Anda di halaman 1dari 17

DENGUE HAEMORRHAGIK FEVER

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah prastase Ners

Dosen pengampu:

Popy Siti Aisyah S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh:

Annisa Ayu Muvira

402018016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN`AISYIYAH

BANDUNG

2018
LAPORAN PENDAHULUAN DHF

A. Definisi

Dengue haemorrhagik fever (DHF) atau demam berdarah merupakan suatu

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albocpictus.

Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot atau sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan ditesis hemoragik (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Klasifikasi derajat DHF menurut WHO (1986) sebagai berikut.

Derajat I Demam 2 hingga 7 hari tanpa disertai gejala khas. Manifestasi

perarahan dengan uji tornoquet positif

Derajat II Sama dengan derajat I disertai gejala khas perdarahan spontan di

seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi

Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan

cepat (>120x/menit), tekanan darah menurun (≤120 mmHg) atau

hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien gelisah

Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur

Sumber: BA infeksi dan pediatri tropis hal: 162


B. Etiologi

DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk genus flavivirus dari

keluarga falviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan

DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat

kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain.

Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3/4 serotipe

yang berbeda selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan

di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dan

Kusuma, 2015).

C. Tanda dan Gejala

Gejala klinis utama pada DHF adalah demam dan perdarahan baik yang

timbul secara spontan maupun setelah uji tourniquet (Soegeng, 2006). Adapun

berdasarkan kriteria WHO 1997 dalam Nurarif dan Kusuma (2015) tanda dan

gejala DHF sebagai berikut.

- Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik

- Manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,

purpura, perdarahan mukosa, perdarahan saluran cerna, dan hematemesis

atau melena.

- Trombositopenia <100.00/ul
- Kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit >20%

dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin dan ditandai dengan

penurunan hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat.


D. Patomekanisme
Arbovirus (melalui nyamuk aedes aegypti)

Beredar dalam aliran darah

Infeksi virus dengue (viremia)

Mengaktifkan sistem komplemen

Membentuk & melepaskan zat C3a,C5a

PGE2 Hipothalamus

Hipertermi

Peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O

Permeabilitas membrane meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok hipovolemik


pembuluh darah
Trombositopeni Ranjatan hipovolemik dan
Merangsang & hipotensi
mengaktivasi faktor
Resiko perdarahan
pembekuan
Kebocoran plasma
Perdarahan DIC

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler

Hipoksia jaringan
Paru-paru Hepar Abdomen

Asidosis metabolik Efusi pleura Hepatomegali Acites

Resiko syok hipovolemik Ketidakefektifan Penekanan Mual,muntah


pola nafas intraabdomen
Ketidakseimbangan
Nyeri nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
E. Penatalaksanaan Medis

1. Prosedur diagnostik

Menurut Murwani (2011) prosedur diagnostik pada pasien DHF meliputi

a. Pemeriksaan darah lengkap

- Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)

- Trombositopeni

- Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin

- Asidosis

- Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemi

b. Uji tourniquet positif

Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara

memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik selama

lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm².

Pada DHF biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai

20 ptekie atau lebih. Uji tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan

selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa

pemulihan fase shok.

c. Tes serologi (uji H): respon antibody sekunder

d. Isolasi virus

e. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi

karena adanya rembesen plasma

f. Urine : albuminuria ringan


g. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari

ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal

h. USG : hematomegali-splenomegal

2. Farmakoterapi

Menurut Nugroho (2012) farmakoterapi pada pasien DHF sebagai berikut

a. Ciprofloxasin

Golongan fluorkuinolon dengan spektrum kerja yang luas sebaiknya obat ini

digunakan sebagai obat untuk menghindari resistensi dengan pesat. Obat golongan

ini mempunyai mekanisme aksi menghambat DNA gyrase sehingga dapat

menghambat proses sintesis DNA bakteri. DNA gyrase merupakan enzim

bakterial yang bertanggung jawab terhadap proses pembukaan dan supercoil DNA

dan protein bakteri. Quinolon merupakan satu-satunya antibiotik yang

menghambat replikasi DNA. Antibiotik golongan ini digunakan pada infeksi

saluran kencing. Efek samping: mual muntah, kadang-kadang terjadi neuritis. Zat

ini tidak dapat digunakan bila fungsi ginjal terganggu.

b. Paracetamol

Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasitin yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari

peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya

analgetik dan antipiretik, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini dianggap sebagai zat

antinyeri paling aman, juga untuk suamedika (pengobatan mandiri). Efek

samping: kerusakan hati (dosis besar, terapi jangka lama).


c. Lameson

Berdaya k.l 20% lebih kuat dari prednisolon (1956) dengan berbagai cara

penggunaan oral dan parentral. Efek Samping: retensi Na, dan cairan, gangguan

penyembuhan luka, gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot, osteoporosis.

d. Metoklopramid

Merupakan antagonis reseptor D-2 Yang digunakan untuk antimual. Efek

samping: reaksi ekstrapiramidal, pusing, lelah, mengantuk, sakit kepala, depresi,

gelisah, hipertensi.

e. Imboos Force

Komposisi Pertablet imboos force: echinacea 250 mg, Zn, picolinate 10 mg.

Efek samping: gangguan GI ringan dan reaksi alergi.

f. Infus RL

Komposisi/ 1000 ml: Na 130 mEq/L, Cl 109 mEq/L, K 4 mEq/L, Ca 2.7

mEq/L, Laktat 28 mEq/L (NaCl 6 gram), KCl (0,3 g. CaCl2 0,2 g, Na Laktat 3,1

g, API add 1000 ml.) Osmolaritas: 273 mOsm/L.


3. Diet

Tujuan diet pada pasien DHF adalah memberikan makanan dan cairan

secukupnya untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta mencegah

komplikasi pendarahan. Menurut Almatsier (2004) syarat diet pada pasien DHF

adalah sebagai berikut.

a. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan

b. Energi dan protein cukup sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya.

Faktor stress tergantung ada tidaknya komplikasi 1,4-1,6. Rasio kalori

berbanding nitrogen adalah 150:1.

c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan

secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan

d. Rendah serat terutama serat tidak larut air. Pemberian serat ditingkatkan

secara bertahap

e. Cukup cairan dan vitamin, terutama vitamin C untuk meningkatkan faktor

pembekuan.

f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara

termis, mekanis maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima

perorangan)

g. Makanan parenteral selalu diberikan pada fase akut, baik total, maupun

suplemen

h. Bila terlihat tanda-tanda perdarahan saluran pencernaan penderita

dipuasakan

i. Memberi tanda istirahat pada lambung.


F. Konsep Rencana Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,

verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua

tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data

obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data.

Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus pengkajian yang harus

dikaji sebagai berikut.

a. Aktivitas/ Istirahat

keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya, pekerjaan

dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.

b. Sirkulasi

peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.

c. Eliminasi

Riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urin, rasa terbakar,

oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.

d. Pencernaan

Mual dan muntah.

2. Diagnosa Keperawatan

- Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

- Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan intra

abdomen)
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan

yang menurun

- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler

- Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor

pembekuan darah (trombositopeni)

- Resiko syok (hypovolemic) berhubungan dengan pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler, perdarahan

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Keperawatan

Hipertermia Setelah dilakukan 1. Observasi TTV

berhubungan dengan tindakan keperawatan 2. Anjurkan pasien untuk

proses infeksi virus selama x24 jam banyak minum

dengue diharapkan suhu tubuh 3. Berikan kompres hangat

pasien dapat berkurang/ 4. Anjurkan untuk tidak

teratasi dengan kriteria memakai selimut dan

hasil: pakaian yang tebal,

- Pasien mengatakan 5. Berikan terapi cairan

kondisi tubuhnya intravena dan obat-obatan

nyaman sesuai program dokter


- TTV dalam rentan

normal

Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat nyeri

berhubungan dengan tindakan keperawatan pasien (skala, frekuensi,

agen cedera biologis selama x24 jam durasi)

(penekanan intra diharapkan nyeri pasien 2. Berikan lingkungan yang

abdomen) dapat berkurang dan tenang dan nyaman dan

menghilang dengan tindakan kenyamanan

kriteria hasil: 3. Berikan aktifitas hiburan

- Pasien mengatakan yang tepat

nyeri berkurang 4. Libatkan keluarga dalam

- Nyeri berada pada asuhan keperawatan

skala 0-3 5. Ajarkan pasien teknik

- TTV dalam rentan relaksasi

normal 6. Kolaborasi dengan

dokter untuk pemberian

obat analgetik

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan umam

nutrisi kurang dari tindakan keperawatan pasien dan keluhan

kebutuhan tubuh selama x24 jam pasien

berhubungan dengan diharapkan 2. Tentukan program diet

intake nutrisi yang ketidakseimbangan dan pola makan pasien

tidak adekuat akibat nutrisi kurang dari dan bandingkan dengan


mual dan nafsu kebutuhan tubuh dapat makanan yang dapat

makan yang teratasi dengan kriteria dihabiskan oleh pasien

menurun hasil: 3. Timbang berat badan

- Mencerna jumlah setiap hari atau sesuai

kalori dan nutrisi indikasi

yang tepat 4. Identifikasi makanan

- Berat badan stabil yang disukai atau

dikehendaki yang sesuai

dengan program diet

5. Ajarkan pasien dan

libatkan keluarga pasien

pada perencanaan makan

sesuai indikasi

6. Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian obat

anti mual

Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda vital,

cairan berhubungan keperawatan selama x24 catat adanya perubahan

dengan pindahnya jam diharapkan tanda vital

cairan intravaskuler kebutuhan cairan 2. Pantau pola nafas seperti

ke ekstravaskuler terpenuhi dengan kriteria adanya pernafasan

hasil: kusmaul

- TTV dalam rentan 3. Kaji suhu warna kulit


normal dan kelembabannya

- Turgor kulit baik 4. Kaji nadi perifer,

- Haluaran urin tepat pengisian kapiler, turgor

- Kadar elektrolit kulit dan membrane

dalam batas normal mukosa

5. Pantau masukan dan

pengeluaran cairan

6. Pertahankan dengan

memberikan cairan

paling sedikit 2500

ml/hari dalam batas yang

dapat ditoleransi jantung

7. Catat hal-hal seperti

mual, muntah dan

distensi lambung,

8. Observasi adanya

kelelahan yang

meningkat, edema,

peningkatan BB, nadi

tidak teratur

9. Berikan terapi cairan

normal salin dengan atau

tanpa dextrose
10.Pantau pemeriksaan

laboratorium (Ht, BUN,

Na, K),

Setelah dilakukan 1. Monitor tanda penurunan


Resiko perdarahan
tindakan keperawatan trombosit yang disertai
berhubungan dengan
selama x24 jam gejala klinis
penurunan faktor-
diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan pasien untuk
faktor pembekuan
perdarahan dengan banyak istirahat
darah
kriteria hasil: 3. Beri penjelasan untuk
(trombositopeni)
- Tekanan darah dalam segera melapor bila ada

rentang normal tanda perdarahan lebih

(120/80 mmHg) lanjut

- Trombosit 150.000-

400.000

Resiko syok Setelah dilakukan 1. Monitor keadaan umum

(hypovolemic) keperawatan selama x24 pasien

berhubungan dengan jam diharapkan tidak 2. Observasi tanda-tanda

pindahnya cairan terjadi syok hipovolemik vital tiap 2 sampai 3 jam

intravaskuler ke dengan kriteria hasil: 3. Monitor tanda

ekstravaskuler, - TTV dalam rentang perdarahan

perdarahan normal 4. Cek haemoglobin,

- Turgor kulit baik hematokrit, trombosit

- Haluaran urin tepat 5. Berikan transfusi sesuai


- Kadar elektrolit program

dalam batas normal


Daftar Pustaka

Almatsier, S. (2004). Penuntun diet. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Herdman, H. (2010). Diagnosis keperawatan 2009-2011. Jakarta: EGC.

Murwani, A. (2011). Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta.

Nugroho, A. E. (2012). Farmakologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan: Berdasarkan


diagnosa medis dan nanda nic-noc. Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Anda mungkin juga menyukai