Disusun oleh:
AHMAD FATHONI
20184010091
Diajukan kepada:
2018
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KETUBAN PECAH DINI
Disusun oleh :
Ahmad Fathoni
NIM : 20140310083
NIPP : 20184010091
Pembimbing
Presentasi kasus ini selain disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mengikutiujianakhir di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi, dan
juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai PPROM.
1. Allah SWT, telah memberikan segala nikmat yang tidak terhingga sehingga
mampu menyelesaikan Presentasi Kasus ini dengan baik.
2. dr. Bambang Basuki, Sp.OG (K) selaku dokter pembimbing dalam
menyelesaikan presentasi kasus ini.
3. Teman-teman Co-Assistensi seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
Penulis
DAFTAR ISI
B. ANAMNESA ................................................................................................ 8
F. DIAGNOSIS ............................................................................................... 13
G. PROGNOSIS .............................................................................................. 13
H. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 13
B. ETIOLOGI .................................................................................................. 16
C. KLASIFIKASI ............................................................................................ 17
D. PATOGENESIS.......................................................................................... 17
H. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 30
I. PROGNOSIS .............................................................................................. 38
J. KOMPLIKASI ............................................................................................ 38
BAB IV ............................................................................................................. 40
PEMBAHASAN ............................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42
BAB I
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Identitas pasien Identitas suami/Orangtua
Nama : Ny. R Nama : Tn. A
Usia : 21 tahun Usia : 22 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Porontokusuman, Alamat : Porontokusuman,
Yogyakarta Yogyakarta
B. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan perut pasien merasa kencang-kecang dan merasa
keluar cairan yang diduga air ketuban dari jalan lahir.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 22 tahun G1P0A0 hamil 27 minggu 3 hari
datang ke RSUD Panembahan Senopati Bantul. Pasien merasa mulai
kencang-kencang dan keluar darah tanggal 25 Juni 2018, keluar lendir
darah tanggal 29 Juni 2018 dan merasa keluar air ketuban pada tanggal 30
Juni 2018. Pasien mengalami emesis/hiperemesis waktu usia kehamilan 1 –
2 bulan, pusing (-), mual (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Urologi : disangkal
Kardiovaskuler : disangkal
Saraf : disangkal
Hipertensi : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
TBC : disangkal
Asma : disangkal
Penyakit kelamin/HIV AIDS : disangkal
*Riwayat alergi : makanan (-), obat (-), lain-lain (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit menular : TBC (-), HIV(-), Hepatitis (-), PMS(-), Lain-lain (-)
Penyakit menurun : DM (-), Hipertensi (-), Jantung (-), epilepsy (-),
Gangguan jiwa (-), kelainan bawaan (-), hamil kembar (-), lain-lain (-)
e. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun.
Siklus menstruasi : 28 hari, teratur.
Lama menstruasi : 6 hari, teratur, encer.
Flour Albus : warna putih, bau (-)
HPHT : 20 Desember 2017
HPL : 26 September 2018
Disminore (-), Spoting (-), Menorargia (-), Metrorargia (-), PMS (-)
f. Riwayat Perkawinan
Pernikahan pertama, kawin pertama kali umur 20 tahun dengan suami
sekarang 7 bulan.
g. Riwayat Kontrasepsi
-
h. Riwayat Kehamilan
G1P0A0
No Tanggal Usia Jenis Penolong BBL JK
Lahir Kehamilan Persalinan
1 Hamil ini 27+2 mg - -
i. Riwayat ANC
6 kali di bidan dan dokter
Trimester I : 2 kali di bidan
Trimester II : 4 kali di dokter
Trimester III : -
j. Riwayat Kebiasaan
Pola makan: 3 kali/hari, terakhir makan jam 18.30 WIB
Pola minum: 1500-2000 cc/hari
Tidak ada pantangan makanan dan minuman
BAK : 2-5x /hari , warna khas urin, jumlah banyak
BAB : 1 kali/ 2 hari, konsistensi lembek, warna cokelat kuning
Pola istirahat: tidur 7-9 jam/hari
Psikososial: alkohol (-) merokok (-) jamu (-) obat-obatan herbal (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5 ˚C
Status antropometri : TB : 161 cm, BB : 67 kg, LLA : 23 cm.
Kulit : kuning, turgor baik.
Kepala :
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pandangan kabur (-/-)
o Wajah : simetris, parese (-)
o Mulut : oral higiene baik, stomatitis (-), hiperemi faring(-),
pembesaran tonsil (-)
Leher : trakhea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
KGB (-)
Thoraks :
o Paru :
Inspeksi : Mamae simetris (+/+), Hiperpigmentasi areola (+/+),
Puting susu menonjol (+/+), Colostrum (-/-), pergerakan
pernapasan simetris tipe pernapasan thorako abdominal,
retraksi costa (-/-)
Palpasi : teraba massa abnormal (-/-) pembesaran kelenjar
axila (-/-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
o Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : thrill -/-
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : suara jantung S1/S2 tunggal reguler
Abdomen :
o Auskultasi : bising usus (+) normal, DJJ : 148x/menit, teratur.
Pergerakan janin > 10 kali dalam 24 jam terakhir.
o Inspeksi : Pembesaran perut membujur, Strie livide (-), Strie
albican (-), Linea alba (-) Linea nigra (-) Bekas operasi (-)
o Palpasi : TFU : 23 cm, punggung kanan, presentasi bokong
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan Ginekologi didapatkan vulva dan uretra tenang, dinding
vagina licin, terdapat portio tebal lunak, pembukaan 0 cm, lendir darah (-), air
ketuban (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan UltraSonography
Janin tunggal, memanjang, presentasi bokong, DJJ (+), gerak janin (+),
plasenta fundus, Ak sedikit (AFI 2,91).
Laboratorium (01.07.2018)
E. DIAGNOSIS
PPROM, G1P0A0 hamil 27+3 minggu bdp
F. PROGNOSIS
Dubia
G. PENATALAKSANAAN
- Manajemen konservatif
- Obervasi KU/VT/DJJ/His/tanda-tanda chorioamnionitis
H. Follow Up
Tanggal Follow Up
1 Juli 2018 S : air ketuban merembes sejak tanggal 30 Juni 2018
07.00 pukul 19.00, pasien merasakan kenceng-kenceng
jarang
O : KU Baik, sadar
TD : 110/70, n : 88x/menit, R : 21x/menit, t : 37,3oC
DJJ : 130x/menit, His (-)
USG : janin tunggal, memanjang, presentasi bokong, DJJ
(+), gerakan janin (+), plasenta di fundus, Ak sedikit
(AFI : 291 cm) EFW : 1037 gram.
Pemeriksaan dalam : pembukaan serviks (-), serviks
lunak di posterior, LD (-), Ak (+), tidak teraba bagian
janin.
A : PPROM 12 jam, G1P0A0, hamil 27 + 4 minggu, bdp
P:
- Inj. Dexamethasone 1A/12jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- Nifedipine 3 x 10 mg
- Lapor dr. Erick Sp. OG, acc Dx Tx, cari rujukan ke
RS Sarjito
2 Juli 2018 S : Ibu merasakan kencang-kencang (+), ketuban masih
13.00 merembes.
O : KU baik, sadar
TD : 120/70 mmHg, n : 84x/menit, R : 19x/menit, t :
36,7oC
DJJ : 138x/menit, His (-)
A : PPROM, G1P0A0 hamil 27+5 minggu
P:
- Inj. Dexamethasone 1A/12 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
- Nifedipin 3 x 10 mg
3 Juli 2018 S : Ibu masih merasakan air ketuban merembes, kenceng-
13.00 kenceng (+)
O : KU baik, sadar
TD : 110/70 mmHg, N : 76x/menit, R : 20x/menit, t :
36,8oC
Ak (+), DJJ : 152x/menit, His (-)
A : PPROM, G1P0A0 uk 27+6 minggu
P:
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Rujuk RS Sarjito – amnioinfusion
4 Juli 2018 S : Air ketuban merembes, kencang-kencang (-)
07.00 O : KU baik, sadar
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/menit, R : 22x/menit, t :
36,9oC
His (-), DJJ 140x/menit
A : PPROM, G1P0A0 hamil 28 minggu
P:
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Rujuk RS Sarjito (amnioinfusion)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membrane/PROM) terjadi
pada ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu yang ditandai
dengan pecahnya ketuban sebelum masuk awal persalinan. Sedangkan,
ketuban pecah dini preterm atau preterm premature ruptur of the membrane
(PPROM) terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Pecahnya
ketuban dibuktikan dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes ferning (+).
Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling
sering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu (Sarwono, 2010).
PPROM dibedakan menjadi PPROM < 24 minggu (previable
PPROM), 24 – 336/7 minggu (early PPROM) dan PPROM 34 – 36 6/7 minggu
(near term PPROM). Penelitian mengenai PPROM < 24 minggu (previable
PPROM) menghasilkan hasil yang bervariasi antar peneliti dikarenakan
kemajuan dalam perawatan intensif neonatal. Previable PPROM sangat erat
kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas janin (Anna et al, 2007 ).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari preterm premature rupture of the membranes (PPROM)
masih belum dapat diketahui dan ditentukan secara pasti. Beberapa peneliti
menyebutkan etiologi dari PPROM sangat kompleks dan multifaktor. Faktor
risiko yang menyebabkan ketuban pecah dini antara lain infeksi, degradasi
kolagen, trauma, ketegangan intrauterine, peningkatan tekanan intrauterine,
kematian sel amnion, korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD
sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek
(Anna et al, 2007).
Banyak penelitian membuktikan bahwa hubungan antara kejadian
PPROM dengan infeksi sangat kuat. Mikroorganisme seringkali ditemukan di
cairan ketuban. Pada penderita PPROM lebih banyak ditemukan
mikroorganisme dibandingan dengan persalinan preterm dengan ketuban yang
masih utuh. Selain itu, kejadian PPROM secara signifikan sering ditemukan
pada ibu hamil dengan infeksi saluran genital. Bakteri yang sering
menyebabkan kejadian ini antara lain, Streptococcus group-B dan bakteri
vaginosis. Bakteri pada saluran genital bawah memproduksi fosfolipase yang
dapat menstimulasi produksi prostaglandin yang selanjutnya dapat
menyebabkan kontraksi uterus. Selain itu, adanya bakteri di saluran genital
juga menyebabkan respon imun pada endoserviks dan/atau selaput janin yang
menyebabkan inflamasi multipel (terutama matriks metaloproteinase) yang
dapat melemahkan membran dan terjadi PPROM (Canavan et al, 2004).
C. KLASIFIKASI
PPROM dapat diklasifikan menjadi :
a. Very early PPROM (16 – 236/7 minggu)
b. Early PPROM (24 – 336/7 minggu )
c. Near-term PPROM (34 – 366/7 minggu)
D. PATOGENESIS
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriksekstraselular. Perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan tissue inhibitors metalloproteinase-1 (TIMP-
1) mengarah pada degradasi proteolitik dari matriksekstraselular dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik inimeningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban sehingga pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.
Disamping itu ketuban pecah dini preterm juga sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten servik, serta solusio plasenta.4 Banyak teori,
mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian
besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). 4 Kolagen
terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan 12 kolagen dikontrol oleh
sistem aktifas dan inhibisi interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada
infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen
pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
1. Faktor infeksi
Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi
penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Rongga ketuban
biasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat
bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah
temuan patologis yang dikenal sebagai invasi mikroba dari rongga
amnion. Kebanyakan kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi
tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis
dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur dengan
membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah
12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran pada pasien tersebut pada saat
dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali lipat
(22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada
cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran
kembali pada saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75%
(Agrawal, et al., 2011).
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30%
melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina seperti
Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, Trichomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membran pada selaput ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN
dan makrofag. IL-1, IL6, TNF-α yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley,
1997).
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus
dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu
dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap
infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriks MMP-1
dan MMP-3 (Ulug, 2001).
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan
(Julianti, 2001). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi,
karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
b. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang
wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia
kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang
telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28 minggu
dan telah melahirkanbuah kehamilanya 2 kali atau lebih. Sedangkan
grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007). Wanita yang telah
melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan
sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih
beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
c. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan
mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia.
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami
hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu
hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat,
cepat lelah, mata berkunang-kunang. Pemeriksaan darah dilakukan
minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester pertama dan
trimester ke tiga.
Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian
intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan
mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus,
persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah
dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio
plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba,
2009). Menurut Depkes RI (2005), bahwa anemia berdasarkan hasil
pemeriksaan dapat digolongkan menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia,
(2) 9-10 gr % anemia sedang, (3) < 8 gr % anemia berat.
d. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas
tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung
lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk
karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-gangguan
seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang
lebih tinggi (Sinclair, 2003).
e. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi
kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat
ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita
yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita
yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi
membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
f. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan
dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba,
2009).
g. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan
kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah (Saifudin.2002)
F. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuksementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009).
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua
pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan
dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan
yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum).
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi
dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor
risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa
indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko
infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu
dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak
menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai
adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual. Dilatasi
serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan
baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks
(satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan
lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur. Jika cairan amnion
jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan
amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari
arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat
adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari
rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah
dini.
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau
indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal
janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka
kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya
volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG
dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/
perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani
pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan.
Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1(IGFBP-
1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion,
atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda
tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu,
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan
vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm (Torbe et
al, 2010)
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena
infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu.
Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD.
Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan
penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis.
MEDIKAMENTOSA D R FREKUENSI
Benzilpenisilin 1,2 gram IV Setiap 4 jam
Klindamisin (jika 600 mg IV Setiap 8 jam
sensitif penisilin)
Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam
perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai
dengan tabel di atas.
Perempuan dengan infeksi HSV yang aktif atau HIV dengan viral load > 1000
memerlukan penatalaksanaan yang khusus, terutama jika PPROM terjadi pada
usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
Semua ibu hamil dengan PPROM harus selalu dipantau tanda dan gejala
infeksi dengan melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan antara pemeriksaan tanda vital (suhu, nadi, respirasi, tekanan darah),
denyut jantung janin, kontraksi uterus dan discharge vagina. Adanya demam yang
tidak diketahui penyebabnya besar kemungkinan terjadinya korioamnionitis jika
ibu mengalami PPROM.
I. PROGNOSIS
Prognosis dari KPD tergantung dari cara penatalaksanaan, komplikasi
yang ditimbulkan, dan umur kehamilan ibu. Semakin muda usia kehamilan
maka prognosis KPD terutama pada janin semakin buruk. Prognosis pada
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini tergantung dari usia
kehamilan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, persalinan prematur,
RDS (respiratory distress syndrome), korioamnionitis, abruptio plasenta,
antepartum fetal death, dan lain lain. 50% dari kejadian persalinan prematur
terjadi dalam 24 jam dan 80-90% terjadi dalam 7 hari setelah pecahnya
ketuban. Persalinan prematur dan komplikasi dari prematuritas adalah
penyebab paling besar dari mortalitas dan morbiditas dari ibu dan janin.
Komplikasi berkurang seiring dengan bertambahnya usia gestasi.
Pada ibu hamil yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dikarenakan
oleh infeksi dapat menyebabkan ibu menderita korioamnionitis, endometritis
dan sepsis. Angka kejadian dari korioamnionitis sekitar 3-15%. Ibu yang
terkena korioamnionitis dapat menyebabkan infeksi pada serebral dan paru
neonatus (Meller et al, 2018).
Komplikasi lain yang dapat terjadi akibat dari ketuban pecah dini adalah
abruptio plasenta, kematian perinatal, hipoplasi pulmonal, peningkatan sectio
cesarean dan retensi plasenta. Komplikasi tersebut lebih umum terjadi pada
early dan very early PPROM.
PEMBAHASAN