Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.

R DENGAN MULTIPLE
SKLEROSIS DI RUANGAN CVCU RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. Desi Asmerita, S. Kep


2. Aina Mardiah, S.Kep
3. Anil Nurrahman, S.Kep
4. Aspiani, S.Kep
5. Irma Zarina, S.Kep

PRESEPTOR AKDEMIK : Ns. Riani, S. Kep, M. Kes

PRESEPTOR KLINIK :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. R DENGAN MULTIPLE


SKLEROSIS DI RUANGAN CVCU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh Preseptor Akademik dan
Preseptor Klinik Program Studi Profesi NERS Universitas Pahlawan Tuanku
Tambusai

Pekanbaru, 17 Januari 2023

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Riani, S. Kep, M. Kes Ns. S.Kep

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kelompok penyusun, kelompok dapat
menyelesaikan usulan laporan seminar dengan kasus “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Ny. R dengan Multiple Sklerosis di Ruangan CVCU Rsud Arifin Achmad
Pekanbaru ”

Kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-


pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan seminar ini Presseptor
Akademik dan Presseptor Klinik, yang telah banyak meluangkan waktu, pemikiran
maupun tenaga dalam memberikan bimbingan, motivasi, kritik dan saran yang
membangun kepada kelompok sehingga penyusunan laporan seminar ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Kelompok penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai


hasil yang baik, namun apabila terdapat kekurangan semua itu disebabkan
keterbatasan kemampuan kelompok. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangunkan kelompok. Akhirnya kelompok berharap semoga penyusunan
laporan seminar ini dapat bermanfaat bagi kita tenaga kesehatan khususnya
keperawatan.

Pekanbaru, 17 Januari 2023

Kelompok 4

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit kronis akibat serangan autoimun pada
substansia alba yang berpotensi melumpuhkan otak dan sumsum tulang belakang
(Oh et al., 2018). Autoimun terjadi saat sel imun tubuh kehilangan self tolerance
yang pada kasus ini menyerang sistem saraf pusat. Autoimun pada MS dimediasi
oleh pegaktifan sel T serta kontribusi yang signifikan dari sel B dan sel dari sistem
imun bawaan. Sistem imun menyerang selubung pelindung (mielin) yang
menutupi serabut saraf dan menyebabkan masalah komunikasi antara otak dan
seluruh tubuh (Yamout dan Alroughani, 2018).

Prevalensi MS umumnya ditemukan di negara beriklim subtropis. Prevalensi


penyakit tertinggi ialah 108/100.000 hingga 140/100.000 di Amerika Utara dan
Eropa, sedangkan Afrika sub-Sahara dan Asia merupakan area dengan prevalensi
MS yang rendah, yaitu sekitar 30/100.000 populasi (Correale et al., 2017)(Ochi,
2020). MS merupakan kondisi neurologis yang menyebabkan kelumpuhan paling
umum pada dewasa muda (Oh et al., 2018). Sebagian besar pasien mengalami
onset klinis antara usia 20 dan 40 tahun, dengan puncak usia 24 tahun pada wanita
dan 25 tahun pada pria (Gökçe et al., 2019). Pasien yang mengalami MS pada usia
produktif akan mengalami perununan kualitas hidup yang signifikan karena
berbagai gejala yang membatasi aktivitas pasien (Faguy, 2016).

Gejala yang timbul beragam tergantung bagian saraf yang mengalami


kerusakan. Umumnya pasien mengalami peningkatan kelemahan, gangguan sistem
usus dan saluran kemih, kelelahan, kaku, gangguan keseimbangan, gangguan
mental, dan gangguan psikologis (Ghasemi et al., 2017). Subtipe MS dibagi
menjadi 4 macam yakni Primary Progressive MS, Secondary Progressive MS,

4
Relapsing Remitting MS, dan Progressive Relapsing MS. Subtipe ini digunakan
untuk kepentingan prognosis dan pemilihan terapi (Kamińska et al., 2017).

Terapi yang digunakan saat ini hanya terbatas pada terapi modifikasi penyakit
(disease modifying therapy) meliputi imunomodulator, imunosupresan, dan obat
untuk mengatasi gejala simptomatik saja (Claflin et al., 2019). Sementara terapi
kausatif yang menghasilkan remisi dihentikan (Cotsapas et al., 2018). Pengobatan
kausatif sangat diperlukan untuk mencegah progresivitas penyakit dan
kelumpuhan sehingga pasien dengan MS mendapatkan kualitas hidup yang layak
(Ghasemi et al., 2017).

Salah satu terapi yang tengah dikembangkan untuk menjadi solusi MS adalah
terapi berbasis sel. Jenis sel punca yang dapat diberikan pada pasien MS adalah sel
punca hematopoietik dan mesenkimal. Sel punca mesenkimal digunakan untuk
memperbaiki kerusakan saraf pada pasien MS namun tidak dapat menghilangkan
sel autoimun penyebab MS (Gugliandolo et al., 2020). Sedangkan sel punca
hematopoietik sebagai galur utama pembentukan sel imun mampu menggantikan
sel dengan sifat autoimun menjadi sel T normal. Selain itu, terdapat potensi sel
punca hematopoietik berpindah galur membentuk sel saraf (Grinenko et al., 2018).
Hal ini secara langsung memperbaiki kerusakan saraf dan memberikan perbaikan
signifikan pada pasien MS. Sehingga terapi berbasis sel punca hematopoietik
menjadi pilihan terbaik pengobatan kausatif pada MS (Cuascut dan Hutton, 2019).

Autologous hematopoietic stem cell transplantation (AHSCT) merupakan terapi


berbasis sel yang menghasilkan remisi jangka panjang pada MS. Prosedur AHSCT
menggunakan immunoablation konvensional yang menghilangkan sistem limfoid
termasuk sel T penyebab autoimun. Selanjutnya, transplantasi sel punca
hematopoietik yang diambil secara autolog dari pasien akan membentuk kembali
sel imun baru yang tidak memiliki sifat autoimun. Hal ini memungkinkan
pemulihan sel imun yang menekan inflamasi yang terjadi pada MS. Sumber sel

5
punca hematopoietik autoloous juga mudah didapatkan dan memiliki resiko yang
sangat kecil untuk terjadinya penolakan karena sel diambil dari tubuh pasien
sendiri (Snowden et al., 2018)(Gavriilaki et al., 2019).

Penelitian telah mencapai uji klinis fase II dengan hasil yang cukup baik
(Gavriilaki et al., 2019). Akan tetapi, efikasi terapi ini dalam memberikan remisi
jangka panjang pada pasien MS serta keamanan terapi yang meliputi efek samping
dan risiko kematian belum diketahui secara mendalam. Selain itu, ketidakpastian
pilihan rejimen pengkondisian dan indikasi pasien yang mempengaruhi hasil
AHSCT perlu diteliti lebih lanjut. Systematic review ini akan membahas secara
menyeluruh dan komprehensif tentang efikasi dan keamanan AHSCT pada pasien
MS berlandaskan jurnal terbaru yang terbit 10 tahun terakhir.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana “Asuhan Keperawatan Ny. R
dengan Multiple Sklerosis di Ruangan CVCU Rsud Arifin Achmad Pekanbaru?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Ny. R dengan Multiple Sklerosis
di Ruangan CVCU Rsud Arifin Achmad Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Multiple Sklerosis


b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas pada
pasien Multiple Sklerosis
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Multiple Sklerosis
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Multiple Sklerosis
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Multiple Sklerosis

6
D. Manfaat
1. Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan informasi bagi pelayanan Kesehatan dalam Menyusun rencana


perawatan dan asuhan keperawatan yang sistematis dan komprehensif pada
pasien Multiple Sklerosis.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan


dibidang keperawatan untuk memberikan penatalaksanan pada pasien Multiple
Sklerosis.

7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi

Multipel sklerosis (MS) merupakan penyakit autoimun inÀamasi kronik pada


sistem saraf pusat (SSP) yang menyebabkan kerusakan pada mielin. MS sangat
berpotensi menyebabkan kecacatan sehingga akan menurunkan produktivitas dan
kualitas hidup penyandangnya, terutama jika MS mengalami perkembangan menjadi
tahap progresif, atau yang disebut sebagai secondary progressive multiple sclerosis
(SPMS). Pada SPMS akan terjadi perburukan defsit neurologis yang terjadi terus
menerus. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi
pada SPMS adalah dengan mengenali gejala progresivitas secara dini. Dengan
mendeteksi adanya progresivitas dari awal, terapi SPMS dapat segera diberikan agar
progresivitas tidak semakin memburuk.
Sclerosis multipel merupakan penyakit neorodegeneratif susunan saraf pusat
yangditandau dengan inflamasikronik yang menyebabkan lesi demielinisasi miltife
2,1,perose penyakit ini bersifat autoimun dan mengenai substansii alba susunan saraf
pusat.

2. Etiologi

Penyebab terjadi miltife sklerosis masih belum diketahuinsecara


pasti ,namun para ilmuan memperkirakan bahwa terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya miltife sklerosis.penyebab MS belum diketahui cecara pasti
namun ada dukungan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun.
Hipotensi yang paling banyak dikemukakan dalam etiologi autoimun yang hanya
enyerang sitem saraf pusat dan tidak mengenal saraf parifer.
Kerusakan nyalin MS mungkin terjadi akibat respon abdomern dari
sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh dari serangan
organisme berbahaya ( bakteri dan virus)gangguan autoimun (kemungkinan
merangsang /infeksi firus)

8
 genetik
 kelainan pada usus pokok lipitbnyelin
 racun yang berada dalam CSS
 infeksi virus SSP

Ada faktor pemicu dan dapat mempeburuk ( Eksaserbasi) multifel skrosis yaitu:

 kehamilan
 infeksi disertakan demam
 stres dan emosian

3. Patofisiologi

Patofsiologi dan Patologi Secondary Progressive Multiple


SclerosisBerdasarkan patofsiologi MS, diketahui bahwa karakteristik patologi
MS adalah ditemukannya plak yang merupakan hasil dari demielinisasi,
degradasi neuronal dan aksonal, serta jaringan parut astrosit. Pada seseorang
yang memiliki kerentanan genetik terhadap MS akan terjadi reaksi silang antara
antigen lingkungan dengan komponen mielin dan atau oligodendrosit atau
protein mielin seperti protein S-100, fosfodiesterase, dan lain-lain. Hal ini
memicu sensitisasi limfosit T sehingga bersifat autoreaktif terhadap mielin dan
oligodendrosit yang telah mengalami reaksi silang tersebut. Jika antigen (yang
bereaksi silang dengan mielin) memasuki tubuh,makrofag akan memfagositosis
antigen tersebut. Antigen presenting cells (APC) seperti sel dendritik
mempresentasikan antigen atau protein antigen ini dengan membentuk
kompleks antara antigen dengan major histocompatibility complex (MHC) pada
permukaan sel. Kompleks antigen dengan MHC akan dikenali oleh reseptor
pada permukaan sel limfosit T-CD4. Akibatnya sel tersebut akan teraktivasi dan
berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th-1). Th-1 akan memicu sitokin
proinÀamasi yang selanjutnya akan mengaktivasi reseptor molekul adesi
endotel pembuluh darah sawar darah otak. Akibatnya sawar darah otak menjadi
lebih mudah dilalui oleh sel T.7
Setelah menembus sawar darah otak, Th-1 akan mengalami reaktivasi
oleh APC, hanya saja antigen yang dibawa APC kali ini adalah protein mielin.
Reaktivasi akan memicu sitokin proinÀamasi, nitrit oksida, antibodi,

9
komplemen, juga molekul-molekul yang memediasi apoptosis. Sitokin
proinÀamasi juga akan menstimulasi mikroglia dan astrosit sehingga
permeabilitas sawar darah otak menjadi semakin meningkat. Molekul
kemotaksis yang memfasilitasi masuknya sel T, antibodi, dan juga makrofag
juga ikut terstimulasi. Kaskade imun akan berakibat pada edema, demielinisasi,
juga kematian akson.Pada demielinisasi kronik, mikroglia akan teraktivasi yang
mengakibatkan terbentuknya stress oksidatif. Hal ini akan memicu kerusakan
mitokondria akson dan oligodendrosit. Selain itu aktivasi mikroglia juga akan
mempengaruhi transpor glutamat pada astrosit yang akan berakibat pada
eksitotoksisitas neuronal dan oligodendrosit Akumulasi lesi yang terjadi pada
progresif MS berhubungan dengan degenerasi retrograd dan anterograd dari
akson yang mengalami demielinisasi. Hal ini terjadi akibat eksitabilitas akson
yang abnormal dan amplifkasi dari aktivasi mikroglia.
4. Manifikasi klinis
 Gangguan penglihatan ,meliputi penurunan tajam penglihatan pada
mata disertai nyeri pada gangguan pada 1 mata disertai nyeri pada
pergerakan mata,penglihatan ganda, (diplopia) gerakan mata tidak
terkontrol
 Gangguan keseimbangan dan koordinasi,meliputi hilangnya
keseimbangan tubuh,tremor,ketidak seimbangan berjalan ,
(ataxia)gangguan koordinasi,kelemahan anggota gerak
 Ganggua tunus otot
 Gangguan sensorit meliputi perasaan baal,seperti ditusuk-tusuk
jarum ,kebas,terasa sperti terbakar
 Keletihan berlebihan
 Gangguan berkemih dan defekasi

5.P emeriksaan penunjang

 MRI ( magnetic resonange imanging) pencitraaan pilihan untuk


komfirmasi dugaan MS dn untuk memantau perjalanan penyakit
 Tes darah
 Evoked potantial digunakan untuk identifikasi lesi subklinik.
 Fungsi lumbal,dapat digunakan jika tersedia MRI au jika MRI
diagnostik.cairan selebrospinal dievaluasi untuk adanya berkas
oligoklonal dan produksi ( immunoglobilin G) intrathekal

10
B. Konsep dasar keperawatan

1. Pengkajian

a.identitas

Pada umunya terjadi pada orang(orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus
tinggi,terutama pada dewasa muda

b.keluhan utama

Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas 4


kekejangan dankaku otot, kerusakan penglihatan.

c. Riwayat Penyakit dahulu

iasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun

d.Riwayat Penyakit sekarang

Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier
yangmengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif

e.Riwayat penyakit keluarga

Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira(kira >(* kali lebih sering pada keluarga dekat

F. Pengkajan psikososiospiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klienterhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
danmasyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari(harinya, baik
dalamkeluarga ataupun dalam masyarakat. %danya perubahan hubungan dan peran
karena klienmengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada
pola persepsi dankonsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan,mudah marah dantidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien
dengan penyakit mutiple sclerosisadalah adanya gangguan afek, berupa euforia.
eluhan lain yang melibatkan gangguanserebral dapat berupa hilangnya daya ingat
dan dimensia.

g.Pemeriksaan Fisik

11
 Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda(tanda vital, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak
lesi di medulaspinalis
 Breathing
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
padasistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita
mutiplesclerosis dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami
gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup
hal(hal sebagai berikut)
a. Inspeksi umum didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaanotot bantu napas.
b. Palpasi taktil premitus seimbang kanan dan kiri
c.Perkusi adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada
kliendengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurunyang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas
 Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
padasistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas
biasanya klienmengalami hipotensi postural.
 Brain
Pengkajian brain merupakan pengkajian fokus atau lebih
lengkapdibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 6nspeksi umum
didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
 Bladder
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis
menimbulkangangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan,
frekuensi dan urgensiyang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung
kemih yang spatis.selalinitu juga timbul retensi dan inkontinensia.
 Bowel
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurangkarena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif.
Penurunanaktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
 Bone

12
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan
untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan
anggotagerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat
anggotagerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu
berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang
kurang sekali.lien dapat mengeluh tungkainya seakan(akan meloncat
secara spontan terutamaapabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan
spatis yang lebih berat disertaidengan spasme otot yang nyeri.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b/d kelemahan, paresis, dan spasisitas
2. Resiko cedera b/d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak titah baring
lama dan kelemahan spactic
3. Perubahan pola eliminasi urin b/d kelumpuhan saraf perkemihan

13

Anda mungkin juga menyukai