Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR

ACARA III
PENGUJIAN VIABILITAS DAN KONDISI BENIH

Oleh:
Nama : Muhammad Fahrozi
NIM : 20/462022/KT/09405
Co-Ass : Waya Santika
Kelompok :2

LABORATORIUM SILVIKULTUR & AGROFORESTRI


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA III
PENGUJIAN VIABILITAS DAN KONDISI BENIH

ABSTRAK
Pengujian benih merupakan analisis beberapa parameter fisik dan kualitas
fisiologis sekumpulan benih yang biasanya didasarkan pada perwakilan sejumlah
contoh benih. Mutu suatu benih dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
sumber benih, tingkat kemasakan pada waktu pemanenan, dan penanganan pasca
panen. Untuk mengetahui apakah suatu benih mempunyai mutu yang baik atau tidak,
dapat dilakukan dengan melakukan suatu pengujian mutu benih yang meliputi
pengujian kondisi benih, pengujian viabilitas (kemampuan berkecambah) benih, dan
pengujian vigoritas benih (kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi
lingkungan yang sub-optimal). Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak
langsung, misalkan dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara
langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh tertentu.
Persentase kecambah yang tinggi sangat diinginkan oleh para petugas persemaian, dan
segala sesuatu selain benih murni yang berkecambah akan dianggap sebagai hal yang
tidak berguna, oleh karena itu pegujian kecambah atau viabilitas harus menggambarkan
kecambah yang potensial.
Kata Kunci: viabilitas, pengujian benih, mutu benih

I. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam budidaya tanaman hutan, satu hal yang harus diperhatikan adalah
penggunaan benih yang berkualitas. Penggunaan benih yang tidak berkualitas
akan menjadi masalah seperti bertambah biaya pemeliharaan dan dapat menjadi
penyebar penyakit tanaman (Suharti dan Suita, 2019). Kualitas benih
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu kualitas genetik, fisiologis, dan kualitas
fisik. Pengujian viabilitas dilakukan untuk mengetahui kualitas fisiologis yang
berkaitan dengan kemampuan benih untuk berkecambah. Viabilitas benih adalah
daya berkecambah, yaitu angka persentase dari benih uji suatu spesies yang
menghasilkan kecambah normal pada kondisi perkecambahan yang optimum
(Harjadi, 2018). Menurut Ilyas (2012) viabilitas benih menunjukkan daya hidup
benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi
metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Pengujian viabilitas benih meliputi metode uji secara langsung dan tidak
langsung. Dalam metode uji secara langsung kita dapat mengetahui dan menilai
struktur-struktur penting kecambah secara langsung. Sedangkan metode uji
secara tidak langsung dapat diketahui mutu hidup benih yang ditunjukkan
melalui gejala metabolisme (Suresha et al., 2017). Pengujian viabilitas ini sangat
penting mengingat perubahan katabolik terus berlangsung sejalan dengan
semakin tuanya benih dan kemampuan benih untuk berkecambah juga menurun.
Penurunan daya kecambah yang terukur, tidak segera terjadi setelah kemasakan
tercapai. Pada kondisi penyimpanan yang menguntungkan, awal kemunduran
mungkin terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun, tergantung pada kondisi
penyimpanan, macam benih, serta kondisi penyimpanan sebelumnya.
Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan
dengan kualitas benih dan di pihak lain perkecambahan benih juga merupakan
salah satu tanda dari benih yang telah mengalami proses penuaan (Kuswanto,
1997). Selanjutnya, kelangsungan daya hidup benih ditunjukan oleh persentase
benih yang akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan
vigor akhir yanga menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan
suatu benih, memerlukan kondisi lingkungan yang baik, viabilitas benih yang
tinggi dan pada beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan
dormansinya. Vigor benih dapat menjadi informasi penting untuk mengetahui
kemampuan tumbuh normal dalam kondisi optimal dan sub optimal (Shankar,
2016).
II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa:
1. Mampu mengetahui dan menentukan viabilitas (kemampuan berkecambah)
benih
2. Mampu mengetahui dan menentukan kondisi benih
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Pisau
2. Germinator
3. Bak kecambah/kertas saring
4. Oven
5. Timbangan
6. Amplop
7. Aquades
8. Larutan tetrazolium
B. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Benih lamtoro/sengon

IV. METODE
A. Waktu dan Tempat
Waktu : Rabu, 3 November 2021
Tempat : Praktikum secara online
B. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini adalah:
1. Uji Kecambah
Siapkan 30 butir benih (10 butir untuk masing pengulangan
sebanyak 3 kali). Lakukan skarifikasi dengan perendaman dengan air panas
selama 5 menit, tiriskan, dan rendam dalam air dingin selama ±12 jam.
Setelah itu kecambahkanlah kedalam bak kecambah menggunakan media
kertas saring/kapas yang telah dibasahi. Masukkan ke dalam germinator.
Amati proses perkecambahan.
2. Uji Tak Langsung Viabilitas Benih
Siapkan 18 butir benih (6 butir untuk masing pengulangan
sebanyak 3 kali). Rendam dalam air sampai kulit menjadi lunak. Setelah
lunak, belah butir tersebut. Amati keadaan embrio, endosperm, atau bagian
lainnya. Biji yang baik ditandai dengan warna embrio dan endosperm yang
berwarna putih kekuningan. Hitung benih yang baik dan yang jelek, lalu
hitung viabilitas benihnya.

V. HASIL
1. Uji Langsung
Tabel 3.1 Hasil perhitungan viabilitas uji langsung

a. Ulangan 1
Ʃ benih yang berkecambah
Viabilitas benih (%) = x 100%
Ʃ benih yang ditabur
7
= x 100% = 70%
10
b. Ulangan 2
Ʃ benih yang berkecambah
Viabilitas benih (%) = x 100%
Ʃ benih yang ditabur
7
= x 100% = 70%
10
c. Ulangan 3
Ʃ benih yang berkecambah
Viabilitas benih (%) = x 100%
Ʃ benih yang ditabur
6
= x 100% = 60%
10
2. Uji Tak Langsung dengan larutan tetrazolium
Ʃ benih yang diamati−Ʃ benih jelek
Viabilitas benih (%) = x 100%
Ʃ benih yang diamati
9−4
= x 100% = 55,56%
9

3. Kebersihan benih
Tabel 3.2 Hasil perhitungan kebersihan benih

a. Ulangan 1
berat benih sampel−berat kotoran
Kebersihan benih (%) = x 100%
berat benih sampel
5−0,08
= x 100% = 98,4%
5
b. Ulangan 2
berat benih sampel−berat kotoran
Kebersihan benih (%) = x 100%
berat benih sampel
5−0,1
= x 100% = 98%
5
c. Ulangan 3
berat benih sampel−berat kotoran
Kebersihan benih (%) = x 100%
berat benih sampel
5−0,08
= x 100% = 98,4%
5
4. Kemurnian benih
Tabel 3.3 Hasil perhitungan kemurnian benih

a. Ulangan 1
berat benih sampel−berat benih spesies lain
Kemurnian benih (%) = x 100%
berat benih sampel

5−0.3
= x 100% = 94%
5
b. Ulangan 2
berat benih sampel−berat benih spesies lain
Kemurnian benih (%) = x 100%
berat benih sampel

5−0.2
= x 100% = 96%
5
c. Ulangan 3
berat benih sampel−berat benih spesies lain
Kemurnian benih (%) = x 100%
berat benih sampel

5−0.24
= x 100% = 95,2%
5

5. Jumlah benih berdasarkan berat


Tabel 3.4 Hasil perhitungan jumlah benih berdasarkan berat

a. Ulangan 1
Jumlah biji/kg = jumlah biji/gr x 1000
= 245 x 1000 = 245.000 kg
b. Ulangan 2
Jumlah biji/kg = jumlah biji/gr x 1000
= 243 x 1000 = 243.000 kg
c. Ulangan 3
Jumlah biji/kg = jumlah biji/gr x 1000
= 244 x 1000 = 244.000 kg
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas mengenai pengujian viabilitas dan
kondisi benih. Benih dapat dikatakan bermutu tinggi bila memiliki viabilitas dan
vigoritas yang tinggi pula. Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat
ditunjukan melalui gejala metabolisme dengan gejala pertumbuhan. Selain itu
kecambah juga merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih.
Secara fisik, benih bermutu menampakan beberapa ciri berupa benih bersih dari
kotoran (seperti tangkai, kerikil, biji lain) atau sering dikatakan sebagai benih
murni yaitu tidak tercampur dengan varietas lain, warna benih terang, lebih
mulus tidak berbercak, kulit tidak terkelupas, tidak keriput, dan memiliki ukuran
yang normal juga sergam.
Dalam perlaksanaanya, pengujian vianilitas benih dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Dalam metode uji secara langsung kita dapat
mengetahui dan menilai struktur-stuktur penting kecambah secara langsung.
Sedangkan metode uji secara tidak langsung dapat diketahui mutu hidup benih
yang ditunjukan melalui gejala metabolisme. Untuk metode uji secara langsung
diperlukan substart pengujian, dapat berupa kertas, pasir, tanah, dan sebagainya.
Metode uji dengan subtract sebagai tempat, lebih tepat, dan lebih mudah menilai
struktur-struktur penting kecambah dan dapat dengan mudah distandarsasi.
Metode uji dapat dilakukan untuk mendapatkan uji daya berkecambah, dan
kekuatan tumbuh. Hal ini tergantung pada kondisi lingkungan pengujian benih.
Kelebihan uji benih secara langsung adalah tidak memerlukan perlakuan
khusus pada biji yang akan diuji dan untuk kekurangannya sendiri pengujian ini
berlangsung lama hingga dihasilkan benih berkecambah. Sementara pada metode
uji viabilitas secara tidak langsung terbagi menjadi uji belah dan uji tetrazolium.
Kelebihan dari uji belah (cutting test) meliputi pengujian dapat dilaksanakan
dengan cepat dan murah, pada benih berukuran besar/segar hasil pengujiannya
relative akurat, sedangkan kekurangannya sulit dilakukan pada benih berukuran
kecil dan hasil yang didapakan tidak akurat pada benih yang telah disimpan.
Sedangkan kelebihan metode tetrazolium test adalah waktu pengujiannya singka,
sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang
mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian tinggi, bersifat
tinggi, sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan keahlian dari pelatihan yang
intensif, bersifat laboratoris, dan tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungsi
atau mikroba lainnya dan bersifat merusak. (Zanzibar, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas dan mutu benih antara lain
faktor genetic, lingkungan, dan status benih (kondisi fisik dan fisiologi benih).
Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetik
benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan
perlakuan selama pra panen, pascra panen, maupuan saat pemasaran benih.
Faktor kondisi fisik dan fisiologis benih berkaitan dengan performa benih seperti
tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanisme, tingkat kesehatan, ukuran dan
berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih.
Adapun mutu pathologis berkaitan dengan ada tidaknya serangan penyakit pada
benih serta tingkat serangan yang tejadi.
Berdasarkan hasil pengujian secara langsung, didapatkan jumlah benih
yang ditabur sebanyak 30 dan benih yang berkecambah sebanyak 20 sehingga di
peroleh nilai viabilitas benih sebesar 66,67%. Kemudian pada uji tetrazolium
diperoleh 5 biji yang bagus dan 4 biji yang jelek sehingga diperoleh nilai
viabilitas sebesar 55,56%. Berdasarkan hasil pengujian data, hasil viabilitas
secara langsung langsung jika dibandingkan dengan uji tetrazolium nilai pada uji
secara langsung lebih besar. Hal ini bisa terjadi tergantung subjektivitas dari
pengamat serta proses pada biji tersebut mengalami dorman. Adanya zat
tetrazolium memang ditujukan untuk mempercepat perkecambahan dengan
mematahakn dormansi biji, sedangkan perkecambahan secara langsung
dibiarkan terjadi dengan sendirinya tanpa ada campuran bahan kimia. Namun,
nilai viabilitas benih termasuk baik. Sedangkan untuk pengujian kondisi benih
yang terbagi menjadi uji kebersihan dan kemurnian benih, masing-masing
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Dari ketiga ulangan kebersihan benih
yang yang dilakukan diperoleh presentase rata-rata kebersihan benih sebesar
98,27%. Ini menandakan kebersihan benih yang baik karena hanya terdapat
sedikit kotoran pada benih. Kemudian untuk uji kemurnian benih didapatkan
presentase rata-rata sebesar 95, 07%. Hal ini menandakan bahwa kemurnian pada
biji sampel hanya terdapat sangat sedikit biji special lain.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1. Dalam menentukan viabilitas benih dapat dilakukan dengan dua cara
pengujian, yaitu pengujian langsung atau uji kecambah dan pengujian tak
langsung (uji belah dan uji tetrazolium. Pada uji langsung benih didapat hasil
dari hasil viabilitas benih sebesar 83, 33% dan pada uji tidak langsung pada
uji belah sebesar 83, 33 % dan pada uji tetrazolium sebesar 88,89 %.
2. Untuk menentukan pengujian kondisi benih dilakukan dengan 4 pengujian
yaitu menghitung kebersihan benih, kemurnian benih, menghitung jumlah
benih berdasarkan berat, dan menghitung kadar air benihnya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, Sri Setyani. 2018. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta PT Gramedia Pustaka
Utama.
Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih Teori dan Hasil-hasil Penelitian.
Bogor: IPB Press
Kusnawanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi Press
Shankar, U. 2016. Seed size as a Predictor of Germination Success and Early
Seeding Growth in Hollong (Dipterocarpus marcocarpus). New Forest
Journal. 31 (2): 305-320.
Suharti. T., dan Sulta, E. 2019. Pengaruh Fungsida Terhadap Viabilitas Benih
Lamtoro (Leucena leucocephala). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan.
1 (2): 77-82
Suresha. N. L., H. C. Balachandra., H. Shivanna. 2017. Effect of Seed Sizeon
Germination Viability and Seedling Biomass in Sapindus emerginatus.
Karnataka Journal of Agricultur Science. 20 (2): 326 – 372
Zanzibar, M. 2016. Kajian Metode Uji Cepat Sebagai Metode Resmi Pengujian
Kualitas Benih Tanaman Hutan di Indonesia. Jurnal Standarisasi. 11
(1): 38 – 45

Anda mungkin juga menyukai