Disusun oleh:
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan
kepada baginda Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada kedua orang tua
kami. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak “Budiman, M.Pd” yang
telah membimbing kami dalam segala hal yang berkenaan dengan mata kuliah ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di lain
waktu.
KELOMPOK V
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa yang standar atau baku ini akan menduduki posisi yang lebih tinggi
dalam skala tata nilai masyarakat pemakai bahasa. Bahasa standar atau baku
memiliki ciri kemantapan dinamis, cendikia, dan keseragaman kaidah.
Persoalan yang terjadi dalam usaha pembakuan/standardisasi bahasa Indonesia,
tak terlepas dari pengaruh sikap dan tanggapan para pemakai bahasa Indonesia
itu sendiri. Sikap tuna harga diri, yaitu sikap yang kurang bangga dan sinis
dalam menggunakan dan memakai bahasa Indonesia. Mereka lebih bangga
menggunakan bahasa asing dibanding bahasa sendiri dan memandang sinis
terhadap usaha-usaha dalam pengembangan bahasa Indonesia.
B. Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
Bahasa Indonesia yang baku artinya bahasa Indonesia yang digunakan orang-
orang terdidik serta yang dipakai menjadi tolak ukur penggunaan bahasa yang
benar.
Ragam bahasa Indonesia yang standar ini ditandai oleh adanya sifat kemantapan
dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud menggunakan kemantapan dinamis
ini adalah bahwa bahasa tadi selalu mengikuti aturan atau aturan yang permanen,
tetapi terbuka buat menerima perubahan yang bersistem. Ciri khas bahasa standar
dapat dipandang dari kemampuannya pada mengungkapkan proses pemikiran yang
rumit diberbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan (Aminah dkk, 2020: 12).1
Kata baku merupakan kata yang diucapkan atau ditulis oleh seseorang sesuai
dengan kaidah atau pedoman yang dibakukan. Kaidah baku yang dimaksud dapat
berupa Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), tata bahasa baku, dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Menurut Kosasih dan Hermawan (2012:
83).2
Kita dapat menentukan dan menggunakan kata atau bahasa baku dengan
merujuk pada Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pedoman Ejaan yang Disempurnakan, serta Pedoman Umum
Pembentukan Istilah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kata atau bahasa yang
tidak baku, yaitu sebagai berikut:
1
Rina Devianty, Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia, Jurnal
Tarbiyah EUNOIA (Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia), Volume 1 (2), Juli-Desember 2021,
hlm. 123, Tersedia di: http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/eunoia/article/view/1136
2
Ibid.
4
Kata baku biasanya sering digunakan dalam kalimat resmi atau ragam bahasa
standar, baik itu melalui lisan ataupun tulisan. Kata baku pada bahasa Indonesia ini
juga mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut. Pertama, baik secara
lisan juga tulisan, kata baku digunakan dalam situasi resmi, seperti surat menyurat
dinas, perundang-undangan, karangan ilmiah, laporan penelitian dan lainnya.
Setelah dikenali ciri-ciri bahasa baku, berikut ini ciri karakteristik bahasa baku
sebagai Penggunaan kaidah tata bahasa, Penggunaan Kata-kata Baku, Penggunaan
Ejaan Resmi dalam Ragam Tulisan, dan Penggunaan Lafal Baku dalam Ragam
Lisan berikut:5
3
Ismail Kusmayadi, dkk, Be Smart Bahasa Indonesia, (PT Grafindo Media Pratama), hlm 69.
4
Jamilah, Penggunaan Bahasa Baku Dalam Karya Ilmiah Mahasiswa, Jurnal Tarbiyah (Jurnal
Ilmiah Kependidikan) Vol. 6 No. 2. Juli – Desember 2017, hlm. 42, Tersedia di: http://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/jtjik/article/view/1603
5
Rina Devianty, Op.cit., hlm. 125
5
Bahasa Nonbaku:
Dia Orang
Dia Punya Anak
Kasih Tau
Bikin Bersih
e. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur
gramatikal bahasa daerah. Contoh:
6
Bahasa Baku:
Mobil paman saya baru
Dia mengontrak rumah di Bandung
Bahasa Nonbaku:
Napsu Nasehat
Populer Mantap
Tiga fungsi pertama dianggap fungsi pelambang atau simbolik sedangkan satu
fungsi terakhir dianggap fungsi objektif. Kata baku sebagai pemersatu ialah
mempersatukan penutur atau penulisnya sebagai satu warga bahasa. Dapat
dikatakan pula bahwa pemakaian istilah baku pada bahasa Indonesia dapat
mempersatukan sekelompok orang sebagai satu kesatuan masyarakat. Kata baku
menjadi pemberi kekhasan ialah pembakuan kata pada bahasa bisa sebagai
pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya. 7
Kata baku sebagai pembawa kewibawaan ialah kata baku yang diterapkan pada
bahasa dapat menerangkan kewibawaan pemakainya. Dapat pula dikatakan bahwa
fungsi pembawa kewibawaan ini beralih menurut pemilikan bahasa baku yang
konkret ke pemilikan bahasa yang berpotensi sebagai bahasa baku. Kata baku
menjadi kerangka acuan ialah kata baku sebagai patokan bagi benar atau tidaknya
pemakaian bahasa seorang atau kelompok.8
6
Ernawati Waridah, EYD & seputar kebahasa-Indonesiaan, 2008, hlm.186
7
Rina Devianty, Op.cit., hlm. 124
8
Ibid.
9
a. Komunikasi resmi, yakni pada surat menyurat resmi, surat menyurat dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi,
perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya
b. Wacana teknis, misalnya pada laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran,
dan sebagainya.
c. Pembicaraan didepan umum, misalnya pada ceramah, kuliah, pidato dan
sebagainya.
d. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
Pemakaian (a) dan (b) didukung oleh bahasa baku tertulis sedangkan
pemakaian (c) dan (d) didukung oleh ragam bahasa lisan.
Kata Baku adalah kata yang tidak bercirikan bahasa daerah atau bahasa asing.
Baik dalam penulisan maupun dalam pengucapannya harus bercirikan bahasa
Indonesia. Dengan perkataan lain, kata bak adalah kata yang sesuai dengan kaidah
mengenai kata dalam bahasa Indonesia. 9 Sedangkan kata Nonbaku adalah kosa kata
yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya,
kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau dari kata baku dengan pelafalan
yang tidak sesuai.
Nasihat Nasehat
Jadwal Jadual
9
Dr. Edi Saputra, M.Hum, Junaida, M.pd, Bahasa Indonesia, ( Cet : Medan: PERDANA
PUBLISHING, pbafitkuinsu press, 2022), hlm. 54
10
Karier Karir
Pasien Pasen
Menurut beliau komunikasi ini terjadi pertama, dalam bentuk isyarat isyarat
emosional dan yang kedua dalam bentuk simbol-simbol. Jadi tingkah laku dan
isyarat-isyarat menurut noire lebih dahulu ada sebelum simbol-simbol (kata-
kata), sedangkan verbal simbol (simbol yang berupa kata-kata) adalah menjadi
pengganti perkataan-perkataan maskulair (otot-otot).10
10
Arifin, Psikologi Dakwah (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 75
11
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa (Cet. I; Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 3
11
dari kebudayaan Indonesia yang hidup, sesuai dengan penjelasan undang undang
dasar 45 yang berhubungan dengan bab xv pasal 36.12
Bahasa daerah merupakan bahasa tradisional disebuah daerah yang menjadi
warisan turun temurun bagi masyarakat pemakai di tempat bahasa itu digunakan
untuk keperluan pengajaran, perlu adanya kontak diantara murid dan guru.
Tanpa kontak ini tidak mungkinlah suatu pelajaran dapat dilaksanakan dengan
baik. Bagi anak-anak yang baru masuk, yang belum menguasai bahasa
Indonesia, satu-satunya bahasa yang di kuasainya ialah bahasa daerah. Dengan
bahasa daerah inilah kontak pertama antara peserta didik dengan guru dapat
dilaksanakan. Maka sudah pada tempat-nyalah kalau pada kelas-kelas
permulaan SD dipergunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.
Pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa pengantar ini dengan suatu tujuan,
ialah untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran yang
lain. walaupun demikian tidak berarti bahwa tanpa bantuan bahasa daerah
pembelajaran tidak dapat dilakasanakan, sebab ternyata ada beberapa anak SD
di kota-kota, yang langsung mempergunakan bahasa Indonesia, dan hasilnya
ternyata tidak banyak berbeda dengan SD yang mempergunakan bahasa
pengantar bahasa daerah.
Berapa banyak bahasa daerah yang ada di Indonesia? jumlahnya yang pasti
memerlukan penelitian yang lebih tepat dan teliti. Kalau kita bersandar pada peta
bahasa yang dibuat lembaga nasional (pusat bahasa) tahun 1972 ada sekitar 480
buah bahasa daerah dengan jumlah penutur setiap bahasa berkisar antara 100
orang (ada di Irian jaya) sampai yang lebih dari 50 juta (penutur bahasa Jawa).
Perhitungan yang tepat mengenai banyaknya bahasa daerah yang ada di
Indonesia memang agar sukar dilakukan. Pertama, pengertian mengenai beda
antara bahasa dengan dialek sering kali terkacaukan. Misalnya, yang disebut
bahasa Pak-Pak dan bahasa Dairi di Sumatra utara secara linguistik adalah satu
bahasa yang sama karena tata bunyi, tata bahasa, dan leksikonya sama; dan
kedua anggota masyarakat tutur kedua bahasa itu dapat saling mengerti (Italic);
tetapi masyarakat disana mengaggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
12
Jos Daniel Parera, Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa-bahasa Istilah dan ungkapan
leksikologi (Cet. I; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1989), hlm. 16
12
Sebaliknya, bahasa Jawa Cirebon yang sudah sangat jauh bedanya dengan
dialek bahasa Jawa yang lain, masih dianggap sebagai bahasa Jawa (Ayat
Roheadi 1990). Kedua, seperti dilaporkan Tallei (1976) Yahya (1977), dan
Danie (1987) banyak penutur bahasa daerah di Sulawesi Utara yang
menyamakan dialek Melayu Manado sama dengan bahasa Indonesia tetapi
sebaliknya, banyak penutur bahasa Melayu di Riau yang mengaggap bahasa
yang mereka gunakan bukan bahasa Indonesia.
Ketiga, penelitian yang lebih akurat tentu membutuhkan tenaga dan dana
yang tidak sedikit mengingat betapa luasnya Negara Republik Indonesia. 13
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan
bahwa budaya nasional dan juga sesuai dengan perumusan kongres bahasa
Indonesia II tahun 1954 di Medan, bahasa daerah sebagai pendukung bahasa
nasional merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa
daerah ke bahasa Indonesia antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik dan kosa kata. Demikian sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi
perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia
dengan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembanganya.
Di Indonesia terdapat sejumlah besar bahasa daerah, yang masing-masing
mempunyai latar belakang sejarah dan kebudayaannya sendiri-sendiri. Bahasa-
Bahasa daerah ini ada yang dipergunakan oleh sejumlah besar penduduk, tetapi
ada pula yang hanya dipergunakan oleh beberapa ratus orang saja. Sebagai
bahasa, bahasa daerah itu mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai alat
berkomunikasi antar penutur bahasa itu. Untuk keperluan pendidikan
sebenarnya ideal sekali kalau untuk tingkat permulaan SD anak-anak di beri
pelajaran dengan mempergunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar.
Sebab bahasa daerah inilah yang telah di milikinya sejak masa kecil.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian mengenai bahasa daerah ini, ialah
tidak semua bahasa daerah merupakan kesatuan yang utuh. Ada bahasa yang
terdiri dari beberapa dialek. Dalam hal ini biasanya ada suatu dialek yang
dipergunakan sebagai bahasa standar. Untuk bahasa Madura diperguankan
13
Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (cet 2; Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hlm. 228
13
dialek Solo dan Jogja. Untuk bahasa Madura dipergunakan dialek Sumenep
(kedua bahasa ini dipergunakan sebagai contoh, karana kebetulan kedua bahasa
inilah yang saya kenal).
Memang betul bahwa perbedaan yang terdapat di antara satu dialek dengan
yang lain tidak begitu besar, artinya tidak sampai mengganggu fungsi
komunikatif, tetapi ada perbedaan yang jelas yang terdapat di antara dialek yang
satu dengan dialek yang lain, termasuk dengan dialek yang dipergunakan bahasa
standar para penutur dialek, perlu menyesuaikan diri dengan dialek yang
dipergunakan bahasa standar dan perlu belajar.
Di daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar
di dunia pendidikan sekolah dasar sampai dengan tahun ke tiga (kelas tiga).
Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia, kecuali daerah-daerah yang
mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa daerah.
Dalam tatanan pada tingkat daerah, bahasa daerah menjadi penting dalam
berkomunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang kebanyakan masih
menggunakan bahasa ibu sehingga dari pemerintah harus menguasai bahasa
daerah tersebut yang kemudian bisa dijadikan pelengkap di dalam
penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut.
Pada umumnya bahasa pertama (B1) seorang anak Indonesia adalah bahasa
daerahnya masing-masing. Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua
(B2) karena baru dipelajari ketika masuk sekolah, dan ketika dia menguasai
bahasa daerah, kecuali mereka yang sejak bayi sudah mempelajari bahasa
Indonesia dari ibunya. Dari pembicaraan di atas dapat dilihat bahwa kapan harus
digunakan bahasa pertama (B1) dan kapan pula harus di gunakan bahasa kedua
(B2) jawabanya adalah tergantung pada lawan bicara. Jadi penggunaan bahasa
pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) ini tidaklah bebas. Oleh karena itu,
pertanyaan berikutnya kapan seorang penutur bilingual dapat secara bebas
menggunakan (B1) atau (B2) “adalah agak sukar dijawab. dalam kasus penutur
bilingual Sunda–Indonesian barangkali memang ada topik dan situasi tutur yang
memberi kebebasan untuk menggunakan salah satu bahasa itu.
Di dalam pembicaraan mengenai bahasa daerah ini, ada beberapa persoalan
yang harus dicarikan pemecahannya.
14
14
B. H. Hoed, Pengajaran Bahasa dan Sastra (Cet. I; Jakarta Gramedia Pustka Utama, 1976),
hlm. 18.
15
15
Ibid., hlm. 19
16
16
Iskandar Wassid, Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Cet. I; PT Remaja Rosda
Kariya: Rineka Cipta, 2008), hlm. 84.
17
17
H. Donglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa: Pemerolehan Bahasa
Pertama, 2009, edisi kelima, hlm. 27
18
18
Ibid., hlm. 29-30
19
Manan, M. Sholihan, Pengantar Kaidah Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, Fakultas
Tarbiyah Surabaya, 1991, hlm. 8
19
A. Dampak Positif
1. Bahasa Indonesia memiliki banyak kosa kata.
2. Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
3. Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
4. Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi bahasa daerah yang
satu sulit di pahami oleh daerah lain.
B. Dampak Negatif
1. Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain
2. Warga negara asing yang ingin belajar bahasa indonesia menjadi
kesulitan karena terlalu banyak kosa kata.
3. Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa
indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa
daerah.
4. Dapat menimbulkan kesalapahaman.20
Bahasa tidak akan pernah lepas dari pembahasan seputar bunyi atau ujaran,
karena salah satu hakikat dari bahasa adalah bunyi. Bunyi merupakan sumber
premier dalam bahasa, lalu bunyi seperti apakah yang bisa disebut sebagai bahasa?
Apakah semua bunyi dapat dikategorikan sebagai bahasa?
Menurut Chaer yang dimaksud bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dapat dikombinasikan untuk menyampaikan
pesan.
20
Ibid., hlm. 11
20
Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya
adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar
di kelas adalah pembelajaran. Akan tetapi, dalam hal ini, penulis berpendapat
bahwa kedua hal itu sama saja bisa disebut sebagai pemerolehan bahasa, baik yang
diperoleh melalui hasil pembelajaran formal, maupun yang didapatkan secara
natural karena hasil interaksi sosial. Karena secara esensi, kedua hal tersebut sama-
sama melalui proses belajar.
Dalam bahasa Sunda jarang ditemukan kosakata yang menggunakan fonem /f/
dan /v/, maka ketika penutur Sunda dihadapkan pada kosakata yang menggunakan
bunyi tersebut, kebanyakan dari mereka akan melafalkannya dengan bunyi [p] yang
lebih mendekati ke bunyi [f]. Sama halnya seperti yang dijelaskan Chaer bahwa
bahasa Indonesia dulu belum mengenal fonem /f/, /kh/, dan /sy/ sehingga ketiga
fonem tersebut dianggap sama dengan fonem /p/, /k/, dan /s/. Hal ini tentu bisa
21
21
Zainal Arifin Nugraha, (2020). Kesalahan Pelafalan Fenom Bahasa Indonesia Oleh Pemelajar Asal
Tiongkok, vol.6, no.1, Hlm 23-25.
22
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan salah satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai dengan bahasa. Salah satu kegiatan
manusia yang setiap hari dilakukan adalah berkomunikasi.
Bahasa yang standar atau baku ini akan menduduki posisi yang lebih tinggi
dalam skala tata nilai masyarakat pemakai bahasa. Bahasa standar atau baku
memiliki ciri kemantapan dinamis, cendikia, dan keseragaman kaidah. Persoalan
yang terjadi dalam usaha pembakuan/standardisasi bahasa Indonesia, tak terlepas
dari pengaruh sikap dan tanggapan para pemakai bahasa Indonesia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Rina Devianty. (2021). Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku dalam Bahasa
Indonesia, Jurnal Tarbiyah EUNOIA (Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia),
Volume 1 (2), hlm. 123, Tersedia
di:http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/eunoia/article/view/1136
Dr. Edi Saputra, M.Hum, Junaida, M.pd. (2022). Bahasa Indonesia, Medan:
PERDANA PUBLISHING, pbafitkuinsu press, hlm. 54