Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN NEUROSENSORI

Mata Kuliah

MANAJEMEN KEGAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS


Dosen Pengampu
Ns. Arsyawina, SST., M.Kes.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. Oktavia Okky (P07220222056)
2. Christian Dakataro. K (P07220222058)
3. Ludovika Iden (P07220222069)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “ Manajemen kegawatan pasien dengan Miastenia Gravis’’. Pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Dosen Mata Kuliah
Kegawatdaruratan Neurosensori ibu Ns. Arsyawina, SST., M.Kes. yang telah memberika
tugas kepada kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini
1. Teman- teman seperjuangan prodi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekes Kemenkes
Kaltim Dosen pengampu kami ibu Ns. Arsyawina, SST., M.Kes. yang telah banyak
membantu memberikan masukkan dalam pembuatan makalah ini.
2. Penulisan makalah ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya dan
kami sebagai penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, maka
kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa kami harapkan demi
perbaikkan makalah ini dan makalah- makalah selanjutnya. Kami berharap makalah ini
dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Ujoh Bilang, 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi miastenia gravis
B. Anatomi Fisiologis dan Biokimia Neuromuscular Junction
C. Epidemiologi
D. Etiologi miastenia gravis
E. Patofisiologi
F. Manifestasi klinis
G. Diagnosa miastenia gravis
H. Differensial diagnosis miastenia gravis
I. Penatalaksanaan miastenia gravis
J. Prognosis miastenia gravis

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap
saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor
possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi dasar
adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik
disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot
semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot
setelah masa istirahat.Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah,
tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum
secara berfluktuasi.Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat
adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenikkrisi dan kolinergik krisis.1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati.Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin
intravena (IVIG).Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati
MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien
dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan
dokter perawatan primer.1
MG ini jarang terjadi.Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per
1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000
orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena
peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20%
pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut
mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di
Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia,
adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75
per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.MG dapat terjadi
pada semua usia. Puncak kejadian padawanita terjadi dalam dekade ketiga
kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam

4
atau ketujuh.Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada
pria.MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang
memperoleh antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi
mungkin menderita miastenia neonatus sementara karena efek dari
antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi anti-
ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG neonatal.Ini
mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan
antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadarantibodi serum ACHR ibu
dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan
titer serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin
berguna.Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah
dianggap 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu,
pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa
yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50 tahun).Studi menunjukkan,
bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup, laki-laki dan
perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-laki.
Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lainadalah
1:5.Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada orang Asia
dibandingkan ras lain.2-3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Miastenia Gravis

Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis.Miastenia berarti
kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh
nukleusmotorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata, otot
pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata “grave” yang berarti
buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang berfluktuasi
dan prognosisnya buruk.4 Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG)
adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang
berfluktuasi dengan remisi dan eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu
atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor
asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler tanpa
adanya gangguan sensorik.5-6

2.2. Anatomi, Fisiologis dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.2.1. Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan


fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf
secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa
ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular11.

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang
serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik
(membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction11.

6
2.2.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina
basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang
dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi10,11.

Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin


(ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan
cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam
keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor
end plate)10,11.

Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial
aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium
ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai
pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke
membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan
reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik10,11.

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap


berlangsung dalam 6 tahap, yaitu10:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang


disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap


berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi
vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal
(sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu
vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan
potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami
depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka
saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan
aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini
memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan
asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

7
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah
sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan
bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan
terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka
reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran
dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran.
Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga
terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan
depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang
ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.

5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina
basalis rongga sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran


yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari
5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta,
dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara
mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari
membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan
potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic
potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah
mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang
selanjutnya menyebabkan kontraksi otot

2.3. Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang


ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini
bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus
MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan
kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul

8
dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya
menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan
keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia
< 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena
memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin12.

Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi
Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.
Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria.
Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan
70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang
meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 5012.

Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari
ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia
bayi adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung
diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih
dari satu orang dalam keluarga yang sama12.

2.4. Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien.Meskipun penyebab utama di balik


perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan
regulasi sistem kekebalan tubuh.MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana
antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya.Dalam sebanyak 90% kasus umum,
IgG terhadap ACHR terbukti.Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan
miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan.1
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase).biopsiotot pada pasien ini

9
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MGokulobulbar.1

Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan


orang dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki
kecenderungan genetik terhadap penyakit autoimun.Profil histokompatibilitas
kompleks meliputi HLA-B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum
terbukti berhubungan dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA
mungkin berhubungan dengan MG.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi
antigen pemicu belum diidentifikasi.1
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG,
termasuk yang berikut:1
➢ Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,
eritromisin, dan ampisilin)
➢ Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-
ACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,
dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian
obat
➢ Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan
oxprenolol)
➢ Lithium
➢ Magnesium
➢ Procainamide
➢ Verapamil
➢ Quinidine
➢ Klorokuin
➢ Prednisone
➢ Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
➢ Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
➢ Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk
menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan

10
➢ Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular
dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit
timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor
Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit
Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki
hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.5. Patofisiologi Miastenia Gravis

Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end
plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui
neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach
(AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka,
memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat ototdan
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka
akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah
AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran

11
postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor
endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit
dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah
transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari
penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi
endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,
autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir
situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan
kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah
AChR.7

Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran


autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme :color atlas of immunology,
2003)

Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat

12
fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan
timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2.Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (

Sumber :Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003

2.6. Manifestasi klinis Miastenia Gravis

13
Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan
kelemahan otot yangumum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi
selama beberapa jam.Tidak terlaluterlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk
seiring berjalannya hari.3

Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering
terjadi sampai pada gejala yang jarang terjadi.

Sering terjadi Otot-otot Gejala


Ocular Ptosis dan penglihatan
ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat
kepala saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat
lengan setinggi bahu
dankesulitan berdiri dari
posisi duduk dengan
bantuantangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari
posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat
Jarang terjadi mengenggam dan
kelemahan
pada pergelangan dan kaki
Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of
Myasthenia Gravis.Muscle & Nerve. 2004

Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala
okular. Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke
mata.Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang

14
tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak
mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal
sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel
pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya
tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien
melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,
menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.
Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular
atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak
ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan
jari(Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.
Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil
didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu,
lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus
dicurigai.Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua
kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG. Temuan
mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum
dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata
tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari
pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya
fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena
pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh
kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan
blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa
dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris

15
merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui
kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut
tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 3.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.


Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 28 Juli 2015

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan


lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi
bagian dalam.Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama
berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir wawancara dengan
dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap
atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam
mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter),
sedangkan pembuka rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin
tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah.Salah satu
gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot lidah
dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk
ditelan dari yang padat, dan makanan panas lebih sulit daripada
makanandingin.Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum
cairan yang dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika
ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah
konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion

16
mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan
tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot
yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta
untuk menahan kepala ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG
daripada ekstensor leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam
mengangkat kepala dari bantal.Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh
penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya“stridor”, selama dalam
usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang
kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat
menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi
pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk
membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama
dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan napas paten,
otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin
terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus
diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan
namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada
diafragma.Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan
mungkin memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka
dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian
pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi
masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari
kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan

17
inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh obat
antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada
pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya
dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter
eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal
pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur
menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat
diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing pasien untuk menahan
lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah
karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki
tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot
tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas
yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan
memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.


Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan
padamiopati proksimal dari pada kelemahan otot distal.Kelemahan otot-otot
ekstremitas padakhususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan
prevalensinya hanya 10% saja.3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:

a. Kelelahan, kurang tidur


b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang

18
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.7. Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA).

Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat


Kelas I
menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta


Kelas II
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot
okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Kelas IIa
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.


Kelas IIb Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih
ringan dibandingkan klas IIa.

Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan


Kelas III
otot- otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
19
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya


Kelas III b secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh,
otot- otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam


Kelas IV derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat

Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau


Kelas IV a otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam
derajat ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau


keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
Kelas IV b
pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan
derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi :4


1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan
tidak ada kematian
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-
otot skelet dan bulber.System pernafasan tidak terkena.Respon terhadap
otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia

20
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma
4. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-
gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak
menurun.1

2.8. Diagnosis Miastenia Gravis


A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
 Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan
aktivitas fisik?
 Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
 Apakah muncul ptosi?
 Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
 Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan
kemudian ke truncal dan anggota tubuh?
 Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?

21
B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat
(uji Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda
kelelahan.Peningkatan fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien
dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjagakelopak mata
yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata
berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.Tanda
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada
gerak kelopak mata yang lebih keatasditambah dengan kedutan dan diikuti
oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang
mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip
terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak
mata secara volunter.1
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi

22
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi

Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼
atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain
tidak lama kemudian akan lenyap.9

b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik
tidak bertambah berat.9
C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
miastenia gravis, dimanaterdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.80%
dari penderita miastenia gravis generalisatadan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolinreseptor
antibodi yang positif.Pada pasienthymomatanpa miastenia gravis sering
kali terjadifalse positive anti-AChR antibodi.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis.
Tes ini menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang

23
menderitathymomadalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien
tanpathymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkanhasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-
AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang
positif untuk anti-MuSK Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot
rangka dan otot jantung penderita.Antibodi ini bereaksi dengan epitop
pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).Antibodi ini
selaludikaitkan dengan pasienthymomadengan miastenia gravis pada usia
muda. Terdeteksinyatitin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang
kuat akan adanyathymomapada pasienmuda dengan miastenia gravis.1

D. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.7
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukurankecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama
pada penderita dengan usia tua.7
b. MRI

Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan


rutin.MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.7

2.9. Differensial diagnosis Miastenia Gravis

Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen.


Ekspresi klinis darigangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk

24
kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan
kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda
dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang
jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH)
pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detik-
detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan
sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma
pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah
(2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40
Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik
sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,
dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga
jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf
parasimpatik, dan ganglia perifer.Blokade ini menghasilkan karakteristik
penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris.Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.4

2.10. Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada
konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah
salah satu gangguan neurologis yang paling dapat diobati.Beberapa faktor

25
(misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus
dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah.1

Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen


imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan
immune globulin intravena (IVIG).1

Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG.


Mereka bukan merupakanterapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka
berfungsi dengancara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy
merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika terdapat
thymoma.1

MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburukselama


beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang
terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang dekat. Pasien dengan MG
memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan dokter. 1

Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien
myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat
dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat
hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif
dan kapasitas vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,
langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan
melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi
oksigen arteri 97%. IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari
hipotensi yang berhubungan dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus
menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada
dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali
mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika perlu,
agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan ventilator harus
dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi

26
paru.Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan
tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar
(12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan
bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat
(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang
terintubasi.2

Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.

Diagnosis MG

MG okular MG MG krisis
generalisata

MRI kepala Antikolinestera se Intensive care unit


(+)→reasses (pyridostigmin

Evaluasi untuk thimektomi


Antikolinestera se Indikasi : thimoma
(pyridostigmin atau MG generalisata
Evaluasi resiko

Jika tidak Resiko Resiko jelek


bagus FVC jelek Plasmaparesis atau
memuaskan
FVC bagus IVIg

Thimektomi perbaika Tidak


n ada

Evaluasi status klinis,


immunosupresan bila ada
indikasi 24
Imunosupresan

Sumber : Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson.


Harrison’s :Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada
“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg
tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic
pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan
bervariasi antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor
short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk
yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan
(SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine
tidak ada.1
c. Edrophonium

25
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk
memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase
inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium
menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di
NMJ.1

B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan
untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di
antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk
mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif.Obat ini biasanya
digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap
AChE inhibitor dan thymectomy.Pengobatan jangka panjang dengan
kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan
perbaikan pada kebanyakan pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya,
perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya
diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan perbaikan
40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG
generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif
lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan
pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi

26
inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.1

C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis
yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja
azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine
digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai
monoterapi.1
b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-
sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama
mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar
ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2
bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan
azathioprine tidak dianjurkan.1
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x
sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)
dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar
paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam
urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien

27
secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu
setiap bulan jika pasien sudah stabil).1

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan
berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti
dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG
sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.1
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan
menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks
imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi
juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).1
F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam
myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah
diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia gravis (MG) umum.Thimectomi dapat menyebabkan
remisi.American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi

28
untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun.Thimectomi
direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi
atau perbaikan.1

2.11. Prognosis Miastenia Gravis


a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%. Sekitar
15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak lanjut rata-rata
hingga 17 tahun. Pasien-pasien inidisebut sebagai myasthenia gravis (MG) okular.
Sisanya mengembangkan kelemahan umum dandisebut sebagai generalized
myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien myastheniagravis (MG)
menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan gejala yang lebih buruk.1

29
BAB III

ASUHAN

KEPERAWATAN

PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN

A. Identitas Klien
Nama : Ny. S..................................... No. RM : 1138xxxx
Usia : 56 tahunTgl. Masuk : 30 Juni 2018
Jenis kelamin : perempuan ........................... Tgl. Pengkajian : 16 Juli 2018
Alamat : Tulung Agung....................... Sumber informasi : RM dan keluarga
No. telepon : 08135xxxx............................ Nama klg. dekat yg bisa dihubungi: Tn. F
Status pernikahan : Belum Menikah....................
Agama : Islam..................................... Status : Suami
Suku : Jawa........................................Alamat : Tulung Agung
Pendidikan : SMA..................................... No. telepon : 085xxxxxxxx
Pekerjaan : Swasta................................... Pendidikan : SMA
Lama berkerja : .............................................. Pekerjaan : Swasta

B. Status kesehatan Saat Ini


1. Keluhan utama : Sesak sejak 10 hari sebelum MRS, banyaknya secret pada airway
pasien.
2. Lama keluhan : 10 hari sebelum MRS
3. Kualitas keluhan : Sesak sampai sulit beraktifitas
4. Faktor pencetus : Myastenia Gravis
5. Faktor pemberat : efusi pleura dan Pneumonia
6. Upaya yg. telah dilakukan : keluarga membawa ke Rumah sakit bhayangkara Tulungagung
7. Diagnosa medis :
a. Myasthenia Gravis
b. Efusi pleura sinistra
c. HT stage II
d. Pneumonia

C. Riwayat Kesehatan Saat Ini

30
Klien datang ke RSSA Malang tanggal 30 Juni 2018 jam 09.00 karena rujukan dari Rumah sakit
Bhayangkara Tulungagung dengan keluhan sesak sejak 10 hari yang lalu. Klien dirujuk karena sesak
tidak kunjung membaik saat di tangani. Saat di UGD RSSA malang klien mengeluh sesak dan
kesulitan untuk bernafas yang terjadi sejak 10 hari yang lalu, batuk selama 3 hari, mata klien sering
menutup sendiri dan pandangan double sejak kurang lebih 3 bulan lamanya, klien sebelumnya pernah
memeriksakan dirinya ke rumah sakit di Tulungagung dan didiagnosa myasthenia gravis sehingga
mendapat terapi obat Mestinon sejak 3 bulan yang lalu, dari hasil pemeriksaan didapatkan GCS
E4V5M6, TD : 180/110 mmHg N : 120 x/mnt RR: 32x/mnt mendapat terapi oksigen Nasal Kanul 4
lpm.
Klien kemudian dipindah ke ruang 12 ICU, Dari hasil pemeriksaan didapatkan GCS 456, TD:
183/80 mmHg, N: 112 x/m, RR 26 x/m, S : 36.4, pada saat pengkajian pasien tampak lemah GCS 4x6,
TD: 200/101 mmHg, N: 106, RR: 19x/m, pasien terpasang ventilator dengan program P-SIMV PEEP
8cmH2O, SIMV Rate: 20 b/min, Fraksi O2 70%, PCabove PEEP 16 cmH2O sputum/secret berwarna
putih kental tidak berbau, dilakukan suction dan terapi nebulasi combivent 3xhari.
Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : tidak memiliki riwayat kecelakaan
b. Operasi (jenis & waktu) : tidak memiliki riwayat operasi
c. Penyakit:
 Kronis ............................................................................................................................

 Akut : ..........................................................................................................................
d. Terakhir masuki RS : Tidak Pernah
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll): tidak memiliki alergi obat ataupun makanan
Tipe Reaksi Tindakan
Tidak ada alergi - -
3. Imunisasi:
() BCG () Hepatitis
() Polio () Campak
() DPT ( ) ...................
4. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................
Kopi tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................
Alkohol tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................

5. Obat-obatan yg digunakan:

31
Jenis Lamanya Dosis
Mestinon........................................... 3 bulan................................ tidak terkaji
Riwayat Keluarga
Keluarga klien tidak memiliki riwayat Riwayat DM(-), HT (-), penyakit Jantung (-), gagal ginjal (-)
GENOGRAM

= Laki-laki
= Perempuan
X = Meninggal
= Pasien
= Tinggal serumah

D. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
 Kebersihan........ Rumah klien bersih

 Bahaya kecelakaan Lokasi rumah klien terletak di daerah pedesaan

 Polusi Rumah klien tidak dekat dengan pabrik

 Ventilasi Cukup

 Pencahayaan Cukup

E. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
 Makan/minum 0.....................................................2 .........................................................

 Mandi 0.....................................................2 .........................................................

 Berpakaian/berdandan 0.....................................................2 .........................................................

 Toileting 0.....................................................2 .........................................................

 Mobilitas di tempat tidur 0.....................................................2 .........................................................

 Berpindah 0.....................................................2 .........................................................

 Berjalan 0....................................................... pasien tidak berjalan.........................

 Naik tangga 0....................................................... pasien tidak naik tangga...................


Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain, 4 =
tidak mampu
F. Pola Nutrisi Metabolik
Rumah Rumah Sakit
 Jenis diit/makanan Padat.......................................... Diit cair TSP

32
 Frekuensi/pola 3 x sehari.................................... 6 x sehari.......................................

 Porsi yg dihabiskan 1 porsi........................................ 200 cc

 Komposisi menu nasi, sayur, daging, tempe, tahu susu

 Pantangan -

 Napsu makan baik............................................ terpasang NGT

 Fluktuasi BB 6 bln. terakhir -.................................................. -.....................................................

 Jenis minuman air putih,teh................................ susu dan air putih..........................

 Frekuensi/pola minum 6xsehari...................................... 6x sehari........................................

 Gelas yg dihabiskan ± 7 gelas (1,5 liter)..................... ± 6x20cc .......................................

 Sukar menelan (padat/cair) tidak........................................... terpasang NGT

 Pemakaian gigi palsu (area) tidak........................................... tidak ada

 Riw. masalah penyembuhan luka tidak ada..................................... tidak ada

G. Pola Eliminasi
Rumah Rumah Sakit
 BAB:
- Frekuensi/pola 2 kali sehari...................................... Belum BAB
- Konsistensi khas feses......................................... Belum BAB
- Warna & bau khas feses......................................... Belum BAB
- Kesulitan tidak ada........................................... tidak ada
- Upaya mengatasi -........................................................ -
 BAK:
- Frekuensi/pola 6 x sehari.......................................... terpasang kateter urin BC :
+ 140
- Konsistensi khas urine......................................... khas urine
- Warna & bau kuning, jernih................................... kuning, jernih
- Kesulitan tidak ada........................................... tidak ada
- Upaya mengatasi -........................................................ -

H. Pola Tidur-Istirahat
Rumah Rumah Sakit
 Tidur siang:Lamanya 2 jam.......................................... 3 jam

- Jam …s/d… 13.00 s/d 15.00.......................... 13.00 s/d 16.00

33
- Kenyamanan stlh. tidur nyaman...................................... tidak nyaman
 Tidur malam: Lamanya 8 jam.......................................... 8 jam

- Jam …s/d… 21.00 s/d 04.00.......................... 21.00 s/d 04.00


- Kenyamanan stlh. tidur nyaman...................................... tidak terkaji....................................
- Kebiasaan sblm. tidur tidak ada.................................... tidak ada
- Kesulitan -
- Upaya mengatasi -................................................. -......................................................

I. Pola Kebersihan Diri


Rumah Rumah Sakit
 Mandi:Frekuensi 2x/hari........................................... 2x/hari (diseka)

- Penggunaan sabun Ya................................................ Ya


 Keramas: Frekuensi 2 hari sekali................................... 3 x seminggu

- Penggunaan shampoo Ya................................................ -


 Gososok gigi: Frekuensi 2 x sehari....................................... 2x sehari

- Penggunaan odol Ya................................................ Tidak


 Ganti baju:Frekuensi 2x/hari........................................... 1x/hari

 Memotong kuku: Frekuensi 1x/minggu..................................... belum sejak MRS

 Kesulitan tidak ada........................................ tidak ada

 Upaya yg dilakukan -..................................................... -

J. Pola Toleransi-Koping Stres


1. Pengambilan keputusan: ( ) sendiri () dibantu orang lain, sebutkan, Orang tua
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll): BPJS
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: klien bercerita kepada Orang Tua
4. Harapan setelah menjalani perawatan: keluhan pasien bisa berkurang, dan bisa beraktifitas seperti
biasa
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak terkaji

K. Konsep Diri
1. Gambaran diri: keluarga mengatakan menerima kondisi ibunya saat ini
2. Ideal diri: keluarga klien berharap dapat melakukan aktivitas sehari-harinya seperti dulu
3. Harga diri: keluarga mengatakan menerima kondisinya saat ini.
4. Peran: klien berperan sebagai ibu dan istri dalam keluarganya

34
5. Identitas diri: sebagai ibu dan istri di keluarganya

L. Pola Peran & Hubungan


1. Peran dalam keluarga sebagai seorang ibu dan istri
2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain, sebutkan: orang
tua
3. Kesulitan dalam keluarga: ( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan
pasangan
( ) Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan anak
(√) Lain-lain sebutkan: tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: -

M.Pola Komunikasi
1. Bicara: () pasien tidak mampu berbicara ( )Bahasa utama: Indonesia/jawa
( ) Tidak jelas ( ) Bahasa daerah: jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian:...................................
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek:...........................................................
2. Tempat tinggal:
( ) Sendiri
() Kos/asrama
() Bersama orang lain, yaitu: anak, suami
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: klien beragama islam dan tidak memiliki pantangan
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
N. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
() perhatian () sentuhan ( ) lain-lain, seperti......................................................................

O. Pola Nilai & Kepercayaan


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda, Ya
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): Berdoa ke tempat ibadah

35
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: berdoa
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak ada.
P. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: tampak lemah, GCS 4x6
 Kesadaran: Compos mentis
 Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 200/101 mmHg - Suhu : 36 oC
- Nadi : 106 x/meni - RR : 19 x/menit
 Berat Badan : 60 kg
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Inspeksi : normocephali, rambut berwarna hitam keputihan, persebaran rambut merata, rambut
rontok, lesi (-).
Palpasi: tidak teraba massa (-).....................................................................................................................
b. Mata:
Inspeksi : simetris, konjungtiva anemis (-), ikterik (-), lesi luka abrasi pada kelopak mata kanan,
respon cahaya +, pupil isokor 3mm|3mm, kelopak mata kanan lebih menutup daripada kiri
c. Hidung:
Inspeksi : simetris, , perdarahan (-), sekret (-), pembauan (+), pernapasan cuping hidung (-)
d. Mulut & tenggorokan:
Inspeksi : mukosa bibir kering , terpasang ventilatori, sariawan (-), produksi sputum berlebih
berwarna putih kental.
e. Telinga:
Inspeksi : simetris, lesi (-), serumen (-), perdarahan (-)
f. Leher:
Inspeksi : lesi (-), distensi vena jugularis (-)
Palpasi : deviasi trachea (-), massa (-), nyeri telan (+), benjoalan pada leher (-)
3. Thorak & Dada:
 Jantung
- Inspeksi: tidak ada lesi, pulsasi tidak tampak, terpasang CVC
- Palpasi: nyeri tekan -, pulsasi teraba di ICS 5 MCL sinistra
- Perkusi: dullness,
batas jantung kanan atas ICS 2 parasternal dextra
batas jantung kiri atas ICS 2 parasternal sinistra

36
batas jantung kanan bawah ICS 4 parasternal dextra
batas jantung kiri bawah ICS 5 MCL sinistra
- Auskultasi:S1 S2 tunggal reguler, murmur -, gallop -............................................................................

 Paru
- Inspeksi: simetris, lesi -, retraksi dinding dada -, penggunaan otot bantu napas -,
- Palpasi: nyeri tekan -
- Perkusi: sonor
- Auskultasi: vesicular di semua lapang paru,.............................................................................................

ronkhi - - , wheezing - -
- + - -
- + - -
1. Payudara & Ketiak

Simetris, lesi -, nyeri tekan -, massa -, pembesaran lymph -


4. Punggung & Tulang Belakang
Simetris, kifosis -, scoliosis-, lordosis-, lesi -.
5. Abdomen
- Inspeksi: rounded, lesi -, ascites-,
- Palpasi: soefl, nyeri tekan -
- Perkusi: tymphani
- Auskultasi: BU 15 x/m
6. Genetalia & Anus
Tidak ada lesi, perdarahan -, terpasang kateter urin
Produksi urin dinas Pagi 500 cc, produksi urin 24 jam 1500 cc, warna kuning khas urin,
hematuria –
7. Ekstermitas
Atas: warna kulit sawo matang, teraba dingin, kekuatan otot 5|5, edema -|-, piting edema -|-,
CRT <2 dt ,
 Bawah: warna kulit sawo matang, teraba dingin, deformitas -, lesi -, kekuatan otot 5|5, edema -|-,
CRT <2 dt
8. Sistem Neorologi

37
GCS 4x6, compos mentis
NIII, IV, VI tidak ada gangguan, respon cahaya +, ukuran pupil 3|3 mm
NVII tidak ada gangguan
Reflek Babinski normal

11. Kulit & Kuku


 Kulit: warna kulit sawo matang, dan mengkilat
Kuku: bersih, tidak pucat, CRT <2 dt, bentuk kuku normal

Q. Terapi

- Program ventilasi P-SIMV PEEP 8cmH2O, SIMV Rate: 20 b/min, Fraksi O2 70%, PCabove
PEEP 16 cmH2O
- IVFD clinimix 750cc/24 jam
- Metocloperamide 3x10mg CVC
- Levofloxacin 1x 750 mg CVC
- Ranitidin 2x250 mg CVC
- Dexmetomidine 0.2 mcg/kgBB/jam dengan kecepatan pemberian via syringe pump 0.6cc/jam
- Mestinon 6x60 mg NGT
- Valsartan 160-0-160 mg NGT
- Combivent 3x1 hari (nebul)
- Diit TSP 6x200cc

R. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya


Keluarga menerima dengan kondisi pasien saat ini dan menganggap kondisinya saat ini karena cobaan.
S. Kesimpulan
Dengan hasil pengkajian diatas dapat disimpulakn bahwa Klien terdiagnosa Myastenia Gravis dengan
keadaan umum tampak lemah GCS 4x6 dan didapatkan TD 200/101 mmHg, N: 106, RR 19x/m,
pasien terpasang ventilator dengan program P-SIMV PEEP 8cmH2O, SIMV Rate: 20 b/min, Fraksi
O2 70%, PCabove PEEP 16 cmH2O
T. Perencanaan Pulang
 Tujuan pulang: rumah Tulungagung
 Transportasi pulang: kendaraan pribadi (mobil)
 Dukungan keluarga: Suami dan Anak

38
 Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: Pemerintah/BPJS
 Antisipasi masalah perawatan diri setalah pulang: keluarga membantu mengingatkan klien tentang
pengobatan, membantu perawatan klien, membantu memenuhi ADL klien, bila sesak terjadi segera
menuju fasilitas kesehatan.
 Rawat jalan ke: Poli syaraf RSSA
 Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: jadwal minum obat, mengontrol gaya hidup seperti diit
dan aktivitas, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
 Keterangan lain: (-)

HASIL PEMERIKSAAN LABORATURIUM

Tanggal 16 Juli 2018


Jam : 17.46
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Intepretasi
KIMIA KLINIK
pH 7.14 7.35-7.45 
pCO2 107.5 mmHg 35-45 
pO2 123.5 mmHg 80-100 
HCO3 37.2 mmHg 21-28 
BE 8.0 -3 +3 
SaO2 96.8% >95
Metabolisme
Karbohidrat
GDS 147 mg/dL <200

Jam : 10.48
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL INTERPRETASI
Hematologi
Hemoglobin 11,90 gr/dl 11,4-15,1
Eritrosit (RBC) 4,19.106 /µl 4,0-5,5
Leukosit 25,11 103/µl 4,7-11,3
Hematokrit* 38,90 % 38-42
Trombosit 550.103 /µl 142-424
MCV 92,80 fl 80-93
MCH 28,40 pg 27-31
MCHC 30,60 g/dl 32-36
RDW* 13,00 % 11,5-14,5

39
PDW 9,9 fl 9-13
MPV 9,3 fl 7,2-11,1
P-LCR 18,7 % 15,0-25,0
PCT 0,51 % 0,150-0,400
NRBC Absolute 0,00.103/µl
NRBC percent 0.0 %
Eosinofil 0,5 % 0-4
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 86,9 % 51-67
Limfosit 7,4 % 25-33
Monosit* 5,0 % 2-5
Imature granulosit 0,70 103/µl
Imature granulosit 0,17 %
(%)
Metabolisme
karbohidrat
Glukosa darah 370 mg/dL < 200 
sewaktu

Jam : 10.48
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 5.78 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 90 mmol/L 98-106

17 Juli 2018
KIMIA KLINIK

pH 7.12 7.35-7.45 
pCO2 98.7 mmHg 35-45 
pO2 85.2 mmHg 80-100
HCO3 32.6 mmHg 21-28 
Kelebihan basa (BE) 3.2 -3 +3
SaO2 90.9% >95
HB 13.8 g/dL

40
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 5.20 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 96 mmol/L 98-106

18 Juli 2018
KIMIA KLINIK

pH 7.21 7.35-7.45 
pCO2 78.7 mmHg 35-45 
pO2 117.0 mmHg 80-100
HCO3 31.5 mmHg 21-28 
Kelebihan basa (BE) 3.3 -3 +3
SaO2 96.9% >95
HB 13.2 g/dL
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 5.20 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 95 mmol/L 98-106

41
Kesimpulan :
- Pneumonia
- Efusi pleura kiri sebagian dengan perpadatan

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS Cedera autoimun, gangguan Gangguan ventilasi spontan
sub imun
- ↓

42
gangguan konduksi
neurumuskular
DO

- On ventilator jumlah reseptor asetilkolin
pada membrane postsinaps
- Tipe ventilator : P-SIMV berkurang
- PEEP 8cmH2O ↓
hilangnya reseptor normal
- SIMV Rate: 20 b/min membrane postsinaps pada
sambungan
- Fraksi O2 70% ↓
- PCabove PEEP 16 cmH2O kerusakan pada transmisi
impuls syaraf
- TV (i) / TV (e) : 274 ml ↓
gangguan potrensial aksi sel
- MV (i) / MV (e) : 7,3 lpm saraf
- Inspirasion time : 1.24 ↓
gangguan kontraksi serabut
- FiO2 / konsentrasi O2 : 70 % otot

- SPO2 : 99%
Gangguan otot pernafasan
- ↓
Kelemahan otot pernafasan
- PH 7,14 (7,35 – 7,45) ↓
Penggunaan alat bantu
- PCO2 107,5mmHg (35 – 45)
ventilator
- PO2 123,5 mmHg (80 – 100) ↓
Gangguan ventilasi spontan
- Bikarbonat (HCO3) 37,2
mmol/L (21 – 28)

DS: Cedera autoimun, gangguan Keetidakefektifan bersihan


- sub imun jalan napas

DO: gangguan konduksi
- k/u lemah neurumuskular

- menggunakan ventilator jumlah reseptor asetilkolin
- GCS 4x6, kesadaran compos pada membrane postsinaps
mentis berkurang
- TD: 200/101mmHg ↓
hilangnya reseptor normal
- N: 106x/m
membrane postsinaps pada
- RR: 19 x/m sambungan
- Pasien batuk + ↓
- Produksi sputum berwarna putih kerusakan pada transmisi
impuls syaraf
dari mulut

43
- Ronchi - - gangguan potrensial aksi sel
- + saraf
- + ↓
gangguan kontraksi serabut
- Hasil X-Ray: pneumonia otot

- Efusi pleura sinistra Gangguan otot pernafasan

sekresi mucus meningkat

Keetidakefektifan bersihan
jalan napas
DS: Cedera autoimun, gangguan Gangguan pertukaran gas
sub imun
DO: ↓
- k/u lemah gangguan konduksi
- GCS 4x6, kesadaran compos neurumuskular

mentis
jumlah reseptor asetilkolin
- TD: 200/101mmHg pada membrane postsinaps
- N: 106x/m berkurang
- RR: 2 x/m ↓
hilangnya reseptor normal
- PH 7,14 (7,35 – 7,45)
membrane postsinaps pada
- PCO2 107,5mmHg (35 – 45) sambungan

- PO2 123,5 mmHg (80 – 100) kerusakan pada transmisi
- Bikarbonat (HCO3) 37,2 impuls syaraf

mmol/L (21 – 28) gangguan potrensial aksi sel
saraf
- BE : 8.8 (-3 - +3)

- SaO2 93% gangguan kontraksi serabut
- Asidosis respiratorik otot

- Hasil X-Ray: pneumonia Gangguan otot pernafasan
- Efusi pleura sinistra ↓
Pertukaran gas tidak efektif
Ventilasi tidak adekuat

Gangguan pertukaran gas

S: Cedera autoimun, gangguan Intoleran Aktivitas


- sub imun
O: ↓
- k/u lemah gangguan konduksi
neurumuskular
- GCS 4x6, kesadaran compos

mentis jumlah reseptor asetilkolin
- TD: 200/101mmHg pada membrane postsinaps
berkurang

44
- N: 101x/m ↓
hilangnya reseptor normal
- RR: 19 x/m
membrane postsinaps pada
- Terpasang ventilator sambungan
- Terpasang CVC ↓
kerusakan pada transmisi
- Terjadi peningkatan TD, nadi,
impuls syaraf
RR dan penuruna SPO2 jika ↓
dilakukan intervensi gangguan potrensial aksi sel
memandikan/suction. saraf

gangguan kontraksi serabut
otot

Gangguan otot pernafasan

Kelemahan otot pernafasan

Penggunaan alat bantu
ventilator

Klien tampak lemah

Intoleran Aktivitas
S: Cedera autoimun, gangguan Defisit Perawatan Diri
sub imun
O: ↓
- k/u lemah gangguan konduksi
neurumuskular
- GCS 4x6, kesadaran compos

mentis jumlah reseptor asetilkolin
- TD: 200/101mmHg pada membrane postsinaps
- N: 106x/m berkurang

- RR: 19 x/m hilangnya reseptor normal
- Terpasang ventilator membrane postsinaps pada
- ADL dibantu sambungan

kerusakan pada transmisi
impuls syaraf

gangguan potrensial aksi sel
saraf

gangguan kontraksi serabut
otot

Gangguan otot pernafasan

Menggunakan ETT dan
ventilator

45

Klien tampak lemah

ADL dibantu

Defisit Perawatan Diri

46
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)

Ruang : R.12 RSSA


Nama Pasien : Ny. S
Diagnosa : Miastenia gravis
No. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANDA
Dx MUNCUL TERATASI TANGAN
1. 2/7/2018 Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan
metabolism dan kelemahan otot pernafasan
d.dpenggunaan ventilator
2. 2/7/2018
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan adanya sumbatan jalan napas d/d
3. 2/7/2018 akumulasi secret/sputum yang berlebihan
Gangguan pertukaran gas b/d gangguan ventilasi
perfusi alveolus d/d asidosis respiratorik
4 2/7/2018
Intoleran aktivitas b/d penurunan toleransi tubuh
terhadap aktivitas yang dilakukan d/d peningkatan
5 2/7/2018 TTV saat aktivitas

Defisit perawatan diri b/d kekuatan otot d/d


ketidakmampuan memenuhi ADL

47
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan No. 1
Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme dan kelemahan otot pernafasan d.d penggunaan ventilator
Tujuan :
selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, ventilasi mekanis dapat mendukung pertukaran alveolar dan perfusi jaringan secara
efektif
Kriteria Hasil :
NOC: respon ventilasi mekanik : dewasa
No. Indikator
Volume tidal <100-199 200-299 300-399 400-499 500

FiO2 (fraksi O2)


100% 99-80% 79-60% 59-20% NRBM/
memenuhi Nasal
kebutuhan O2
Arteri Ph >7,76 7,66-7,76 7,56-7,65 7,46-7,55 7,35-7,45

Saturasi oksigen <50% 50-69% 70-89% 90-99% 100%

Mode ventilator PCMV PSIMV 15 PSIMV 4 Spontan Lepas ventilator

NIC : Manajemen ventilasi mekanik : invasive


1. Berikan agen paralisi otot, sedasi, analgesic narkotik
2. monitor efektifitas ventilasi mekanik terhadap status fisiologi psikologis pasien
3. berikan askep untuk menghilangkan distress pasien (pengaturan posisi, analgesic, cek peralatan secara teratur)
4. lakukan suction jika ada suara nafas abnormal atau peningkatan tekanan inspirasi menggunakan prosedur aseptic
5. monitor kerusakan mukosa oral, hidung, trakea atau jaringan laring dari tekanan jalan nafas buatan, tekanan cuff yang tinggi dan
ekstubasi yang tidak direncanakan
6. lakukan fisioterapi dada
7. tingkatkan pengkajian secara rutin adanya kriteria penyapihan (hemodinamik, kemampuan untuk mulai usaha nafas)
8. berikan perawatan mulut secara rutin dengan pengusapan yang lembut dengan agen antiseptic
Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien mengalami perubahan RR menjadi 20 x/menit, tidak ada bunyi suara tambahan
Ronchi -/-, dan tidak ada sputum berlebih.
Kriteria Hasil : NOC Respiratory Status: Airway Patency
No. Indikator 1 2 3 4 5
1 RR
2 Suara napas tambahan
3 Akumulasi Sputum

Keterangan Penilaian:
a. RR c. Akumulasi sputum
1: jumlah secret banyak
1: 30x/menit
2: secret sampai melewati selang suction
2: 26-29 x/menit 3: secret hanya ditengah-tengah selang suction
4: secret hanya terdapat di ujung suction
3: 24-25 x/menit
5: tidak ada secret yang keluar di selang suction
4: 21-23 x/menit
5: 16-20 x/menit
b. Suara napas tambahan
1: Pleura Friction rub
2: Crackles
3: Ronkhi
4: wheezing
5: Tidak ada (suara napas normal Bronkial, bronkovesikuler, vesikuler)
NIC: Airway Management
1. Jaga kepatenan jalan napas pasien
2. Berikan posisi yang nyaman head up 30 derajat
3. Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi/wheezing)
4. Kolaborasi pemberian terapi oksigen menggunakan ventilator mekanik
Tipe program PC-SIMV, PEEP 8 cmH2O, P insp 16 cmH2O, TV 260-352 mi,
NIC: Airway Suction
1. Lakukan suction secara berkala untuk mengeluarkan secret yang berlebih
2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah tindakan suction
3. Monitor status oksigenasi (SaO2 dan SPO2)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 3


Gangguan Pertukaran Gas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien mengalami perubahan keseimbangan pH, PCO2, PaO2, dan asam bikarbonat.
Kriteria Hasil : NOC Mechanical Ventilation Response: Adult
No. Indikator 1 2 3 4 5
1 PO2
2 PaCO2

3 SPO2
4 pH arteri

Keterangan Penilaian:
No PO2 PaCO2 SPO2 pH arteri
1 >140 mmHg <19/>45 >75% <7,35 / >7,65
mmHg
2 130 mmHg 20-24 mmHg >80% 7,56-7,60
3 120 mmHg 25-29 mmHg >85% 7,51-7,55
4 110 mmHg 30-34 mmHg >90% 7,46-7,50
5 80-100 mmHg 35-45 mmHg 95-100% 7,35-7,45
NIC: Acid Base Management: Metabolic Alkaliosis
1. Perhatikan kepatenan jalan napas
2. Monitor tanda gejala rendahnya HCO3- (mual, hypercapnia syndrome in mechanically ventilated patients
3. Monitor intake dan output cairan pasien setiap 1 jam
4. Monitor status kesadaran dan neuromuscular sebagai adanya komplikasi dari akaliosis metabolic (reflek otot yang hiperaktif, pusing,
kelemahan, koma)
5. Monitor tanda dan gejala dari GIT (mua, muntah, dan diare)
6. Berikan cairan sesuai indikasi karena adanya kehilangan yang berlebihan dikarenakan penyebab yang mendasar
IMPLEMENTASI

Nama klien : Ny.S Tanggal pengkajian : 16 Juli 2018


Diagnosa medis : Myasthenia Gravis,HT stage II ,efusi pleura

No. Dx. TTD & Nama


Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien
Kep Terang
16/7/2018 1 09.00  Memberikan posisi head up 30 derajat S:-
O:
 Melakukan suction tertutup via ETT - k/u lemah
 Memeriksa suara napas sebelum dan sesudah - GCS 4x6, kesadaran compos mentis
- TD: 170/70mmHg
tindakan suction
- N: 104x/m
 Memberikan perawatan mulut secara rutin - RR: 19 x/m
dengan pengusapan yang lembut dengan agen - Pasien batuk +
- Hasil suction: sputum berwarna putih
antiseptic
kental
 Mengganti plester ETT - SaO2 96%
 Memonitor status oksigenasi RR dan saturasi - PEEP : 6cmH2O
- O2 51 %
oksigen
- VTi : 322
 PC-SIMV, PEEP 8 cmH2O, P insp 16 cmH2O, - VTe : 273
TV 260-352 mi, Fio2 70% - P mean : 10 cmH2O
- Ppeak : 20 cmH2O

No. Dx. TTD &


Tgl Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien
Kep NamaTerang
16/7/2018 2 09.30 S :-
 memberikan O2 via ventilator
O:
 Memantau HR atau nadi brachialis  k/u lemah
 GCS 4x6, kesadaran compos mentis
 Mengobservasi RR secara periodic
 TD: 170/70mmHg
 Meningkatkan istirahat pasien  N: 104x/m
 Memberi kan posisi yang nyaman  RR: 19 x/m
 S: 36 derajat
 Melakukan suction secara berkala untuk
 SaO2 96%
mengeluarkan secret yang berlebih  Hasil suction: sputum berwarna putih
 Mengauskultasi suara napas sebelum dan kental
 Ronchi - -
sesudah tindakan suction
- +
 Monitor status oksigenasi SPO2 - +
Tgl No. Dx. Jam Tindakan Keperawatan Respon Klien TTD &
Kep NamaTerang
16/7/2018 3 11.00  Memonitor tanda gejala rendahnya HCO 3- (mual, S :-
hypercapnia syndrome in mechanically O :
ventilated patients  k/u lemah
 Memonitor intake dan output cairan pasien  GCS 4x6, kesadaran compos mentis
 TD: 170/70mmHg
setiap 1 jam
 N: 104x/m
 Memonitor status kesadaran dan neuromuscular  RR: 19 x/m
sebagai adanya komplikasi dari akaliosis  S: 36 derajat
metabolic (reflek otot yang hiperaktif, pusing,  Klien tidak muntah, tidak diare
 Output 1 jam 125cc
kelemahan, koma)
 Input 1 jam 217cc
 Memonitor tanda dan gejala dari GIT (mual,
muntah, dan diare)
 Memonitor hasil Lab terkait (BGA, SE)
Catatan Perkembangan

Nama klien : Ny.S Tanggal pengkajian : 16 Juli 2018


Diagnosa medis : Myasthenia Gravis,HT stage II ,efusi pleura Tanggal : 17/7/2018
No
dx S O A P I E

1 - - k/u lemah Gangguan 1. monitor efektifitas  Memberikan posisi head up 30 S : -


- GCS 4x6, ventilasi Spontan
ventilasi mekanik derajat
kesadaran O:
terhadap status  Melakukan suction tertutup via - k/u lemah
compos
fisiologi psikologis - GCS 4x6,
mentis ETT
kesadaran compos
- TD: pasien  Memeriksa suara napas mentis
130/70mmHg
2. berikan askep untuk sebelum dan sesudah tindakan - TD: 155/70mmHg
- N: 110x/m
menghilangkan - N: 112x/m
- RR: 22 x/m suction
- RR: 28 x/m
- Pasien ampak distress pasien  Memberikan perawatan mulut - Pasien batuk -
nyaman
(pengaturan posisi, secara rutin dengan pengusapan - Hasil suction:
- Pasien batuk
analgesic, cek sputum berwarna
(-) yang lembut dengan agen
putih kental
peralatan secara antiseptic - SaO2 94%
teratur)  Mengganti plester ETT - PEEP: 9 cmH2O
3. lakukan suction jika - O2 69%
 Memonitor status oksigenasi
ada suara nafas - VTi : 274
RR dan saturasi oksigen - VTe : 279
abnormal atau - Ppeak 25 cmH2O
 PC-SIMV, PEEP 8 cmH2O, P
peningkatan tekanan A : Masalah belum
insp 16 cmH2O, TV 260-352
teratasi
inspirasi menggunakan
mi P : Lanjutkan
prosedur aseptic intervensi
4. lakukan fisioterapi
dada
5. tingkatkan pengkajian
secara rutin adanya
kriteria penyapihan
(hemodinamik,
kemampuan untuk
mulai usaha nafas)
6. berikan perawatan
mulut secara rutin
dengan pengusapan
yang lembut dengan
agen antiseptic
No
S O A P I E
Dx
2 -  k/u lemah Ketidakefektifan 1. Auskultasi bunyi napas S :-
 GCS 4x6, bersihan jalan
tambahan  memberikan O2 via ventilator
nafas O:
kesadaran
(ronchi/wheezing)  Memantau HR atau nadi  k/u lemah
compos
2. Kolaborasi pemberian brachialis  GCS 4x6,
mentis
kesadaran
 TD: terapi oksigen  Mengobservasi RR secara compos mentis
130/70mmHg menggunakan ventilator periodic  TD:
 N: 110x/m
mekanik  Meningkatkan istirahat pasien 155/70mmHg
 RR: 22 x/m
3. Lakukan suction secara  N: 112x/m
 S: 36 derajat  Memberi kan posisi yang
 RR: 28 x/m
 SaO2 96% berkala untuk nyaman  S: 36 derajat
 Hasil suction: mengeluarkan secret
 Melakukan suction secara  SaO2 94%
sputum
berwarna yang berlebih berkala untuk mengeluarkan 
Hasil suction:
putih kental 4. Auskultasi suara napas secret yang berlebih sputum
 Ronchi berwarna putih
sebelum dan sesudah  Mengauskultasi suara napas
- - kental
- + tindakan suction sebelum dan sesudah tindakan  Ronchi - -
- + - +
5. Monitor status suction
- +
oksigenasi (SaO2 dan  Monitor status oksigenasi SPO2 A : Masalah belum
SPO2) teratasi
P: Lanjutkan intervensi
No
S O A P I E
Dx
3 -  k/u lemah Gangguan 1. Monitor tanda gejala  Memonitor tanda gejala S :-
 GCS 4x6, pertukaran gas
rendahnya HCO3- (mual, rendahnya HCO3- (mual, O :
kesadaran
hypercapnia syndrome in hypercapnia syndrome in  k/u lemah
compos
mechanically ventilated mechanically ventilated patients  GCS 4x6,
mentis
kesadaran
 TD: patients  Memonitor intake dan output
compos mentis
130/70mmHg 2. Monitor intake dan cairan pasien setiap 1 jam  TD:
 N: 110x/m
output cairan pasien  Memonitor status kesadaran dan 155/70mmHg
 RR: 22x/m
setiap 1 jam  N: 112x/m
 S: 36 derajat neuromuscular sebagai adanya
 RR: 28 x/m
3. Monitor status kesadaran komplikasi dari akaliosis  S: 36 derajat
dan neuromuscular metabolic (reflek otot yang  Klien tidak
sebagai adanya hiperaktif, pusing, kelemahan, muntah, tidak
komplikasi dari akaliosis diare
koma)
 Output 1 jam
metabolic (reflek otot  Memonitor tanda dan gejala dari 75cc
yang hiperaktif, pusing, GIT (mual, muntah, dan diare)  Input 1 jam
kelemahan, koma) 195cc
 Memonitor hasil Lab terkait
A : Masalah belum
4. Monitor tanda dan gejala
dari GIT (mua, muntah, (BGA, SE) tertasi
P : Lanjutkan
dan diare)
intervensi
5. Berikan cairan sesuai
indikasi karena adanya
kehilangan yang
berlebihan dikarenakan
penyebab yang mendasar
Catatan Perkembangan

Nama klien : Ny.S Tanggal pengkajian : 16 Juli 2018


Diagnosa medis : Myasthenia Gravis,HT stage II ,efusi pleura Tanggal : 18/7/2018

No
dx S O A P I E

1 - - k/u lemah Gangguan 7. monitor efektifitas  Memberikan posisi head up 30 S : -


- GCS 4x6, ventilasi Spontan
ventilasi mekanik derajat
kesadaran O:
terhadap status  Melakukan suction tertutup via - k/u lemah
compos
fisiologi psikologis - GCS 4x6,
mentis ETT
kesadaran compos
- TD: pasien  Memeriksa suara napas mentis
170/70mmHg
8. berikan askep untuk sebelum dan sesudah tindakan - TD: 152/70mmHg
- N: 104x/m
menghilangkan - N: 102x/m
- RR: 19 x/m suction
- RR: 31 x/m
- Pasien distress pasien  Memberikan perawatan mulut - Pasien nampak
nampak
(pengaturan posisi, secara rutin dengan pengusapan nyaman
nyaman
analgesic, cek - Pasien batuk +
- Pasien batuk - yang lembut dengan agen
- Hasil suction:
peralatan secara antiseptic sputum berwarna
teratur) putih kental
9. lakukan suction jika  Mengganti plester ETT - SaO2 96%
ada suara nafas - PEEP 7
 Memonitor status oksigenasi
- VTi 263
abnormal atau RR dan saturasi oksigen - VTe 253
peningkatan tekanan  PC-SIMV, PEEP 8 cmH2O, P A: Masalah belum
inspirasi menggunakan tertasi
insp 16 cmH2O, TV 260-352 P: Lanjutkan
prosedur aseptic mi intervensi
10.lakukan fisioterapi
dada
11.tingkatkan pengkajian
secara rutin adanya
kriteria penyapihan
(hemodinamik,
kemampuan untuk
mulai usaha nafas)
12.berikan perawatan
mulut secara rutin
dengan pengusapan
yang lembut dengan
agen antiseptic

No
S O A P I E
Dx
2 -  k/u lemah Ketidakefektifan 6. Auskultasi bunyi napas S :-
 GCS 4x6, bersihan jalan
tambahan  memberikan O2 via ventilator
nafas O:
kesadaran
(ronchi/wheezing)  Memantau HR atau nadi  k/u lemah
compos
mentis 7. Kolaborasi pemberian brachialis  GCS 4x6,
 TD: terapi oksigen  Mengobservasi RR secara kesadaran
170/70mmHg compos mentis
menggunakan ventilator periodic
 N: 104x/m  TD:
 RR: 19 x/m mekanik  Meningkatkan istirahat pasien 152/70mmHg
 S: 36 derajat 8. Lakukan suction secara  Memberi kan posisi yang  N: 102x/m
 SaO2 96% berkala untuk  RR: 31 x/m
nyaman
 Hasil suction:  S: 36 derajat
mengeluarkan secret  Melakukan suction secara
sputum  SaO2 96%
berwarna yang berlebih berkala untuk mengeluarkan  Hasil suction:
putih kental 9. Auskultasi suara napas secret yang berlebih sputum
 Ronchi sebelum dan sesudah berwarna putih
 Mengauskultasi suara napas kental
- -
- + tindakan suction sebelum dan sesudah tindakan  Ronchi - -
- + 10.Monitor status - +
suction
oksigenasi (SaO2 dan - +
 Monitor status oksigenasi SPO2 A: Masalah belum
SPO2) tertasi
P: Lanjutkan intervensi

No
S O A P I E
Dx
3 -  k/u lemah Gangguan 6. Monitor tanda gejala  Memonitor tanda gejala S :-
 GCS 4x6, pertukaran gas
rendahnya HCO3 (mual, -
rendahnya HCO3 -
(mual, O :
kesadaran
hypercapnia syndrome in hypercapnia syndrome in  k/u lemah
compos
mechanically ventilated mechanically ventilated patients  GCS 4x6,
mentis
kesadaran
 TD: patients  Memonitor intake dan output
compos mentis
170/70mmHg 7. Monitor intake dan cairan pasien setiap 1 jam  TD:
 N: 104x/m
output cairan pasien  Memonitor status kesadaran dan 152/70mmHg
 RR: 19 x/m
 S: 36 derajat setiap 1 jam neuromuscular sebagai adanya  N: 104x/m
8. Monitor status kesadaran komplikasi dari akaliosis  RR: 31 x/m
 S: 36 derajat
dan neuromuscular metabolic (reflek otot yang
 Klien tidak
sebagai adanya hiperaktif, pusing, kelemahan, muntah, tidak
komplikasi dari akaliosis koma) diare
metabolic (reflek otot  Memonitor tanda dan gejala dari A: Masalah belum
tertasi
yang hiperaktif, pusing, GIT (mual, muntah, dan diare) P: Lanjutkan intervensi
kelemahan, koma)  Memonitor hasil Lab terkait
9. Monitor tanda dan gejala (BGA, SE)
dari GIT (mua, muntah,
dan diare)
10. Berikan cairan sesuai
indikasi karena adanya
kehilangan yang
berlebihan dikarenakan
penyebab yang mendasar
EVALUASI
No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 1 S: -
O:
- k/u lemah
- GCS 4x6, kesadaran compos mentis
- TD: 170/70mmHg
- N: 104x/m
- RR: 19 x/m
- Pasien nampak nyaman
- Pasien batuk +
- Hasil suction: sputum berwarna putih kental
- SaO2 96%

NOC: Respon ventilasi mekanik : dewasa


Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Volume tidal 2 4 2
FiO2 (fraksi O2) memenuhi kebutuhan 3 4 4
O2 1 5 1
Arteri Ph 5 5 5
Saturasi oksigen 2 4 4
Mode ventilator

A: Masalah sesuai dengan NOC teratasi sebagian


P: Intervensi dilanjutkan NIC

No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 3 S: -
O:
 k/u lemah
 GCS 4x6, kesadaran compos mentis
 TD: 170/70mmHg
 N: 104x/m
 RR: 19 x/m
 S: 36 derajat
 Klien tidak muntah, tidak diare
 Output 1 jam 125cc
 Input 1 jam 217cc

NOC: NOC Mechanical Ventilation Response: Adult

63
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
PO2 2 4 2
PaCO2 1
SPO2 5 4 1
pH arteri 1
5 5

5 1

A: Masalah sesuai dengan NOC teratasi sebagian


P: Intervensi dilanjutkan NIC

No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 2 S: -

 O: k/u lemah
 GCS 4x6, kesadaran compos mentis
 TD: 170/70mmHg
 N: 104x/m
 RR: 19 x/m
 S: 36 derajat
 SaO2 96%
 Hasil suction: sputum berwarna putih kental
 Ronchi - -
- +
- +

NOC: Respiratory status : Airway patency


Score
Indikator
Awl Tgt Akr
RR 5 5 3
Suara nafas tambahan 3
Akumulasi sputum 3 5 3

5 3

A: Masalah sesuai dengan NOC teratasi sebagian


P: Intervensi dilanjutkan NIC

64
1. Diagnosis Keperawatan (SDKI)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Dislokasi, Sprain
dan Strain berdasarkan SDKI (2015), diantaranya :
1. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d gangguan neuromuskular
2. (D.0063) Gangguan Menelan b.d akalasia
3. (D.0119) Gangguan Komunikasi Verbal b.d gangguan neuormuskular
4. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot
5. (D.0006) Risiko Aspirasi d.d gangguan menelan
6. (D.0143) Risiko Jatuh d.d gangguan penglihatan (ptosis)

2. Rencana Tindakan Keperawatan (SLKI-SIKI)


Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria hasil sesuai
SLKI dan intervensi keperawatan sesuai SIKI , diantaranya :

Tujuan dan Kriteria Hasil


No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SLKI)

1. D.0003 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Ventilasi Mekanik


Pertukaran Gas b.d keperawatan selama minimal 1 x I.01013 :
ketidakseimbangan 8 jam, ertukaran gas meningkat,
ventilasi-perfusi Observasi :
dengan kriteria hasil (L.01003):
1.1 Identifikasi indikasi ventilator
1. Tingkat kesadaran mekanik (kelelahan otot napas)
meningkat 1.2 Monitor efek ventilator terhadap

65
2. Dispnea menurun status oksigenasi
3. Napas cuping hidung
Terapeutik :
menurun
4. P02 membaik 1.3 Atur posisi kepala 40-60° untuk
5. Pola napas membaik mencegah aspirasi
1.4 Siapkan bag-valve mask di samping
tempat tidur untuk antisipasi
malfungsi mesin

Kolaborasi :

1.5 Kolaborasi pemilihan mode


ventilator
1.6 Kolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan
Hipoventilasi alveolus

2. D.0063 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Aspirasi I.01018:


Menelan b.d akalasia keperawatan selama minimal 1x
8 jam, status menelan Observasi :
meningkat, dengan kriteria hasil
(L.06052) : 2.1 Monitor tingkat kesadaran, batuk,
1. Reflek menelan meningkat muntah dan kemampuan menelan
2. Usaha menelan meningkat 2.2 Monitor status pernapasan
3. Frekuensi tersedak menurun
4. Refluks lambung menurun Terapeutik :
5. Produksi saliva membaik 2.3 Pertahankan posisi semi fowler
pada pasien tidak sadar
2.4 Pertahankan kepatenan jalan napas
2.5 Pertahankan pengembangan balon
ETT
2.6 Lakukan suction jika produksi
sekret meningkat
Edukasi :
2.7 Ajarkan strategi mencegah aspirasi

3. D.0119 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Lingkungan I.14514:


Komunikasi Verbal b.d keperawatan selama minimal 1x
gangguan neuormuskular 8 jam, maka komunikasi verbal Observasi :
meningkat, dengan kriteria hasil
3.1 Identifikasi keamanan dan
(L.13118):
kenyamanan lingkungan
1. Kemampuan berbicara
Terapeutik :
meningkat
3.2 Atur suhu lingkungan yang sesuai
2. Kesesuaian ekspresi
3.3 Hindari paparan langsung dengan
wajah/tubuh
cahaya matahari atau cahaya yang
3. Respons perilaku membaik
tidak perlu
3.4 Izinkan keluarga untuk
mendampingi pasien
3.5 Berikan bel atau alat komunikasi
untuk memanggil perawat

Edukasi :
3.6 Jelaskan cara membuat lingkungan

66
yang nyaman
3.7 Ajarkan pasien dan
keluarga/pengunjung tentang upaya
pencegahan infeksi
4. D.0054 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi I.05173:
Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama minimal 1x
penurunan kekuatan otot 8 jam, mobilitas fisik Observasi :
meningkat, dengan kriteria hasil
4.1 Identifikasi adanya nyeri atau
(L.05042):
keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan
4.2 Identifikasi toleransi melakukan
ekstremitas meningkat
pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat
3. Nyeri menurun Terapeutik :
4. Kecemasan menurun
5. Kelelahan fisik menurun 4.3 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu
4.4 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meingkat pergerakan
4.5 Edukasi :
4.6 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
4.7 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
4.8 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan

5. D.0006 Risiko Aspirasi Setelah dilakukan intervensi Penghisapan Jalan Napas I.01020 :
d.d gangguan menelan keperawatan selama minimal
1x8 jam, tingkat aspirasi Observasi :
menurun, dengan kriteria hasil
5.1 Identifikasi kebutuhan dilakukan
(L.01006):
penghisapan
1. Tingkat kesadaran
5.2 Monitor status oksigenasi
meningkat
2. Kemampuan menelan Terapeutik :
meningkat
3. Dispnea menurun 5.3 Gunakan tekniks aseptik
4. Kelamahan otot menurun 5.4 Gunakan prosedural steril dan
diposibel
5.5 Lakukan penghisapan kurang dari
15 detik
5.6 Lakukan penghisapan ETT dengan
tekanan rendah (80-90 mmHg)
5.7 Lakukan penghisapan hanya
sepanjang ETT untuk
meminimalkan invasif

Edukasi :

5.8 Anjurkan bernapas dalam dan pelan


selama insersi kateter suction

6. D.0143 Risiko Jatuh d.d Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh I.14540 :
gangguan penglihatan keperawatan selama minimal
1x8 jam, tingkat jatuh menurun,

67
(ptosis) dengan kriteria hasil (L.14138): Observasi :
1. Jatuh dari tempat tidur
menurun 6.1 Identifikasi faktor risiko jatuh
2. Jatuh saat berdiri menurun 6.2 Identifikasi faktor lingkungan yang
3. Jatuh saat duduk menurun meningkatkan risiko jatuh
4. Jatuh saat berjalan menurun
Terapeutik :

6.3 Pastikan roda tempat tdiur dan


kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
6.4 Pasang handraill tempat tidur
6.5 Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
6.6 Dekatkan beal pemanggil dalam
jangkauan pasien

Edukasi :

6.7 Anjurkan memanggil perawat jika


membutuhkan bantuan untuk
berpindah
6.8 Ajarkan cara menggunakan bel
untuk memanggil perawat

68
BAB IV

KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila
penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis
tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor
imunologik yang paling banyak berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata .
Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa
kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelasdan menurut
osserman terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan Lab penunjang.
6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga
tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau
menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat
alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan
sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan
7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

69
DAFTAR PUSTAKA

1. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern Medical


Journal. 2008; 101: 1: 69-63.
2. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle& Nerve. 2004; 29:505-484.
3. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction. In:
Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology 8thed.
McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
4. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and therapeutic
advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
5. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku
Kedokteran Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
6. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular
JunctionKasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s :
Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005; 366: 2523-2518.
7. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1sted. Thieme. 2003:
239-238
8. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
darihttp://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 28 Juli 2015.
9. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar

Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.

10. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.

11. Miastenia Gravis Indonesia. 2013. http://www.mgindonesia.org/myasthenia-

gravis.html. Diakses pada tanggal 28 Juli 2015.

12. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh


darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 28 Juli 2015

70
71

Anda mungkin juga menyukai