Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA An. K
DI RUANG UMAR BIN KHATAB
RSI PURWODADI

Di Susun Oleh:

MILA ASTUTI

2104029

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS SAINT DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

2021/2022
I. KONSEP DASAR DHF
A. Definisi

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang terdapat pada anak

dan orang dewasa, disebabkan oleh virus dengue (tergolong arbovirus  Arthropod-

borne viruses) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina) dan

Aedes albopictus yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler

dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan (Sumarmo, 2019).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) biasanya dengan cepat menyebar secara

efidemik dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi disertai bintik

merah (Sir,Patrick manson, 2021).

B. Etiologi

Penyebab utama: virus dengue tergolong albovirus

1. Vektor utama

a. Aedes aegypti.

b. Aedes albopictus.

2. Adanya vektor tesebut berhubungan dengan:

a. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.

b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.

c. Penyediaan air bersih yang langka.

3. Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.

a. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak

terbang aedes aegypti 40-100 m.

b. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters)

yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (Noer,

2017).
C. Klasifikasi

Berdasarkan derajat beratnya penyakit secara klinis, Dengue Haemoragic Fever

(DHF) dibagi menjadi 4 derajat (WHO, 2018):

1. Derajat I (Ringan)

Demam mendadak 2 – 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi tanpa

perdarahan atau perdarahan ringan  yaitu tes tourniquet (+), trombositopenia

dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II (Sedang)

Golongan ini lebih berat dari derajat I karena ditemukan perdarahan pada kulit

dan disertai pula perdarahan spontan lain, yaitu epistaksis (mimisan), perdarahan

gusi, hematemesis atau mekna (muntah darah).

3. Derajat III (Berat)

Penderita mengalami syok dengan gejala klinik pada derajat I & II, serta

ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah

rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda

dini renjatan)

4. Dejarat IV 

Penderita syok berat dengan tekanan darah yang tidak dapat diukur dan nadi tidak

teraba, (Junaidi, P, Soemasto, A, Amelz, H. 2017).

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DHF hampir sama seperti infeksi virus lain, maka DHF juga

merupakan self limiting infection diseaser yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.

1. Masa inkubasi
Sesudah nyamuk mengigit penderita dan memasukkan virus dengue ke dalam

kulit, berlangsung masa laten selama 4-5 hari diikuti timbulnya gejala demam,

sakit kepala, dan malaise.

2. Demam

Demam secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari (38 – 40 0C), kemudian

turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Pada fase awal ditandai dengan

demam mendadak tinggi dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi

terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik

kembali). Bersamaan dengan demam muncul kemerahan di muka, sakit kepala,

kehilangan nafsu makan, muntah, nyeri uli hati. selanjutnya, muncul gejala–

gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri

tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah. (Soedarmo, 2019).

3. Perdarahan

a. Perdarahan disebabkan karena kurangnya trombosit (trombositopeni),

biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada

fungsi vena kulit. Pada uji torniquet, tampak adanya bintik-bintik merah

(purpura) dan petekia

b. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian

atas hingga menyebabkan haematemesis

c. Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang

hebat.

d. Perdarahan juga dapat mengenai semua organ  echymosis, perdarahan

konjungtiva, epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis, melena

(buang air besar berwarna hitam berupa lendir bercampur darah) dan

hematuria (darah dalam urin).


4. Hepatomegali

Pada permulaan demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak

yang kurang gizi. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba

kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita

5. Dengue shock Syndrom (Syok)

Shock Syndrome adalah syok yang terjadi pada penderita Dengue

Hemorraghic Fever (DHF)..

a. 30-50% penderita DHF mengalami renjatan yang berakhir dengan suatu

kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat (Rampengan

dan Laurentz,2018). Syok pada DBD terjadi karena kebocoran pembuluh

darah sehingga cairan plasma darah dapat merembes keluar dari pembuluh

darah dan berkumpul di rongga-rongga tubuh yaitu ronga perut dan rongga

dada. Akibatnya pembuluh darah menjadi kolaps dan jalan mengatasinya

ialah dengan infus (Rampengan dan Laurentz,2018)

Fase syok merupakan fase kritis DHF dengan tanda-tanda:

1) Suhu badan cenderung turun

2) Penderita terlihat lemah dan berkeringat

3) Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki

4) Gelisah dan sianosis disekitar mulut

5) Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba 

6) Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg

atau kurang dari 80 mmHg)

7) Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)


6. Leukosit

Jumlah leukosit dapat normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil

bersama – sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.

Peningkatan jumlah sel lifosit atipikal atau limfosit plasma biru >15 % dapat

dijumpai pada hari sakit ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok

terjadi (Hadinegoro,2019).

7. Trombositopeni: Jumlah trombosit < 150.000 /mm3 dan terjadi pada hari ke- 3

sampai ke-7

8. Hemokonsentrasi: Meningkatnya nilai hematokrit diatas 20% dari normal dan

merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok.

9. Gejala-gejala lain :

a. Mual muntah,

b. Anoreksia

c. Sakit perut

d. Diare atau konstipasi

e. Menggigil

f. Kejang

g. Sakit kepala

h. Penurunan kesadaran

i. Muncul bintik merah pada kulit (petechie)

E. Patofisiologi

Komposisi kimia virus dengue terdiri dari protein dan asam nukleat.

Protein virus berfungsi untuk mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari

sel host satu ke sel host yang lain. Virus dengue terdiri dari satu jenis asam
nukleat yaitu RNA yang berfungsi memberikan sandi informasi genetik untuk

replikasi virus. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Begitu memasuki tubuh, virus dengue ikut dalam

sirkulasi sistemik dan berusaha menemukan sel target yaitu makrofag yang

merupakan sel target utama infeksi virus dengue. Sebelum mencapai makrofag,

virus dengue akan dihadang oleh respons imun melalui mekanisme pertahanan

nonspesifik dan spesifik. Pada sistem imun nonspesifik akan melibatkan

pertahanan humoral dan seluler. Imunitas spesifik melalui respon limfosit

timbul lebih lambat.

Pada pertahanan humoral, berbagai komponen seperti komplemen,

interferon-! dan interferon-" dan kolektin ikut berperan dalam mekanisme

pertahanan. Komplemen teraktivasi langsung pada infeksi virus dengue

melalui jalur alternatif dalam imunitas nonspesifik atau tidak langsung

oleh antobodi melalui jalur klasik dalam imunitas spesifik. Komplemen

berperan sebagai opsonin yang mengakibatkan fagositosis, destruksi dan

lisis virus dengue. Peningkatan aktivasi fagosit akan meningkatkan

kemampuan fagositosis dan eliminasi virus dengue oleh makrofag yang

juga memicu produksi berbagai sitokin proinflamatori termasuk

interleukin1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan TNF-!. Interleukin-1 (IL-1)

dan interleukin-6 (IL6) akan memicu produksi prostaglandin yang

mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus, mengakibatkan

disregulasi di pusat termoregulasi yang memicu munculnya keluhan

demam atau hipertermia (Soedarto, 2019).


F. Pathway DHF
Nyamuk Aedes Aegypti

Toksin masuk dalam tubuh

Terjadi Infeksi

Merangsang Kontraksi Permeabilitas


Hipotalamus
Hepar vascular

Suhu tubuh Hepatomegali Kebocoran Plasma Hipokonsentras


i

Hipertermi Hipoproteinemi
Hipovolemik
a
Efusi Serosa

Volume plasma Hipotensi


Hiponatremia

Trombosit < Volume Syok


cairan

Resiko Hipoksia Resiko Syok


perdarahan jaringan hipovolemik

Asidosis
Metabolik

pH

Mual
muntah

Anoreksia

Defisit nutrisi
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Uji torniquet

Tes ini dilakukan untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan cara

membendung vena dengan toriquet. Dengan pembendungan vena tersebut

menyebabkan menekan kapiler darah, Jika dinding kapilernya kurang kuat akan

rusak oleh pembendungan dan darah dalam kapiler tersebut keluar merembes

kedalam jaringan sekitarnya sehingga sehingga nampak bercak-bercak merah

(petechia). Jika ada > 10 petechia, tes baru dianggap positif (Gandasoebrata,

2021).

2. Hemoglobin (Hb)

Kadar Hb dapat ditentukan dengan berbagai cara yaitu sahli dan

sianmethemoglobin (foto elektrik). Dalam laboratorium sianmethemoglobin (foto

elektrik) paling sering digunakan karena hasilnya lebih akurat dan lebih cepat.

Nilai normal pada pria 13-15 gr/dl dan wanita 10-12 gr/dl.

Kadar hemoglobin pada hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun,

kemudian kadanya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan

merupakan kelainan hematologi paling awal (Rejeki, S, Satari, H. 2019).

3. Hematokrit (Ht)

Hematokrit merupakan nilai semua eritrosit dalam 100 ml darah dengan satuan

persen (%). Nilai normal untuk pria 40-48% dan wanita 37-43%. Nilai hematokrit

mulai meningkat pada hari ketiga. Peningkatan hematokrit merupakan

manifestasi Hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat

kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat menyebabkan syok

hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Namun pada kasus perdarahan berat


umunya nilai hematokirt tidak meningkat tetapi menurun (Rejeki, S, Satari, H.

2019).

4. Trombosit

Trombosit sukar dihitung karena mudah pecah, namun biasanya trombosit turun

sampai 100.000 mm3.

5. Sediaan hapusan darah tepi

terdapat fragmentosit yang  menandakan terjadinya hemolisis

6. Sumsum tulang

Terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan

terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel

7. Elektrolit:

a. Hiponatremi (135 mEq/l) karena adanya kebocoran plasma,anoreksia,

keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang

b. Hiperkalemi  asidosis metabolic

c. Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun,

d. Serum transaminasi meningkat.

8. Pemeriksaan Serologi

Melakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara Haemaglutination

Inhibition Test (HI Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complement

Fixation Test/CFT). Pada pemeriksaan ini dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan

yaitu pada masa akut atau demam dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu

setelah awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah

vena 2-5 ml.

9. Pemeriksaan Diagnosis yang Menunjang


Antara lain foto torax yang mungkin dijumpai adanya pleural efusion pada

pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali.

H. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai

sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya

hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah

yang ada penderita DBD nya.

Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui

metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :

1. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat

sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara

spontan.

2. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah.

3. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam,

dan bakteri (Bt.H-14).

4. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).

5. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :

1. Menggunakan insektisida.

Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue

adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk

membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan


pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan

pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat

penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG

1 % per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida

Caranya adalah:

a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x

seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).

b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain

yang memungkinkan nyamuk bersarang

I. Pengobatan

Obat – obat pada penyakit Demam Berdarah Dengue terdiri dari beberapa

golongan, yaitu :

1. Obat rehidrasi

Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi,

anoreksia dan muntah. Penderita perlu cairan sebanyak (1 – 2 liter dalam 24 jam )

berupa air teh dengan gula ,sirup susu atau oralit.

Indikasi pemberian cairan IV ialah:

a. Apabila penderita terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin dilakukan

pemberian secara oral

b. Hematokrit bertendensi terus meningkat pada pemeriksaan rutin. Jumlah

cairan yang diberikan, disesuaikan dengan kebutuhan cairan pada tiap pasien.

Berupa cairan RL IV line.


c. Plasma atau ekspander plasma diberikan bila penderita dengan syok berat dan

tidak dapat diatasi dengan RL.

2. Antipiretik

Bila suhu lebih dari 400 c berikan antipiretik golongan asetaminofen

(parasetamol).

3. Antikonvulsi

Bila penderita kejang dapat diberikan luminal.

4. Antibiotik

Antibiotik diberikan bila terdapat syok yang berkepanjangan atau terdapat

komplikasi infeksi bakteri ( amcilin, kloramfenikol, bactrim).

1.1 ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian):
mual, muntah, nyeri perut, tidak nafsu makan.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita
pasien saat masuk rumah sakit).
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
lain baik bersifat genetik atau tidak).
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital sign
b. Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering,
kelopak mata cekung, produksi urine berkurang).
c. Tanda- tanda shock
d. Penurunan berat badan
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b. Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c. USG
d. Pyelografi intravena/ sistrogram
e. Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus
(Depkes, R.I, 2017)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d proses penyakit dibuktikan dengan suhu diatas
normal (D.0130)
2. Risiko Perdarahan b/d gangguan koagulasi dibuktikan dengan
trombosit dibawah normal (D.0012)
C. Nursing Care Plan (Rencana asuhan Keperawatan)
No. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Hipertermia b/d proses penyakit Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertemia (I.15506)
dibuktikan dengan suhu diatas Setelah dilakukan tindakan Observasi
normal (D.0130) keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
suhu dalam rentan normal dengan (mis. Dehidrasi, terpapar
kriteria hasil : lingkungan panas, penggunaan
1. Suhu tubuh dalam rentan incubator)
normal 2. Monitor suhu tubuh
2. Nadi dan respirasi dalam 3. Monitor kadar elektrolit
rentan normal 4. Monitor haluaran urine
3. Tidak ada perubahan warna 5. Monitor komplikasi akibat
kulit hipertermia
Terapiutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
4. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Edukasi pengukuran suhu
2. Edukasi terapi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
2. Risiko Perdarahan b/d gangguan Tingkat Perdarahan (L.02017) Pencegahan perdarahan ( I.02067 )
Setelah dikakukan tindakan Observasi
koagulasi dibuktikan dengan
keperawatan 3x24 jam diharapkan a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
trombosit dibawah normal (D.0012) Tingkat perdarahan menurun. b. Monitor nilai
Kriteria Hasil : hematokrit/homoglobin sebelum dan
1. Hemoglobin membaik setelah kehilangan darah
2. Hematokrit membaik c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
3. Trombosit membaik d. Monitor koagulasi (mis. Prothombin
4. Suhu tubuh membaik time (TM), partial thromboplastin
time (PTT), fibrinogen, degradsi
fibrin dan atau platelet)
Terapeutik
a. Pertahankan bed rest selama
perdarahan
b. Batasi tindakan invasif, jika perlu
c. Gunakan kasur pencegah dikubitus
d. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
b. Anjurkan mengunakan kaus kaki
saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari konstipasi
d. Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan asupan
makan dan vitamin K
f. Anjrkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat dan
mengontrol perdarhan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian prodok darah,
jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu
Sumber: standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI, 2018), standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Noer. 2017. “Narrative Writing Intervention Plan: Analysis Of Students


Literacy Learning Needs”. Proceeding Of The 1st International Conference
On Language Literature And Teaching (ICoLLiT). Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Depkes RI. 2017. https://www.kemkes.go.id
Hadinegoro R. S., Moedjito Ismoedijanto, Chairulfatah Alex. UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Edisi 1. 2019. halaman 1-69.
Manson’s. Tropical Diseases. Editor : Gordon c. Cook & Alimuddin I. Zumla,
Saunders Elsevier, Twenty-second edition, China, 2019; 1477
Rejeki, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmasi: Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kementerian Kesehatan RI.
Soedarmo, S.S.P., Garna H., Hadinegoro S.R., Satari H.I. (2019). Buku Ajar
Infeksi Pediatri dan Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Soedarto. 2019. Demam Berdarah Dengue Dengue Haemoohagic fever. Jakarta:
Sugeng Seto
Sumarmo, U. (2019, July). Kemandirian belajar: apa, mengapa, dan bagaimana
dikembangkan pada peserta didik. In Makalah pada Seminar Tingkat
Nasional. FPMIPA UNY Yogyakarta Tanggal (Vol. 8).
T.H. Rampengan, dan LR Laurentz., 2018. Demam Berdarah Dengue (Dengue
Renjatan Syndrome). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.
WHO. Buku Saku. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta : WHO
Indonesia
Wulandari D & Purnamasari L. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Indonesian Journal On Medican
Science. Vol: 2 No: 2

Anda mungkin juga menyukai