Oleh :
RENNY MEITA ARIFIYANTI
NIM. 2233017
Laporan Pendahuluan Keperawatan Anak dengan DHF di Ruang Poli Umum Puskesmas
Kendalkerep Kota Malang, yang dilakukan oleh :
Nama : Renny Meita Arifiyanti
NIM : 2233017
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Program Pendidikan Profesi NERS
Departemen Keperawatan Anak, yang dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober – 5 November
2022, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : Sabtu
Mengetahui,
A. MASALAH KEPERAWATAN
Pasien dengan DHF
B. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus. (Ngastiyah, 1995 : 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan tipe I- IV dengan infestasi klinis dengan 5 - 7 hari disertai
gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA,
1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada
dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
C. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai
macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia, maupun sel sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor : nyamuk aedes aegypti
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis, infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
3. Host : pembawa.
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya.
D. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2–7 hari, gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haæmatemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji tomiquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.,
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma
syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam
berdarah dengue. Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba tiba, tetapi juga
merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 - 50 % penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian
terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
Menggigit manusia
Deficit nutrisi
Peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah
Perdarahan ekstraseluler
Ketidakseimbangan antara suplai dan Odema
kebutuhan oksigen
Risiko syok hipovolemik
Gangguan rasa nyaman
Intoleransi
Nyeri
aktivitas
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
toumiquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih
dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis
kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V. VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia
darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT,
ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
2. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali normal
untuk semua sistem.
4. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu:
a. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan
masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue
sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen
( PK ), uji neutralisasi ( NT) dan uji dengue blot.
b. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau
titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue
blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji
IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
5. Rontgen thorax : Efusi pleura.
H. PELAKSANAAN MEDIS
a. Demam tinggi, anoreksiaa dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang
diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50
mg im; anak > I tahun 75 mg. jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan
lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan
apabila : pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang akibat
kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika pemberian cairan
tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 30
mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur.
Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup
besar, tekanan sistolik 80 mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml kg
BB/ jam. Pada pasien dengan syok berat atau syok berulang perlu dipasang CVV
untuk mengukur tekanan vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya pasien
dirawat di ICU. (Ngastiyah, 1997, hal : 344-345).
c. Cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid
a. Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer laktat
(DS/RL).
b. Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
c. Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan
faali (D5/GF).
Koloid
a. Dextran 40
b. Plasma (Arif Mansjoer, 2001, hal : 422)
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
DBD dapat mengenai pada semua umur yang tinggal di daerah tropis.
2. Keadaan Umum
Terjadinya peningkatan suhu tubuh / demam dan disertai ruam macula popular.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Umumnya klien dengan DHF datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam akut 2
7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise, mual, muntah, sakit kepala,
sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, pendarahan spontan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan penyakit DHF yang
dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF penyakit itu berulang.
5. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang tinggal didalam satu
rumah / beda rumah dengan jarak yang berdekatan sangat menentukan karena
ditularkan melalui gigitan nyamuk.
6. Riwayat Penyakit Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aeyipry dan Aedes albopichis, hidup dan
berkembang biak didalam rumah yaitu pada tempat penampungan air bersih seperti
kaleng bekas, bak mandi yang jarang dibersihkan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan : Tidak ada gangguan dalam pernafasan.
b. Sistem persyarafan : Gangguan dalam sistem persyarafan adalah terdapat respon
nyeri.
c. Sistem cardiofaskuler : Terjadi pendarahan dan kegagalan sirkulasi.
d. Sistem pencernaan : Terjadi anorexia, mual dan muntah.
e. Sistem otot dan integument : Ditemukan peteckie, pegal-pegal pada seluruh
tubuh.
f. Sistem eliminasi : Terjadi gangguan pada sistem eliminasi alvi yaitu terjadi
konstipasi.
8. Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
Panas
Lemah
Nyeri ulu hati
Mual dan tidak nafsu makan
Sakit menelan
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
b. Data Obyektif
Suhu tinggi selama 2 -7 hari
Kulit terasa panas
Wajah tampak merah , dapat disertai tanda kesakitan
Nadi cepat
Selaput mukosa mulut kering
Ruam dikulit lengan dan kaki
Epistaksis Nyeri tekan pada epigastrik
Hematomesis
Melena
Gusi berdarah
Hipotensi
9. Data Penunjang
a. Hematokrit meningkat
b. Trombositopenia
c. Masa perdarahan memanjang
2. Hipertermia
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam hipertermia pasien teratasi
dengan kriteria hasil :
a. menggigil menurun
b. kejang menurun
c. hipoksia menurun
d. suhu tuuh membaik
e. suhu kulit membaik
Manajemen Hipertermia (1.15506)
Observasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor haluaran urine
4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepasakan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendinginan eksternal
Edukasi 1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intarvena
L. REFERENSI
1. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
2. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
3. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
4. Doenges, Marilynn E dkk. 2000. Penerapan Prases Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC; Jakarta.
5. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius.