Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)


DI RUANG HIJIR ISMAIL
RSI ARAFAH REMBANG

DISUSUN OLEH :
NAMA : DELLA AYU SETYORINI
NIM : 1020183128
SEMESTER : 5

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021

Jalan Ganesha l Purwosari Kudus, Jawa Tengah, 59316 | Email: umkudus.ac.id


A. Pengertian
Demam berdarah (Dengue Hemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit demam
akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang dapat menyebabkan
kematia. Penyakit ini berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak-
anak tetapi lebih banyak anak-anak berusia dibawah 15 tahun. DHF disebabkan oleh
virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepti. (Siboro. 2013)
Demam Bedarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue (arbo virus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aides
aegypti. Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak,
disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan
kematian (Aplikasi NANDA NIC NOC jilid 1, 2013).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan dikulit
berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak
darah, muntah darah, kesadaran menurun. Hal ini yang dianggap serius pada demam
berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan
(Mubin, 2010).
B. Etiologi
Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh nyamuk
Aedes aegepty (betina). Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil
sekali yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup di alam melalui 2 mekanisme,
mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh dimana virus yang ditularkan
oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga
dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.
Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh dan sebaliknya.
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada
saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang
sampai lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri / berkembang
biak), kemudian yang akan akhirnya sampai di kelejar ludah. Virus yang berada di
lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk.
C. Tanda dan gejala / Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang timbul berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi
antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam atau suhu tiba-tiba, sering
disertai menggigil, saat itu demam pasien. Gejala klinis lain yang sangat menonjol
adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat
penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa :
1. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.
2. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.
Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak terus menerus dan badan
terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik
perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan
nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari
ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang
selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai
dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat.
Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah
atau tidak teraba) kadang kesadarannya menurun.
Kriteria klinis DHF menurut WHO 1986 (dalam Arif. M, 2010) adalah:
1. Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara
lisis.
2. Demam disertai gejala tidak spesifik
3. Manifestasi perdarahan
4. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
5. Dengan / adanya renjatan
6. Kenaikan nilai hematokrit
D. Pathofisiologi
Terjadinya DHF ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis
hemoregic. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara 2 akut nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai
lebih 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Kelainan yang paling sering ditemukan ialah perdarahan di kulit berupa
ptekie, perdarahan di saluran pencernaan, paru, dan jaringan periodrenal, hati
membesar, terdapat perlemakan, yang disertai perdarahan atau sarang nekrosis
hemoregik
Sebagian besar ahli masih menganut The Secondary Heterologous Infection
Hypothesis atau The Sequential Infection Hipotesis, yaitu bahwa demam berdarah
dengue yang dialami seseorang setelah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali
kemudian mendapat infeksi ulangan dengan tipe virus dengue yang berlainan, dalam
waktu 66 bulan-5 tahun.
E. Pathoflow

Arbovirus (melalui Beredar dalam darah Inveksi virus Dengue / viremia


nyamuk aedes aegypti)

PGE 2 Hipotalamus Membentuk dan Mengaktifkan sistem


melepaskan zat C3a, C5a

Hipertermi Peningkatan reabsorpsi NA + dan Permeabilitas membran


H2O membran meningkat

Agresi trombosit Resiko syok hipovelemik

Trombositopeni Renjatan hipovelemik


dan hipotensi

Resiko Perdarahan
Kebocoran plasma

Kekurangan Volume Cairan Ke ekstravaskuler

Abdomen
Paru-paru Hepar

Asites
Efusi pleura Hepatomegali

Mual, muntah
Penekanan intra abdomen
Ketidakefektifan Pola
Nafas Nyeri Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DHF
adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DHF
secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena
selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerlukan tenaga periksa
yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi
hanya bertahan sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test ) 6,7 Merupakan uji serologi yang paling
spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang
disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi
fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan
waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien
5. IgG Elisa Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI ,
hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue
IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di
pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer
antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan
atau lebih).
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) : Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi
molekular, diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut
Reverse Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan cara
diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat
dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen
yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas
PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen
yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi
dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.
2. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
G. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit


a. Tirah baring
b. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan berikan minum 1,5 – 2 liter
dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup),air tawar ditambah garam
c. Medikomentosa yang bersifat simtomatis untuk hiperpireksia dapat
diberi kompres, anti piretik golongan asitaminofen.
2. Klien dengan tanda renjatan
a. Pemasangan infus dan dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan diatasi
b. Observasi keadaan umum, nadi, suhu dan pernafasan tiap jam, serta Hb
dan Ht 4-6 jam pada hari pertama, selanjutnya tiap 24jam
3. Klie DSS ( Dengue Shock Syndrme )
Diberi cairan intra vena yang diguyur, seperti : Nacl, RL yang
dipertahankan selama 24-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tidak tampak
hasilnya dapat diberikan plasma/ plasma ekspander/ dekstran/ prepat hemasel
sejumlah 15-29 ml/kg BB dan dipertahankan selama 24-48 jam setelah
renjatan teratasi.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam,
dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil
atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3
ml/kg/jam selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis
yang diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat
dan nilai hematokrit di bawah nilai baseline.
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati
fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti
cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil
ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

H. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari
15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua,
dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada anak dengan DHF adalah panas tinggi dan anak
lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada anak DHF bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak diseertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
h. Pola kebiaasan
i. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan makin menurun.
ii. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare atau
konstipasi. Sementaar DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
iii. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apkanh sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
iv. Tidur dan istarahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
v. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegepty.
vi. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
Berdasarkan tingkatan (grade DHF), keadaan fisik anak adalah sebagai berikut.
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umun lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta tekanan darah menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak
biru.
j. Sistem integument
1) Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab.
2) Kuku sianosis/tidak.
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusi), mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, IIII, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hyperemia faring, dan terjadi perdarahan telinga
(pada grade II, III, IV).
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen.
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly), dan asites.
6) Ekstremitas
Akral dingin, serta menjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni).
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efusi pleura.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ektravaskuler.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra abdomen).
(NANDA 2015).

J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1. Hipertermi Setelah dilakukan Perawatan Demam
berhubungan tindakan keperawatan 1. Pantau suhu dan tanda-
dengan proses diharapkan tanda vital lainnya
infeksi virus dengue termoregulasi normal 2. Monitor warna kulit
dengan kriteria hasil: dan suhu
1. Tidak ada 3. Berikan obat atau
Peningkatan cairan IV (misalnya,
suhuTubuh antipiretik,agenantibak
2. Tidak ada teri, dan agen anti
hipertermia menggil)
3. Tidak ada sakit 4. Monitor penurunan
kepala tingkat kesadaran
4. Tidak ada sakit 5. Tutup pasien dengan
otot selimut atau pakaian
5. Tidak ada ringan, tergantung
perubahan pada fase demam (
Warna kulit yaitu:
6. Tidak ada memberikan selimut
dehidrasi hangat untuk fase
dingin, menyediakan
pakaian atau linen
tempat tidur untuk
demam)
6. Dorong konsumsi
cairan
7. Kompres hangat
pasien pada lipat paha
dan aksilaFasilitasi
istirahat

2 Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan


berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor ketat tanda
dengan faktor-faktor diharapkan resiko tanda perdarahan
pembekuan darah perdarahan tidak terjadi
2. Catat nilai Hb dan Ht
(trombositopeni) dengan kriteria hasil :
sebelum dan sesudah
1. Tidak ada terjadinya perdarahan
kehilangan darah 3. Monitor nilai laborat
yang terlihat 4. Monitor status cairan
2. Tidak ada yang meliputi intake
hematuria dan ouput
3. Tidak ada keluar
5. Observasi adanya darah
darah dari anus
4. Tidak ada dalam sekresi cairan
hematemesis tubuh
5. Tidak ada 6. Instruksikan pasien
penurunan tekanan untuk meningkatkan
darah sistolik makanan yang kaya
6. Tidak ada vitamin K
penurunan tekanan
7. Instruksikan keluarga
darah diastolik
untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan
dan mengambil
tindakan yang tepat
jika terjadi perdarahan
(misalnya: lapor
kepada perawat)

3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Terapi Oksigen


pola nafas tindakan keperawatan 1. Pertahankan kepatenan
berhubungan diharapkan pola napas jalan napas
dengan efusi pleura efektif dengan kriteria 2. Siapkan peralatan
hasil: oksigen dan berikan
1. Frekuensi melalui system
pernapasan tidak humidifier
ada deviasi dari 3. Berikan oksigen
normal tambahan seperti yang
2. Suara perkusi diperintahkan
nafastidak ada (Sambungan)
deviasi dari 4. Monitor aliran oksigen
kisaran normal 5. Monitor efektifitas
3. Kapasitas vital terapi oksigen
tidak ada deviasi 6. Atur posisi untuk
dari kisaran meringankan sesak
normal napas
7. Monitor status
pernapasan dan
oksigenasi,
sebagaimana mestinya

4 Kekurangan volume Setelah dilakukan Keseimbangan cairan


cairan berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor vital sign
dengan pindahnya diharapkan equilibrium dengan rasional tanda-
cairan intravaskuler antara volume cairan di tanda vital merupakan
ke ektravaskuler ruang intravaskuler dan acuan untuk
ekstravaskuler mengetahui keadaan
meningkat dengan umum pasien dan
kriteria hasil : sebagai dasar untuk
1. Asupan cairan menentukan
meningkat intervensi.
2. Output urin 2. Monitor status hidrasi
meningkat (kelembapan
3. Membran mukosa membrane mukosa,
lembab meningkat nadi adekuat, tekanan
4. Asupan makanan darah ortostatik) jika
meningkat diperlukan
5. Edema menurun 3. Monitor status cairan
6. Dehidrasi menurun termasuk intake dan
7. Asites menurun output dengan rasional
8. Konfusi menurun membantu
9. Tekanan darah mempertahankan
membaik catatan intake dan
10. Frekuensi nadi output yang adekuat.
membaik 4. Dorong pasien untuk
11. Kekuatan nadi meningkatkan
membaik masukan oral dengan
12. Tekanan arteri rasional peningkatan
rata-rata membaik suhu tubuh
13. Mata cekung mengakibatkan
membaik penguapan tubuh
14. Turgor kulit meningkat sehingga
membaik perlu diimbangi
15. Berat badan dengan asupan cairan
membaik yang banyak.
5. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan dengan
rasional untuk
meningkatkan asupan
intake pasien.
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
terapi Antipiretik dan
Antibiotik dengan
rasional Antibiotik
untuk mengurangi
atau mencegah
terjadinya infeksi dan
Antipiretik untuk
menurunkan panas.
7. Kolaborati pemberian
cairan
intravenadengan
rasional untuk
membantu
8. Menjaga
keseimbangan cairan.
5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Managemen Nurtisi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 1. Anjurkan makan selagi
kebutuhan diharapkan keadekuatan hangat
berhubungan asupan nutrisi terpenuhi
2. Anjurkan keluarga untuk
dengan intake dengan kriteria hasil :
nutrisi yang tidak 1. Porsi makanan memberikan makanan
adekuat akibat mual yang dihabiskan kesukaan pasien jika tidak
dan nafsu makan meningkat ada kontra indikasi
yang menurun 2. Mual muntah 3. Anjurkan keluarga untuk
menurun memberi makanan sedikit
3. Nyeri abdomen tapi sering
menurun
4. Kolaborasi dengan ahli
4. Asites menurun
5. Bising usus gizi mengenai pemberikan
membaik diet TKTP atau nutrisi
6. Nafsu makan yang adekuat, memberikan
membaik sari buah yang banyak
7. Kemampuan mengandung air,
merasakan dan memberikan susu atau
menikmati
makanan dalam keadaan
makanan
membaik hangat, memberikan
8. Asupan nutrisi makan mulai dari sedikit
membaik tetapi sering hingga jumlah
asupan terpenuhi,
memberikan nutrisi dalam
bentuk makanan lunak
untuk membantu nafsu
makan
5. Memonitor perubahan
berat badan, adanya bising
usus, dan status gizi.

6 Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen nyeri


tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan
diharapkan nyeri secara Komprehensif
dengan agen cidera terkontrol dengan (P,Q,R,S,T).
kriteria hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal
biologis (penekanan
1. Keluhan nyeri dari ketidaknyamanan.
intra abdomen). menurun 3. Gunakan teknik
2. Kemampuan komunikasi terapeutik
mengenali untuk mengetahui
penyebab nyeri pengalaman nyeri pasien.
meningkat 4. Kaji kultur yang
3. Dukungan orang mempengaruhi respon
terdekat nyeri.
meningkat 5. Evaluasi pengalaman nyeri
4. Penggunaan masa lampau.
analgesik 6. Kontrol lingkungan yang
menurun dapat mempengaruhi nyeri
(suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebsingan).
7. Kurangi factor prespitasi
nyeri.
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologi (Distraksi
dan relaksasi)
9. Kolaborasi pemberian
analgetik.
K. Penggunaan Referensi

Herman, T.H & Kamitsuru,S. (Eds). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses :
Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell

Gloria M, Bulecheck, Sue Moorhead, DKK. 2016 . Nursing Outcomes Classification


(NOC) : Elsevier

Gloria M, Bulecheck, Sue Moorhead, DKK. 2016 . Nursing Interventions Classification


(NIC) : Elsevier

Amin, Hadi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA

Nurlaila, Utami & Cahyani. 2018. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta :
LeutikaPrio

Iskandar, 2012. Sosiologi Kesehatan (Suatu Telaah Teori dan Empirik). Bogor : IPB
Press

Nasronudin, Usman, dkk. 2011. Penyakit Infeksi di Indonesia & solusi kini mendatang.
Ed.2. Surabaya : Airlangga University Press

Siboro. 2013. Arang Aktif Penyembuh Ajaib Berbagai Penyakit. Siboro Institute

Anda mungkin juga menyukai