Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI POHON

ACARA I
PERAKARAN ISTIMEWA

Nama : M.Rafly Nugraha Pratama


NIM : 20/457037/SV/17484
Co.Ass: Imaduddin Yusuf Akbar

LABORATORIUM BUDIDAYA HUTAN


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI UGM
2021
ACARA I
PERAKARAN ISTIMEWA

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Akar merupakan salah satu bagian pohon yang penting terutama untuk
penyerapan unsur hara, air dan mineral lain. Bentuk dan karakteristik perakaran
pohon tergantung dari tanah dan sifat jenis pohon serta interaksinya dengan
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Contoh bentuk adaptasi akar dalam bentuk
akar istimewa antara lain adalah akar bermikoriza dan akar berbintil (nodule roots).
Mikoriza terbentuk dari simbiosis yang saling menguntungkan antara jamur dengan
sistem perakaran pohon. Keuntungan bagi jamur adalah mendapat tempat tinggal dan
sumber makanan, sedangkan keuntungan bagi pohon adalah dapat membantu
penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap patogen dan kekeringan.
Selain jamur, bakteri juga dapat berasosiasi dengan sistem perakaran pohon, bakteri
rhizobia dan frankia merupakan contoh bakteri bintil akar yang sering ditemui. Bintil
akar membantu pohon dalam penambatan nitrogen yang penting bagi tumubuhan.
Kedua jenis perakaran istimewa baik akar bermikoriza maupun akar berbintil sangat
penting dipelajari untuk jenis tanaman-tanaman kehutanan.

b. Tujuan
1. Mengetahui berbagai bentuk mikoriza pada berbagai jenis tanaman
2. Mengetahui bentuk, letak dan struktur anatomi bintil akar
c. Manfaat
Setelah mengikuti acara ini mahasiswa dapat mengenali, mendokumentasikan dan
membedakan jenis perakaran istimewa yang ditemukan.

II. METODE
a. Waktu : 15 Februari 2021

b. Tempat : Lingkungan di rumah masing-masing

c. Alat dan Bahan :


1. Berbagai jenis tumbuhan bermikoriza 4. Kamera

2. Berbagai jenis tumbuhan berbintil akar 5. Alat Tulis

3. Penggaris 6. Alat pemotong


d. Cara kerja :
1. Cari dan temukan jenis pohon berakar istimewa di sekitar rumah Saudara
(diwajibkan satu jenis, disarankan 3 jenis)

2. Bersihkan akar tanaman dari tanah yang menempel

3. Amati perakaran secara vertikal dan lateral

a. Bentuk akar

b. Panjang akar

c. Banyaknya akar

4. Amati bentuk infeksi mikoriza

5. Gambar bentuk, posisi dan ukuran bintil akar

6. Dokumentasikan (foto dengan resolusi tinggi, sehingga gambar cukup baik untuk
dimasukkan dalam laporan praktikum)

III. TINJAUAN PUSTAKA


A. Akar Mikoriza
Mikoriza (mycos = jamur, dan rhiza = akar) merupakan istilah yang
dikemukakan pertama kali oleh Frank pada tahun 1885, yang digunakan untuk
menunjukkan suatu bentuk kerjasama yang bersifat simbiotik antara jamur dengan
akar tanaman untuk membedakan dari jamur yang bersifat patogenik. Di dalam
kerjasama ini terdapat keseimbangan metabolisme antara kedua organisme tersebut
(Powel dan Bagyaraj, 1984 dalam Suryanti, 2015).
Menurut Indriyanto (2008), mikoriza memiliki peran yang sangat penting
diantaranya, mikoriza berperan dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, mikoriza
berperan dalam meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen akar,
mikoriza berperan dalam meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan
kekurangan air pada musim kemarau, mikoriza berperan dalam menghasilkan zat
pengatur tumbuh nabati, mikoriza berperan dalam memperbaiki struktur tanah.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza diantaranya:
1. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap perkembangan spora, penetrasi hifa serta
perkembangannya pada korteks akar. Hal itu disebabkan karena terdapat perbedaan
ketahanan enzim masing-masing spesies mikoriza terhadap suhu tertentu (Schenk dan
Schroder, 1974 dalam Istigfaiyah, 2018).
2. Kadar Air Tanah
Mikoriza dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan
pada kondisi kering. Mikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas
serapan air tanaman inang (Pujianto, 2001).
3. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap suplai fotosintat yang dibutuhkan oleh
fungi mikoriza. Tumbuhan dengan laju fotosintesis tinggi cenderung memperbaiki
suplai fotosintat bagi mikoriza, akibat meningkatnya konsentrasi karbohidrat di dalam
akar (Daniel and Trappe, 1980 dalam Istigfaiyah, 2018).
4. pH Tanah
pH berpengaruh pada aktivitas enzim, aktivitas enzim berpengaruh pada
perkecambahan, pH rendah atau asam menyebabkan tidak tersedianya fosfat sebagai
unsur penting dalam pembelahan sel pada proses perkecambahan spora mikoriza
(Powell dan Bagyaraj, 1984 dalam Istigfaiyah, 2018).
5. Bahan Organik
Jumlah spora mikoriza berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam
tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan
organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5%
kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).
6. Logam Berat dan Unsur Lain
Logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza.
Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah
yang tercemar seng (Zn) (Janouskova dkk, 2006 dalam Istigfaiyah, 2018).
7. Tanaman Inang
Cendawan mikoriza merupakan simbion obligat yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan tanaman inang sebagai tempat hidupnya. Tanaman inang merupakan
sumber senyawa karbon yang merupakan nutrisi bagi cendawan mikoriza. Kondisi
fisik tanaman akan mempengaruhi perkembangan cendawan mikoriza, sehingga
apabila kondisi tanaman terganggu baik akibat kekeringan maupun penyakit maka
kondisi cendawan mikoriza pun akan terganggu (Shi dkk, 2007 dalam Istigfaiyah,
2018).
8. Mikroorganisme Lain
Mikroorganisme lain dalam tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
inang. Hal ini terjadi karena mikroorganisme di dalam tanah ada yang bersifat
antagonis terhadap tanaman dan bersifat non antagonis terhadap tanaman.
Mikroorganisme yang bersifat antagonis akan menyerang tanaman inang dan
menimbulkan gangguan fisik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman
inang dan mampu memicu sporulasi cendawan mikoriza (Paulitz dan Linderman,
1991 dalam Istigfaiyah, 2018).
9. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang dirakit untuk membunuh fungi penyebab
penyakit pada tanaman. Di samping mampu memberantas fungi penyebab penyakit,
fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax meskipun dalam konsentrasi yang sangat
rendah (2.5 𝜇g per gram tanah) kolonisasi mikoriza yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman dan pengambilan P (Manjunath dan Bagyaraj,
1984 dalam Istigfaiyah, 2018).
10. Ketersediaan Hara
Tanaman yang tumbuh pada daerah subur dan memiliki pertumbuhan perakaran
yang sangat intensif justru akan mengalami penurunan jumlah persentase kolonisasi
mikoriza pada akar tersebut, sedangkan jika tanaman tumbuh pada lahan miskin hara,
mineral ditanah dengan intensitas pertumbuhan cabang akar yang rendah akan
menunjukkan peningkatan kolonisasi endomikoriza pada akar, terutama akar-akar
serabut. Hal ini membuktikan bahwa endomikoriza sangat bermanfaat pada tanaman
yang tumbuh pada daerah kurang subur atau miskin hara (Oehl dkk, 2004 dalam
Istigfaiyah, 2018).
B. Bintil Akar Rhizobium
Menurut definisinya bintil akar adalah tonjolan-tonjolan kecil yang terdapat di
akar. Tonjolan-tonjolan tersebut umumnya dapat ditemukan di family Fabaceae atau
Leguminosae. Tonjolan-tonjolan kecil yang terbentuk akibat dari infeksi bakteri pengikat
N2 yang bersimbiosis secara mutualistik dengan tumbuhan.
Kacang – kacangan sebagai anggota family Leguminosae memiliki kemampuan
membentuk bintil akar dan menambat nitrogen udara melalui hubungan simbiosis dengan
bakteri rhizobium. Tanaman kacang tanah berfungsi sebagai inang, menyediakan tempat
bagi rhizobium dalam bintil akar, dan energi untuk menambat nitrogen. Sebaliknya
tanaman menerima nitrogen yang ditambat dari bintil untuk nutrien dan bahan baku
protein (Suryantini, 2016).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembintilan akar dan penambatan N2
diantaranya:
1. Kekeringan
Kekeringan dapat menyebabkan kegagalan infeksi sehingga tidak terjadi
pembintilan. Kekeringan sangat menekan penambatan nitrogen karena hilangnya
kelembaban dari bintil dan terhambatnya fotosintesis. Kekeringan menurunkan
jumlah rhizobium dalam tanah, menghambat pembintilan dan penambatan nitrogen.
Kekeringan berkepanjangan akan mendorong kerusakan bintil. Tetapi perakaran yang
dalam dapat menambang kelembaban pada lapisan tanah yang lebih dalam sehingga
dapat membantu kelangsungan penambatan nitrogen pada kondisi tanah yang kering
(Suryantini, 2016).
2. Kelembaban
Kelembaban yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat merugikan simbiosis
antara tanaman leguminosa dengan bakteri rhizobium. Daya hidup rhizobium
menurun secara cepat pada kondisi kekeringan, dan diperberat oleh siklus
pembasahan dan pengeringan (Suryantini, 2016).
3. Temperatur Tanah
Menurut Homchan (1989) dalam Suryantini (2016), suhu tinggi pada keadaan
tanah yang lembab menyebabkan kematian bakteri lebih cepat daripada suhu tinggi
pada keadaan tanah yang kering, karena inokulan basah lebih peka terhadap suhu
tinggi daripada inokulan kering. Menurut Suryantini (2016), suhu akar 37 °C yang
berkelanjutan dapat menurunkan fungsi bintil, penambatan nitrogen dan pertumbuhan
tanaman. Suhu pada saat tanam umumnya melebihi 33 °C, sehingga efek merugikan
dapat dilihat tidak hanya pada kelangsungan hidup rhizobium yang diinokulasikan,
tetapi juga pada proses pembintilan.
4. Faktor Kimia
Selama proses pembintilan ada dua kondisi yang berkaitan dengan penyediaan
unsur hara untuk rhizobium. Kondisi pertama, terjadi selama fase infeksi ketika
rhizobium terletak di luar sel tanaman. Pada fase ini bakteri secara aktif tumbuh
dan membelah diri, dan sepenuhnya tergantung pada ketersediaan unsur hara di luar
sel tanaman. Kekurangan hara esensial pada fase ini dapat membatasi terbentuknya
bintil akar, kekurangan Ca pada fase ini dapat menghambat pembintilan terutama
pada tanah masam. Kondisi kedua terjadi setelah rhizobium masuk ke dalam sel-sel
korteks. Di dalam sel tanaman ini rhizobium tergantung sepenuhnya pada penyediaan
hara dari tanaman inang. Berfungsinya bintil memerlukan unsur hara esensial
meliputi P, S, Fe, Mo, dan Co. Bintil yang efektif mengandung unsur-unsur tersebut
dalam kadar yang tinggi (O’Hara et al. 1998 dalam Suryantini 2016).

5. Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah kaitannya dengan permasalahan kahat Ca, keracunan Al dan Mn


yang berpengaruh merugikan terhadap pembintilan dan penambatan nitrogen. Bintil
yang dibentuk oleh rhizobium mungkin tidak menambat nitrogen atau laju
penambatannya tidak memadai (Weisany et al. 2013 dalam Suryantini 2016).
Kisaran pH optimal untuk rhizobium adalah sedikit di bawah netral hingga agak
alkali. Pada pH tanah 5,0 beberapa strain rhizobium masih dapat hidup, sedangkan
pada pH 4,4 kebanyakan strain rhizobium tidak berkembang dalam tanah dan proses
infeksi juga terhambat. Beberapa rhizobium sensitif terhadap pH yang rendah dan
tidak dapat menginfeksi rambut akar pada tanah yang masam (Wolff et al. 1993
dalam Suryantini 2016). Komposisi dan struktur sel juga dapat menjadi faktor yang
menyebabkan toleran dan tidaknya rhizobium terhadap pH rendah (Zahran 1999
dalam Suryantini 2016). Kegagalan untuk pembintilan pada tanah masam, sebagian
karena menurunnya jumlah rhizobia, atau sebab yang lain karena pH masam
mempengaruhi pelekatan rhizobium pada akar. Umumnya pH tanah selain
berpengaruh langsung pada rhizobium, berkaitan pula dengan masalah ketersediaan
hara tertentu yang mempengaruhi kehidupan rhizobium, infeksi rhizobium pada akar,
persyaratan pH bagi tanaman, dan ketahanan hidup bakteri rhizobium. Spesies
tanaman bervariasi dalam toleransi terhadap Al dan Mn, tetapi umumnya lebih peka
dibanding rhizobium. Pada tanah Oxisol dan Ultisol yang memiliki pH kurang dari
5,0, penambatan nitrogen dapat sangat rendah, yang disebabkan oleh: konsentrasi
H+, level toksik dari Al dan Mn, serta kahat Ca, P dan Mo. Pemberian kapur dalam
bentuk bubuk batu kapur atau dolomit dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan
bintil akar. Tanah biasanya dikapur mendekati netral, tetapi biaya dan ketersediaan
batu kapur menghalangi pendekatan ini sehingga pengapuran umumnya hingga pH
5,5–5,8. Alternatif yang dapat membatasi efek negatif dari pH tanah adalah
penggunaan strain inokulan dan varietas toleran masam, dan pelet (coating) benih
yang telah diinokulasi rhizobium dengan lapisan bubuk batuan fosfat atau batu kapur
(O'Hara et al. 1998 dalam Suryantini 2016).

6. Senyawa Nitrogen

Senyawa nitrogen dalam tanah pada umumnya menunda atau menghambat


pembintilan. Tanaman leguminosa meskipun sudah membentuk bintil lebih suka
menggunakan nitrogen tanah yang telah tersedia. Adanya senyawa nitrogen
menyebabkan bintil menjadi tidak aktif, tetapi segera berfungsi setelah nitrogen tanah
tidak lagi tersedia (Anonim 1989, Fujikake et al. 2003 dalam Suryantini 2016).
Pemupukan N dapat menguntungkan apabila penambahan sejumlah kecil pupuk N
dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kemampuan fotosintesis
tanpa akibat yang dapat menghambat pembentukan bintil akar. Oleh karena itu,
pemberian pupuk N dalam jumlah kecil perlu dilakukan untuk merangsang
pertumbuhan awal tanaman.

7. Fosfor

Fosfor diperlukan untuk pembentukan bintil dan aktifitas bintil yang maksimal.
Tanaman yang mendapatkan nitrogen secara simbiotik membutuhkan P dalam jumlah
yang lebih besar daripada tanaman yang dipupuk N. Hal ini mungkin karena
kebutuhan untuk pengembangan bintil dan transduksi sinyal, serta membentuk P-lipid
yang diperlukan untuk aktivitas bakteroid dalam bintil akar (Graham dan Vance
2000 dalam Suryantini 2016). Kandungan fosfor yang rendah dalam tanah dapat
membatasi pertumbuhan populasi rhizobia dan perkembangan akar kacang-
kacangan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi penambatan nitrogen (Kwari,
2005 dalam Suryantini 2016). Yakubu et al. (2010) dalam Suryantini (2016)
melaporkan bahwa pemberian pupuk P sebanyak 40 kg P2O5/ha meningkatkan
jumlah bintil akar dan jumlah N yang ditambat sebesar 169% dibanding kontrol.
Gambar tersebut menunjukan pengaruh takaran pupuk P terhadap jumlah bintil dan
N-fiksasi pada kacang tanah (Yakubu et al. 2010).

C. Bintil Akar Frankia

Casuarina equisetifolia var. incana yang memiliki nama lokal cemara udang
merupakan salah satu jenis pohon yang tidak termasuk dalam family Leguminosae tetapi
mampu membentuk bintil akar. Bintil akarnya bersifat perennial dan terbentuk sebagai
akibat dari masuknya Frankia yang tergolong aktinomisetes (Richard, 1994; Srivastava
and Singh, 1999 dalam Kabirun,2012).

Frankia mampu menambat nitrogen dari udara sama seperti rhizobium.


Kemampuan Frankia menambat nitrogen menyebabkan cemara udang yang bersimbiosis
dengan Frankia memiliki peran ekologi sebagai pohon pioner yang penting terutama di
kawasan pesisir dengan kondisi lingkungan yang ekstrim. Jenis ini juga berpotensi
sebagai nurse trees sehingga kalau digunakan untuk rehabilitasi lahan berbeda dengan
jenis yang lain,karena lebih ekonomis. Bintil akar yang dibentuk oleh Frankia
memberikan kontribusi hara nitrogen, sehingga simbiosis cemara udang-frankia menjadi
sangat penting di dalam pembangunan hutan terutama pada lahan kritis di kawasan
pesisir. (Kabirun, et al 2012).
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

(a) (b)

(c)

Ket:
(a) Bentuk akar
(b) Panjang akar
(c) Banyaknya akar
Gambar 1. Pengamatan akar bermikoriza
(a) (b)

(c)

Ket:
(a) Bentuk akar
(b) Panjang akar
(c) Banyaknya akar
Gambar 2. Pengamatan akar berbintil akar Rhizobia
(a) (b)

(c)

Ket:
(a) Bentuk akar
(b) Panjang akar
(c) Banyaknya akar
Gambar 3. Pengamatan akar berbintil akar Frankia
2. Pembahasan

Akar mikoriza yang ditemukan oleh praktikan adalah akar dari pohon
pinus. Akar mikoriza merupakan suatu bentuk kerjasama yang bersifat
simbiotik antara jamur dengan akar tanaman. Untuk dapat
mengetahui keberadaan akar mikoriza dapat ditemukan pada pohon
pinus yang masih muda atau beberapa dalam semai. Jika di cari dari
pohon-pohon yang besar keberadaan akar mikoriza sulit di temukan,
apalagi jika pohon pinus tersebut masih kokoh. Akar mikoriza yang
ditemukan oleh praktikan berasal dari pohon pinus yang masih muda.
Saat dilihat sekitaran akarnya sangat banyak putih-putih yang di kenal
dengan mikoriza. Hampir di seluruh sisinya tertutupi oleh mikoriza.
Untuk mikoriza sendiri tidak dapat diukur karena keberadaannya yang
sangat kecil-kecil seperti serbuk menempel di akar, sehingga jika
diukur yang terukur adalah akar-akarnya.
Akar rhizobium yang ditemukan oleh praktikan adalah akar dari
kacang panjang yang masuk ke dalam family leguminosae/fabaceae.
Akar rhizobium merupakan akar yang memiliki bintilan-bintilan di
sekitarnya. Bintilan-bintilan yang berada di akar rhizobium ukurannya
relative dan penyebarannya pun relative. Kacang panjang yang diambil
oleh praktikan memiliki jumlah bintilan yang tidak terlalu banyak,
yang dapat dilihat jelas sekitar 6-7 bintilan. Sedangkan ukuran dari
salah satu bintilannya adalah 0.7cm. Namun perlu diketahui jumlah
bintilan dan ukuran bintilan antara spesies legum yang satu dengan
legume yang lainnya belum tentu sama. Bintilan dari kacang panjang
luarnya memiliki warna kecoklatan dan tekstur sedikit kasar, tetapi
saat di belah menjadi dua bagian memiliki warna kemerahan dan
teksturnya sedikit lembab seperti agak berdaging.
Akar Frankia yang didapatkan oleh teman praktikan adalah akar
dari cemara udang. Frankia umumnya memiliki ciri khas yang sama
seperti rhizobium yakni bintilan-bintilan yang terdapat di akarnya.
Cemara udang dapat di temukan di daerah pesisir pantai. Frankia yang
di temukan di cemara udang oleh teman praktikan adalah cemara
udang yang usianya masih muda yakni 4 tahun. Sama halnya dengan
mikoriza yang terdapat di pohon pinus, untuk memudahkan
menemukannya ialah mencari yang usianya masih muda. Bintilan
yang terdapat di cemara udang ketika di ukur, ukurannya adalah
0.5mm di setiap bintilannya. Memiliki ukuran yang sama di setiap
bintilannya karena Frankia yang terdapat di cemara udang bintilannya
berada menyatu berkelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari
beberapa bintilan-bintilan, berbeda dengan legum yang ditemukan oleh
praktikan bintilan-bintilan nya tidak menyatu berkelompok melainkan
terpencar-pencar/tersebar.

V. KESIMPULAN
1. Mikoriza terdapat di beberapa pohon kehutanan seperti eucalyptus,
meranti, dan pinus. Ciri-ciri apabila pohon tersebut terdapat
mikoriza adalah dari akarnya, apabila di akar-akarnya terdapat
seperti butiran putih-putih itulah mikorizanya. Untuk memudahkan
mencari mikoriza yakni mencari di pohon-pohon yang usianya
masih muda.

2. Bintil akar terdiri dari rhizobium dan frankia. Rhizobium dapat di


temukan di family leguminosae/fabaceae sedangkan frankia dapat
di temukan di cemara udang. Bintil akar dapat ditemukan di
perakaran, dimana posisi bintilan-bintilannya beraneka ragam
yakni tersebar di akar-akar lain, mengumpul menjadi satu di akar-
akar tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Daniel, B.A.H dan J.M. Trappe. 1980. Factors Affecting Spora Germination of the
VAM Fungus Glomus Epigaeus. Mycologya, 72(3), 457-471.
Fujikake, H., A.Yamazaki, N. Ohtake, K. Sueyoshi1, S. Matsuhashi, T. Ito, C.
Mizuniwa, T. Kume, S. Hashimoto, N.S. Ishioka, S. Watanabe, A. Osa, T.
Sekine, H. Uchida, A. Tsuji and T. Ohyama. 2003. Quick and reversible
inhibition of soybean root nodule growth by nitrate involves a decrease in
sucrose supply to nodules. Journal of Experimental Botany, 54 (386): 1379–
1388.
Graham, P.H. and C.P Vance. 2000. Nitrogen fixation in perspective, an overview
of research and extension needs. Field Crops Res. 65:93–106.
Homchan, J. 1989. Environmental Constraint to Nitrogen Fixation and Rhizobial
Survival. Lecture presented in BNF Training Course By FAO/DOA/NIFTAL.
Bangkok, 6–31 March 1989.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.
Istigfaiyah, L. 2018. Identifikasi dan Karakterisasi Mikoriza pada Tegakan Gmelina
arborea. 5-6
Janouskova, M., D. Pavlikova dan M. Votsaka. 2006. Potensial Contribution of
Arbuscular Mycorrhiza to Cadmium Immobili Sation in Soil. Chemosphere.
Kwari, J.D. 2005. Soil fertility status in some communities of southern Borno. Final
report to PROSAB Project, Maiduguri, Nigeria. p. 21.
Manjunath., A. dan D.J. Bagyaraj. 1984. Components of VA Mycorrhiza Inoculum and
Their Effects of Growth of Onion. New Phytologist, 87(2), 355-361.
O’Hara, G.W., N. Boonkerd and M.J. Dilworth. 1988. Mineral constraint to nitrogen
fixation. Plant and Soil, 108:93–110.
Oehl, F., E. Sieverding., P. Mäder., D. Dubois., K. Ineichen., T. Boller dan A.
Wiemken. 2004. Impact of Long-Term Conventional and Organic Farming on the
Diversity of Arbuscular Mychorrhizal Fungi. Oecologia, 138, 574-583.
Paulitz, T.C. dan R.G. Linderman. 1991. Ack of Antagonism Between The Biocontrol
Agent Gliocladium virens and Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi. New
Phytologist, 117, 303-308 .
Powel, C.L. & D.J. Bagyaraj. 1984. VA Mychorrhizae: Why All the Interest? p.1−3
In Powel, C.L. & D.J. Bagyaraj (eds.), VA. Mychorrhiza. CRC. Press. Inc.,
Boca Raton, Florida.
Powell, C.L. dan D.J. Bagyaraj. 1984. In VA mychorriza, CRC Press, Boca Raton.
Pujianto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem
Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains.
Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Richards, B.N. 1994. The Microbiology of Terrestrial Ecosystems . John Wiley and
Sons, Inc. New York.
Schenk, N. C. dan V.N. Schroder. 1974. Temperature Response of
Endogonemicorrhiza on Soybean Roots. Mycologia, 66(4), 600-605.
Shi, Z.Y., L.Y. Zhang., X.L. Li., G. Feng., C.Y. Tian dan P. Christie. 2007. Diversity
of Arbuscular Mycorrhizal Fungi Associated with Desert Ephemerals in Plant
Communities of Junggar Basin, Northwest China. Applied Soil Ecology, 35, 10-
20.
Siti Kabirun, W. D. 2012. Karakteristik Morfologi dan Pembentuksn Bintil Akar pada
Cemara Udang. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9 No 3, September 2012,
155-163, 156.
Srivastava, H.S. and R.P. Singh. 1999. Nutrition and Plant Growth Publishers,
Inc.U.S.A.
Suryanti, M. I. 2015. Peranan Jamur Mikoriza Arbuskular Terhadap Perkembangan
Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia,
Vol.19, No.2, 2015: 94-98, 94.
Suryantini. 2016. Pembitilan dan Penambatan Nitrogen pada Tanaman Kacang Tanah.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, 234, 239-243.
Weisany, W., Y. Raei and K.H Allahverdipoor. 2013. Role of Some of Mineral
Nutrients in Biological Nitrogen Fixation. Bull. Env. Pharmacol. Life Sci.,
Vol 2 (4):77–84.
Wolff ,A., P. Singleton, M. Sidirelli and B. Bohlool. 1993. Influence of acid soil
on nodulation and interstrain competitiveness in relation to tannin
concentrations in seeds and roots of Phaseolus vulgaris. Soil Biol Biochem.
25:715–21.
Yakubu, H., J.D. Kwari and M.K. Sandabe. 2010. Effect of Phosphorus Fertilizer on
Nitrogen Fixation by Some Grain Legume Varieties in Sudan –Sahelian Zone
of North Eastern Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science
18(1):19–26.
Zahran, H.H. 1999. Rhizobium-legume symbiosis and nitrogen fixation under
severe conditions in arid climate. Microbiology and Molecular Biology Reviews,
63:968–989.

Anda mungkin juga menyukai