Disusun oleh :
Selly Yuliana Indriani
(2011010040)
B. Etiologi
Penyebab Virus Dengue berdasarkan Usia :
Demam berdarah dengue (DBD) / DHF adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik dewasa maupun anak-anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada
anak-anak berusia > 15 tahun (Thomas Surusa, Ali Imran Umar, 2004). Nyamuk aedes
aegyph maupun aedes aibopictus merupakan vektor penular virus dengue dari penelitian
kepada orang lain dengan melalui gigitannya. Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Alan R.
Tumbelaka, 2004).
D.Patofisiologi
Fenomena patofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah vitemia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemi tenggorokan,
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegli) dan pembesaran limpa.
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoprotenia serta efusi pleum dan renjatan (syok).
Gangguan hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
E. Pathway
Virus Dengue
Viremia
Kehilangan plasma
kematian
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap : hemokosentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Serologi uji HI (hemoglutination inhibition test)
3. Rontgen toraks : efusi pleura (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk DBD/DHF sebagai berikut :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak, dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam
24 jam (susu, air dengan gula) atau air tawar yang ditambah garam.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis, seperti hiepertermia diberikan
asetamiofen, jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan.
Sedangkan pada pasien tanda renjatan dilakukan :
4. Pemasangan infus dan dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan teratasi.
5. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam,
serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam
6. Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur,
seperti NaCl, ringer laktat, yang dipertahankan selama 12-24 jam setelah
renjatan teratasi. Bila tidak nampak perbaikan dapat diberikan plasma
sejumlah 15-29 ml/kg BB dan dipertahankan selama 12-24 jam. Setelah
renjatan teratasi bila kadar Hb dan Ht mengalami penurunan maka diberi
transfusi darah.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2.Hipetermi berhubungnan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas normal.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
I. Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif
Kriteria Hasil :
1. Kapasitas vital meningkat
2. Dispneu Menurun
3. Frekuensi nafas membaik
Intervensi :
Observasi
1. Monitor pola nafas (frekuensi, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis : mengi, wheezing, ronkhi
basah)
3. Monitor Sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Posisikan semi fowler atau fowler
2. Berikan minum hangat
3. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspekteron, mukolitik, jika perlu