Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN UJIAN AKHIR PRAKTEK KLINIK KEPERAWTAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA NON HEMORAGIK DI

RUANG UNIT STROKE DI RUMAH SAKIT Tk. II dr. SOEPRAOEN

MALANG

OLEH

ALDYS ROSALINDA

NIM 16.1.074

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN MALANG

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN UJIAN AKHIR PRAKTEK KLINIK KEPERAWTAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA NON HEMORAGIK DI

RUANG UNIT STROKE DI RUMAH SAKIT Tk. II dr. SOEPRAOEN

MALANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

Keperawatan Pada Prodi Keperawatan Politeknik Kesehatan

RS. dr. Soepraoen Malang

OLEH

ALDYS ROSALINDA

NIM 16.1.074

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN RS. dr. SOEPRAOEN MALANG

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LEMBAR PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disetujui oleh Tim Penguji pada Ujian Praktek

Program Studi Keperawatan Politeknik Kesehatan RS dr. Soepraoen

Malang

Tanggal 15 Juli 2019

TIM PENGUJI

Penguji Pertama Penguji Kedua

(Ns. Riki Ristanto,M.Kep) (Ns. Yoyok Irawan,S.Kep)

Penguji Ketiga

(Ns. Bayu Budi Laksono,M.Kep)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Ujian Akhir Praktek Klinik Keperawatan kami dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada NY.S Dengan Diagnosa Medis CVA NON

HEMORAGIK Di Ruang Unit Stroke Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen

Malang”

Dalam penyusunan laporan penulis mendapatkan banyak

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam

kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada yang

terhormat dosen pembimbing dan Ci lahan kami.

Penulis beruasaha untuk dapat menyelesaikan laporan akhir ini

dengan sebaik –baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesumparnaan penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran dan semua pihak, untuk

menyempurnakanya, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak

lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Letnan Kolonel (Ckm) Arief Efendi, SMPh., SH, S.Kep.,Ners,

M.M, selaku Direktur Poltekkes RS dr. Soepraoen Malang

2. Bapak Kumoro Asto Lenggono, M.Kep, selaku Ka Prodi Keperawatan

Poltekkes RS dr. Soepraoen Malang dan selaku penguji I dalam

laporan ini yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan

kepada penulis.
3. Bapak Riki Ristanto,S.Kep.,Ners.M.Kep selaku Penguji I dalam

penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada

penulis.

4. Bapak Yoyok Irawan,S.Kep.,Ners selaku Penguji II dalam penelitian

ini yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Bayu Budi Laksono,S.Kep.,Ners.M.Kep selaku Penguji III

dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan saran

kepada penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Prodi Keperawatan dan seluruh pihak yang

telah membantu kelancaran penelitian ini yang tidak dapat peneliti

sebutkan satu persatu.

Penulis berusaha untuk menyelesaikan Laporan Akhir Ujian Praktik

Klinik ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari

bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan,

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak, untuk

menyempurnakannya.

Malang, 15 Juli 2019

Penulis

;
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut secara fokal atau

global yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak,

secara mendadak yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan

daerah fokal di otak yang terganggu. Cva non hemoragik adalah stroke

yang disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak

tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah

tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada

akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi

lagi.

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal

dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke

yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta

kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi

stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan

oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal

dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya

15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan

(Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa Tengah


menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah

tahun 2014 adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun

2013 sebesar 0,03%. Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo

saja terdapat kasus stroke non hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo,

2014).

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor

pencetus dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang

menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung,

hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.

Beberapa kebiasaan dan penyakit yang dapat menyebabkan

stroke yaitu kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, diabetes

mellitus, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit metabolik lain seperti

peningkatan kadar asam urat dan kolesterol dalam darah (Depkes,

2013). Data Riskesdas 2010 menunjukkan rata-rata konsumsi

karbohidrat penduduk Indonesia 255 gram per hari atau 61% dari total

konsumsi energi. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)

menganjurkan konsumsi karbohidrat maksimal 60% dari total konsumsi

energi. Rata-rata konsumsi lemak penduduk Indonesia adalah 47,2

gram atau 25,6% dari total konsumsi energi, sedangkan di Jawa tengah

mencapai 28,7%, ini menunjukkan kontribusi energi dari lemak

melebihi anjuran PUGS yaitu seperempat dari total energi. Trigliserida

meningkat bila mengonsumsi bahan makanan seperti alkohol, makanan

manis, santan dan karbohidrat secara berlebihan (Dalimartha, 2011).

Sebagian besar makanan yang berasal dari hewan juga terdiri atas
trigliserida. Trigliserida merupakan bentuk lemak yang terdapat paling

banyak di dalam makanan maupun tubuh (Hartono, 2006). Konsumsi

makanan yang mengandung lemak dapat meningkatkan kadar

trigliserida dalam darah. Tingginya kadar trigliserida menjadi masalah

karena trigliserida merupakan zat di dalam aliran darah dan semakin

tinggi trigliserida semakin besar kemungkinan tertimbun pada

dinding pembuluh darah, karena itu peningkatan kadar trigliserida dapat

menjadi faktor resiko dari penyakit stroke (Soeharto, 2001). Kadar

trigliserida yang tinggi dalam darah dapat memicu stroke dimana

pembentukan aterosklerosis pada dinding pembuluh darah masih

merupakan hal yang mendasar untuk terjadinya iskemik otak (Goldstein

et al., 2006). Masih banyak pendapat tentang keterkaitan trigliserida

sebagai faktor resiko stroke, namun ada beberapa penelitian yang

menunjukkan bahwa peningkatan kadar trigliserida dapat menjadi faktor

yang independen sebagai faktor resiko stroke (Pikija et al., 2006).

Pada stroke iskemik terapi yang dilakukan adalah mereostorasi atau

memulihkan kembali aliran darah ke otak dengan menghilangkan

sumbatan serta menghentikan kerusakan seluler akibat iskemik (Ikawat,

2011). Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah

sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke

merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan yang

cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam

melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik,


serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja

tetapi juga psikologis penderita.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Diagnosa

Medis CVA Non Hemoragik di Ruang Unit Stroke Rumah Sakit Tk.

II dr. Soepraoen Malang ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan

Diagnosa Medis CVA Non Hemoragik di Ruang Unit Stroke

Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep teori penyakit CVA Non Hemoragik

dari pengertian sampai penatalaksanaan.

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit

CVA Non Hemoragik mulai dari pengkajian sampai

Implementasi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi

1. Otak

Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan

sekitar 100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5 %

dari berat tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata

digunakan oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak

mampu menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari

pasokan aliran darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan

nutrisi. Pada dasarnya otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi

tertentu yaitu:

Gambar 2.1 Anatomi otak


a. Otak besar, Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan

dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara,

integritas informasi sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang

halus. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus

frontalis, lobus parientalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.

b. Otak kecil, Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk

koordinasi gerakan dan keseimbangan.

c. Batang otak, Berhubungan dengan tulang belakang,

mengendalikan berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi

gerakan mata, menjaga keseimbangan, serta mengatur

pernafasan dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak

tengah, pons dan medula oblongata.

2. Saraf kepala dibagi dua belas yaitu:

a. Nervus olvaktorius, Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa

oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga

hidung ke otak.

b. Nervus optikus, Mensarafi bola mata, membawa rangsangan

penglihatan ke otak.

c. Nervus okulomotoris, Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital

(otot pengerak bola mata), menghantarkan serabut-serabut saraf

para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.

d. Nervus troklearis, Bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital.

Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf

penggerak mata.
e. Nervus trigeminus, Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini

mempunyai tiga buah cabang, fungsinya sebagai saraf kembar

tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar. Sarafnya yaitu:

f. Nervus abdusen, Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.

g. Nervus fasialis, Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-

serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir

ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf

otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya

sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

h. Nervus auditoris, Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar,

membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.

Fungsinya sebagai saraf pendengar.

i. Nervus glosofaringeus, Sifatnya majemuk (sensori dan motoris)

mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa

rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus vagus, Sifatnya majemuk ( sensoris dan motoris)

mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan para simpatis

faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,

kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. fungsinya sebagai

saraf perasa.

k. Nervus asesorius, Saraf ini mensarafi muskulus

sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai

saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus, Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya

sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum

penyambung.

2.1.2 Pengertian

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut secara fokal atau

global yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak,

secara mendadak yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan

daerah fokal di otak yang terganggu.

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah

tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain

selain vaskuler.

Stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena

adanya sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah

otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat

pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak

di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi.

2.1.3 Klasifikasi Modifikasi Marshall

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

a. Stroke Iskemik

 Transient Ischemic Attack (TIA)


 Trombosis serebri

 Emboli serebri

b. Stroke Hemoragik

 Perdarahan intraserebral

 Perdarahan subarachnoid

2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu

a. TIA

b. Stroke – in – evolution

c. Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah

a. Sistem karotis

b. Sistem vertebro-basilar

2.1.4 Perbedaan Sreoke Hemoragik dan Non Hemoragik

Pada pemeriksaan CT-Scan (Computerized Tomography

Scanning), stroke hemoragis akan terlihat gambaran lesi hiperdens,

sedang pada stroke non hemoragis terlihat gambaran lesi hipodens.


Selain itu, diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis.

Gejala – gejala Perdarahan Infark


Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (“warning”) -- ++ (TIA)
Nyeri kepala +++ +
Kejang – kejang + -
Muntah + -
Kesadaran menurun +++ +

2.1.5 Klasifikasi Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik dibagi menjadi beberapa tipe menurut

penyebabnya, yaitu :

1. Trombosis

Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke

yang terjadi karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak


oleh karena adanya gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses

aterosklerotik (pengerasan arteri). Stroke karena trombosis ini

merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir 40% dari seluruh

stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu pembuluh

darah tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya

mendapat pasokan oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan

nutrisi dan oksien (iskemia) dan akhirnya menjadi mati (infark). Plak

aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh darah besar di sekitar

leher ataupun di dasar otak.

Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor,

seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, dan faktor-faktor

lainnya. Aterosklerosis terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk

kolesterol di bawah lapisan intima pembuluh darah. Plak aterosklerotik

sering dijumpai di kelokan-kelokan atau percabangan arteri besar,

seperti misalnya arteri karotis leher. Setelah umur 50 tahun, tampaknya

ada kecenderungan bahwa arteri-arteri serebral yang kecil juga terkena

proses aterosklerosis. Penyempitan yang disebabkan oleh plak

aterosklerotik bisa mencapai 80-90% dari diameter pembuluh darah,

tanpa menimbulkan gangguan pada daerah yang diperdarahi arteri

yang bersangkutan. Namun, arteri-arteri yang sudah mempunyai plak

aterosklerotik itu cenderung mendapat komplikasi berupa trombosis.

Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering terjadi di malam

hari pada saat tidur atau tidak beraktivitas. Pasien biasanya baru sadar

bahwa mereka mengalami kelemahan anggota badan sesisi pada saat


mereka bangun. Gejala kelemahan tersebut biasanya akan semakin

memburuk dalam beberapa hari ke depan, kemudian stabil, baru

mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari kemudian.

2. Lakunar

Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada pembuluh-pembuluh

darah kecil yang ada di otak. Terjadi pada sekitar 20% kasus dari

seluruh stroke. Stroke lakunar ini disebabkan oleh adanya sebuah

lesi/luka yang kecil, berbatas jelas berukuran kurang lebih 1,5 cm

yang biasanya terletak di daerah subkortikal, kapsula interna, batang

otak, dan serebelum. Stroke lakunar ini berkaitan kuat dengan

hipertensi dan juga dihubungkan dengan perubahan mikrovaskular

yang timbul karena hipertensi kronis dan diabetes mellitus.

Penyumbatan pada pembuluh darah kecil ini biasanya tidak

memberikan dampak stroke yang parah.

3. Emboli Serebral

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya

gumpalan darah/bekuan darah yang berasal dari jantung dan kemudin

terbawa aliran darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh

darah di otak. Proporsinya sekitar 20% dari seluruh kasus stroke.

Bekuan darah dari jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut

jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup

jantung, infeksi di dalam jantung, dan juga operasi jantung.


Selanjutnya berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragis

masih dapat dikelompokkan menjadi :

1. TIA (Transient Ischemic Attack)

TIA atau yang disebut serangan iskemik sesaat adalah serangan pada

pembuluh darah otak karena terjadi gangguan akut dari fungsi fokal

serebral dengan tanda dan gejala yang hampir sama dengan stroke,

tetapi semua gejala kelumpuhan dan defisit neurologis tersebut akan

hilang kurang dari 24 jam biasanya disebabkan karena emboli atau

trombosis. Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh dalam waktu 1 jam

dan 90% telah sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan demikian pada

umumnya setelah 4 jam sudah dapat dibedakan antara TIA dengan

stroke (komplit). Oleh karena otak mendapat darah dari dua sistem,

yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris, maka TIA dibedakan

menjadi :
a. TIA yang disebabkan oleh gangguan dari sistem karotis

Gejala – gejala :

 Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri

(amaurosis fugax), terutama bila disertai atau bergantian

dengan :

 Kelumpuhan lengan atau tungkai atau kedua-duanya, pada sisi

yang sama

 Defisit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan lengan

atau tungkai saja secara unilateral

 Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara (afasi)

 Pemakaian dari kata-kata yang salah atau diubah.

b. TIA yang disebabkan oleh gangguan dari sistem vertebrobasilaris

Gejala – gejala :

 Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan/atau muntah,

terutama bila disertai dengan diplopia, dysphagia atau

dysarthria

 Mendadak tidak stabil

 Unilateral atau bilateral (atau satu sisi kemudian diikuti oleh sisi

yang lain) gangguan visual, motorik atau sensorik

 Hemianopsia homonim

 Drop attack, yaitu keadaan dimana kekuatan kedua tungkai

tiba-tiba menghilang sehingga penderita jatuh.


2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Seperti halnya pada TIA, gejala neurologis yang ada pada RIND juga

akan menghilang, hanya saja waktunya lebih dari 24 jam, namun

kurang dari 21 hari.

3. Progressing stroke atau Stroke in evolution

Pada bentuk ini kelainan yang ada masih terus berkembang ke arah

yang lebih berat.

4. Completed stroke

Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada

sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.

Pada pemeriksaan CT-Scan, tidak akan terlihat bila infark terletak

di daerah batang otak, padahal pada batang otak terdapat pusat-pusat

organ vital. Oleh karena itu, adanya kelainan pada batang otak ini harus

dapat diketahui dan ditentukan berdasarkan gambaran klinisnya.

Perbedaan antara infark pada hemisferium dan batang otak adalah

sebagai berikut :
Hemisferium Gejala dan Tanda Batang otak
Unilateral Gangguan jaras kortikospinal Bilateral
-- Tanda alternan (wajah kiri, anggota ++
badan sisi kanan dan sebaliknya)
-- Gangguan sistem labirin (vertigo, ++
nistagmus)
++ Gangguan gerak bola mata, deviasi --
konjugae ke sisi lesi
-- Nistagmus ++
+ Defek lapang pandang --
-- Kelainan pupil, sindrom Horner ++
-- Kelumpuhan tipe LMN dari N. III, VI, ++
V, VII, X, XII
Unilateral Defisit sensorik Bilateral
++ Gangguan kognitif --
-- Diplopia ++

2.1.6 Etiologi

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Aterosklerosis, Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan

ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam

pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini

juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding

arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian

mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan

atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.

2. Infeksi, Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh

darah, terutama yang menuju ke otak.


3. Obat-obatan, Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat

menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan

mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

4. Hipotensi, Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya

menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi

ini sangat parah dan menahun.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

3. Kelainan jantung / penyakit jantung,

4. Diabetes mellitus (DM),

5. Usia lanjut,

6. Polocitemia,

7. Peningkatan kolesterol (lipid total),

8. Obesitas,

9. Perokok

10. kurang aktivitas fisik

2.1.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada arteri yang diserang

(dan, akibatnya, bagian otak yang disuplainya), keparahan kerusakan, dan


perluasan sirkulasi kolateral yang berkembang untuk membantu otak

mengimbangi suplai darah yang berkurang.

1. Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan

2. Stroke hemisfer kanan : gejala di sisi tubuh sebelah kiri

3. Stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial : tanda

disfungsi saraf kranial disisi yang sama dengan terjadinya

hemoragi

4. Gejala biasanya diklasifikasikan menurut arteri yang diserang :

a. Arteri serebral tengah : afasia, disfasia, potongan bidang visual

dan hemiparesis disisi yang diserang (lebih parah diwajah dan

lengan daripada di kaki)

b. Arteri karotid : lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensorik,

dan gangguan visual disisi yang diserang ; perubahan tingkat

kesadaran ; bunyi abnormal ; sakit kepala; afasia dan ptosis.

c. Arteri vertebrobasilar : lemah disisi yang diserang, mati rasa

disekitar bibir dan mulut, potongan bidang visual, diplopia,

koordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing, amnesia

dan ataksia.

d. Arteri serebral anterior : konfusi, lemah dan mati rasa (terutama

dikaki) disisi yang diserang, inkontinensi, hilang koordinasi,

gangguan fungsi motorik dan sensorik, dan perubahan

kepribadian.

e. Arteri serebral posterior : potongan bidang visual, gangguan

sensorik, disleksia, koma, dan kebutaan kortikal.


5. Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik, tergeneralisasi,

atau fokal

6. Premonitorik (jarang) :mengantuk, pusing, sakit kepala, dan konfusi

mental.

7. Tergeneralisasi sakit kepala, muntah, gangguan mental, sawan,

koma, rigiditas nukal, demam, dan disorientasi.

8. Fokal (misalnya perubahan sensorik dan refleks): merefleksikan

tempat hemoragi atau inarksi dan bisa memburuk.

Tanda dan gejala lain dari stroke adalah (Baughman, C

Diane.dkk,2000):

1. Kehilangan motorik.

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis

pada salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu

sisi) dan disfagia.

2. Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah

disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).

3. Gangguan persepsi

Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau

kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan

hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.

4. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang

berlawanan).

5. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensia urinarius

transier, inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin


(mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral),

Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat

mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak

yang terkena:

1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh

sebelah.

2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan

sensasi, gangguan penglihatan.

3. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan

bahasa.

4. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala

2.1.8 Patofisiologi

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan

aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan

bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan

insufisiensi aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan

perdarahan aterm.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah

atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.


Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

1. Keadaan pembuluh darah.

2. Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit

meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia

berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.

Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak

untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun

ada perubahan tekanan perfusi otak.

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan

karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal

(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh

karena gangguan umum (Hypoksiakarena gangguan paru dan

jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting

terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotikatau darah dapat beku pada area yang stenosis,

dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi

pada pembuluh darah serebral oleh embolusmenyebabkan

oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hipertensi pembuluh

darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit

cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka

waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10


menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang

bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

2.1.9 Pemeriksaan Diagnosis

1. Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :

a. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap,

elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula

darah dsb.

b. Computed tomography (CT) scan kepala untuk mengetahui

lokasi dan luasnya perdarahan atau infark. Menunjukkan

adanya stroke hemoragis dengan segera tetapi bisa jadi tidak

mnenunjukkan adanya infarksi trombotik selama 48-72 jam.

c. MRI( magnetic resonance imaging ), untuk mengetahui adanya

edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak, bisa

membantu mengidentifikasi area yang mengalami iskemia atau

infarksi dan pembengkakan serebral. MRI menunjukan daerah

yang mengalami infark, hemoragik.

d. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang

jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu


2. Pemeriksaan penunjang :

a. Oftalmoskopi bisa menunjukkan tanda hipertensi dan

perubahan aterosklerotik dalam arteri retina.

b. Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan

adanya infark

c. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik

seperti perdarahan atau obstruksi arteri

d. Fungsi Lumbal

1) menunjukan adanya tekanan normal

2) tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukan adanya perdarahan

e. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar

lempeng pineal (DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

2.1.10 Penatalaksanaan

Pemilihan intervensi fisioterapi harus disesuaikan dengan kondisi

pasien. Dimana dalam metode pendekatan fisioterapi itu harus banyak

variasinya agar pasien tidak bosan dalam melakukan rehabilitasi.

Ada yang berpendapat bahwa pendekatan fisioterapi pada pasien stroke

itu tidak menggunakan satu metode saja melainkan dengan

penggabungan yang disusun sedemikian rupa sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pasien agar memperoleh hasil yang maksimal.

Pendekatan yang dilakukan fisioterapi antara lain adalah terapi latihan,


yang terdiri dari latihan perbaikan postur, latihan weight bearing, latihan

keseimbangan dan koordinasi, dan latihan aktifitas fungsional.

1. Latihan dengan mekanisme reflek postur

Gangguan tonus otot (spastisitas) secara postural pada pasien

stroke, dapat mengakibatkan gangguan gerak. Melalui latihan dengan

mekanisme reflek postur mendekati status normal, maka seseorang akan

lebih mudah untuk melakukan gerakan volunter dan mengontrol

spastisitas otot secara postural.

Konsep dalam melakukan latihan ini adalah mengembangkan

kemampuan untuk mencegah spastisitas dengan menghambat gerakan

yang abnormal dan mengembangkan kontrol gerakan. Dalam upaya

melakukan penghambatan maka perlu adanya penguasaan teknik

pemegangan (Key Point of Control)

2. Latihan weight bearing

Bertujuan untuk mengontrol tonus pada ekstrimitas dalam

keadaan spastis. Melalui latihan ini diharapkan mampu merangsang

kembali fungsi pada persendian untuk menyangga (Rahayu, 1992 ).

3. Latihan keseimbangan dan koordinasi

Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke stadium

recovery sebaiknya dilakukan dengan gerakan aktif dari pasien. Latihan

aktif dapat melatih keseimbangan dan koordinasi untuk membantu

pengembalian fungsi normal serta melalui latihan perbaikan koordinasi

dapat meningkatkan stabilitas postur atau kemampuan mempertahankan

tonus ke arah normal (Pudjiastuti, 2003).


Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke non

haemoragik stadium recovery dapat dilakukan secara bertahap dengan

peningkatan tingkat kesulitan dan penambahan banyaknya repetisi. 

4. Latihan aktifitas fungsional

Pada pasien stroke non haemoragik stadium recovery pasien

terjadi gerak anggota tubuh yang lesi dengan total gerak sinergis sehingga

dapat membatasi dalam gerak untuk aktifitas fungsional dan membentuk

pola abnormal. Latihan aktifitas fungsional dimaksudkan untuk melatih

pasien agar dapat kembali melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri

tanpa menggantungkan penuh kepada orang lain. 

Terapi suportif awal :

1. Seringkali kajilah status neurologis pasien untuk menentukan deficit.

2. Pantaulah tekanan darah, berih labelatol ( trandate ) untuk

hipertensi.

3. Jaga kepatenan jalan napas dan status oksigenasi.

4. Pantau kadar glukosa darah

5. Jika pasien mengalami sakit kepala beri analgesic.

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada

daerah tertekan, konstipasi.

2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,

deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

4. Hidrosefalus

2.1.12 Pencegahan

Cara mencegah stroke tidak sulit jika Anda mengambil tindakan

pencegahan tertentu. Menurut asosiasi stroke nasional, pasien disarankan

untuk mengetahui berikut:

1. Berhenti merokok

2. Minum alcohol

3. Makan diet rendah lemak adalah sama pentingnya.

4. Biarkan dokter Anda mengecek untuk itu termasuk risiko stroke.

5. Mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengontrol

diabetes.

6. Membuat latihan merupakan bagian integral dari rutinitas harian

Anda.

7. Pergilah untuk memeriksa kolesterol.

8. Fokus pada diet rendah garam.

Cari gejala stroke dan terburu-buru untuk perhatian medis segera.

Gejala termasuk penglihatan kabur, sakit kepala hebat, pusing,

kelemahan dari wajah atau bahkan batas. Anda harus ingat bahwa

tekanan darah tinggi adalah penyebab utama stroke.

Berikut adalah langkah-langkah tertentu untuk mencegah stroke:

1. Anda harus mengontrol tekanan darah Anda.

2. Merokok secara langsung terkait dengan risiko stroke.


3. berolahraga secara teratur senam ringan perlu membuat jantung

lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi.

4. Fokus pada diet yang sehat.

5. Anda harus mengontrol diabetes Anda.

2.1.12 patway
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan CVA Non Hemoragik
2.2.1 Data Dasar Pengkajian

Adapun hal yang perlu di kaji pada klien dengan penyakit SNH yaitu

a. Identitas diri klien

1) Pasien (diisi lengkap) : Nama, Tempat/Tgl. Lahir, Umur, Jenis

Kelamin, Alamat, Status Perkawinan, Agama, Suku Bangsa,

Pendidikan, Pekerjaan, Lama bekerja, Tgl Masuk RS.


2) Penanggung Jawab (diisi lengkap) : Sumber informasi,

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi, Pendidikan,

Pekerjaan, Alamat.

b. Status kesehatan saat ini

1) Alasan Kunjungan/Keluhan Utama,

2) Faktor Pencetus,

3) Lamanya keluhan,

4) Timbulnya Keluhan,

5) Faktor yang memperberat,

6) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya,

7) Diagnosa Medik.

c. Riwayat kesehatan yang lalu

1) Penyakit yang pernah dialami,

2) Alergi,

3) Imunisasi,

4) Kebiasaan,

5) Obat – obatan,

6) Pola Nurtisi,

7) Pola Eliminasi,

8) Pola tidur dan istirahat,

9) Pola Aktifitas dan Latihan,

10) Pola bekerja.

d. Riwayat keluarga dalam bentuk Genogram

e. Riwayat lingkungan
f. Aspek psikososial

1) Pola piker dan persepsi

2) Persepsi diri

3) Suasana hati

4) Hubungan/ komunikasi

5) Kehidupan berkeluarga

6) Pertahanan koping

7) System nilai – kepercayaan

8) Tingkat perkembangan

g. Pengkajian fisik

1) Tanda-tanda vital saat pasien masuk rumah sakit

2) pemeriksaan persistem

3) sistem persepsi & sensori (pemeriksaan 5 indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, pengecap, perasa),

4) Sistem persarafan (bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek

bicara, pupil, orientasi waktu & tempat),

5) Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan

jalan nafas),

6) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan

frekuensi),

7) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu

makan/minum, peritaltik, eliminasi),

8) Sistem integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit

pasien),
9) Sistem reproduksi,

10)Sistem perkemihan (nilai frekunsi BAK, volume BAK) .

h. Pengkajian Primer

1) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

2) Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,

timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara

nafas terdengar ronchi /aspirasi

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap

lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,

disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis

pada tahap lanjut

i.Pengkaian Sekunder

j. Aktivitas dan istirahat

Data Subjektif:

- Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan

sensasi atau paralysis.

- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data objektif:

- Perubahan tingkat kesadaran


- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis

( hemiplegia ), kelemahan umum.

- Gangguan penglihatan

k. Sirkulasi

Data Subjektif:

- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,

gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.

Data objektif:

- Hipertensi arterial

- Disritmia, perubahan EKG

- Pulsasi : kemungkinan bervariasi

- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

l. Integritas ego

Data Subjektif:

- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data objektif:

- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,

kegembiraan

- Kesulitan berekspresi diri

m. Eliminasi

Data Subjektif:

- Inkontinensia, anuria

- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak

adanya suara usus( ileus paralitik )


n. Makan/ minum

Data Subjektif:

- Nafsu makan hilang, nausea / vomitus menandakan adanya

PTIK, kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia,

riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data objektif:

- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum

dan faring ). Obesitas ( faktor resiko )

o. Sensori neural

Data Subjektif:

- Pusing / syncope ( sebelum CVA/ sementara selama TIA )

- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau

perdarahan sub arachnoid.

- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat

seperti lumpuh/mati

- Penglihatan berkurang

- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada

ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data objektif:

- Status mental ; koma biasanya menandai stadium

perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis,

menyerang) dan gangguan fungsi kognitif


- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada

semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,

berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )

- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,

kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /

kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari

keduanya.

- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,

pendengaran, stimuli taktil

- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak

bereaksi pada sisi ipsi lateral.

p. Nyeri / kenyamanan

Data Subjektif:

- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data objektif:

- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /

fasial

q. Respirasi

Data Subjektif:

- Perokok ( faktor resiko )

r. keamanan

Data objektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat

objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang

pernah dikenali

- Gangguan merespon terhadap panas, dan dingin/gangguan

regulasi suhu tubuh

- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap

keamanan, berkurang kesadaran diri

s. Interaksi social

Data objektif:

- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

t. Pengajaran / pembelajaran

Data Subjektif :

- Riwayat hipertensi keluarga, stroke

- Penggunaan kontrasepsi oral

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

kerusakan otak dibuktikandengan hipertensi, vertigo

2. Resiko jatuh dibuktikan dengan kelemahan otot

3. Kurang pengetahuan dibuktikan dengan ketidakpatuhan

dalam berobat
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
Gangguan Perfusi NOC : NIC :
jaringan serebral tidak Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
efektif b/d Tissue Prefusion : Monitoring (Monitor tekanan
penyumbatan aliran cerebral intrakranial)
darah   Berikan informasi kepada
Kriteria Hasil : keluarga
1.    mendemonstrasik   Set alarm
an status sirkulasi   Monitor tekanan perfusi serebral
yang ditandai dengan :   Catat respon pasien terhadap
  Tekanan systole stimuli
dandiastole dalam   Monitor tekanan intrakranial
rentang yang pasien dan respon neurology
diharapkan terhadap aktivitas
  Tidak ada   Monitor jumlah drainage cairan
ortostatikhipertensi serebrospinal
  Tidk ada tanda   Monitor intake dan output cairan
tanda peningkatan   Restrain pasien jika perlu
tekanan intrakranial   Monitor suhu dan angka WBC
(tidak lebih dari 15   Kolaborasi pemberian antibiotik
mmHg)   Posisikan pasien pada posisi
2.    mendemonstrasik semifowler
an kemampuan kognitif   Minimalkan stimuli dari
yang ditandai dengan: lingkungan
  berkomunikasi
dengan jelas dan Peripheral Sensation
sesuai dengan Management (Manajemen
kemampuan sensasi perifer)
  menunjukkan   Monitor adanya daerah tertentu
perhatian, konsentrasi yang hanya peka terhadap
dan orientasi panas/dingin/tajam/tumpul
  memproses   Monitor adanya paretese
informasi   Instruksikan keluarga untuk
  membuat keputusan mengobservasi kulit jika ada lsi
dengan benar atau laserasi
3.    menunjukkan   Gunakan sarun tangan untuk
fungsi sensori motori proteksi
cranial yang utuh :   Batasi gerakan pada kepala,
tingkat kesadaran leher dan punggung
mambaik, tidak ada   Monitor kemampuan BAB
gerakan gerakan   Kolaborasi pemberian analgetik
involunter   Monitor adanya tromboplebitis
  Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi
Resiko jatuh NOC NIC
·         Trauma Risk Fall Prevention
For ·         Mengidentifikasi defisit
·         Injury risk for kognitif atau fisik pasien
yang dapat meningkatkan
Kriteria Hasil : potensi jatuh dalam
·         Keseimbang lingkungan tertentu
an : Mengidentifikasi perilaku
kemampuan dan faktor yang
untuk mempengaruhi risiko jatuh
mempertahank ·         Mengidentifikasi
an ekuilibrium karakteristik lingkungan
·         Gerakan yang dapat meningkatkan
terkoordinasi : potensi untuk jatuh
kemampuan (misalnya, lantai yang licin
otot untuk dan tangga terbuka)
bekerja sama ·         Sarankan perubahan
secara dalam gaya berjalan
volunter untuk kepada pasien
melakukan ·         Mendorong pasien untuk
gerakan yang menggunakan tongkat atau
bertujuan alat pembantu berjalan
·         Perilaku ·         Kunci roda dari kursi
pencegahan roda, tempat tidur, atau
jatuh : tindakan brankar selama transfer
individu atau pasien
pemberi ·         Tempat artikel mudah
asuhan untuk dijangkau dari pasien
meminimalkan ·         Ajarkan pasien
faktor resiko bagaimana jatuh untuk
yang dapat meminimalkan cedera
memicu jatuh ·         Memantau kemampuan
dilingkungan untuk mentransfer dari
individu tempat tidur ke kursi dan
·         Kejadian demikian pula sebaliknya
jatuh : tidak ·         Gunakan teknik yang
ada kejadian tepat untuk mentransfer
jatuh pasien ke dan dari kursi
·         Pengetahua roda, tempat tidur, toilet,
n: dan
pemahaman Sebagainya
pencegahan ·         Menyediakan tempat
jatuh tidur kasur dengan tepi
yang erat untuk
memudahkan transfer
·         Gunakan rel sisi panjang
yang sesuai dan tinggi
untuk mencegat jatuh dari
tempat tidur, sesuai
kebutuhan
·         Memberikan pasien
tergantung dengan sarana
bantuan pemanggilan
(misalnya, bel atau cahaya
panggilan) ketika pengasuh
tidak hadir
·         Membantu ke toilet
seringkali, interval
dijadwalkan
·         Menandai ambang pintu
dan tepi langkah, sesuai
kebutuhan
·         Hapus dataran rendah
perabotan (misalnya,
tumpuan dan tabel) yang
menimbulkan bahaya
tersandung
·         Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan lain
untuk meminimalkan efek
samping dari obat yang
berkontribusi terhadap
jatuh (misalnya, hipotensi
ortostatik dan kiprah goyah)
·         Memberikan
pengawasan yang ketat
dan / atau perangkat
menahan (misalnya, bayi
kursi dengan sabuk
pengaman) ketika
menempatkan bayi / anak-
anak muda pada
permukaan ditinggikan
(misalnya, meja dan kursi
tinggi)
Kurang Pengetahuan NOC : NIC :
  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
Definisi : process 1.    Berikan penilaian tentang
Tidak adanya atau   Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien tentang
kurangnya informasi Behavior proses penyakit yang spesifik
kognitif sehubungan Kriteria Hasil : 2.    Jelaskan patofisiologi dari
dengan topic spesifik.   Pasien dan penyakit dan bagaimana hal ini
keluarga menyatakan berhubungan dengan anatomi dan
Batasan karakteristik : pemahaman tentang fisiologi, dengan cara yang tepat.
memverbalisasikan penyakit, kondisi, 3.    Gambarkan tanda dan gejala
adanya masalah, prognosis dan program yang biasa muncul pada penyakit,
ketidakakuratan pengobatan dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi,   Pasien dan 4.    Gambarkan proses penyakit,
perilaku tidak sesuai. keluarga mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan 5.    Identifikasi kemungkinan
prosedur yang penyebab, dengna cara yang tepat
Faktor yang dijelaskan secara 6.    Sediakan informasi pada
berhubungan : benar pasien tentang kondisi, dengan
keterbatasan kognitif,   Pasien dan cara yang tepat
interpretasi terhadap keluarga mampu 7.    Hindari harapan yang kosong
informasi yang salah, menjelaskan kembali 8.    Sediakan bagi keluarga
kurangnya keinginan apa yang dijelaskan informasi tentang kemajuan pasien
untuk mencari perawat/tim kesehatan dengan cara yang tepat
informasi, tidak lainnya 9.    Diskusikan perubahan gaya
mengetahui sumber- hidup yang mungkin diperlukan
sumber informasi. untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11.  Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13.  Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14.  Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

Pengkajian pada Ny. S dengan diagnosa CVA Non

Hemoragik masuk pada tanggal 09 Juli 2019 pukul 18.30 WIB.

Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara

pada pasien dan keluarganya,seta observasi, pemeriksaan fisik

dan catatan rekam medis. Pengkajian. Berdasarkan pengkajian

tanggal 10-07-2019 dilakukan didapatkan diagnose gangguan

perfusi serebral didapatkan data bahwa tekanan darah 150/100

mmHg, nadi 88 kali permenit dan pernafasan sebanyak 24 kali

permenit ekspresi wajah lemas dikarenakan pasien pusing

berputar dan muntah terus menerus. Diagnose keperawatan yang

di dapatkan selanjutnya adalah resiko jatuh klien lemas sebelah kiri

dengan kekuatan otot sebelah kiri ekstermitas atas 4 dan

ekstermitas bawah 4 yaitu Pada pola aktivitas dan latihan, klien

menyampaikan bahwa selama sakit klien mengalami kesulitan

aktivitas lainnya dikarenakan nyeri dan gerak yang terbatas,

semua bentuk aktivitas klien dibantu oleh keluarga atau suaminya.

Diagnose keperawatan ke tiga yaitu kurangnya pengetahuan


pasien jarang sekali kontrol ke dokter atau puskesmas terdekat

padahal klien memiliki penyakit hipertensi dan diabetes militus

ditambah pasien masuk dengan diagnose tambahan yaitu vertigo,

pasien memiliki kolesteror LDL yang tinggi yaitu di atas batas

normal 184 (rentan dibawah 100)

(Muttaqin, 2008). Pengkajian merupakan tahapan awal

dan landasan dalam proses asuhan keperawatan, oleh karena itu

diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam mengenali masalah-

masalah yang muncul pada klien sehingga dapat menentukan

tindakan keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Smeltzer &

Bare (2002), stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses

patologi pada sistem pembuluh darah otak, sehingga terjadi

penurunan aliran darah ke otak. Proses ini dapat berupa

penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,

pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas

darah sendiri. Efek dari stroke yaitu keterbatasan gerak,

penurunan kekuatan otot selain itu , stroke merupakan sindroma

yang sering menyebabkan kematian dan kecacatan.

Kelemahan otot yang timbul tersebut akan berpengaruh

terhadap proses pemulihan yang memanjang, penurunan fungsi

sistem, dan terlambatnya discharge planning. Selain itu (Smeltzer

& Bare, 2002). Kehilangan motorik. Disfungsi motorik paling

umum adalah hemiplegia(paralisis pada salah satu sisi) dan


hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia. Hal

tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ropyanto (2011)

yang menyatkan bahwa pasien stroke akan mengalami

gangguan mobilitas fisik karena adanya perubahan kekuatan

dan ketahanan skunder terhadap kekuatan muskoskeletal

akibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga mengakibatkan

penurunan aliran darah untuk mensuplai oksigen ke otak

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang

menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap

masalah kesehatan. Respon tersebut didapatkan berdasarkan

hasil pengkajian yang dilakukan serta berdasarkan catatan

medis klien. Diagnosa keperawatan yang muncul akan menjadi

dasar utama perawat dalam menyusun intervensi untuk

menyelesaikan masalah kesehatan klien (Potter & Perry,

2005). Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostik

dapat dipahami hanya jika ada penjelasan yang masuk akal untuk

tanda tanda tersebut dengan konteks suatu situasi, ini adalah

proses berfikir aktif ketika perawat mengeksplorasi pengetahuan

dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan penjelasan

data (Nanda Nic & Noc, 2007). Diagnosa keperawatan yang

muncul adalah:
Berdasarkan data hasil pengkajian pada Ny.S

didapatkan diagnosa

keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d kerusakan otak d.d. hipertensi,

vertigo

Gangguan perfusi jaringan adalah keadaan dimana individu

mengalami atau beresiko mengalami nutrisi dan pernafasan

pada tingkat seluler disebabkan suatu penurunan supaly darah

kapiler (Carpenito,1998). Penulis menegakkan diagnosa ini

karena pada tanggal 10 Juli 2019, diperoleh data bahwa Ny. S

, saat ini pasien mengatakan pusing atau nyeri kepala, sulit

tidur, muntah pemeriksaan tekanan darah : 150/100 mmHg, suhu :

36,5 ˚C, nadi : 88x/menit, RR : 22x/menit.

2. Resiko jatuh d.d gangguan neuromiskular dan kelemahan otot

Resiko jatuh mungkin bukan sesuatu masalah yang besar bagi

banyak orang, tetapi “jatuh” merupakan keadaan yang fatal bagi

pasien stroke. Dengan mencegah jatuh berarti pasien stroke

mempunyai resiko penyembuhan dan recovery yang lebih baik. Tanpa

pencegahan jatuh pasien stroke mungkin bisa terhambat

penyembuhannya, apalagi bila jatuhnya beresiko memperburuk

anggota tubuh lainnya semisal patah tulang atau kepala terbentur

bensa keras.
3. kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

klien dan keluarga mengenal masalah kesehatan.

Penulis mengangkat diagnosa ini karena pada saat

pengkajian di peroleh data bahwa, pasien dan keluarga

mengatakan tidak tahu tentang pengertian, penyebab, tanda

dan gejala, serta pencegahan tentang stroke. Diagnosa

keperawatan ini penulis buat resiko karena stroke beresiko

untuk kambuh.

4.3 Intervensi Keperawatan

Perancanaan atau Intervensi Intervensikeperawatan

merupakan kategori perilaku perawat yang bertujuan menentukan

rencana keperawatan yang berpusat kepada pasien sesuai dengan

diagnosa yang ditegakkan sehingga tujuan tersebut terpenuhi

(Potter & Perry, 2005). Dalam penyusunan karya tulis ini penulis

menyusun intervensi berdasarkan Nursing Intervension

Clasification (NIC) dan Nursing Outcame Clasifikasin (NOC).

Diagnosa prioritas masalah yang saya ambil adalah

gangguan perfusi jaringan serebral Intervensi yang saya ambil

adlah Berikan linbgkungan yang nyaman, BHSP. monitor tanda

tanda vital, Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan


prognosis, Dorong keluarga untuk menemani klien, Kolaborasi

pemberian obat untuk mengurangi kecemasan

intervensi keperawatan diagnose ke-2 yang disusun untuk mengatasi

diagnosa resiko jatuh dibuktikan dengan gangguan muskuloskeletal

berdasarkan NOC yaitu Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang

dapat meningkatkan potensi untuk jatuh (misalnya, lantai yang licin dan

tangga terbuka), Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar

selama transfer pasien

Diagnose ke-3 Pelaksanaan diagnosa kedua yang penulis lakukan

adalah menggali pengetahuan keluarga tentang pengertian stroke,

penyebab, tanda dan gejala, pencegahan penyakit stroke. hal ini

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang

keluarga tentang stroke dan pencegahannya, memberikan informasi

pada pasien dan keluarga tentang sumber – sumber pelayanan

kesehatan yang dapat digunakan ( misalnya puskesmas), ini

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keluarga Tn.R

menggunakan sumber – sumber kesehatan dengan baik. Bimbing

pasien dan keluarga untuk mengatasi kekambuhan dengan cara – cara

tradisional dalam segi makanan seperti : Banyak mengkonsumsi

seledri, buah melon, mentimun, buah pace, dll. Bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga tentang arti stroke,

penyebab, tanda dan gejala, dan komplikasi dari penyakit stroke.

Memberikan informasi pada klien dan keluarga tentang sumber-

sumber pelayanan kesehatan yang dapat digunakan (misal :


puskesmas, puskesmas keliling, pengobatan gratis), bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana klien dan keluarga menggunakan masalah

kesehatan yang ada di masyarakat. Memberikan informasi pada klien

untuk mengurangi konsumsi garam guna untuk mengurangi tekanan

darah. Bimbing klien dan keluarga untuk mengatasi terjadinya

kekambuhan dengan cara menghindari makanan pantangan dan rutin

kepuskesmas, bertujuan bila terjadi kekambuhan pada Ny. S keluarga

dapat mengambil tindakan yang tepat. Kelemahan dari tindakan yang

dilakukan penulis adalah tindakannya sulit dilakukan secara bertahap

karena keluarga Tn. R sendiri sangat tidakmemperhatikan keadaan

Ny.S yang dikiranya oleh keluarga sudah membaik dari pada

sebelumnya. Kekuatan dari tindakan yang penulis lakukan adalah bahwa

Ny.S sangat memperhatikan makanan apa pantangannya dan banyak

memakan makanan yang dianjurkan dimana dapat mencegah

terjadinya kekambuhan dan komplikasi

4.4 Implementasi Keperawatan

1. gangguan perfusi memberikan lingkungan yang nyaman, melakukan

BHSP, monitor tanda tanda vital, juga memberikan informasi faktual

mengenai diagnosis dan prosedur operasi , tindakan prognosis nya tak

lupa keluarga untuk menemani klien, bisa juga mengkolaborasikan

pemberian obat untuk menurunkan tekanan darah.

2. Diagnose ke-2 yang disusun adalah resiko jatuh dengan cara kaji ulang

adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.Lakukan modifikasi lingkungan

agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur, dll) . Ajarkan klien
tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang

baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda

berbahaya ditempat yang aman). Kolaborasi dengan dokter untuk

penatalaksanaan vertigo pada klien

4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu proses keperawatan untuk

mengukur respon pasien terhadap kefektifan pemberian tindakan

keperawatan dan kemajuan pasien terhadap tercapainya tujuan

yang telah disusun (Potter & Perry, 2005). Pada kasus Tn. Y

evaluasi dilakukan pada tanggal 9 Juli 2019 pukul WIB dengan

metode SOAP (subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning).

Hasil evaluasi pada diagnose 1 pada Ny.S didapatkan data

bahwa klien mengatakan S: Pasien mengatakan akan berusaha

relax,tetapi raut wajah pasien mulai segar. Berdasarkan data

tersebut maka masalah keperawatan gangguan perfusi serebral di

Lanjutkan intervensi, pada tanggal 11 Juli 2019 didapatkan hasil

evaluasi gangguan serebral berkurang pasien mengatakan tidak

pusing lagi muntah masih ada namun tidak sering Berdasarkan

data tersebut maka masalah keperawatan gangguan serebral pada

Ny .S dinyatakan teratasi yang ditandai dengan menurunnya

muntah muntah dan pusing sudah hilang

Hasil evaluasi pada diagnose 2 resiko jatuh dengan

diagnosa ini saya mengkaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh

pada klien. Melakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman


(memasang pinggiran tempat tidur, dll) . Mengajarkan klien tentang

upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang baik,

memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda

berbahaya ditempat yang aman). Serta mengKolaborasi dengan

dokter untuk penatalaksanaan obat pada klien

Hasil evaluasi pada diagnosa ke 3 pasien dan keluaga dapat

menyebutkandan menggali pengetahuan keluarga tentang pengertian

stroke, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan penyakit stroke.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada tujuan laporan kasus yang penulis buat

maka penulis menyimpulkan beberapa hal antara lain :

1. Pengkajian pada pasien CVA Non Hemoragik terfokus pada pengkajian

sebelum masuk ke rumahsakit dan penyebab pasien masuk ke rumah

sakit. Semua pengkajian diperoleh langsung dari pasien serta keluarga

pasien mengguanakan metode wawancara dan meliha data rekam medik

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada laporan kasus ini ada 3 yaitu

gangguan perfusi jaringan serebral b.d kerusakan otak, resiko jatuh b.d
kelemahan otot dan kurangnya pengetahuan d.d ketidakmampuan pasien

dan keluarga mengenal penyakit

3. Dalam perencanaan keperawatan laporan kasus asuhan keperawatan

pada pasen dengan CVA Non Hemoragik. Perencanaan tersebut

dilakukan penulis sesuai dengan tinjauan teori menurut Nanda (2013).

4. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah –

masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda

dengan tinjauan teori menurut Nursalam (2011). Fasilitas yang berada di

ruangan mendukung penulis dalam melakukan tindakan – tindakan

kepada pasien.

5. Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses

keperawatan dimana ada dua jenis evaluasi yaitu evaluasi

formatif/evaluasi berjalan dan evaluasi somatif atau evaluasi akhir dimana

dalam metode ini menggunakan SOAP (Nursalam, 2011). Berdasarkan

hal tersebut penulis meggunakan evaluasi somatif dan dengan

permasalahan yang muncul empat permasalahan tersebut belum teratasi

secara penuh dan harus dilanjutkan intervensi untuk masing – masing

permasalahan.

5.2 Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi perawat lebih melakukan banyak pendekatan,

intervensi, implementasi

2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehaan


Diharapkan bagi calon-calon perawat lebih melakukan

dokumentasi lebih lengkap

3. Bagi Masyarakat Lainnya

Diharapkan bagi masyarakat lebih terbuka untuk menceritakan dan

mempercayai kepada mahasiswa untuk melakukan implementasi

dengan baik lagi

4. Bagi Saya

Diharapkan bagi saya calon perawat akan berusaha lagi

melakukan dokumentasi yang baik dan benar lagi.

5. Bagi masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat bisa mencegah terjadinya stroke

dengan cara melakukan hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn. E, dkk. 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan. Edisi 3. Penerbit buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Novak, Patricia D. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland
Cetakan I. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Misbach, Jusuf. 1999. STROKE Aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia).
2011. Guideline Stroke. Edisi Revisi. Jakarta.
Sofwan, Rudianto. 2010. Stroke dan Rehabilitasi Pasca-
Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi. Edisi
kedelapan. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai