Anda di halaman 1dari 87

BUDAYA SHITSUKE (DISIPLIN) PADA MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NI OKERU SHITSUKE NO BUNKA

SKRIPSI
Skripsi Ini Ditujukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

LYA MEISYARAH

170722029

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG EKSTENSI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena kasih karunia dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Budaya Shitsuke (disiplin) Pada Masyarakat Jepang”

ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada

Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih,

penghargaan, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang

telah membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1

Ekstensi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,

sekaligus sebagai dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing.

3. Bapak Alimansyar, M.A,.Ph.D, selaku dosen pembimbing 2 yang telah

menyediakan waktu disela-sela kesibukannya, dengan sabar membimbing,

mengarahkan penulis serta selalu memberikan motivasi, saran dan

dukungan terhadap penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dosen penguji Ujian Sripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca

dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah

mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat terhadap penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

5. Ayahanda tersayang H. M. Zakir Alamsyah S.H, yang senantiasa

memberikan semangat dan nasehat kepada penulis, juga kepada Ibunda

tercinta Hj. Erni Maimun yang selalu setia menanyakan setiap hal dalam

perkembangan perkuliahan, selalu mengajarkan hal-hal baik terutama

kepercayaan dilimpahkan secara luar biasa kepada penulis.

6. Guru taman kanak-kanak Midori no Mori, Distrik Aoba, Sendai-Jepang, Ibu

Satoko Ito dan Ibu Tomoko Ohara, dan Oran tua murid taman kanak-kanak

Midori no Mori, Ibu Misako Kobayashi, Hiromi Okubo, Mayumi Uematsu,

Mayumi Hasegawa, Shieko Yagi, Shukuko Nemoto, Kaori Komatsu yang

telah bersedia dan meluangkan waktu untuk diwawancarai dan memberikan

data yang penulis butuhkan. Honto ni arigatou gozaimashita.

7. Teman-teman penulis, Andika kurniawan, Miita, Triani Simanjuntak, Putri,

Algis Pratama, Isnaini Umaya Dewi, Laris Fransiska, Lastri Elisabet dan

seluruh mahasiswa Sastra Jepang Ekstensi Universitas Sumatera Utara

stambuk 2017 yang membagi waktunya sehingga bisa bertemu di kampus dan

belajar bersama. Sahabat-sahabat Alumni Fakultas Ilmu Budaya Saudari Ami

Brahmana, Siska Harahap, Balkis Sinaga, Vonny Intania serta Doa, Saran dan

bantuan, serta semua motivasi yang diberikan terhadap penulis semoga

Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalaskan semua campur tangan kalian.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan bantuan baik secara moril maupun materil dalam penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Oleh karena

itu, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran berupa kritik

dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan

bermanfaat bagi penulis serta pada pembaca.

Medan, Februari 2019

Penulis,

Lya Meisyarah

NIM. 170722029

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan .................................................................... 4

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ..................................................... 5

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 10

1.6 Metode Penelitian................................................................................... 11

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI DISIPLIN PADA


MASYARAKAT JEPANG........................................................ 13

2.1 Definisi Shitsuke (Disiplin) ................................................................... 13

2.2 Sejarah dan Perkembangan Disiplin pada Masyarakat Jepang .............. 18

2.2.1 Pengaruh Ajaran Konfusius ............................................................. 18

2.2.2 Pengaruh Ajaran Shinto .................................................................... 22

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III BUDAYA DISIPLIN DAN PERAN PEMERINTAH,

SEKOLAH, KELUARGA DALAM MENANAMKAN

DISIPLIN PADA MASYARAKAT JEPANG.......................... 25

3.1 Budaya disiplin pada masyarakat Jepang .............................................. 25

3.1.1 Penggunaan waktu ........................................................................... 25

3.1.2 Tertib dan Teratur ............................................................................ 28

3.1.3 Kebersihan ....................................................................................... 33

3.2 Peranan Pemerintah, Sekolah, dan Keluarga dalam Penanaman

Disiplin pada masyarakat jepang ........................................................... 37

3.2.1 Peran Pemerintah ........................................................................... 37

3.2.2 Peran Sekolah .................................................................................. 41

3.2.3 Peran Keluarga ................................................................................ 44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 47

4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 47

4.2 Saran....................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang dikenal sebagai negara yang sangat kaya akan beragam nilai

kebudayaan. Kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis

dan kepercayan. “Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan

serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat (E.B Taylor, 1871). Diantara budaya masyarakat Jepang yang

mendapat apresiasi dari warga negara lain adalah budaya disiplin dalam

mengantri, selalu tepat waktu, bersih, tertib dan teratur.

Disiplin atau dalam Bahasa Jepang dikenal dengan istilah “shitsuke” adalah

sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati peraturan

yang berlaku disekitarnya. Matsuda (2012:2) mengatakan shitsuke adalah

perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak anak agar anak anak

tersebut dapat menguasai perilaku yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan

sosialnya di masyarakat.

Budaya disiplin dalam masyarakat Jepang dapat dilihat ketika mereka naik dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


turun dari transportasi umum bus, kereta listrik, ataupun shinkansen (kereta listrik

cepat). Para penumpang yang hendak naik mengutamakan penumpang yang

hendak turun terlebih dahulu. Begitu juga ketika menaiki lift didalam gedung,

mereka yang akan masuk lift, menunggu orang yang keluar dari lift, hingga

kosong.

Budaya disiplin dalam mengantri dengan tertib dan teratur dalam keadaan

genting sekalipun merupakan hal yang wajib diterapkan bagi masyarakat Jepang.

tertib dalam mengantri di toilet, membayar di kasir supermarket, menunggu

antrian di halte bus, menaiki anak tangga atau lift merupakan hal yang sudah

dianggap biasa bagi masyarakat Jepang. Begitu juga ketika menunggu di

penyebrangan zebra cross, mereka dengan sabar menunggu lampu tanda

penyebrangan lalu lintas berubah sampai nyala hijau. Bahkan, pada saat kejadian

gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang tahun 2011 yang lalu, seorang ibu

yang tengah dalam situasi kritis dengan menggendong bayi yang kelaparan tetap

menunggu antrian dengan tertib sesuai jalur antrian di supermarket pada malam

hari (pray for japan 2011:18)

Budaya disiplin juga dapat terlihat dari kebersihan lingkungan, dan jalanan lalu

lintas perkotaan yang bebas sampah. Meski hampir tidak ada tersedianya fasilitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tong atau tempat pembuangan sampah di setiap sudut jalan, tapi di Jepang

masyarakatnya mampu menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya. Setiap

warganya mampu melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari

pinggiran jalan jalan kecil, hingga jalan jalan besar diperkotaan. Bukan hanya

bersih pada wilayah umum saja, tetapi dilingkungan sekolah-sekolah juga tidak

ditemukan sampah berserakan. Sehingga membuat anak anak nyaman untuk

belajar dan bermain didalam kelas maupun dilapangan sekolah. (kompasiana; di

Jepang “kebersihan tanpa tempat sampah”)

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menganalisa bagaimana

disiplin pada masyarakat jepang dan peran pemerintah, sekolah dan keluarga

dalam menanamkan disiplin tersebut. Penulis akan menuangkannya dalam skripsi

yang berjudul “Budaya Shitsuke (Disiplin) pada Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah

Disiplin masyarakat Jepang tidak hanya terlihat ketika mereka berada di

negaranya sendiri, tetapi juga terlihat ketika mereka berada di negara lain. Contoh

terbaru terlihat ketika supporter Jepang mengumpulkan sampah yang berada di

area penonton seusai pertandingan Piala Dunia 24 Juni 2018 antara Senegal-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jepang yang diadakan di Ekaterinburg Arena, Rusia. Berita ini sempat viral di

media sosial maupun surat kabar. Perilaku supporter Jepang tersebut menuai

banyak pujian dari warga berbagai negara. Perilaku supporter Jepang tersebut

menunjukkan bahwa bagi mereka budaya bersih sudah mendarah daging sehingga

dimana pun mereka berada kebiasaan dan disiplin tetap diterapkan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang

dibahas pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana budaya disiplin pada masyarakat Jepang ?

2. Bagaimana peran pemerintah, sekolah, dan keluarga dalam menanamkan

disiplin pada masyarakat Jepang ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan pokok pokok permasalahan yang dikemukakan, maka penulis

perlu membatasi masalah. Sehingga masalah yang akan dibahas lebih terfokus dan

terarah sehingga tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok

permasalahan yang akan dibahas.

Pembahasan ini akan dibatasi pada budaya disiplin dan bagaimana fungsi

pemerintah, sekolah, dan keluarga dalam menanamkan disiplin pada masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jepang. Tetapi sebelum menguraikan kedua permasalahan tersebut pada Bab II

penulis terlebih dahulu akan menjelaskan gambaran umum tentang disiplin seperti

definisi dan sejarah perkembangannya.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang disiplin telah banyak dilakukan oleh para peneliti Jepang.

Mereka sepakat mengatakan bahwa pendidikan disiplin dalam rumah tangga

maupun sekolah sangat penting dalam upaya membangun moral dan kepribadian

anak sejak usia dini, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan berarti ketika

terjun dalam masyarakat. Dengan terbentuknya kepribadian yang baik, dapat

menciptakan negara dengan masyarakat yang rukun tertib dan teratur. Gregory

Clark (1979) Salah seorang pengamat sekaligus jurnalis yang telah lama

bertempat tinggal di Jepang menggambarkan orang jepang sebagai masyarakat

yang memiliki mentalitas kelompok, memiliki rasa malu yang tinggi, menganut

gaya manajerial, kekeluargaan, jujur, tertib, bersih, dan sebagainya.

Dalam bukunya Shigehiko Toyama. (2016 : 24-27) yang berjudul “Katei toiu

Gakko” Toyama menjelaskan bahwa rumah bukan hanya sekolah pertama bagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


anak, tetapi rumah adalah sekolah yang memiliki system yang kokoh. Rumah

yang memiliki perasaan di dalamnya, membangun kedisiplinan dan tempat anak

membangun pertama kali perasaannya, mirip seperti sekolah dan memiliki dua

orang guru, yaitu ayah dan ibunya.

Sementara itu, Kimiaki Yatagai dan Toshiko Kato (2015 : 18-24) dalam

bukunya berjudul “irasutohan 6sai made no shitsuke to jiritsu katei en de oshieru

kihonteki seikastu shukan” menguraikan bahwa membiasakan disiplin dalam

hidup keseharian mulai dari makan, tidur, urusan toilet, menjaga kebersihan,

memakai dan melepas baju adalah sebuah keharusan yang dimulai dari awal,

karena seorang anak dari mulai lahir, tumbuh berkembang di dalam lingkaran

masyarakat, oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan disiplin dan

kemandirian sejak dini, sehingga mereka tidak mengalami kendala harus mentaati

peraturan bila sudah terjun ke masyarakat. Dengan demikian mereka akan menjadi

contoh kepada semua masyarakat untuk membiasakan hidup teratur.

Perilaku sehari-hari seorang anak merupakan cerminan dari pendidikan rumah

tangga. Michiyoshi Hayashi (2005:35-6) dalam bukunya berjudul ”Kebangkitan

Kembali Pendidikan Rumah Tangga” mengatakan bahwa anak yang tidak

diajarkan disiplin (disiplin, moral, dan tata karma) oleh kedua orang tuanya, tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki kebiasaan hidup yang teratur dan dapat mengakibatkan penyimpangan

serius dalam berperilaku dan cenderung tidak mentaati peraturan, tidak berbuat

adil, mengabaikan moral, dan dapat dengan mudah melakukan tindakan merusak

diri, melakukan tindakan kejahatan dan perilaku buruk lainnya.

Uraian para peneliti di atas lebih memperioritaskan pada pentingnya pendidikan

rumah tangga sebagai modal dasar bagi anak sebelum mereka terjun ke dalam

masyarakat. Untuk itu, penulis mencoba melengkapi penelitian para peneliti

terdahulu tersebut dengan menitikberatkan penelitian pada konten dari pendidikan

rumah tangga di Jepang serta bagaimana cara orang tua di Jepang mengajarkannya

kepada anak-anak mereka.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori fenomenologi dan teori

disiplin. Secara etimologi fenomenologi berasal dari bahasa yunani

“phenomenon” yang memiliki arti sesuatu yang tampak, yang didalam bahasa

Indonesia disebut gejala. Secara terminology, fenomenologi berarti suatu metode

deskriptif dan suatu nama untuk suatu ilmu apriori yang berdasarkan metode.

Pengertian fenomenologi secara luas adalah ilmu yang mempelajari gejala gejala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau apa saja yang nampak, sedangkan arti sempitnya, ilmu yang mempelajari

tentang gejala gejala yang menampakkan diri pada kesadaran manusia. Maka dari

itu secara garis besar define dari fenomenologi adalah suatu ilmu dan juga metode

yang mempelajari tentang gejala gejala yang tampak pada kesadaran manusia.

Menurut Edmund Husserl dalam Sutrisno dan Putranto, (2005:81-82),

fenomenologi sering disebut sebagai metode pemberian (bracketing).

Menurutnya, fenomenologi mengandung ide membuka presepsi yang murni lepas

dari common sense atau akal sehat. Elemen dalam persepsi Husserl meliputi

kesadaran akan kedirian, gambaran mental (kesan) dari sesuatu, dan penyusunan

makna (kesan) dari gambaran tersebut. Lebih lanjut, Kuswarno (2009:22)

menyebutkan dalam fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana

manusia mengkonstruksikan makna dan konsep penting dalam kerangka

intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita

dengan orang lain.

Alfred schutz penemu pertama yang menjelaskan bagaimana fenomenologi dapat

diterapkan untuk mengembangkan wawasan kedalam dunia sosial. Schutz

memusatkan perhatian pad acara orang memahami kesadaran orang lain, akan

tetapi dia hidup dalam alirang kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


oleh Schutz untuk memhami kesadaran itu dengan konsep intersubyektif. Yang

dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah kehidupan-dunia (life world)

atau dunia kehidupan sehari-hari. Menurut Schutz tindakan manusia menjadi

suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap

tindakan nya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai

sesuatu yang penuh arti (M Mamluah 2016:40-42).

Selain itu penulis juga menggunakan teori disiplin. Secara etimologi disiplin

berasal dari bahasa Inggris Desciple, discipline, yang artinya penganut atau

pengikut. Ditinjau dari segi tirminologi disiplin menurut para ahli pendidikan

mendefinisikan berbagai pengertian disiplin Menurut Suharsimi Arikunto (1980:

114), Disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata

tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya tanpa

adanya paksaan dari pihak luar. Menurut Thomas Gordon (1996:3), Disiplin

adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau

perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus

Dari pendapat tersebut di atas maka dapat dilihat bahwa tujuan kewibawaan

adalah untuk mengarahkan anak supaya ia mampu untuk mengontrol dirinya

sendiri, dapat melakukan aktivitas dengan terarah belajar hidup dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pembiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.

Sehingga jika pada suatu saat tidak ada pengawasan dari orang luar, maka ia akan

dengan sadar akan selalu berbuat sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku

baik tertulis (seperti: Undang-undang, tata tertib sekolah dan lain-lain) maupun

yang tidak tertulis ( seperti norma adat, norma kesusilaan, norma kesopanan dan

lain-lain) yang ada di dalam masyarakat.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum

tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan budaya disiplin pada masyarakat jepang.

2. Untuk mendeskripsikan peran pemerintah, sekolah, serta keluarga dalam

menanamkan disiplin pada masyarakat jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan perbandingan pendidikan moral (disiplin) antara Negara

Jepang dan Indonesia.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Untuk menambahkan Kesadaran pentingnya disiplin dalam kehidupan

bermasyarakat.

3. Untuk menambah wawasan dan dapat dijadikankan sebagai referensi terutama

dalam konteks pendidikan moral (disiplin).

1.6 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2013:2), Metode penelitian pada dasarnya erupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan

hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah,

data, tujuan dan kegunaan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut

Sugiyono (2010:15), metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data

dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan

trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekan makna dari pada generalisasi.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan metode kepustakaan, observasi,

dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan menelaah berbagai buku,

literatur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan disiplin. Data

dikumpulkan dari perpustakaan Mediatek Sendai dan perpustakaan Metropolitan

Tokyo selama satu minggu (10-17 Juli 2018). ]

Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap

unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek

penelitian” Nawawi dan Martini (1992:74). Observasi dilakukan dengan cara

mengamati perilaku orang tua dan anak ketika mereka berada di ruang publik

seperti perpustaakan, restoran, pusat perbelanjaan, taman, dan sebagainya di Kota

Sendai dan Tokyo selama 45 hari (8 Juli-23 Agustus 2018).

Terakhir, penulis juga melalukan wawancara dengan 7 orang tua murid

dan 2 orang guru di Taman Kanak-Kanak Midori no Mori (yochien) yang terletak

di Distrik Aoba, Kota Sendai untuk memperoleh data tentang hal apa saja yang

diajarkan orang tua dan guru kepada anak-anak di rumah dan sekolah (profil

terlampir).

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

GAMBARAN UMUM MENGENAI DISIPLIN PADA

MASYARAKAT JEPANG

2.1 Definisi Shitsuke (Dispilin)

Dalam kamus besar Bahasa Jepang “daijirin” edisi kedua karya

Matsumura Akira yang diterbitkan oleh Sanseido, shitsuke ditulis dengan 躾, dan

dibubuhi keterangan bahwa kanji ini bukan berasal dari China, tetapi diciptakan

oleh sarjana Jepang atau disebut dengan kokuji atau waseikanji (kanji Jepang)

(1995 : 1125). Pada kamus tersebut Matsumura menjelaskan bahwa shitsuke

memiliki makna menghiasi tubuh dengan indah, mengajarkan sopan santun

kepada anak dan sebagainya agar mereka menguasainya. Selain dari itu, shitsuke

juga memiliki arti sopan santun itu sendiri.

Secara etimologi, shitsuke (躾) terbentuk dari dua kanji yang dapat berdiri

sendiri, yaitu 身 yang memiliki arti tubuh, dan 美 yang memiliki arti indah.

Secara harfiah penggabungan kedua kanji ini memiliki makna tubuh, dalam hal ini

lebih tepat dimaknai dengan perilaku yang indah. Shirakawa Shizuka dalam

bukunya berjudul “Ju no Shiso; Kami to Hito tono Aida” (Filosofi Kutukan;

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Antara Tuhan dan Manusia) menjelaskan bahwa penggunaan 美 dilatar belakangi

oleh kepercayaan masyarakat China pada masa dahulu. 美 terbentuk dari dua

karakter yaitu 羊 yang memiliki makna domba, dan 大 yang memiliki makna

besar. Dahulu domba adalah hewan yang dijadikan sebagai sesembahan pada

upacara keagamaan. Domba yang besar memiliki nilai yang sangat tinggi, dan

sesuatu yang besar adalah baik. Selain itu, hewan yang akan dipersembahkan

kepada Tuhan haruslah yang besar dan sempurna, sehingga lahirlah kanji 美, dan

dimaknai dengan indah (2011 : 147-9).

Ishida Sachiyo, dkk dalam Buletin Humaniora dan Psikologi Terapan

Universitas Seitoku Tokyo, Nomor 22 (2015 : 38) mencoba merangkum definisi

shitsuke dari sejumlah kamus besar berbagai disiplin ilmu. Rangkuman definisi

shitsuke tersebut adalah dapat dilihat pada table 1 berikut (naskah asli dalam

Bahasa Jepang).

Tabel 1. Rangkuman definisi shitsuke dari berbagai kamus

No Nama Kamus Definisi

1 Kojien Mempelajari etiket. Atau etiket yang telah

mendarah daging

2 Kojirin Mengajar dan belajar etiket.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3 Kamus Psikologi Shitsuke adalah pengajaran kepada anak-anak

Pendidikan Baru agar mereka memiliki pola perilaku yang

diinginkan. Shitsuke diajarkan oleh guru atau

orang-orang dewasa disekitar mereka.

4 Kamus Konsultasi Shitsuke awalnya digunakan untuk bercocok

Pendidikan tanam atau menjahit pakaian, akhirnya

digunakan untuk mengajarkan perilaku sopan

santun. Saat digunakan banyak digunakan untuk

menyatakan pelatihan atau pendidikan yang

mengacu kepada disiplin dalam

bahasa Inggris.

5 Kamus Sosiologi Shitsuke secara umum adalah fenomena yang

Pendidikan Baru disebut sosialisasi, terutama untuk pengertian

mempelajari pola perilaku dan kebiasaan dasar

dalam kehidupan sehari-hari

6 Kamus Sosiologi Modern Shitsuke adalah salah satu bentuk sosialisasi,

yaitu mengacu pada proses anggota suatu

kelompok masyarakat mengajar kebiasaan

sehari-hari, nilai-nilai, sikap, pola perilaku dan

lainnya dalam

kehidupan sehari-hari kepada anggota yang

belum mengetahuinya .

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7 Kamus Pendidikan Mengajarkan pola perilaku yang diinginkan

Modern yang diperlukan untuk menjalankan kehidupan

sosial. Dimulai dengan kebiasaan hidup dasar

(makan, tidur, ekskresi, kebersihan,

mengenakan dan

melepas pakaian), penggunaan bahasa dalam

kehidupan sehari-hari, perilaku, sopan-santun

dan sebagainya. Semua ini diajarkan berulang-

ulang hingga benar-benar dikuasai. Dengan

demikian shitsuke juga mengajarkan cara

pandang yang

dimiliki oleh masyarakat tersebut.

8 Kamus Besar Pendidikan Pada awalnya, shitsuke adalah istilah sehari-hari

Baru yang digunakan untuk pakaian (kimono), atau

penataan tanaman, tetapi akhirnya digunakan

dalam pengertian disiplin manusia adalah

berdasarkan

pendapat Yanagita Kunio yang melakukan

penelitian terhadap masyarakat samurai.

Shitsuke biasanya hanya digunakan untuk

perilaku yang sudah menjadi tradisi dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya, shitsuke

tentang penggunaan bahasa, perilaku, cara

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyapa, dan sebagainya. Tetapi, pola perilaku

seperti itu sendiri adalah budaya dan mencakup

nilai kesadaran diri, sehingga menguasai hal

tersebut adalah sosialisasi itu sendiri.

Dari ringkasan definisi shitsuke pada tabel 1 di atas dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa shitsuke adalah disiplin, etika atau sopan santun yang harus diajarkan oleh

orang tua kepada anak-anak agar mereka diterima dalam masyarakat.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Shitsuke (disiplin) pada Masyarakat

Jepang

2.2.1 Pengaruh Ajaran Konfusius

Budaya disiplin masyarakat Jepang saat ini tidak terbentuk begitu saja,

tetapi merupakan warisan dari leluhur yang sudah berakar sangat kuat dan

mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup masyarakat Jepang dalam

perjuangan hidupnya dari dahulu sampai sekarang. Budaya disiplin menjadi salah

satu kunci keberhasilan Jepang menjadi negara maju menyaingi negara-negara

Amerika dan Eropa.

Budaya disiplin masyarakat Jepang diyakini berasal dari ajaran konfusius yang

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masuk ke Jepang pada masa pemerintahan kaisar Shotoku pada tahun 293

(periode Yamato). Ajaran konfusius mengatur harmonisasi hubungan antara

sesama manusia, hubungan manusia dengan mahluk lain yang ada di dunia dan

hubungan manusia dengan dengan alam. Selain itu ajaran konfusius menekankan

hubungan yang harmonis antara sisi fisik dan batin manusia. Prinsip

keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai sekarang, karena orang-orang

Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual memiliki peran yang sama-

sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk memisahkan keduanya atau

membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi menimbulkan bencana dan

kerusakan ( Boye de Mente, 2009: 27 ).

Pada mulanya ajaran konfusius yang menjadi cikal bakal disiplin saat ini

hanya dipelajari oleh sejumlah kecil masyarakat, seperti golongan bangsawan dan

pendeta Budha. Tetapi pada zaman Edo (1603-1868), Tokugawa Ieyasu

bermaksud memperkuat rasa kesetiaan samurai terhadap penguasa, untuk itu ia

mewajibkan para samurai untuk mempelajari ajaran konfusius yang dianggap

dapat memupuk kekuatan samurai terhadap pemerintah. Ajaran konfusius

dianggap sesuai dengan kebutuhan pada masa isolasi karena ajaran ini

menekankan pentingnya keteraturan atau kestabilan. Pada akhirnya ajaran

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


konfusius ini memegang peranan yang lebih luas lagi, yaitu sebagai disiplin

pendidikan yang dipelajari oleh berbagai lapisan masyarakat.

Dasar dari ajaran konfusius berpusat pada jisei yang berarti pengendalian

terhadap diri sendiri. Dalam ajaran tersebut dikemukakan 5 hubungan moral

terhadap masyarakat yang disebut gorin yaitu : kun-shu, hubungan antara majikan

dan pelayan, oya-ko, hubungan antara ayah dan anak-anak, fu-fu, hubungan antara

suami dan istri, ani-ototo, hubungan antara saudara yang lebih tua dengan yang

muda, dan nakama, hubungan antara sesame teman. Selain 5 hubungan tersebut

konfusius juga mengemukakan 4 hubungan moral terhadap pemerintah yang

disebut gojo yaitu : jin, kebaikan, gi, kebenaran, rei, kewajaran, chi, kebijaksanaan,

dan shi, keyakinan (Theodore, 1981:365).

Pengaruh kebudayaan Cina terhadap Jepang selain dalam perkembangan bahasa

dan agama, juga terhadap sikap hidup. Meskipun ajaran Konfusius masuk ke

Jepang lama sebelumnya, namun perkembangan pengaruhnya sangat besar selama

masa isolasi Tokugawa (1616-1868) karena ajaran ini menekankan pentingnya

keteraturan atau kestabilan yang sesuai dengan keperluan masa isolasi Jepang.

Ajaran Konfusianisme menekankan 5 prinsip hubungan moral yaitu :

1. Rakyat patuh kepada kaisar/atasan

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Anak patuh kepada ayah

3. Adik patuh kepada abang

4. Istri patuh kepada suami

5. Kawan setia kepada kawan

Kelima prinsip di atas mempengaruhi pembentukan budaya masyarakat. Pengaruh

hubungan moral yang pertama, menumbuh-kembangkan sikap patriotik dan

semangat loyalitas terhadap negara dan membuat masyarakat Jepang taat kepada

kaisar atau atasan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan para samurai,

yaitu kesetiaan seorang samurai kepada Kaisar dan tuannya atau Daimyo, tidak

dapat ditandingi, mereka rela mati untuk membela kehormatan tuannya.

Pengaruh hubungan moral yang kedua dan ketiga, nampak pada kehidupan

masyarakat pada masa pemerintahan Tokugawa, yaitu sikap dan perilaku yang

sangat menghormati orang tua mereka, juga terhadap orang yang lebih tua.

Masyarakat Jepang percaya bahwa ayah dan ibu adalah dewa-dewa keluarga.

Kewajiban anak kepada orang tuanya , lebih tinggi dari langit dan lebih dalam

dari lautan, kewajiban seperti ini tidak terbayar.

Pengaruh hubungan moral yang keempat, memberi pemahaman yang mendalam

tentang kedudukan (khususnya) wanita. Konfusius menekankan bahwa kedudukan


20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


wanita lebih rendah dari kedudukan kaum pria. Sebelum kedatangan ajaran

konfusian ke Jepang, wanita mempunyai status yang lebih tinggi dalam

pandangan masyarakat Jepang. Ajaran Konfusius mempengaruhi pikiran wanita

Jepang bahwa mereka dilahirkan semata-mata hanya untuk memberi topangan

kepada kaum lelaki dengan ikhlas, jujur dan setia.

Pengaruh hubungan moral yang kelima, masyarakat Jepang mempunyai rasa setia

kawan yang sangat tinggi, jika mereka telah berjanji kepada kawan maka janji itu

akan dipegang teguh. Bagi kaum samurai, kata-kata mereka dapat dipercaya, jujur

dan mereka akan melakukan apa saja untuk menunjukkan kesetiaannya.

2.2.2 Pengaruh Ajaran Shinto

Alimansyar dalam bukunya berjudul Shinto; Agama Asli Orang Jepang

(2017:6) mengatakan bahwa karakteristik bangsa Jepang didasarkan pada

kesadaran dan hubungan interpersonal yang dibentuk oleh Shinto. Terutama,

kejujuran, kesucian, dan ketulusan dianggap sebagai nilai moral dasar dalam

Shinto .

Dalam ajaran Shinto, kesucian adalah syarat mutlak agar bisa dekat

dengan Kami (Tuhan). Kami dalam ajaran Shinto yang berjumlah delapan juta

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(yaoyorozu) sangat membenci kekotoran. oleh karena itu, setiap orang Jepang

yang berkunjung ke jinja (kuil tempat ibadah ajaran Shinto), harus bersuci terlebih

dahulu menggunakan air yang terdapat di temizusha (tempat penampungan air

untuk bersuci) yang berada di halaman jinja. Tujuan dari bersuci ini adalah untuk

menghilangkan kekotoran di dalam diri manusia, sehingga mereka layak untuk

memanjakan doa dan pengharapan kepada Kami (Tuhan).

Salah satu implementasi dari nilai moral dasar kesucian Shinto dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang dapat dilihat di sekolah. Menurut

Weedy Koshino dalam bukunya berjudul Amazing Japan (2018:65-66)

menceritakan pengalamannya dalam mendidik anak-anaknya tentang kebersihan.

Di rumah ia memberi tugas kepada anak-anak setiap hari. Anak sulung diberi

tugas mengambil koran dan memeriksa pintu rumah untuk memastikan dalam

keadaan terkunci sebelum berangkat tidur. Sementara anak bungsu diberi tugas

menyiram tanaman di balkon setiap bangun tidur dan menyikat WC. Tugas

menyikat WC adalah inisiatif dari anak yang bungsu. Hal tersebut berawal ketika

suatu hari Weedy Koshino sedang membersihkan toilet, tiba-tiba anak bungsu

yang masih TK menawarkan diri kalua tugas menyikat WC selanjutnya akan

dikerjakan olehnya. Ketika Weedy Koshino menanyakan alasan mengapa anak

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bungsunya ingin mengerjakan pekerjaan menyikat WC, jawabanya sangat

menarik. Alasannya adalah, karena guru di TK dan teman-temanya mengatakan

bahwa di WC tersebut ada Toire no Kamisama (dewi toilet). Dewi ini akan

menjadikan anak kecil yang suka membersihkan WC sampai mengkilat menjadi

anak yang sangat cantik.

Pengalaman Weedy Koshino di atas mengingatkan penulis akan sebuah

lagu Jepang yang berjudul Toire no Kamisama yang dinyanyikan oleh Uemura

Kana. Lagu tersebut berkisah tentang seorang anak kecil yang tinggal bersama

neneknya. Dia mendapat tugas membersihkan toilet, tetapi enggan melakukannya

karena jijik. Namun, neneknya mengatakan kalua di toilet itu ada dewinya. Jadi,

kalua bisa membersihkan toilet sampai mengkilat, setelah dewasa akan berubah

menjadi wanita cantic. Akhirnya anak tersebut terbiasa hingga dewasa. Sampai

neneknya meninggal, pesan tersebut selalu ia ingat dan lakukan (syair lagu dapat

dilihat pada lampiran).

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

BUDAYA DISIPLIN DAN PERAN PEMERINTAH, SEKOLAH,

KELUARGA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN

PADA MASYARAKAT JEPANG

3.1 Budaya Disiplin Pada Masayarakat Jepang

3.1.1 Penggunaan Waktu

Jikan wa kane nari. Waktu adalah uang. Istilah tersebut sudah meresap

dalam kehidupan masyarakat Jepang sehari-hari. Mereka selalu melakukan segala

sesuatu secara tepat waktu. Bahkan tidak jarang mereka melakukannya sebelum

waktunya. Misalnya, datang ke sekolah, tempat kerja dan sebagainya.

Kebiasaan orang Jepang melakukan segala sesuatu tepat waktu seperti

tersebut di atas dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan. Salah satu contohnya

adalah alat transportasi seperti bus, kereta listrik biasa, kereta listrik bawah tanah

(chikatetsu), kereta api cepat (shinkansen), kapal laut, pesawat udara dan

sebagainya. Di antara alat transportasi tersebut, kereta listrik biasa, kereta listrik

bawah tanah dan bus adalah alat transportasi yang paling banyak di gunakan oleh

masyarakat Jepang untuk berangkat ke tempat kerja atau sekolah.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudah menjadi pemandangan umum bahwa di setiap stasiun terdapat tabel waktu

kedatangan dan keberangkatan yang di pasang di dinding. Di stasiun-stasiun besar

Tabel waktu bahkan di pasang di berbagai tempat seperti di atas mesin penjual

tiket, di depan gerbang masuk stasiun dan di tempat-tempat strategis lainnya.

Tabel waktu juga dipasang di home atau tempat naik dan turun kereta. Tidak

hanya itu, waktu kedatangan dan keberangkatan kereta juga ditampilkan secara

visual melalui layar monitor (lihat gambar 1 dan 2) dan secara berkala juga

disampaikan langsung oleh pegawai stasiun melalui pengeras suara.

Sama halnya dengan kereta listrik, bus juga memiliki tabel waktu kedatangan dan

keberangkatan yang dipasang pada setiap halte pemberhentian bus (lihat gambar

3).

Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan kereta dan bus tersebut di atas dapat

diakses melalui internet, sehingga setiap orang yang ingin mengetahui jadwal

keberangkatan kereta atau bus dengan mudah dapat mengetahuinya, tanpa harus

mendatangi halte atau stasiun tempat keberangkatan (lihat gambar 4). Dengan

demikian para penumpang tidak perlu menunggu terlalu lama di stasiun atau halte

bus. Mereka dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, karena sangat jarang

kereta atau bus datang atau berangkat terlambat, kecuali terjadi kecelakaan, atau

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hal-hal yang tidak terduga lainnya. khusus untuk kereta, jika mengalami

keterlambatan, maka di stasiun akan ditempel pengumuman keterlambatan kereta

lengkap dengan penyebabnya serta perkiraan kapan kereta akan tiba atau

berangkat selanjutnya, sehingga penumpang dapat menyesuaikan dengan

keperluan mereka masing-masing tanpa harus kehilangan banyak waktu untuk

menunggu (gambar 5)

Budaya disiplin dalam waktu juga sering diterapkan dalam bidang pertanian. Bila

dilihat dari sisi pertanian, masyarakat Jepang selalu bercocok tanam dengan sesuai

waktu dan musimnya. Salah satu pertanian yang sering penulis temui ialah

bercocok tanam padi.

Negeri Jepang memiliki empat jenis musim setiap tahunnya, sehingga mereka

hanya dapat memanen padi sekali dalam setahun. Dengan kondisi demikian, para

petani Jepang jaman dahulu dipaksa dan harus mendisiplinkan waktu agar padi

yang mereka tanam dapat dipanen sesuai dengan waktunya sesuai dengan

musimnya. Bila gagal panen mereka tidak bisa makan nasi selama setahun. Waktu

tanam harus sesuai dan pas jadwal yang telah ditetapkan. Kebiasaan bertahun-

tahun dalam bercocok tanam membuatnya menjadi suatu kebiasaan dan budaya

bagi masyarakat Jepang (lihat gambar 6).

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.1.2 Tertib dan Teratur

a. Tertib dan teratur dalam Mengantri

Masyarakat Jepang terkenal dengan budaya disiplin dalam mengantri. Fenomena

orang Jepang mengantri sangat mudah dijumpai, seperti di sekolah, rumah sakit,

kantor kelurahan atau kecamatan, bank, ATM, halte bus, stasiun, bandara, rumah

sakit, perpustakaan, pertokoan, pusat perbelanjaan, matsuri, jinja dan otera,

bahkan di toilet.

Antri untuk mendapatkan jatah makan siang di sekolah-sekolah di Jepang adalah

pemandangan sehari-hari. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pemerintah

Jepang memberlakukan kewajiban bagi sekolah dasar di Jepang untuk

menyediakan makan siang untuk seluruh murid (kyushoku). Seperti yang terlihat

pada gambar 7, ketika jam makan siang tiba, murid yang bertugas pada hari

tersebut dengan sigap menyediakan makanan untuk seluruh murid di kelas

tersebut. Sedangkan murid-murid lain dengan sabar dan teratur mengantri untuk

mendapatkan jatah mereka masing-masing.

Lokasi antri yang sering dijumpai adalah halte bus dan stasiun kereta listrik.

Setiap pagi, pada saat orang-orang berangkat kerja dan anak-anak berangkat ke

sekolah. Pada jam-jam sibuk, antrian bisa sangat panjang seperti terlihat pada

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gambar 9. Antrian pada gambar 9 terjadi setiap pagi di halte bus tujuan

Universitas Gifu. Para mahasiswa tetap mengantri dengan sabar. Meskipun

mereka buru-buru karena sudah terlambat, para penumpang yang akan naik bus

tetap mendahulukan penumpang yang akan turun. Kebiasaan seperti ini juga

berlaku ketika naik kereta listrik, bahkan kereta super cepat shinkansen yang

hanya berhenti selama satu menit di setiap stasiun.

Disiplin dalam mengantri tidak hanya dilakukan pada saat normal, tetapi juga

ketika keadaan tidak normal. Salah satu contoh yang sangat fenomenal dan

menjadi perhatian dan mendapatkan apresiasi dari warga dunia adalah ketika

orang Jepang tetap mengantri untuk membeli keperluan di supermarket pada saat

terjadinya gempa besar dan tsunami di wilayah Tohoku pada 11 Maret 2011 lalu.

Mereka mengantri dengan teratur, tidak memotong atau menerobos antrian.

Mereka menyadari, menerobos antrian sama dengan mengambil hak orang lain.

Mereka yang berada di antrian paling depan adalah orang datang lebih awal.

Mereka dengan sabar menunggu datangnya giliran, meskipun tidak ada jaminan

bahwa ketika giliran tiba barang-barang keperluan masih tersedia atau sudah

habis. Seperti komentar salah seorang pada gambar 10 yang menceritakan

pengalamannya antri selama 8 jam di supermarket Seikyo kota Shiogama. Saat

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengantri salju juga turun sehingga mereka merasa kedinginan. Tetapi mereka

tetap berpikir sehat, tidak melakukan penjarahan atau perusakan.

Alimansyar (43 tahun), juga memiliki pengalaman yang sama saat mengantri di

supermarket Seikyo di Distrik Aoba, kota Sendai pada 12 Maret 2011, satu hari

setelah gempa dan tsunami. Ia mengantri sejak pukul 9 pagi untuk membeli senter

dan baterai. Pada saat datang pembeli sudah banyak mengantri. Setiap pembeli

hanya boleh membeli satu barang saja. Karena listrik padam, pembeli hanya boleh

masuk satu orang, sehingga memakan waktu lama. Ia baru mendapatkan giliran

memasuki supermarket sekitar pukul 5 sore, saat hari sudah gelap. Selama

mengantri tidak ada yang mengeluh, apalagi berbuat curang melakukan

penjarahan dan sebagainya. jika ada yang tidak sanggup mereka pergi

meninggalkan tempat dan mencari tempat lain.

Disiplin dalam mengantri ini sudah diajarkan sejak kecil yaitu pada saat mereka di

taman kanak-kanak (yochien) atau tempat penitipan anak (hoikuen). Satoko Ito

(40), guru Taman Kanak-Kanak Midorino Mori Yochien di Distrik Aoba, kota

Sendai, Prefektur Miyagi-Jepang, mengatakan bahwa, di Jepang, disiplin diri,

kerja sama, saling menghormati sudah diajarkan sejak taman kanak-kanak agar

mereka mampu mengontrol diri ketika berinteraksi dengan siswa lain. Untuk

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memperoleh sesuatu di kota Jepang dengan penduduk yang padat, mereka perlu

belajar untuk menunggu (wawancara penulis, 13 Juli 2018, lihat gambar 11).

b. Tertib dan Teratur dalam berlalu lintas

Jepang adalah salah satu negara yang masyarakatnya sangat teratur dalam berlalu

lintas. Meskipun dalam keadaan macet parah, tidak pernah terlihat pengemudi

yang berusaha curang dengan cara berpindah lintasan untuk mendahului mobil

yang di depannya, atau membunyikan klakson untuk memberitahu agar

pengemudi di depannya segera bergerak. Jalan-jalan protokol di pusat kota

dilenkapi dengan trotoar yang sangat lebar. Trotoar tidak hanya digunakan oleh

pejalan kaki saja, tetapi juga penyandang tuna netra dan pengendara sepeda.

Seperti gambar 12, trotoar dilengkapi dengan garis pembatas untuk pengendara

sepeda dan pejalan kaki. Untuk jalan pejalan kaki, diberi lagi pembatas jalan bagi

pejalan kaki biasa dan penyandang tuna netra. Jalan bagi penyandang tuna netra

dilengkapi dengan penanda khusus yaitu ubin berwarna kuning dan memiliki pola

tertentu yang dapat diraba oleh tongkat atau kaki penyandang tuna netra.

Lampu merah di perempatan jalan tidak hanya diperuntukan bagi kendaraan

bermotor saja, tetapi juga bagi pengendara sepeda, dan pejalan kaki. Bahkan bagi

penyandang tuna netra lampu merah dilengkapi dengan suara burung, atau suara

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemberitahuan bahwa lampu hijau bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda sudah

menyala, atau lampu merah sudah menyala. Dengan demikian, para pengendara

sepeda, penjalan kaki, dan penyandang disabilitas dapat melintasi perempatan

dengan rasa aman.

Perempatan jalan yang tidak memiliki lampu merah, biasanya di lengkapi dengan

tulisan tomare (biasanya ditulis dengan kanji dan hiragana) di badan jalan (lihat

gambar 13). Setiap pengendara mobil atau motor wajib berhenti meskipun dari

arah kiri, kanan, atau arah depan tidak ada kendaraan lain. Apabila ada pejalan

kaki yang ingin menyeberang, maka pengendara mobil atau motor biasanya

mendahulukan penjalan kaki tersebut. Demikian juga jika ada pengendara sepeda,

maka pengendara mobil dan motor biasanya mendahulukan pengendara sepeda

untuk menyeberang.

Infrastruktur di setiap jalan besar sangat membantu dan memberikan kenyamanan

bagi setiap pengendara mobil,bus, sepeda, maupun pejalan kaki. Setiap lampu

merah, selalu disertai dengan CCTV guna untuk memantau setiap kegiatan atau

kejadian yang ada disetiap jalan terutama untuk pengendara mobil yang

menyalahi aturan dapat langsung dikenakan sanksi, dan untuk menghindari

tabrak-lari. Di Jepang sangat jarang terdengar suara-suara klakson, ataupun

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melihat pengendara yang memotong jalan pengendara lainnya. Pada beberapa

tempat lalu lintas jalan raya mau pun jalan kecil pengendara mobil selalu berhenti

pada garis putih yang bertuliskan tomare dan lebih memprioritaskan pejalan kaki.

Adapun aturan atau sanksi bagi masyarakat yang tidak mentaati aturan

berlalu lintas yang berlaku, Pengemudi yang tidak mempunyai Surat Ijin

Mengemudi (SIM) menghadapi tuntutan pidana penjara maksimal 3 tahun dan

denda 500 ribu yen. Aturan hukum ini merevisi aturan hukum sebelumnya yang

memberikan sanksi pidana penjara maksimal 12 bulan dan jumlah denda 300 ribu

yen, dan untuk pengendara mobi yang parkir sembarangan dikenakan denda

sebesar 15.800 yen begitu juga dengan pengendara sepeda yang tidak parkir pada

tempatnya, harus membayar denda sebesar 5.000 yen.

3.1.3 Kebersihan

Jepang di kenal sebagai Negara paling bersih di dunia. Selain modern dan

indah, seluruh daerah, baik pedesaan maupun perkotaan di Jepang juga terbebas

dari sampah. Pusat keramaian seperti pasar tradisional, terminal, stasiun yang

biasanya memproduksi banyak sampah tampak selalu bersih, bahkan sampah dan

tempat sampah tidak pernah kelihatan. Salah satu pasar tradisional paling terkenal

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


di Jepang adalah pasar Ameyoko di Ueno, Tokyo. Pasar ini tidak pernah sepi

pengunjung setiap hari, apalagi hari sabtu, minggu dan hari libur nasional.

Seperti pasar-pasar tradisional negara lain, di Ameyoko berjejer toko-toko

yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan sehari-hari

seperti sayur, ikan, buah-buahan, hingga pakaian, jam tangan, restoran, bahkan

pusat bermain anak-anak atau game centre. Pada hari sabtu, minggu dan hari libur

nasional, Ameyoko dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai daerah, sehingga

pada jam-jam tertentu pasar ini sangat padat, sehingga sulit berjalan. Tetapi

meskipun demikian, Ameyoko tampak bersih, dan tidak terlihat sampah

berserakan. Bahkan tempat sampah dan tukang sampah juga tidak kelihatan (lihat

gambar 14).

Menurut Shibata (pria, 62 tahun), setiap pedagang biasanya memiliki tempat

sampah sendiri di dalam toko mereka. Apabila pembeli ingin membuang sampah,

biasanya penjual menampung sampah tersebut lalu membuangnya ke tempat

sampah yang ada di dalam toko mereka. Selain itu, pemilik toko bertanggung

jawab terhadap kebersihan areal sekitar toko mereka, termasuk terhadap sampah.

Jika mereka melihat ada sampah, biasanya pemilik toko langsung memungutnya,

tanpa memperdulikan itu sampah siapa dan di mana sampah tersebut dibuang.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampah-sampah tersebut kemudian di buang ke tempat sampah yang telah

ditentukan di sekitar pasar, kemudian pada waktunya diangkut oleh petugas

sampah menggunakan truk.

Kebiasaan merapikan dan membersihkan barang-barang milik sendiri, atau

peralatan yang dipakai sudah dibiasakan sejak dini. Misalnya di rumah tangga,

anak-anak yang bermain menggunakan mainan di dalam rumah dibiasakan untuk

merapikan mainan tersebut setelah digunakan. Kebiasaan ini sangat terlihat ketika

anak-anak bermain di tempat umum seperti di pusat perbelanjaan, perpustakaan,

taman dan sebagainya. Setiap anak merapikan sendiri mainan yang telah dipakai

dan dikembalikan ke tempat semula. Kebiasaan ini sangat membantu, bukan

hanya petugas di tempat umum tersebut, tetapi juga anak-anak lain yang nanti

akan menggunakannya.

Kebiasaan membersihkan barang-barang milik sendiri atau peralatan yang telah

digunakan juga terlihat di sekolah. Seperti yang telah diketahui bahwa pendidikan

dasar di Jepang sangat mengedepankan pengajaran moral, sehingga sampai kelas

4 mereka tidak diberikan ujian kenaikan kelas. Di antara pendidikan moral yang

diberikan adalah kebersihan. Setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk

membersihkan ruangan dan lorong di sekitar ruangan mereka. Kegiatan

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


membersihkan ruangan ini dilakukan setiap hari setelah makan siang bersama

(kyushoku) seperti terlihat pada gambar 16.

Seperti yang terlihat pada gambar 16, setiap siswa melakukan tugas masing-

masing, mereka bergotong royong membersihkan ruangan kelas. Ada yang

menyapu lantai, ada yang memungut sampah, ada yang mengankat air, ada yang

mengepel lantai, ada yang mengeringkan air bekas pengepelan di lantai, ada yang

mengangkat meja dan kursi dan sebagainya. Bagi mereka ruangan tempat mereka

belajar adalah tanggung jawab mereka sendiri. Tanggung jawab moral ini dimiliki

oleh setiap siswa, mereka menyadari kebersihan ruang kelas, dan sekolah menjadi

tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, sekolah-sekolah di Jepang tidak

memiliki petugas kebersihan.

Di dalam masyarakat, untuk menjaga kebersihan, setiap warga memiliki tanggung

jawab terhadap sampah rumah tangga mereka masing-masing. Pemerintah daerah

melalui pegawai kecamatan dan kelurahan secara proaktif memberikan

penyuluhan dan edukasi kepada warga. Salah satu caranya adalah dengan

membagi-bagikan selebarang yang berisi petunjuk pembuangan sampah (lihat

gambar 17). Sampah rumah tangga harus dipilah-pilah, dan ditempatkan ke dalam

plastik yang sudah ditentukan oleh pemerintah kota. Misalnya, di Distrik Aoba

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kota Sendai, sampah rumah tangga harus ditempatkan ke dalam plastik berwarna

hijau, sedangkan sampah plastik, kardus dan sebagainya ditempatkan ke dalam

plastik berwarna merah. Pada kedua plastik tersebut terdapat tulisan kota Sendai.

Artinya, setiap kota memiliki warna atau corak plastik sendiri. Sehingga, plastik

kota Sendai tidak dapat digunakan di kota lain. Palstik-plastik tersebut dapat

dibeli di setiap supermarket atau mini market di seluruh kota. Harganya bervariasi,

bergantung ukurannya (lihat gambar 18 dan 19).

3.2. Peran Pemerintah, Sekolah, dan Keluarga dalam Penanaman

Disiplin Pada Masyarakat Jepang

3.2.1 Peran Pemerintah

Hiroshi Tanaka dalam tulisannya berjudul “Peran Pemerintah (seifu no yakuwari

nitsuite) ” yang diterbitkan dalam jurnal Keio Associated Repository of Academic

Resouces tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu peran pemerintah adalah

menjamin ketertiban dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat (hal 47).

Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya tentang fenomena disiplin

masyarakat Jepang, maka penulis mengklasifikasikan peran pemerintah sebagai

berikut :

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Membangun infrastruktur

Contoh kongkrit peran pemerintah dalam menciptakan disiplin dalam masyarakat

Jepang adalah dalam membangun infrastruktur. Seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, jalan-jalan utama di kota di seluruh Jepang dilengkapi dengan trotoar

yang lebar, meliputi jalan untuk pejalan kaki, pengendara sepeda dan tuna netra.

Areal persimpangan dilengkapi dengan lampu merah yang diperuntukan bukan

hanya untuk kendaraan bermotor saja, tetapi juga bagi pengendara sepeda, pejalan

kaki dan tuna netra. Bagi tuna netra, lampu merah tersebut dilengkapi dengan

suara atau bunyi tertentu penanda lampu merah atau hijau.

Jalan-jalan kecil di daerah pinggiran kota yang tidak dilengkapi dengan

trotoar khusus dibuatkan garis pemisah berwarna putih di kedua sisi jalan untuk

memisahkan pejalan kaki, pengendara sepeda, dan pengendara kendaraan

bermotor dan mobil. Sedangkan areal perempatan atau pertigaan yang tidak

memiliki lampu merah, beberapa meter sebelum perampatan atau pertigaan

tersebut, di badan jalan ditulis “tomare” (berhenti), yang mewajibkan setiap

pengendara motor atau mobil berhenti, dan melihat sekeliling sebelum berbelok

atau lurus. Pengendara motor atau mobil yang tidak mematuhi peraturan akan

ketahuan, karena setiap perempatan atau pertigaan baik yang dilengkapi dengan

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lampu merah atau tidak semua dipasang kamera pengintai (CCTV) seperti terlihat

pada gambar 20.

Bagi pengguna transportasi bus, pemerintah membangun halte bus di

beberapa titik sepanjang jalur yang dilalui. Sehingga penumpang dapat naik dan

turun dengan aman, tanpa mengganggu pengguna jalan lainnya (lihat gambar 21).

b. Membuat peraturan

Pemerintah Jepang membuat kebijakan yang mampu mengalihkan

pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan transportasi umum massal

untuk mencegah kemacetan pada jalan. Menurut Popik Montansyah, Atase

Perhubungan RI di Tokyo, Jepang bahwa “pembatasan jumlah kepemilikan

kendaraan di Jepang dimulai dari sisi eksternal pendukung yaitu : tempat parkir

yang sangat terbatas, pengenaan biaya parkir, biaya Toll dan harga BBM yang

tinggi serta hukuman dan denda yang memberatkan bagi pengemudi kendaraan

bermotor yang melakukan pelanggaran”.

Lebih lanjut Popik mengatakan bahwa, khusus untuk kota besar seperti Tokyo,

kapasitas parkir untuk gedung kantor pemerintah berkisar hanya untuk 20 sampai

40 mobil. Untuk bangunan gedung perniagaan berkisar antara 50 sampai 100

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kendaraan dengan biaya sebesar 600 Yen/jam. untuk parkir ditepi jalan

diperbolehkan secara longitudinal pada ruas jalan tertentu dengan batasan parkir

maksimum bervariasi antara 15 menit sampai dengan 60 menit dengan biaya

bervariasi mulai dari 300 Yen sekali parkir dan setelah waktu yang ditentukan

mobil harus segera keluar dari tempat parkir tersebut. Untuk tempat parkir umum

kapasitas maksimumnya antara 10 sampai 30 kendaraan dan lokasi parkir ini

untuk wilayah tertentu berjarak sekitar 700 meter antar tiap lokasi parkir, dengan

biaya parkir mulai dari 800 Yen per jam.

Pemerintah membuat aturan bagi Pelanggaran terhadap aturan parkir akan

dikenakan denda 6.000 Yen. Menelepon pada saat mengemudikan kendaraan

dikenakan denda 6.000 Yen. Pelanggaran terhadap rambu maupun lampu lalu-

lintas dikenakan denda 15.000 Yen. Apabila terjadi pelanggaran berulang akan

dikenakan pencabutan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dari pelanggar tersebut.

Pencabutan Surat Ijin ini sangat dihindari oleh pengemudi mengingat proses

pembuatan SIM yang sangat ketat dan diperlukan waktu jeda yang cukup lama

untuk dapat memperoleh kesempatan kembali mendapatkan SIM.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2.3 Peran Sekolah

Takaramori koko (pria, 38 tahun), guru sekolah dasar Toricho, di distrik Aoba,

Sendai mengatakan bahwa, anak-anak sekolah dasar diajarkan ssstem nilai moral

melalui empat aspek, yaitu: menghargai diri sendiri, menghargai orang lain,

menghargai lingkungan dan keindahan, serta menghargai kelompok dan

komunitas. Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga

membentuk perilaku mereka.

Tetapi, berdasarkan pengalaman penulis yang pernah menyekolahkan anak

sejak umur 0 tahun sampai 2 tahun di tempat penitipan anak (hoikuen), umur 3

sampai 6 tahun di taman kanak-kanak, hingga kelas 3 sekolah dasar, pendidikan

moral berupa disiplin, kemandirian dan interaksi sosial telah dimulai sejak anak-

anak berada di tempat penitipan atau di taman kanak-kanak. Salah satu contohnya

adalah ketika anak-anak diajak bermain di taman di sekitar sekolah. Pada saat

berjalan kaki dari sekolah menuju taman, anak-anak diajari berjalan beriringan,

saling berpegangan tangan. Untuk anak-anak usia 2 tahun, agar mereka tidak

berpencar dan tetap berjalan dengan satu garis, para guru biasanya menggunakan

tali sebagai pegangan untuk setiap anak (lihat gambar 21).

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pola hidup teratur sejak usia dini juga terlihat dari jadwal kegiatan sehari-

hari di tempat penitipan anak (lihat gambar 24). Anak-anak sudah dapat dititip

sejak pukul 7:00 hingga pukul 9:00 pagi, bergantung ketersediaan waktu para

orang tua, dan dijemput paling lama pukul 19:00. Pada gambar 22 terlihat

kegiatan anak-anak teratur berdasarkan jam yang telah ditetapkan, ada jam makan

cemilan, jam bermain, jam makan siang, jam ganti pakaian, jam tidur siang dan

seterusnya. Pola hidup teratur ini tidak berubah meskipun mereka di rumah

masing-masing saat akhir pecan, atau hari libur nasional.

Kebiasaan disiplin dan hidup teratur terus dilanjutkan pada pendidikan

sekolah dasar. Anak-anak yang sudah terbiasa dengan kehidupan di tempat

penitipan anak maupun taman kanak-kanak dengan cepat terbiasa dengan

kehidupan di sekolah dasar. Di sekolah dasar mereka diberi beberapa tanggung

jawab sebagai anggota kelas. diantaranya adalah membagikan makanan siang

kepada teman satu kelas. Tugas ini dilakukan bergilir satu kali dalam satu minggu.

Mereka yang bertugas sebagai penyuplai makanan biasanya mengenakan pakaian

khusus yang dikenakan bergantian. Pakaian tersebut harus dibawa pulang dan

dicuci, lalu diserahkan kepada petugas berikutnya. Hal yang menarik adalah,

meskipun bertugas sebagai penyuplai makanan, tetapi ketika makan, teman satu

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelas yang telah mendapatkan makanan tidak langsung menyantap makanan

mereka, tetapi menunggu hingga semua duduk di bangku masing-masing,

termasuk petugas yang menyuplai makanan. Kemudian setelah semua duduk,

guru memberi aba-aba, berdoa dan makan (lihat gambar 23)

Disiplin terhadap kebersihan juga demikian. Seperti yang telah disinggung

sebelumnya, bahwa anak-anak sekolah dasar di Jepang ditanamkan nilai-nilai

kebersihan. Kebersihan di sini bukan tidak membuang sampah sembarangan,

tetapi membersihkan ruangan kelas dan areal terdekat dengan kelas masing-

masing. Masing-masing anak bahu membahu untuk membersihkan ruangan kelas

mereka masing-masing. Ada yang bertugas menyapu, ada yang bertugas mengepel

lantai dengan tangan (tidak tersedia vacuum cleaner), ada yang membersihkan

papan tulis, ada yang mengangkat meja dan kursi, dan pekerjaan lainnya. bahkan,

murid kelas 5 dan 6 akan diberi tugas membersihkan toilet. Pekerjaan

membersihkan ruangan ini dikerjakan setiap hari setelah selesai makan siang

bersama (lihat gambar 24).

3.2.4 Peran Keluarga

Bagi masyarakat Jepang, keluarga merupakan ujung tombak terdepan dalam

sistem pendidikan. Keluarga merupakan salah satu unsur yang memberi pengaruh

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cukup besar terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Seorang anak

akan tinggal dan tumbuh ditengah lingkungan keluarga tersebut. Sehingga,

menjadi media pertama bagi seorang anak untuk mendapatkan pelatihan,

berinteraksi, sekaligus menjadi awal pendidikan (disiplin) itu dikenalkan.

Posisi keluarga di Jepang merupakan pilar pertama bagi orang tua untuk

mengajarkan pendidikan shitsuke (disiplin) pada anak. Adapun tiga pilar penting

dalam dunia pendidikan yakni, keluarga, satuan pendidikan dan lingkungan

masyarakat. Ketiga pilar dalam pendidikan itu harus saling mendukung dalam

membangun karakter (kepribadian) yang baik. Terutama dalam keluarga

masyarakat Jepang, seorang anak paling banyak menghabiskan waktu bersama ibu

nya. Ketika ayahnya bekerja, umumnya yang akan menyambut dan menemani

mereka dirumah adalah ibu. Selain itu ibu juga lah yang mengetahui keperluan

dan yang selalu menyiapkan kebutuhan anak. Hal ini menyebabkan umumnya

ikatan anak lebih erat pada ibu daripada ayahnya. Akibatnya, pola asuh yang

diberikan oleh ibu sangat lah berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian

(karakter) anaknya.

Sistem orang tua di Jepang dalam mendidik dan menanamkan shitsuke

(disiplin) pada anak anaknya melalui nasehat, perlakukan orang lain sebagaimana

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kamu ingin diperlakukan dan orang tua selalu memberikan contoh secara

langsung terhadap anak anak nya dengan tujuan anak meniru perlakuan dan

perbuatan kedua orang tuanya. Anak juga akan terbiasa mementingkan perasaan

dan kepentingan orang lain terlebih dahulu sebelum kepentingan pribadi.

Pendidikan shitsuke (disiplin) sangat beragam diantara lainnya disiplin dalam

mengantri, membiasakan hidup bersih, tertib dan teratur dalam keseharian nya.

Pendidikan shitsuke (disiplin) dalam keluarga sudah diajarkan sedari (dini) oleh

keluarga inti. Tujuannya untuk membentuk karakter yang baik sehingga menjadi

contoh bagi kalangan lain dan agar anak dapat menjadi manusia yang mandiri

ketika terjun ke masyarakat. Contoh kecil yang paling sering diajarkan oleh orang

tua pada anaknya yaitu seperti mengucapkan aisatsu (salam), membuang sampah

pada tempatnya, membersihkan ruang bermain, memakai sumpit dan cara makan

yang benar, membiasakan tidur cepat dan bangun cepat, memanagementkan

waktu, mengajarkan anak menggunakan fasilitas umum seperti escalator, lift,

keluar masuk train, menggunakan toilet rumah dan toilet umum (Hasil wawancara

melalui ibu Chieko Yagi di Youchien Midori no Mori pada 2017 Sendai).

Anak yang sudah terbiasa dalam menerapkan shitsuke (disiplin) dalam keseharian

nya, cenderung lebih kecil menemukan masalah terhadap hubungan antara sesama

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ataupun lingkungan masyarakatnya. Anak akan merasa lebih mudah ketika masuk

atau terjun ke lingkungan sekolah atau masyarakat. Tidak merasa canggung atau

berat hati dalam mentaati aturan yang dibuat oleh sekitarnya, justru

menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungannya (hasil wawancara melalui

salah seorang guru yang bernama Satoko sensei di Youchien Midori no Mori 2015

Sendai)

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisi data yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Budaya disiplin pada masyarakat Jepang dapat dilihat dari berbagai aspek,

seperti disiplin terhadap waktu, disiplin mengantri pada saat naik dan

turun dari transportasi umum seperti bus, kereta listrik dan sebagainya,

disiplin berlalu lintas, dan disiplin terhadap kebersihan.

2. Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang

adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah

adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak usia dini melalui pendidikan,

dan peran keluarga adalah memberikan contoh secara langsung kepada

anak-anak disiplin dalam kehidupan sehari-hari seperti mengantri,

mematuhi peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan,

melakukan sesuatu dengan tepat waktu, dan sebagainya.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Saran

Setelah membaca dan membahas tentang budaya disiplin pada masyarakat Jepang,

maka penulis berpendapat bahwa disiplin harus diajarkan sejak dini di dalam

keluarga dan dilanjutkan disekolah-sekolah, agar mereka mendapatkan bekal dan

tidak mengalami kesulitan ketika terjun kedalam masyarakat setelah dewasa.

Dengan demikian, akan tercipta keharmonisan di dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Alimansyar. 2017. Shinto; Agama Asli Orang Jepang. Medan : USUpress

Arikunto, Suharsimi. 1980. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina

Aksara

Boye de Mente (Terjemahan), 2009. Misteri Kode samurai Jepang, Yogyakarta:

Penerbit Gara Ilmu, Yogyakarta.

Conny R. Semiawan. 2002. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta: PT

Prenhallindo), h. 90.

Danandjaja, James. 1997. Foklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta:

PT Pustaka Utama Grafiti

Elizabeth Ika Hesti Aprilia Nindia Rini. 2017. Karakteristik Masyarakat Jepang.

Kiryoku, Volume 1, No 3. (Bandung: ALFABETA)

Gordon, Thomas. 1996. Mengajar Anak Berdisiplin Diri di Rumah dan di

Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Hiroko Nishide. 2016. Atama ga ii hito no mana, zannen na hito no mana. Tokyo:

Subarusya.

Ishida Sachiyo, dkk. 2015. Ki ni naru kodomo no shitsuke ni kansuru kenkyu no

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


doko to kadai. Buuletin Humaniora dan Psikologi Terapan Universitas Seitoku

Tokyo, Nomor 22

Kimiaki Yatagai dan Toshiko Kato. 2015. irasutohan 6sai made no shitsuke to

jiritsu katei en de oshieru kihonteki seikastu shukan. Tokyo : Goto shuppan

Kuswarno, Enkus. 2009. Fenomenologi : Metodologi Penelitian Komunikasi.

Bandung : Widya Padjajaran

M. Mamlu`ah. 2016. Fenomenologi Alfred Schutz (Skripsi). Surabaya : UIN

Sunan Ampel

Michiyoshi Hayashi. 2005. Katei Kyoiku no Saisei. Tokyo : Gakuji Shuppan

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. vii.

Nawawi, Hardadi dan M.Martini Hardi.1992. Instument Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, Mohammad. 1988.Metode Penelitian/Mohammad Nazir (Jakarta: Ghalia

Indonesia)

Pray For Japan.jp. 2011. Pray For Japan-3.11 sekaiju ga inori hajimeta hi-. Tokyo :

Kondansha

Sachiyo Ishida dkk. 2015. Ki ni naru Kodomo no Shitsuke ni Kansuru Kenkyu no

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Doko to Kadai (Buletin riset Universitas Seitoku Tokyo, Vol. 22

Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari. 2010. How Islamic are Islamic

Countries ? (Global Economy Journal, volume 10) Berceley Electronic Press

Shigehiko Toyama. 2016. Katei toiu Gakko. Tokyo : Chikumashobo

Shirakawa Shizuka. 2011. Ju no Shiso; Kami to Hito no Aida. Tokyo : Heibonsha

Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.

Bandung : Alfabeta

Thomas Lickona. 1991. Character Matters. New York: Schuster

_____________. 1991. Educating for Character. Cocos: Bantam

Tylor, EB., 1871. Primitive Culture. London : Jhon Murray Albemarle Street

Udik Budi Wibowo. 2010. Pendidikan “Dari Dalam” (Dinamika Pendidikan

No.01/TH. XVII)

Weddy Koshino. 2018. Amazing Japan. Jakarta : Kompas

Internet
https://www.kompasiana.com/christiesuharto/5b42e002caf7db436a53bf54/di-
jepang-kebersihan-tanpa-tempat-sampah?page=all diakses pada 10 Desember
2018

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan budaya disiplin

pada masyarakat Jepang dan peran pemerintah, sekolah, serta keluarga dalam

menanamkan disiplin tersebut pada masyarakat Jepang. Dalam Bahasa Jepang,

disiplin dikenal dengan istilah shitsuke yang berarti perilaku yang ditunjukkan

oleh orang dewasa terhadap anak anak agar anak anak tersebut dapat menguasai

perilaku yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sosialnya di masyarakat.

Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori

fenomenologi dan teori disiplin. Fenomenologi berarti suatu metode deskriptif

untuk mempelajari tentang gejala gejala yang tampak pada kesadaran manusia.

Sedangkan disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan

dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara

terus menerus.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif kualitatif

yang bertujuan untuk mengungkap kejadian atau fakta, keadaan, fenomena,

variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan

menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Data skripsi diperleh melalui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengamatan dan pencatatan dengan cara mengamati perilaku orang tua dan anak

ketika mereka berada di ruang publik seperti sekolah, perpustaakan, restoran,

pusat perbelanjaan, taman, dan sebagainya.

Berdasarkan analisa penulis berdasarkan data-data yang diperoleh

diketahui bahwa fenomena disiplin pada masyarakat Jepang dapat dilihat dari

berbagai aspek, seperti disiplin terhadap waktu, disiplin dalam mengantri, disiplin

berlalu lintas, dan disiplin terhadap kebersihan. Peran pemerintah dalam

menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur

dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin

sejak usia dini melalui pendidikan, dan peran keluarga adalah memberikan contoh

secara langsung kepada anak-anak disiplin dalam kehidupan sehari-hari seperti

mengantri, mematuhi peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan,

melakukan sesuatu dengan tepat waktu, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1

Gambar 1. Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan kereta listrik biasa Sendai

Gambar 2. Jadwal keberangkatan kereta Senzan Line, Sendai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3. Pegawai stasiun sedang memberitahukan jadwal keberangkatan kereta
kepada para penumpang.

Gambar 4. Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan Bus Kota di Sendai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 5. Contoh tampilan pencarian jadwal keberangkatan kereta melalui
internet.

Gambar 6. Pegawai stasiun memberitahukan keterlambatan kedatangan dan


keberangkatan kereta di Stasiun Bandara Narita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 7. Jadwal menanam padi petani di wilayah prefektur Miyagi, Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 8. Suasana antri mendapatkan makan siang (kyushoku) di Sekolah Dasar
Toricho, kota Sendai (15 Juli 2018).

Gambar 9. Suasana antrian panjang di halte bus menuju kampus Universitas Gifu,
Jepang (gambar diambil dari video youtube menit ke 1 lewat 8 detik).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 10. Suasana antri membeli keperluan sehari-hari di sebuah supermarket
yang tidak diketahui pada 15 Maret 2011 (foto diambil dari laman mediatek,
Sendai).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 11. Wawancara penulis dengan Satoko Ito, Sendai 2018

Gambar 12. Salah satu trotoar di Distrik Aoba, Sendai (18 Juli 2018)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 13. Tulisan tomare perempatan yang tidak memiliki lampu merah
(gambar diambil dari laman resmi pemerintah kota Hyogo, Jepang)
https://www.city.ono.hyogo.jp/1/8/22/12/

Gambar 14. Suasana Pasar Ameyokodi Ueno,Tokyo (2 Agustus 2018)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 15. Suasana tempat bermain di pusat perbelanjaan kota Distrik Shinjuku,
Tokyo (15 Agustus 2018).

Gambar 16. Suasana siswa kelas 5 Sekolah Dasar Toricho, Distrik Aoba, Sendai
membersihkan ruangan kelas mereka setelah makan siang bersama (13 Juli 2018).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 17. Selebaran berisi petunjuk cara pembuangan sampah di Kota Sendai.
http://www.city.sendai.jp/haiki-shido/foreignlanguage/jp/shigentogomi/

Gambar 18. Contoh plastik sampah warna hijau kota Sendai.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 19. Plastik warna merah kota Sendai.

Gambar 20. Kamera pengintai yang dipasang di tiang lampu jalan di


Mikunigaoka, Osaka (foto diambil dari
http://www.deps1972.com/category/1891196.html)

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 21. Halte bus di Futsuka Machi Kita Yobancho, Distrik Aoba, kota Sendai
(18 Juli 2018).

Gambar 22. Suasana ketika anak-anak Kosmos Otemachi Hoikuen jalan-jalan ke


taman di distrik Aoba, kota Sendai (17 Juli 2018).

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 23. Jadwal kegiatan sehari-hari tempat penitipan anak (hoikuen) di Kyoto

Gambar 24. Suasana makan siang murid kelas 1 Sekolah Dasar Toricho, di distrik
Aoba, Kota Sendai (17 Juli 2018).

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 25. Suasana ketika murid sekolah dasar Toricho, di distrik Aoba, Sendai
membersihkan lorong kelas setelah makan siang bersama (17 Juli 2018).

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2

トイレの神様

Penyanyi : Uemura Kana

Pengarang : Uemura Kana, Yamada Hiroshi

小 3 の 頃 か ら な ぜ だ か

お ば あ ち ゃ ん と 暮 ら し て た

実 家 の 隣 だ っ た け ど

お ば あ ち ゃ ん と 暮 ら し て た

毎 日 お 手 伝 い を し て

五 目 並 べ も し た

で も 、 ト イ レ 掃 除 だ け 苦 手 な 私 に

お ば あ ち ゃ ん が こ う 言 っ た

ト イ レ に は

そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で

だ か ら 毎 日 キ レ イ に し た ら

女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で

そ の 日 か ら 私 は

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ト イ レ を ピ カ ピ カ に し 始 め た

べ っ ぴ ん さ ん に 絶 対 な り た く て

毎 日 磨 い て た

買 い 物 に 出 か け た 時 に は

二 人 で 鴨 な ん ば 食 べ た

新 喜 劇 録 画 し 損 ね た お ば あ ち ゃ ん を

泣 い て 責 め た り も し た

ト イ レ に は

そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で

だ か ら 毎 日 キ レ イ に し た ら

女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で

少 し 大 人 に な っ た 私 は

お ば あ ち ゃ ん と ぶ つ か っ た

家 族 と も う ま く や れ な く て

居 場 所 が な く な っ た

休 み の 日 も 家 に 帰 ら ず

彼 氏 と 遊 ん だ り し た

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


五 目 並 べ も 鴨 な ん ば も

二 人 の 間 か ら 消 え て っ た

ど う し て だ ろ う ?

人 は 人 を 傷 付 け 、 大 切 な も の を な く し て く

い つ も 味 方 を し て く れ て た お ば あ ち ゃ ん 残 し て

ひ と り き り

家 離 れ た

上 京 し て 2 年 が 過 ぎ て

お ば あ ち ゃ ん が 入 院 し た

痩 せ て 細 く な っ て し ま っ た

お ば あ ち ゃ ん に 会 い に 行 っ た

「 お ば あ ち ゃ ん 、 た だ い ま ー ! 」 っ て わ ざ と

昔 み た い に 言 っ て み た け ど

ち ょ っ と 話 し た だ け だ っ た の に

「 も う 帰 り ー 。 」 っ て

病 室 を 出 さ れ た

次 の 日 の 朝

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


お ば あ ち ゃ ん は 静 か に 眠 り に つ い た

ま る で ま る で

私 が 来 る の を 待 っ て い て く れ た よ う に

ち ゃ ん と 育 て て く れ た の に

恩 返 し も し て な い の に

い い 孫 じ ゃ な か っ た の に

こ ん な 私 を

待 っ て て く れ た ん や ね

ト イ レ に は

そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で

お ば あ ち ゃ ん が く れ た 言 葉 は

今 日 の 私 を べ っ ぴ ん さ ん に し て く れ て る か な

ト イ レ に は

そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で

だ か ら 毎 日 キ レ イ に し た ら

女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で

気 立 て の 良 い お 嫁 さ ん に な る の が 夢 だ っ た 私 は

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


今 日 も せ っ せ と 、

ト イ レ を ピ カ ピ カ に す る

お ば あ ち ゃ ん

お ば あ ち ゃ ん

あ り が と う 、

お ば あ ち ゃ ん

ホ ン マ に

ありがとう

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3

A. Guru Taman Kanak-Kanak Midori no Mori

1. Nama : Ito Satoko

Umur : 56

Alamat : District Aoba kota Sendai

Pekerjaan : Guru Taman Kanak-kanak di Midori no mori

2. Nama : Oohara Tomoko

Umur : 42

Alamat : District Aoba kota Sendai

Pekerjaan : Guru Taman Kanak-kanak di Midori no mori

B. Orang Tua Murid Taman Kanak-Kanak Midori no Mori

1. Nama : Kobayashi Misako

Umur : 53

Alamat : Central Aoba, Distrik Aob, Sendai

Pekerjaan : Part Timer di Perpustakaan Universitas Tohoku

2. Nama : Hiromi Okubo

Umur : 36

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Alamat : Amamiya Machi, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3. Nama : Uematsu Mayumi

Umur : 39

Alamat : Toricho, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

4. Nama : Hasegawa Mayumi

Umur : 43

Alamat : Seiryo machi, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Perawat

5. Nama : Yagi Chieko

Umur : 49

Alamat : Amamiya machi, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Nama : Nemoto Shukuko

Umur : 45

Alamat : Showa machi, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Nama : Kaori komatsu

Umur : 48

Alamat : Toricho, Distrik Aoba, Sendai

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai