Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

STROKE HEMORAGIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Saraf di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:

dr. Sherlyta Tambing, Sp. S.

Diajukan oleh:

Sukma Maharani Pangestika

20184010106

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul:

“Stroke Hemoragik”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Panembahan Senopati

2019

Disusun oleh:

Sukma Maharani Pangestika

20184010106

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Sherlyta Tambing, Sp.S. selaku dokter penguji dan

pembimbing departemen neurologi RSUD Panembahan Senopati

Yogyakarta, 18 Juni 2019

Mengetahui,

dr. Sherlyta Tambing, Sp.S.

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul “Stroke
Hemoragik” ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di
RSUD Panembahan Senopati.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di SMF
Neurologi, khususnya dr. Sherlyta Tambing ,Sp.S, atas bimbingannya selama berlangsungnya
pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan
maksimal kemampuan saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk
melatih kemampuan menulis makalahuntuk berikutnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
BAB II..................................................................................................................................................... 6
LAPORAN KASUS................................................................................................................................ 6
A. IDENTITAS PASIEN ................................................................................................................. 6
B. ANAMNESIS ............................................................................................................................. 6
C. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................................. 6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................................................. 12
E. RESUME .................................................................................................................................. 13
F. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING ............................................................................... 14
G. TERAPI..................................................................................................................................... 14
H. PROGNOSIS ............................................................................................................................ 14
BAB III ................................................................................................................................................. 15
ANALISIS KASUS .............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat dan
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada
gangguan vaskular.1 Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (stroke iskemik).1 Stroke hemoragik
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya
pasokan oksigen dan glukosa ke otak.2
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang mengalami stroke yang baru
atau berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000
merupakan stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87% dari stroke
di Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan intraserebral, dan lainnya
3% mungkin menjadi sekunder untuk perdarahan subaraknoid.3,4
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan sebagian atau
total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.5 Jumlah
penderita stroke di Indonesia terus meningkat. Pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45‐54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013
mencapai 10 persen. Jumlah penderita stroke usia 55‐64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak
15 persen, sedangkan pada Riskesdas 2013 mencapai 24 persen.6
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(modifable) dan yang tidak dapat di modifikasi (nonmodifable). Faktor risiko stroke yang
dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes
mellitus, merokok, mengkonsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis
arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis
kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.7
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke paling penting yang dapat dimodifikasi baik
bagi laki‐laki ataupun wanita. Hipertensi dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke
sekitar dua sampai empat kali.8 Tekanan darah sistemik yang meningkat akan membuat
pembuluh darah serebral berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan

4
tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan‐bulan atau
bertahun‐tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh darah serebral
yang mengakibatkan diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini
berbahaya, karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa
untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah
sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat, sehingga akan mengakibatkan
iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan
perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi yang mengakibatkan terjadi hiperemia, edema,
dan kemungkinan perdarahan pada otak.9

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 647600
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 73 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kalangan RT 4, Tirtohargo, Kretek
Tanggal masuk : 27 Mei 2019
Ruang : Geriatri

B. ANAMNESIS
Ny. S berusia 73 tahun datang diantar keluarganya karena kurang lebih 1 jam sebelum
masuk rumah sakit, pasien ditemukan jatuh dalam posisi telentang di kamar mandi. Pasien
ditemukan tidak sadarkan diri. Sebelum ditemukan terjatuh di kamar mandi, diakui oleh
anak pasien, bahwa pasien tidak mengeluh apapun. Pasien segera dibawa ke RSUD
Panembahan Senopati. Saat sampai di RSPS, pasien sadarkan diri dan muntah secara tiba-
tiba sebanyak satu kali. Didapatkan pasien mengalami bicara pelo, mulut sedikit perot dan
terdapat kelemahan pada anggota gerak kanan.
Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala sebelumnya dan tidak
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menderita darah tinggi sejak 5
tahun yang lalu. Pasien jarang kontrol dan minum obat darah tinggi. Riwayat kencing
manis, trauma dan merokok disangkal. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan stroke
pada keluarga pasien tidak diketahui keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : somnolen, GCS: E3V3M3
Kesan sakit : Kesan sakit berat

6
Tanda vital : Tekanan darah : 200/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Generalis

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala :Normosefali, rambut berwarna putih distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL
+/+, pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : Sudur bibir asimetris, kering (-), sianosis (-), lidah dapat
dijulurkan
 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah,

c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak
terdapat deviasi trakea
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi :Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
b) Palpasi :Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi
redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
d) Auskultasi:Bunyi jantung I dan II iregular, murmur (-), gallop (-)

7
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi
otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
k. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), oedem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

Status Neurologis

Kesadaran : Somnolen
GCS : E3V3M3
Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 135º/tidak
terdapat rasa nyeri sebelum mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
rasa nyeri sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus :Tidak dilakukan pemeriksaan

8
b. Warna : Normal
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Normal
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
 langsung :+/+
 tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menyeringai` : sudut bibir kanan tertinggal
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b.Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

9
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Suara bisikan : +/+
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : dalam batas normal
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+

9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Deviasi lidah ke kanan
d. Disartria :+

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-

10
 Hoffman-Trommer : -/-

2. Kekuatan Otot
222 555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
222 555
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

Ket: 5  Dapat melawan tahanan, normal


2  Dapat digerakkan, namun gerakan ini tidak dapat melawan gaya
gravitasi

3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni : -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Normal
2. Konsentrasi : Normal
3. Disorientasi : -

11
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : Normal
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik

g. Susunan Saraf Otonom


Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap tanggal 20 Mei 2019
HEMATOLOGI HASIL
Hemoglobin 11.9 g/dL
Lekosit 8.67 103/uL
Eritrosit 3.97 106/uL
Trombosit 300 103/uL
Hematokrit 35.4 vol%
HITUNG JENIS
Eosinofil 1%
Basofil 1%
Batang 0%
Segmen 72 %
Limfosit 22 %
Monosit 4%
FUNGSI HATI
SGOT 20 U/L
SGPT 4 U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 37 mg/dL
Kreatinin 0.93 mg/dL
GDS 84 mg/dL
ELEKTROLIT

12
Natrium 139.4 mmol/L
Kalium 3.83 mmol/L
Klorida 102.6 mmol/L

Head MSCT tanggal 27 Mei 2019


Intracerebral hemoragi di temporo perietalis sinistra.

E. RESUME
Ny. S berusia 73 tahun datang diantar keluarganya karena kurang lebih 1 jam sebelum
masuk rumah sakit, pasien ditemukan jatuh dalam posisi telentang di kamar mandi. Pasien
ditemukan tidak sadarkan diri. Sebelum ditemukan terjatuh di kamar mandi, diakui oleh
anak pasien, bahwa pasien tidak mengeluh apapun. Pasien segera dibawa ke RSUD
Panembahan Senopati. Saat sampai di RSPS, pasien sadarkan diri dan muntah secara tiba-
tiba sebanyak satu kali. Didapatkan pasien mengalami bicara pelo, mulut sedikit perot dan
terdapat kelemahan pada anggota gerak kanan.
Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala sebelumnya dan tidak
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menderita darah tinggi sejak 5
tahun yang lalu. Pasien jarang kontrol dan minum obat darah tinggi. Riwayat kencing
manis, trauma dan merokok disangkal. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan stroke
pada keluarga pasien tidak diketahui keluarga.
Dari pemeriksaan fisik status tanda vital didapatkan hasil abnormal pada tekanan
darah pasien, yaitu 200/90 mmHg. Pada pemeriksaan status generalis ditemukan kelainan
pada pemeriksaan mulut berupa sudut bibir kanan tertinggal saat tersenyum, deviasi
lidah ke kanan, dan disartria.
Pada pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya kelemahan pada anggota
gerak atas & bawah bagian kanan, dengan skor kekuatan motorik 222.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil dalam batas normal.
Pemeriksaan Rontgen thorax PA dewasa menunjukkan hasil dalam batas normal.
Pemeriksaan Head MSCT menunjukkan bukti adanya intracerebral hemoragi di lobus
tempoparietalis sinistra.

13
F. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra

Parese N. VII dextra tipe sentral

Parese N. XII dextra tipe sentral

Diagnosis topik : Temporoparietal sinistra

Diagnosis etiologi : Intracerebral hemorrhage (ICH)

Diagnosis banding  Stroke non hemoragik

G. TERAPI
Saraf
 Oksigen kanul 3 lpm
 Inf. NaCl 0.9% 12 tpm
 Inf. Manitol 4x125 mg tappering off
 Inj. Citicolin 2x250 mg
 Inj. Ranitidin 2x50 mg
 Amlodipin 1x10 mg
 Candesartan 1x16 mg
 Inf. PCT 500 mg kp pusing
 Total bed rest
 Head up 30 0
 Pemasangan DC
 Observasi tensi

H. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

14
BAB III
ANALISIS KASUS

A. HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN DIAGNOSIS PASIEN


Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang perempuan berusia 73 tahun dengan
diagnosa klinis Hemiparesis dekstra, Parese N. VII dextra tipe sentral, dan Parese N. XII
dextra tipe sentral. Pada pasien ini, diagnosa dapat ditegakan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari alloanamnesa didapatkan informasi
bahwa kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan jatuh dalam
posisi telentang di kamar mandi. Pasien ditemukan tidak sadarkan diri. Sebelum
ditemukan terjatuh di kamar mandi, diakui oleh anak pasien, bahwa pasien tidak
mengeluh apapun. Pasien segera dibawa ke RSUD Panembahan Senopati. Saat sampai di
RSPS, pasien sadarkan diri dan muntah secara tiba-tiba sebanyak satu kali. Didapatkan
pasien mengalami bicara pelo, mulut sedikit perot dan terdapat kelemahan pada anggota
gerak kanan.
Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala sebelumnya dan tidak
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menderita darah tinggi sejak 5
tahun yang lalu. Pasien jarang kontrol dan minum obat darah tinggi.
Dari pemeriksaan fisik status tanda vital didapatkan hasil abnormal pada tekanan
darah pasien, yaitu 200/90 mmHg. Pada pemeriksaan status generalis ditemukan kelainan
pada pemeriksaan mulut berupa sudut bibir kanan tertinggal saat tersenyum, deviasi
lidah ke kanan, dan disartria.
Pada pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya kelemahan pada anggota
gerak atas & bawah bagian kanan, dengan skor kekuatan motorik 222.
Pada pasien ini ditemukan adanya gejala klinis gangguan fungsional otak yang
bersifat fokal yang timbul secara mendadak yaitu pasien tidak kuat mengangkat anggota
gerak kanannya. Saat tersenyum, didapatkan sudut bibir pasien asimetris (sudut mulut
kanan tertinggal). Saat pasien menjulurkaan lidah, didapatkan deviasi lidah ke kanan, dan
pasien mengalami disartria.
Menurut WHO stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler. Pada pasien ini ditemukan adanya gejala klinis gangguan

15
fungsional otak atau defisit neurologis yang bersifat fokal yang timbul secara mendadak
yaitu pasien tidak kuat mengangkat anggota gerak kanannya. Saat tersenyum, didapatkan
sudut bibir pasien asimetris (sudut mulut kanan tertinggal). Saat pasien menjulurkaan
lidah, didapatkan deviasi lidah ke kanan, dan pasien mengalami disartria.
Pada pasien ini juga ditemukan beberapa faktor resiko untuk terjadinya stroke.
Pasien adalah seorang wanita yang telah mengalami menepouse. Angka kejadian stroke
pada perempuan usia menopouse tinggi karena kurangnya hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan HDL, dimana HDL berperan penting dalam pencegahan
proses aterosklerosis (Price & Wilson, 2006). Aterosklerosis berperan dalam terjadinya
stroke (Gofir, 2009: American Heart Association, 2014). Pasien memiliki riwayat
penyakit darah tinggi sejak lebih kurang 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin
minum obat. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak yang
mengakibatkan perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian (Khairunnisa,
2014).
Pada keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak (Cerebral Blood
Flow= CBF) ialah 50-60 ml per 100gr jaringan otak. Dari jumlah darah tersebut satu
pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya
disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Pada stroke, terjadi gangguan peredaran
darah pada daerah otak tertentu. Akibat penurunan CBF regional, suatu daerah otak
terisolasi dari jangkauan aliran darah yang mengangkut O2 dan glukosa yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak
berfungsi lagi dan karena itulah timbul manifestasi defisit neurologis berupa
hemiparalisis, hemihipsetesia, hemiparestesia yang bisa juga disertai dengan defisit
fungsi luhur seperti afasia. Timbulnya infark serebral regional dapat juga disebabkan oleh
pecahnya arteri serebral. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah, tidak lagi
mendapat pasokan darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian
menjadi infark. Daerah infark tersebut tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan defisit
neurologis, yang biasanya berupa hemiparalisis. Daerah yang tertimbun perdarahan
merupakan hematoma yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak
berikut bagian rostral batang otak, keadaan demikian dapat menimbulkan keadaan koma
dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak
(Mardjono, 2009).

16
Pada pasien didapatkan penurunan kesadaran, adanya muntah satu kali yang
terjadi secara mendadak, kelemahan lengan dan tungkai kanan, sudut bibir kanan pasien
tertinggal saat tersenyum, deviasi lidah ke kanan, dan disartria mengarahkan diagnosis
etiologi pada stroke hemoragik. Kecurigaan diarahkan pada stroke hemoragik
berdasarkan manifestasi klinis yang terjadi menurut Algoritma Gadjah Mada, Model
Diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis dan Skor Siriraj.

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada.

17
Gambar 2. Model Diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis. (Bahrudin, 2012)

Gambar 3. Skor Siriraj (Aboyomi et.al., 2002)

Sesuai dengan algoritma Gajdah Mada, pada pasien ini ditemukan adanya
penurunan kesadaran yang apabila positif maka mengarahkan pada diagnosis stroke
hemoragi (stroke perdarahan). Berdasarkan Model Diagnostik Stroke Bahrudin, diagnosis
pasien mengarah pada stroke hemoragi karena memiliki 3 gejala klinis dominan, yaitu
pasien mengalami penurunan kesadaran dan muntah proyektil sebanyak satu kali, serta
tekanan sistolik pasien saat di IGD 200 mmHg. Perhitungan rumus Siriraj pada pasien ini
adalah (2,5 x 2) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3 x 0) – 12= +4. Skor +4
diintrepetasikan sebagai stroke hemoragi. Strok hemoragi (stroke perdarahan) adalah
stroke yang terjadi akibat pecahnya suatu mikro aneurisme yang berasal dari etat crible di
otak. Stroke perdarahan ini dapat menyebabkan terjadinya edema serebri, khususnya
edema vasogenik. Edema serebri merupakan faktor untuk menentukan prognostik atau
kesadaran pasien yang dapat diukur menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) pada
pasien stroke. Pada beberapa penelitian, diketahui bahwa 64,3% stroke perdarahan

18
mengalami edema serebri dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran. Maka adanya edema
serebri pada stroke perdarahan berhubungan dengan penurunan kesadaran pasien
(Kusumaningtyas et.al. 2014). Salah satu tantangan utama pada stroke perdarahan
intraserebral (ICH) adalah pembentukan edema perihematomal,yang terbentuk cepat
setelah perdarahan. Pembentukan edema setelah ICH terjadi pada tiga fase temporal yang
berbeda pada jam-jam pertama setelah ICH, seiring dimulainya retraksi bekuan. Sel darah
merah utuh dalam wilayah hematoma belum ditemukan berkontribusi terhadap
pembentukan edema. Kaskade koagulasi menjadiaktif selama 24 hingga 48 jam, namun
trombin menjadi aktif dan mencetuskan pembentukan edema dan gangguan lebih lanjut
dariintegritas sawar darah-otak. Tahap ketiga pembentukan edema dimulai ketika sel-sel
darah merah di hematoma mulai lisis, dan hemoglobin beserta produk degradasi
didistribusikan ke parenkim otak sehingga memulaireaksi inflamasi yang kuat (Hasna &
Dalhar, 2017).
Saat tiba di IGD RSPS, pasien mengalami muntah sebanyak satu kali secara
mendadak dan menyembur. Pada pasien stroke hemoragik, terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat menstimulus cemoreseptor triger zone (CTZ) yaitu pusat muntah
yang ada di otak (Bahrudin, 2012).
Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu dan
saat datang ke IGD RSPS, tekanan darah pasien 200/ 90 mmHg. Tekanan darah pasien
saat itu termasuk dalam Hipertensi Emergensi. Hipertensi emergensi adalah keadaan
gawat medis ditandai dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik >
120 mmHg, disertai kerusakan organ target akut (Aronow, 2017). Hipertensi dapat
meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke sekitar dua sampai empat kali. Tekanan
darah sistemik yang meningkat akan membuat pembuluh darah serebral berkonstriksi.
Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah
meningkat cukup tinggi selama berbulan‐bulan atau bertahun‐tahun, akan menyebabkan
hialinisasi pada lapisan otot pembuluh darah serebral yang mengakibatkan diameter
lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya, karena pembuluh
serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi
fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka
tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat, sehingga akan mengakibatkan iskemik
serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi
pada dinding kapiler menjadi tinggi yang mengakibatkan terjadi hiperemia, edema, dan
kemungkinan perdarahan pada otak (Qurbani & Wibowo, 2016).
19
Pada pasien ini ditemukan adanya gejala klinis fungsional otak yang bersifat fokal
yang timbul secara mendadak yaitu lengan dan tungkai kanan tidak dapat digerakkan,
sudut bibir kanan pasien tertinggal saat tersenyum, deviasi lidah ke kanan, dan disartria.
Kondisi ini disebabkan hemiparesis dekstra, parese N. VII dextra tipe sentral, dan parese
N. XII dextra tipe sentral. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi tergantung
pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat.
Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat perdarahan,
trombosis atau emboli. Dapat juga karena peradangan, degenerasi dan penekanan oleh
proses desak ruang dan sebagainya. Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah
tubuh sehingga disebut hemiparesis, karena lesinya menduduki kawasan susunan
pyramidalis sesisi. Kerusakan pada seluruh korteks pyramidalis sesisi menimbulkan
kelumpuhan UMN pada belahan tubuh kontralateral. Dalam hal ini hemiparesis dekstra
jika sisi tubuh kanan yang mengalami kelemahan. Semua neuron yang menyalurkan
impuls motorik ke LMN adalah tergolong UMN. Neuron tersebut berada di gyrus
preentralis dan dinamakan dengan korteks motorik dan masing-masing memiliki
hubungan dengan gerak otot tertentu. Korteks motorik yang menghadap ke fisura
longitudinalis memiliki koneksi dengan tungkai bawah dan gerak otot kaki. Sedangkan
yang menghadap ke fisura lateralis mengurus gerak otot laring, faring,dan lidah.
Melaluiaksonnya neuron korteks motorik menghubungi otoneuron yang membentuk inti
motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterius medulla spinalis. Akson-akson
tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak
turun dari korteks motorik dan di tingkat thalamus dan ganglia basalis mereka berada di
antara kedua bangunan tersebut. Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar
meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara
langsung di motoneuron saraf kranial motorik atau interneuronnya di sisi kontralateral.
Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti- inti saraf kranial motorik sisi
ipsilateral juga. Di perbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-
serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal
lateral yang berjalan di funikulus posterolateralis kontralateral.sebagian darimereka tidak
menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medulla spinalis di funikulus ventralis
ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral.
Defisit neurologi pada stroke salah satunya adalah defisit komunikasi berupa
disartria. Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem

20
saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam
proses artikulasi untuk pembentukan suara pengucapan sehingga penderita mengalami
kesulitan dalam mengujarkan suatu kata atau kalimat (Hidayati, 2013).
Untuk dapat mendiferensiasi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan untuk membatu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan CT-Scan yang dilakukan didapatkan adanya gambaran
perdarahan intraserebral yang memastikan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah stroke
hemoragik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of Translational


Medicine. Vol 5.
Bahrudin M., 2012. Model Diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Broderick J, Sander C, Edward F, Daniel H, Carlos K, Derk K., et al. 2007. Guidelines for the
management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults. J of American Heart
Association. (1): 2005-17.
Castillo J, Leira,R., Garcia MM. 2004. Blood pressure decrease during the acute phase of
ischemic stroke is associated with brain injury and poor stroke outcome. Stroke
Magazine. (35): 520–6.
Cohen SN. 2000. The subacute stroke patient: preventing recurrent stroke. In Cohen SN.
Management of Ischemic Stroke. Mc Graw-Hill. Pp. 89-109.
Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel,LJ, et al. 2006. Primary prevention of ischemic
stroke: A guideline from the american heart association/american stroke association
stroke counsil. Stroke. (37):1583-633.
Hasna U.& Dalhar M. 2017. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Edema Serebri. Universitas
Brawijaya. Malang.
Hidayati K. 2013. Ekspresi Verbal Penderita Diasartria:Analisis Neurolinguistik pada Remaja
Tuna Grahita. Universitas Andalas. Padang
Khairunnisa N. 2014. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke Non-
hemorrhagic. JUKE Unila. 2(3): 53.
Konndrup J, Rasmussen HH, Hamberg O. 2003. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new
method based on an analysis of controlled clinical trials. Clin Nutrition. (1):321–36.
Kusumaningtyas DG, Ghofir A, & Dananjoyo K. 2014. Hubungan Edema Serebri dengan
Penurunan Kesadaran pada Pasien Stroke Perdarahan di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito
Tahun 2013. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mardjono, M. 2009. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar
edisi kesebelas. Dian Rakyat.
Morgenstern L., BJ. Claude H, Craig A, Kyra B, Joseph PB, Sander C, et al. 2010. Guidelines
for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage. J of American Heart
Association. (1):2115-21.
Nasution LF. 2013. Stroke Non Hemoragik Pada Laki-Laki Usia 65 Tahun. JUKE Unila 1(3):8.
Parmet, S., Tiffany, J.G., Richard, M.G. 2004. Hemmorhagic stroke. J of American Medical
Association. 15(292):1916.

22
PERDOSSI. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI). 2011.
Price S.A. dan Wilson L. 2006. Patofisologi: Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Qurbani Z.T. & Wibowo A. 2016. Stroke Hemoragik e.c. Hipertensi Grade II. Universitas
Lampung. Lampung.

23

Anda mungkin juga menyukai