Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 2012).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot,yang disertai ruam limfodenopati, trombosipena.(Nanda,2015)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
& Suprohaita; 2016).
B. Klasifikasi
Dalam Nanda (2015) DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi ;
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji
tourniquet (+), trombositopenia, dan hemakonsentrasi
2. Derajat II : Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain
3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung
jari ( tanda-tanda dini renjatan ).
4. Derajat IV : Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan
darah tak dapat diukur.
C. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain
seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus
(Suhendro,2014)
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada DHF menurut Ngastiyah (2012):
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala
dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis Perdarahan gastrointestinal
biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam
dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.
Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi
anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian
pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi (Nanda, 2015).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang pada DHF dalam Nanda (2015) adalah :
1. Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya
limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang
penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
2. Urine ; Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi.
4. Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination
inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk
mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang
ada.
G. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu (Ngastiyah, 2012).:
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
H. Komplikasi
1. DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti;
perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-paru, limfa dan hati karena
pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah
dan cairan, serta menyebabkan kematian.
2. Gangguan kesadaran dan disertai kejang
3. Disorientasi
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam Arief Mansjoer & Suprohaita (2016).
1. Tirah baring
2. Makanan lunak ; Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak
1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
3. Medikamentosa yang bersifat simptomatis ; Antipiretik, kompres dingin
4. Antibiotika diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
5. Terapi cairan intra vena
6. Transfusi
PENYIMPANGAN KDM

Infeksi virus Dengue

Mengkatifkan sistem
komplemen

Membentuk dan melepaskan


Zat C3a dan C5a

PGE2 Hipothalamus

Hipertermi
Risiko syok hipovolemik
+
Peningkatan reabsorbi Na dan
H2O Renjatan hipovolemik dan
hipotensi
Permeabilitas membrane
meningkat Kebocoran plasma

Kerusakan endotel pembuluh


darah

Gangguan kebutuhan Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler


cairan dan elektrolit

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomagali Ascites

Ketidak efektifan pola Penekanan intra abdomen Mual muntah


nafas
Merangsang resptor nyeri Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Reseptor nyeri ke hipotalamus

Hipotalamus persepsikan

Nyeri Asupan makanan kurang

Gangguan kebutuhan rasa Penurunan peristaltik usus


nyaman
Konstipasi

Gangguan eliminasi BAB


2. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan
terutama terjadi pada saat musim hujan.
2. Riwayat Kesehatan
3. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3
dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta
adanya manifestasi pendarahan pada kulit
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan
kulit tampak sianosis.
B. Diagnosa keperawatan (Nanda,2015).
1. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran
plasma darah
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
4. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Risiko syok (hypovolemic) berhubungan dengan perdarahan yang berlebih
dengan intake nutrisi tidak adekuat
1. Hipertermi 1. Thermoregulation a. Fever treatment
2. Kriteria Hasil: 1. Monitor suhu sesering mungkin
a. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor IWL
b. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
tidak ada pusing 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Kolaborasi pemberian cairan intravena
12. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
13. Tingkatkan sirkulasi udara
14. Temperature regulation
15. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
16. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
17. Monitor warna dan suhu kulit
18. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
19. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
20. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
21. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
22. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dan kedinginan
23. Berikan anti piretik jika perlu
b. Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan dara
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan Vital sig
2. Ketidak efektifan 1. NOC a. Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
perfusi jaringan perifer Circulation status perifer).
Tissue Perfusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
2. Kriteria Hasil panas/dingin/tajam/tumpul
a. Mendemonstrasikan status 2. Monitor adanya paretese
sirkulasi yang ditandai dengan : 3. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi
1) Tekanan systole dan diastole atau laserasi
dalam rentang yang diharapkan 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
2) Tidak ada ortostatik hipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
3) Tidak ada tanda tanda
7. Kolaborasi pemberian analgetik
peningkatan tekanan intrakranial
8. Monitor adanya tromboplebitis
(tidak lebih dari 15 mmHg)
9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
b. Mendemonstrasikan, kemampuan
kognitif yang ditandai dengan :
1) Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
2) Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
3) Memproses informasi
4) Membuat keputusan dengan
benar
c. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh:
1) Tingkat kesadaran membaik
tidak ada gerakan gerakan
involunter
3. Nyeri akut 1. Mengontrol nyeri, dengan indikator : Manajemen nyeri :
a. Mengenal faktor-faktor penyebab 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
b. Mengenal onset nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
c. Tindakan pertolongan non 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
farmakologi 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
d. Menggunakan analgetik pengalaman nyeri klien sebelumnya.
e. Melaporkan gejala-gejala nyeri 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
kepada tim kesehatan. ruangan, pencahayaan, kebisingan.
f. Nyeri terkontrol 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
indikator: farmakologis)..
a. Melaporkan nyeri 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
b. Frekuensi nyeri mengetasi nyeri..
c. Lamanya episode nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
d. Ekspresi nyeri; wajah 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
e. Perubahan respirasi rate 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian
f. Perubahan tekanan darah analgetik tidak berhasil.
g. Kehilangan nafsu makan 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
3. Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi kurang dari food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai nutrisi yang dibutuhkan pasien.
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
nutrisi mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
5. Tidak terjadi penurunan berat badan ahli gizi)
yang berarti 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring:
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor
mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
11. Monitor makanan kesukaan
12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake nuntrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
16. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4. Ketidak seimbangan a. NOC : a. Fluid management
cairan dan elektrolit 1. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika di perlukan
2. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Nutritional Status: Food and Fluid 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
4. Intake adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
b. Kriteria Hasil : 4. Monitor vital sign
1. Mempertahankan urine output sesuai 5. Monitor masu kan makanan / cairan dan hitung intake kalori
dengan usia dan BB, BJ urine harian
normal, HT normal 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 7. Monitor status nutrisi
dalam batas normal 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
9. Dorong masukan oral
Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada 10.Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
rasa haus yang berlebihan 11.Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12.Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
13.Kolaborasi dengan dokter
14.Atur kemungkinan tranfusi
15.Persiapan untuk tranfusi
b. Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer & Suprohaita. 2016. Keperawatan medikal bedah. Edisi 2. EGC:
Jakarta.

Nanda. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose NANDA. Jilid


3. Mediaction: Jojga

Ngastiyah, 2012. Keperawatan anak sakit. Edisi 2.EGC: Jakarta

Suhendro,2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Info Medika: Tanggerang

Anda mungkin juga menyukai