruang Retzius, bagian dari
ruang viseral dan bagian dari ruang parietal.

31
A B

Gambar 2.15 (A) Ruang retropubik preperitoneal. (B) Ruang Bogros.

Ruang Bogros terletak lateral dari ruang Retzius dan di anterior dibatasi oleh
fasia transversal superfisial, di medial oleh pembuluh darah epigastrium inferior,
lateral oleh dinding panggul, dan posterior oleh otot psoas, pembuluh iliaka
eksternal dan saraf femoralis. Selama perbaikan hernia inguinalis laparoskopi,
ruang Bogros dieksplorasi untuk mengakses fossa iliaka serta membuatnya lebih
mudah untuk membuka mesh lateral dan meletakkannya rata. Selama
pembedahan, setelah ruang retropubik preperitoneal dipisahkan, harus
diperhatikan bahwa fasia abdomen transversus profunda melekat erat pada
dinding anterior abdomen pada sisi lateral pembuluh darah epigastrika inferior
saat memisahkan ruang Bogros (Gambar 2.16). Dengan demikian, fasia
transversal dalam harus diinsisi di tempat perlekatan untuk memasuki ruang
Bogros. Pemisahan diperlukan untuk mengakses ruang Bogros karena fusi yang
relatif ketat dari fasia abdomen transversal dan peritoneum.

Gambar 2.16 Fasia abdomen transversus profunda melekat erat pada dinding
anterior abdomen pada sisi lateral pembuluh darah epigastrika inferior.

32
 Struktur Anatomi Penting Dan Landmark
Selama perbaikan hernia inguinalis laparoskopi, penting untuk
mengenali struktur penting berikut di rongga perut: lipatan umbilikalis
median, lipatan umbilikalis medial, lipatan umbilikalis lateral, segitiga
Hesselbach, cincin inguinalis internal dan cincin femoralis. Struktur ini adalah
penanda untuk membuat diagnosis yang benar dan melakukan operasi yang
akurat (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Daerah inguinal bilateral di bawah laparoskopi

Struktur anatomi lain di ruang ekstraperitoneal yang harus dikenali


antara lain simfisis pubis, ligamen Cooper, korona mortis, pembuluh
epigastrika inferior, vas deferens/ligamentum rotundum uterus, pembuluh
testis, traktus iliopubik, segitiga berbahaya. (segitiga malapetaka) dan segitiga
rasa sakit (Gambar 2.18).

33
Gambar 2.18 Landmark anatomi penting di ruang ekstraperitoneal

Simfisis pubis adalah tengara anatomi pertama yang terbuka pada


pemisahan ruang Retzius dan merupakan garis referensi medial ketika
menempatkan mesh.
Ligamentum Cooper (juga dikenal sebagai ligamen pektineal) lebih
mudah dikenali karena merupakan jaringan tendinus yang putih, mengkilap
dan keras. Ini adalah perpanjangan dari ligamen lakunar, berjalan infero-
lateral sepanjang garis pektineal dan menempel pada garis pektineal. Ligamen
Cooper adalah struktur yang dapat menahan jala dan paku payung.
Satu atau beberapa pembuluh darah anastomosis antara epigastrium
inferior atau pembuluh iliaka eksterna dan arteri atau vena obturator, yaitu,
korona mortis, dapat divisualisasikan di lokasi yang berjarak 5 cm dari
simfisis pubis, melengkung di atas ligamentum Tembaga (Gambar 2.19).
Korona mortis meliputi arteri dan vena, yang sebagian besar berjalan sendiri
dan meninggalkan rongga panggul melalui kanal obturator. Selama
pembedahan, perdarahan yang signifikan dapat terjadi, dan hemostasis
mungkin sulit dicapai jika pembuluh korona mortis secara tidak sengaja
terpotong karena dapat ditarik kembali ke dalam kanal obturator. Oleh karena
itu, korona mortis dikenal sebagai "mahkota kematian" untuk mengingatkan
ahli bedah agar waspada selama prosedur seperti pemisahan dan fiksasi pada
ligamen Copper.
34
Gambar 2.20 Korona Mortis

Pemisahan berlanjut ke lateral sepanjang ligamen Cooper dan vena iliaka


eksterna biru tua; arteri iliaka eksternal yang putih, elastis, berdenyut dapat
terlihat setelah melewati korona mortis. Arteri dan vena epigastrika inferior
yang sedikit tipis dapat dilihat di bagian atas pembuluh iliaka eksterna.
Sebagian besar arteri epigastrika inferior merupakan cabang dari arteri atau
vena iliaka eksterna. Arteri epigastrika inferior biasanya berjalan dengan dua
vena di sepanjang bagian belakang otot rektus abdominis menuju umbilikus.
Identifikasi pembuluh darah epigastrika inferior sangat penting sebelum
mengakses ruang Bogros. Pemisahan antara pembuluh darah epigastrika
inferior dan fasia abdomen transversus profunda adalah satu-satunya
pendekatan untuk mendapatkan akses yang benar ke ruang Bogros (Gambar
2.21). Jika tidak, mudah untuk secara tidak sengaja merusak pembuluh
epigastrium inferior atau menembus peritoneum, yang dapat menyebabkan
kesulitan saat melakukan operasi laparoskopi atau bahkan memerlukan
konversi ke operasi terbuka.

35
Gambar 2.21 Akses Yang Benar Ke Ruang Bogor

Selama perbaikan hernia inguinalis laparoskopi, segitiga berbahaya


(segitiga malapetaka) mengacu pada area segitiga yang dibatasi oleh vas
deferens, pembuluh testis dan lipatan peritoneal. Dalam batas-batas daerah ini,
dapat menemukan arteri dan vena iliaka eksternal. Pemisahan di area ini
berisiko dalam pengaturan malformasi vaskular iliaka eksternal atau
aneurisma. Segitiga nyeri adalah area segitiga yang terletak di lateral segitiga
berbahaya dan diikat oleh saluran iliopubik, pembuluh testis, dan lipatan
peritoneum. Daerah ini dari lateral ke medial meliputi saraf kutaneus femoralis
lateral, cabang femoralis dari saraf genitofemoralis dan saraf femoralis, yang
berjalan di permukaan otot psoas dan otot iliaka. Sebagian besar saraf ini
melewati permukaan dalam dari saluran iliopubik untuk menginervasi daerah
perineum dan paha yang sesuai (Gambar 2.22). Nervus femoralis terletak 6 cm
di atas ligamentum inguinalis dan tidak mudah cedera karena dilapisi oleh otot
psoas. Nervus kutaneus femoralis lateral berjalan tepat di bawah fasia iliaka
dan memasuki paha pada regio infero-medial selebar 1-4 cm dari spina iliaka
anterior superior di bawah traktus iliopubik. Selama pemisahan ruang Bogros,
menghindari menusuk fasia iliaka dan mengekspos saraf adalah salah satu
metode yang paling efektif untuk mengurangi kejadian nyeri neuropatik kronis
pasca operasi. Data klinis menunjukkan bahwa saraf kutaneus femoralis lateral
dan cabang femoralis dari saraf genitofemoral lebih sering rusak. Kerusakan
kecil dapat mengakibatkan sensasi abnormal di daerah yang dipersarafi oleh
saraf ini. Gejala tersebut dapat sembuh secara spontan dalam 2-4 minggu.

36
Namun, Saraf saraf tersebut di atas dapat mengalami kerusakan besar atau
terjepit saat melakukan pemisahan atau fiksasi atau saat mengontrol
perdarahan, yang dapat menyebabkan sensasi abnormal di daerah yang
dipersarafi saraf, terutama nyeri neuropatik kronis, dan bahkan dapat
menyebabkan gangguan motorik pada ekstremitas bawah. Sangat sulit untuk
mengelola atau memperbaiki gejala-gejala ini.

Gambar 2.22 Nervus kutaneus femoralis lateral dan nervus genitofemoralis

Traktus iliopubik adalah struktur tendinosa yang menebal dari fasia


transversal abdomen yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan
tuberkel pubis dan sejajar dengan ligamentum inguinalis (Gambar 2.23). Ini
melengkung ke medial di depan pembuluh femoralis untuk memasukkan
melalui lampiran luas ke tuberkulum pubis dan ligamen Cooper. Traktus
iliopubik adalah batas luar segitiga nyeri. Bagian lateral jaring harus difiksasi
di tempat tepat di atas tingkat traktus iliopubik. Traktus iliopubik putih dapat
dilihat di tepi bawah cincin hernia langsung atau di bawah cincin inguinalis
interna. Namun, tingkat perkembangan saluran iliopubik dapat bervariasi
secara individual; saluran iliopubik di daerah lain mungkin tidak mudah
dikenali di bawah laparoskop. Yang paling sederhana metode untuk
mengidentifikasi traktus iliopubik adalah dengan menyentuh dan menekan
titik proyeksi kepala stapler pada permukaan tubuh saat menggunakan stapler
untuk menjepit bagian lateral mata jaring, rasa kepala stapler menunjukkan
bahwa kepala stapler terletak di atas saluran iliopubik. Jika tidak, kepala
stapler kemungkinan terletak di bawah saluran iliopubik, dan stapler dapat
menyebabkan kerusakan saraf. Vas deferens/ligamentum uteri dan pembuluh
37
darah testis hanya dapat tersingkap sempurna jika fasia spermatika interna
diinsisi dan kantung hernia atau lipatan peritoneum dipisahkan ke arah
cephalad.

Gambar 2.33 Representasi ligamen Cooper kanan, traktus iliopubik dan


ligamen inguinalis.

J. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk hernia inguinalis adalah:
1. Hernia femoralis
Hernia yang terjadi melalui kanal femoral, dan lebih sering pada wanita.
Penonjolan berada di bawah ligamentum inguinal dan lateral tuberkel pubis.
2. Hidrokel
Hidrokel merupakan akumulasi cairan abnormal pada tunika vaginalis karena
adanya paten prosesus vaginalis persisten yang mengelilingi testis. Kejadian
hidrokel paling sering pada infant. Benjolan hidrokel tidak nyeri, mempunyai batas
atas tegas, positif pada pemeriksaan luminesensi dan tidak dapat dimasukkan
kembali. Selain itu testis pada daerah hidrokel tidak teraba.
3. Torsio testis
Torsi testis disebabkan oleh terpeluntirnya korda spermatika dan
menyebabkan menurunnya suplai darah ke testis. Torsi testis intravaginal
menghasilkan nyeri hebat skrotum unilateral yang tiba-tiba diikuti oleh
pembengkakan inguinal dan / atau skrotum

38
K. KOMPLIKASI
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis irreponibilis.
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat makin banyaknya usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.
3. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema, sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia
inguinalis lateralis strangulator. Keluhan berupa nyeri hebat, daerah benjolan
menjadi merah dan penderita gelisah. Pada keadaan inkarserata dan strangulata,
maka timbul gejala ileus yaitu kembung, muntah dan obstipasi.
4. Dapat terjadi hernia akreta, apabila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga dan terjadi perlekatan isis kantong pada peritoneum.

L. PROGNOSIS
Penyembuhan dipercepat kalau penderita menghindari gerakan mengangkat
barang-barang berat ataupun ketegangan otot lainnya. Hernia inguinalis indirek dapat
timbul kembali pada 2-3% penderita. Sedang hernia direk dapat timbul kembali sampai
10% penderita. Pada sumber lain dijelaskan, insiden dari residif bergantung pada umur
penderita, letak hernia dan operasinya.

39
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. C
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Status : Sudah Menikah
Alamat : Banggai
No. RM : 01-06-05-99
Tanggal Masuk RS : 17 Februari 2023

Tanggal Pemeriksaan : 19 Februari 2023

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan pada kedua kantung pelir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan benjolan pada kedua
kantung pelir namun lebih menonjol pada sebelah kanan. Keluhan dirasakan hilang
timbul dan sejak seminggu lalu benjolan terasa menetap. Pasien juga mengatakan
merasakan nyeri saat mengedan dan batuk. Keluhan lain seperti demam (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Pasien mengatakan sudah pernah mengalami hal serupa dan riwayat post
operasi HIL sinistra 10 tahun yang lalu dan operasi HIL dextra 1 tahun lalu di RS
Anutapura. Riwayat penyakit DM (-), Hipertensi (-).

40
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit hipertensi (-)
 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)


 Riwayat penyakit yang sama (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Composmentis ( E4M6V5 )
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C

Kepala : Normocephal
Mata : Konjugtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar Tiroid (-)

Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan


Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa
tidak pucat.
Thorax

Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi -/-


Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung atas SC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC IV midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternal dextra

41
Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, terdapat bekas operasi di regio inguinalis dextra
dan sinistra
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani (+) regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+), edema (-)
Inferior : Akral hangat (+), edema (-)
Status Lokalis
Regio : inguinal dextra
Inspeksi : tampak benjolan pada scrotum dextra berbentuk lonjong dengan
ukuran +/- 7 cm, warna sama dengan kulit sekitar.
Palpasi : teraba hangat, konsistensi kenyal,permukaan licin, nyeri
tekan (-),tidak dapat direposisi.
Auskultasi : peristaltik usus (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium
1) Darah Lengkap (25/05/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


WBC 11.6 4.00 - 11.00 103/UL
RBC 4.55 4.00 – 5.1 106/UL
HGB 13.9 14 – 18 g/dL
HCT 40.4 36-47 %
PLT 251 150-450 103/UL
BT 4’ 1-5 Menit
CT 8’ 1-15 Menit

42
2) Kimia Klinik (25/05/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


SGOT 20 ≤34 U/L
SGPT 29 ≤31 U/L
GDS 129 70-200 mg/dl
Ureum 24 <50 mg/dl
Kreatinin 0.98 0.6-1.1 Mg/dl
Albumin 4.0 3.4-4.8 g/dl

3) Elektrolit (25/05/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Na 141 136-146 Mmol/L
K 4.2 3,5 – 5 Mmol/L
Cl 95 98-106 Mmol/L

B. USG INGUINAL (07/01/2023)

43
Hasil USG Inguinal :
 Tampak canalis inguinalis kanan terbuka dengan defek +/- 2.15 cm disertai
herniasi loop-loop usus hingga ke scrotum melalui defek tersebut

 Tampak canalis inguinalis kiri terbuka dengan defek +/- 1.91 cm disertai herniasi
cairan melalui defek tersebut
Kesan :
 Hernia inguinalis bilateral

V. Resume

Pasien laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan benjolan pada kedua
kantung pelir namun lebih menonjol pada sebelah kanan. Keluhan dirasakan hilang
timbul dan sejak seminggu lalu benjolan terasa menetap. Pasien juga mengatakan
merasakan nyeri saat mengedan dan batuk. Keluhan lain seperti demam (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK biasa. Pasien mengatakan sudah pernah mengalami hal
serupa dan riwayat post operasi HIL sinistra 10 tahun yang lalu dan operasi HIL dextra
1 tahun lalu di RS Anutapura. Riwayat penyakit DM (-), Hipertensi (-).

44
Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 68 x/menit, respirasi
20x/menit dan suhu 36,7 C. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tampak cembung dan
terdapat bekas operasi di regio inguinalis dextra dan sinistra, auskultasi peristaltik (+)
kesan normal, perkusi timpani (+), palpasi nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan regio
inguinalis dextra, inspeksi tampak benjolan lonjong pada scrotum dextra dengan ukuran
+/- 7cm, palpasi : teraba benjolan pada scrotum dengan konsistensi kenyal, permukaan
licin, teraba hangat, nyeri tekan (-), tidak dapat direposisi, auskultasi : Terdengar bunyi
peristaltik usus.
Pada pemeriksaan USG Inguinal didapatkan hasil Tampak canalis inguinalis
kanan terbuka dengan defek +/- 2.15 cm disertai herniasi loop-loop usus hingga ke
scrotum melalui defek tersebut dan Tampak canalis inguinalis kiri terbuka dengan defek
+/- 1.91 cm disertai herniasi cairan melalui defek tersebut. Kesan Hernia inguinalis
bilateral.

VI. Diagnosis Kerja


Recurrent Hernia Inguinalis Lateralis Dextra

VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non-Operatif

Pre-op:

- IVFD RL 18 tpm

- Anbacim 1gr/12 jam/iv

- Omeprazole 40 mg/ 12 jam/iv

Post-op :
- IVFD RL 18 tpm

- Anbacim 1gr/12jam/iv

- Ketorolac 30 mg/8 jam/iv

- Omeprazole 40 mg/12 jam/iv


- Asam traneksamat 250 mg/8 jam/iv
- Mobilisasi
- Diet cair
45
- Minum 1-2 sdm/ jam

Penatalaksanaan Operatif:
- Laparoscopi Hernia

VIII. Diagnosis post operasi


Recurrent Hernia Inguinalis Lateral Dextra

IX. Gambaran klinis

46
X. Dokumentasi

XI. Laporan Operasi

1. Pasien berbaring dengan posisi Supine di bawah pengaruh anastesi


2. Desinfeksi dan drapping
3. Tampak defek pada inguinal kanan ukuran 2 x 2 cm
4. Buat flap superior dan posterior
5. Dilakukan diseksi pada cavum boyros dengan proteksi nervus
6. Diseksi cavum retzi sampai tampak ligamentum cooper
7. Bebaskan kantong dari skcrotum sampai tampak triangle of doom
8. Dilakukan pemasangan mesh, fiksasi di empat posisi
9. Tutup flap superior dan posterior
10. Operasi selesai

47
FOLLOW UP

21 Feb S: Nyeri bekas operasi , Benjolan P:


2023 mulai mengecil, mual(-), muntah (-), - IVFD RL 18 tpm
BAB (-)
- Anbacim 1gr/12 jam/iv
O:
- Ketorolac /8 jam
TD: 120/60 mmHg
N: 62 x/menit - Omeprazole 40 mg/ 12
S: 36,3 °c jam/iv
R: 20 x/menit
- Mobilisasi jalan
Abdomen :
Inspeksi : tampak cembung, terdapat
bekas operasi
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani seluruh abdomen (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)

A: Post OP Hernia Inguinalis Lateralis


Dextra

48
22 Feb P:
S: Nyeri bekas operasi berkurang ,
2023 - IVFD RL 18 tpm
Benjolan mulai mengecil, mual(-),
muntah (-),BAB(-), flatus (+) - Anbacim 1gr/12 jam/iv
O: - Ketorolac /8 jam
TD: 128/67 mmHg
- Omeprazole 40 mg/ 12
N: 60 x/menit
jam/iv
S: 36,5 °c
R: 20 x/menit - Mobilisasi jalan
Abdomen :
Inspeksi : tampak cembung, terdapat
bekas operasi
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani seluruh abdomen (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
A: Post OP Hernia Inguinalis Lateralis
Dextra
23 Feb P:
S: Benjolan mulai mengecil, mual(-),
2023 - Aff infus
muntah (-),BAB(-), flatus (+)
- Cefadroxil 2x1
O:
- As.traneksamat 3x1
TD: 120/88 mmHg
- Rawat jalan
N: 66 x/menit
S: 36,5 °c
R: 20 x/menit
Abdomen :
Inspeksi : tampak cembung, terdapat
bekas operasi
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani seluruh abdomen (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
A: Post OP Hernia Inguinalis Lateralis
Dextra

49
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan benjolan pada kedua
kantung pelir namun lebih menonjol pada sebelah kanan. Keluhan dirasakan hilang
timbul dan sejak seminggu lalu benjolan terasa menetap. Pasien juga mengatakan
merasakan nyeri saat mengedan dan batuk. Keluhan lain seperti demam (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK biasa. Pasien mengatakan sudah pernah mengalami hal
serupa dan riwayat post operasi HIL sinistra 10 tahun yang lalu dan operasi HIL dextra
1 tahun lalu di RS Anutapura. Riwayat penyakit DM (-), Hipertensi (-).
Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 68 x/menit, respirasi
20x/menit dan suhu 36,7 C. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tampak cembung dan
terdapat bekas operasi di regio inguinalis dextra dan sinistra, auskultasi peristaltik (+)
kesan normal, perkusi timpani (+), palpasi nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan regio
inguinalis dextra, inspeksi tampak benjolan lonjong pada scrotum dextra dengan ukuran
+/- 7cm, palpasi : teraba benjolan pada scrotum dengan konsistensi kenyal, permukaan
licin, teraba hangat, nyeri tekan (-), tidak dapat direposisi, auskultasi : Terdengar bunyi
peristaltik usus.
Pada pemeriksaan USG Inguinal didapatkan hasil Tampak canalis inguinalis
kanan terbuka dengan defek +/- 2.15 cm disertai herniasi loop-loop usus hingga ke
scrotum melalui defek tersebut dan Tampak canalis inguinalis kiri terbuka dengan defek
+/- 1.91 cm disertai herniasi cairan melalui defek tersebut. Kesan Hernia inguinalis
bilateral.
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan aloanamnesis dari pasien
langsung, serta dari pemeriksaan fisik yang dilakukan. Berdasarkan teori, benjolan yang
keluar dan tidak dapat dimasukkan kembali adalah termasuk dalam klasifikasi hernia
inguinalis dextra ireponibilis, hernia inguinalis lateralis dextra ireponibilis adalah jika
isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke rongga abdomen akibat adanya
perlengketan dengan usus dan biasanya akan disertai dengan keluhan nyeri. Pada hernia
inguinalis lateralis dextra ireponibilis benjolan akan selalu ada dan tidak akan
menghilang walaupun dalam posisi berbaring. Setelah dihubungkan dengan teori bahwa
anamnesis yang didapatkan mengarah ke hernia inguinalis lateralis ireponibilis.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya benjolan pada scrotum sebelah kanan
50
dan berwarna sama seperti kulit disekitarnya. Dari palpasi didapatkan bahwa terdapat
nyeri tekan dan suhu lebih hangat dibanding daerah yang lainnya. Dan pada
pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi bising usus positif kesan normal.
Pada Thumb test tidak di dapatkan benjolan yang keluar sesuai dengan teori
Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Setelah benjolan
dimasukkan kedalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada annulus internus.
Penderita disuruh mengejan atau meniup dengan hidung atau mulut tertutup atau batuk.
Bila benjolan keluar waktu mengejan berarti hernia inguinalis medialis dan bila tidak
keluar berarti hernia inguinalis lateralis.
Pada kasus hernia inguinalis lateralis, pemeriksaan darah rutin kurang
menunjang untuk dijadikan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah
rutin dilakukan untuk menilai apakah terdapat faktor komorbid yang lain, seperti infeksi
atau anemia.
Pada pasien ini dilakukan tindakan laparaskopi hernioraphy untuk
mengatasi keluhan pasien, hal ini sudah sesuai dengan teori. Tindakan laparoskopi
dilakukan dengan menggunakan alat berbentuk tabung yang dinamakan
laparaskop. Alat ini dimasukkan ke dalam sayatan kecil yang dibuat di dinding
perut. Operasi hernioraphy yang dilakukan hernioplasti. Hernioplasti adalah
tindakan bedah untuk mencegah terjadinya munculnya kembali dengan cara
memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang
kanalis inguinais. Pada pasien ini telah dilakukan hernioplasti. Teknik hernioplasti
yang digunakan pada pasien ini adalah laparoskopi dengan pendekatan
transabdomibal preperitoneal (TAPP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan
meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki regio
inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi
dengan peritoneum. Mesh ini bertujuan memperbaiki defek hernia tanpa
menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia. Mesh ditempatkan untuk
memperpanjang selama 3-5 cm di luar batas MPO untuk mencegah perpindahan
yang mengakibatkan kekambuhan. Hernioplasti dilakukan dengan menempatkan
mesh 3-5 cm lateral ke serat lengkung internal oblique dan otot transversus
abdominis. Sering kali, perlu untuk memperbaiki mesh secara medial dan lateral
untuk menghindari migrasi atau perpindahan mesh. Sangat penting untuk tidak
memperbaiki mesh ke otot ilio-psoas karena ini dapat menjebak saraf kutan
femoral atau lateral paha yang menyebabkan nyeri pasca operasi tetapi pada serat
51
otot oblik internal dan transversus abdominis yang sebenarnya merupakan batas
lateral MPO. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan
dilaporkan kurang dari 1%.
Terapi post operasi yang diberikan pada kasus ini ialah infus Ringer Lactat
kolf 500cc 18 tetes per menit untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang,
Anbacim 1gr/24jam/IV sebagai antibacterial, Asam tranexamat 0.5gr/8jam/IV
sebagai anti perdarahan, Ketorolac 30mg/8jam/IV untuk mengatasi nyeri,
Omeprazole 40mg/12jam/IV. Pasien dianjurkan untuk menjalani mobilisasi miring
kanan dan kiri. 6 jam pasca operasi pasien di perbolehkan minum air/susu dan
mobilisasi duduk. 24 jam pasca operasi pasien diperbolehkan jalan-jalan. Pasien
diizinkan untuk rawat jalan pada hari ke-3 post operasi.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Henry Mm, Thompson Jn, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, Egc, Hal: 523-
537
2. Schwartz’s Principle Of Surgery, 9th Ed., Pp. 1305-1342. New York: Mcgraw-Hill.
3. Malangoni M A., Rosen Michael J. 2007. Hernia. Sabiston Textbook Of Surgery. Ed 16th:
Chapter44
4. Karnadiharja W, Djojosugito Ma, Kamardi T. Hernia Inguinals. 2003. In: Sjamsuhidayat R,
De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd Ed, Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc
Publishers. 706-1000
5. Nurmianto, E. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar Dan Aplikasinya Edisi 2. Guna Widya.
Surabaya. Indonesia.
6. Reksoprodjo S. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah Fk Ui Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
131-400
7. Fahmi N.M., 2010. Presus Bedah “Hernia Inguinalis Lateral”. Available From:
Http://Fkumyecase.Net/Presus+Bedah+%22hernia+Inguinalis+Lateral%22
8. Amrizal, 2015. Hernia Inguinalis : Tinjauan Pustaka. Syifa’medika. 6 (1).
9. Hataul, I., Suwardi, 2021. Left-Sided Posterolateral Diaphragmatic Hernia With Associated
Intestinal Malrotation. 3(1). Https://Ojs3.Unpatti.Ac.Id/
10. Muttaqin A Dan Sari K. 2015. Syifa’medika. Gastrointestinal. Medika. Jakarta. 6 (1).
11. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran, 2010, Hernia Inguinalis. Available From:
Http://Referensikedokteran.Blogspot.Com/2010/08/Referat-Hernia-Inguinalis.Html
12. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006
13. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi 5. 2013.
14. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar RT, dkk. Schwartz Principle of Surgery17th edition.
New York: McGrawhill. 2019.
15. Xue F.,Jia-Lin. L. Anatomy Essentials For Laparoscopic Inguinal Hernia Repair. 2016.
4(19).
16. Mahesh, C,. Hemanga, K. Myopectineal Orifice And Its Boundary For Laparoscopic Hernia
Surgeon. 2016. 59-60

53
54

Anda mungkin juga menyukai