Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS

I. KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi

sebagai respon terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel

miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke

rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2011).

Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat

serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang

seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada

waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien

menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2013).

B. KLASIFIKASI

Kalsifikasih Angina, Menurut Brunert & Suddart, 2015:

1. Stable Angina

Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang

aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah

saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung

dapat menyertai aktifitas fisik seperti berolah raga, naiktangga, atau

bekerja keras. Pajanan dingin, terutama bila disertai bekerja seperti

menyekop salju. Stres mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa

marah serta tugas mental seperti berhitung, dapat mencetuskan angina


klasik. Nyeri pada angina jenis ini, biasanya menghilang, apabila individu

yang bersangkutan menghentikan aktivitasnya.

2. Angina Variant (Prinzmetal)

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada

kenyataannya sering terjadi pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri

koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemik jantung. Kadang-

kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Ada kemungkinan

bahwa walaupun tiak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan

lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif

memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi

arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina variant

3. Unstable Angina

Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan

penanganan segera. Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri

koroner yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan

beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis

koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami

spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang

dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan.

Seiring dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan serangan

angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami kerusakan

jantung irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi

kurang darah (anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan


arteri koroner sebelumnya Tidak seperti stable angina, angina jenis ini

tidak memiliki pola dan dapat timbul tanpa aktivitas fisik berat

sebelumnya serta tidak menurun dengan minum obat ataupun istirahat.

Angina tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner

akut.

C. ETIOLOGI

Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan

oksigen yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan,

atau saat sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami penambahan

beban kerja, tetapi supplai oksigen yang diterima sedikit, maka akan

menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah diperlukan oleh sel

miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat dari

proses koroner untuk sel miokard ini, telah terpakai sebanyak 70 - 80 %,

sehingga wajar bila aliran koroner menjadi meningkat. Aliran darah koroner

terutama terjadi sewaktu diastole pada saat otot ventrikel dalam keadaan

istirahat (Mansjoer dkk, 2013).

D. PATOFISIOLOGI

Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia

miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran

darah berkurang karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri

koronaria). Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis atau spasme

pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme.


Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima

arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu

absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam

pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol

ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan

mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi

semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan

berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini

menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh

penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.

Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup

untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup

bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien

melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja suatu

jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila

kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner

akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot

jantung. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan menyebabkan

pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan

menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris. Apabila kebutuhan

energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan

sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy.


Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya

penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda (Corwin, 2011).

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Angina pectoris stabil.

a. Muncul ketika melakukan aktifitas berat

b. Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya

sama dengan rasa nyeri yang datang sebelumnya

c. Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang

d. Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan

pengobatan terhadap angina

e. Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain

f. Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.

2. Angina pectoris tidak stabil

a. Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik

frekuensi berat dan lamanya meningkat.

b. Timbul waktu istirahat/kerja ringan.

c. Tidak dapat diperkirakan

d. Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama

e. Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina

f. EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi

3. Angina variant.

a. Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu

aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner


b. EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu

serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai (Brunert &

Suddart, 2015).

F. DATA PENUNJANG

1. Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus

dilakukan EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari

penderita dengan angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST

menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan suatu

ischemia pada beban kerja yang rendah.

2. Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto

thoraks lebih sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan

riwayat infark miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan

berasal dari jantung. Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin pada

penderita angina masih dipertanyakan.

3. Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah

baku. Dari segi biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan

dengan tes echo.

4. Untuk pemeriksaan Laboratorium Yang sering dilakukan adalah

pemeriksaan enzim; CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan

meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya

masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol LDH dan

LDL (Corwin, 2011).


G. KOMPLIKASI

1. Stable Angina Pectoris

2. Unstable Angina Pectoris

3. Infark miokard acut (IMA) (Mansjoer dkk, 2013).

H. PENATALAKSANAAN

Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris (Mansjoer dkk, 2013):

1. Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian

meningkatkan kuantitas hidup.

2. Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan

demikian meningkatkan kualitas hidup.

Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan

pemberian oksigen (dengan meningkatkan aliran darah koroner) dan

menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi kerja jantung).

1. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti ischemia

a. Penyekat Beta

obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat

menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan

frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan di arteri dan

peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya

muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat

beta antara lain: atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.

b. Nitrat dan Nitrit


Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk

mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai

efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan

oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi

pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah

penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap

nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat

dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12 jam. Obat

golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid

mononitrat, nitrogliserin.

c. Kalsium Antagonis

Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui

saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu

darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial

dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen

miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik.

Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil,

diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin,

verapamil.

2. Terapi Non Farmakologis

Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan

kebutuhan oksigen jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok,

karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah,


sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan

menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi

stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan

vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan

kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau

ambisius.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data ini dari

berbagai sumber data untuk engevaluasi dan untuk mengindenfiklasi status

kesehatan klien. (Corwin, 2011)

Wawancara, memberikan data yang perawat dapatkan dari pasien dan

orang terdekat lainnya melalui percakapan dan pengamatan :

1. Identitas klien

2. Riwayat kesehatan :

a. Riwayat kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan dahulu

c. Riwayat kesehatan keluarga

3. Pemeriksaan fisik.

Dikaji keadaan umum dan tanda-tanda vital

4. Pemeriksaan diagnostic

a. Jadwal rutin pemantauan tekanan darah


b. Rontgen foto

c. Elektrokardiografi (EKG)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d. Iskemia miokardium

2. Penurunan curah jantung b.d. Gangguan kontraksi

3. Cemas b.d. Rasa takut akan kematian

4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d. Keterbatasan pengetahuan

penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan,

komplikasi yang mungkin muncul dan perubahan gaya hidup.


C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d. 1. Mengontrol nyeri, dengan Manajemen nyeri :
Iskemia miokardium indikator : 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
a. Mengenal faktor-faktor termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
penyebab kualitas dan ontro presipitasi.
b. Mengenal onset nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Tindakan pertolongan non 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
farmakologi mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d. Menggunakan analgetik 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi
e. Melaporkan gejala-gejala nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
nyeri kepada tim kesehatan. kebisingan.
f. Nyeri terkontrol 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
dengan indikator: (farmakologis/non farmakologis)..
a. Melaporkan nyeri 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
b. Frekuensi nyeri distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
c. Lamanya episode nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
d. Ekspresi nyeri; wajah 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
e. Perubahan respirasi rate 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
f. Perubahan tekanan darah tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
g. Kehilangan nafsu makan 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.

Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2. Penurunan curah a. Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care


jantung b.d. Gangguan b. Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
kontraksi c. Vital Sign Status durasi)
Kriteria Hasil: 2. Catat adanya disritmia jantung
a. Tanda Vital dalam rentang 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
normal (Tekanan darah, Nadi, putput
respirasi) 4. Monitor status kardiovaskuler
b. Dapat mentoleransi aktivitas, 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
tidak ada kelelahan jantung
c. Tidak ada edema paru, perifer, 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
dan tidak ada asites perfusi
d. Tidak ada penurunan kesadaran 7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus
alterans
8. Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor
bunyi jantung
9. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
10. Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
11. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3. Cemas b.d. Rasa takut a. Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
akan kematian b. Coping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
a. Klien mampu selama prosedur
mengidentifikasi dan 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengungkapkan gejala mengurangi takut
cemas 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
b. Mengidentifikasi, tindakan prognosis
mengungkapkan dan 6. Dorong keluarga untuk menemani anak
menunjukkan tehnik untuk 7. Lakukan back / neck rub
mengontol cemas 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
c. Vital sign dalam batas 9. Identifikasi tingkat kecemasan
normal 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
aktivitas menunjukkan ketakutan, persepsi
berkurangnya kecemasan 12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
13. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
4. Kurang pengetahuan a. Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
tentang penyakit b/d b. Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
keterbatasan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
pengetahuan Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
penyakitnya, tindakan a. Pasien dan keluarga hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
yang dilakukan, obat menyatakan pemahaman dengan cara yang tepat.
obatan yang diberikan, tentang penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
komplikasi yang prognosis dan program pada penyakit, dengan cara yang tepat
mungkin muncul dan pengobatan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
perubahan gaya hidup b. Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
melaksanakan prosedur yang yang tepat
dijelaskan secara benar 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
c. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa 7. Hindari harapan yang kosong
yang dijelaskan perawat/tim 8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang
kesehatan lainnya. kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC


Corwin, EJ. 2011. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5 Versi Indonesia
Nursing Interventions Classification (NIC). 2013 Edisi 6 versi Indonesia
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 3 edisi 6. Jakarta: Media
Aesculapius
Santosa, Budi. 2018. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2012.
Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai