KEGAWATDARURATAN NEUROSENSORI
Mata Kuliah
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. Oktavia Okky (P07220222056)
2. Christian Dakataro. K (P07220222058)
3. Ludovika Iden (P07220222069)
2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “ Manajemen kegawatan pasien dengan Miastenia Gravis’’. Pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Dosen Mata Kuliah
Kegawatdaruratan Neurosensori ibu Ns. Arsyawina, SST., M.Kes. yang telah memberika
tugas kepada kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini
1. Teman- teman seperjuangan prodi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekes Kemenkes
Kaltim Dosen pengampu kami ibu Ns. Arsyawina, SST., M.Kes. yang telah banyak
membantu memberikan masukkan dalam pembuatan makalah ini.
2. Penulisan makalah ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya dan
kami sebagai penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, maka
kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa kami harapkan demi
perbaikkan makalah ini dan makalah- makalah selanjutnya. Kami berharap makalah ini
dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap
saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor
possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi dasar
adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik
disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot
semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot
setelah masa istirahat.Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah,
tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum
secara berfluktuasi.Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat
adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenikkrisi dan kolinergik krisis.1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati.Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin
intravena (IVIG).Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati
MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien
dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan
dokter perawatan primer.1
MG ini jarang terjadi.Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per
1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000
orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena
peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20%
pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut
mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di
Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia,
adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75
per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.MG dapat terjadi
pada semua usia. Puncak kejadian padawanita terjadi dalam dekade ketiga
kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam
4
atau ketujuh.Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada
pria.MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang
memperoleh antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi
mungkin menderita miastenia neonatus sementara karena efek dari
antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi anti-
ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG neonatal.Ini
mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan
antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadarantibodi serum ACHR ibu
dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan
titer serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin
berguna.Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah
dianggap 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu,
pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa
yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50 tahun).Studi menunjukkan,
bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup, laki-laki dan
perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-laki.
Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lainadalah
1:5.Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada orang Asia
dibandingkan ras lain.2-3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis.Miastenia berarti
kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh
nukleusmotorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata, otot
pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata “grave” yang berarti
buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang berfluktuasi
dan prognosisnya buruk.4 Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG)
adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang
berfluktuasi dengan remisi dan eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu
atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor
asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler tanpa
adanya gangguan sensorik.5-6
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang
serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik
(membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction11.
6
2.2.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction
Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina
basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang
dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi10,11.
Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial
aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium
ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai
pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke
membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan
reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik10,11.
1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:
7
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah
sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan
bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan
terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka
reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran
dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran.
Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga
terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan
depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang
ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina
basalis rongga sinaps
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
2.3. Epidemiologi
8
dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya
menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan
keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia
< 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena
memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin12.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi
Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.
Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria.
Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan
70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang
meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 5012.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari
ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia
bayi adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung
diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih
dari satu orang dalam keluarga yang sama12.
9
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MGokulobulbar.1
10
➢ Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular
dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.
Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit
timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor
Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit
Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki
hubungan tertentu dengan MG okular.1
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end
plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui
neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach
(AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka,
memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat ototdan
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka
akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah
AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran
11
postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor
endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit
dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah
transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari
penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi
endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,
autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir
situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan
kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah
AChR.7
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat
12
fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan
timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7
13
Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan
kelemahan otot yangumum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi
selama beberapa jam.Tidak terlaluterlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk
seiring berjalannya hari.3
Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering
terjadi sampai pada gejala yang jarang terjadi.
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala
okular. Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke
mata.Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang
14
tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak
mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal
sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel
pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya
tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien
melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,
menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.
Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular
atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak
ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan
jari(Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.
Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil
didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu,
lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus
dicurigai.Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua
kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG. Temuan
mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum
dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata
tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari
pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya
fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena
pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh
kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan
blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa
dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris
15
merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui
kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut
tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3
16
mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan
tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot
yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta
untuk menahan kepala ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG
daripada ekstensor leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam
mengangkat kepala dari bantal.Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh
penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya“stridor”, selama dalam
usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang
kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat
menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi
pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk
membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama
dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan napas paten,
otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin
terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus
diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan
namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada
diafragma.Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan
mungkin memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka
dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian
pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi
masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari
kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan
17
inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh obat
antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada
pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya
dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter
eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal
pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur
menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat
diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing pasien untuk menahan
lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah
karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki
tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot
tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas
yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan
memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3
18
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.
Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA).
20
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma
4. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-
gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak
menurun.1
21
B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat
(uji Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda
kelelahan.Peningkatan fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien
dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjagakelopak mata
yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata
berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.Tanda
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada
gerak kelopak mata yang lebih keatasditambah dengan kedutan dan diikuti
oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang
mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip
terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak
mata secara volunter.1
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
22
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi
Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼
atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain
tidak lama kemudian akan lenyap.9
b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik
tidak bertambah berat.9
C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
miastenia gravis, dimanaterdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.80%
dari penderita miastenia gravis generalisatadan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolinreseptor
antibodi yang positif.Pada pasienthymomatanpa miastenia gravis sering
kali terjadifalse positive anti-AChR antibodi.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis.
Tes ini menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang
23
menderitathymomadalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien
tanpathymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkanhasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-
AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang
positif untuk anti-MuSK Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot
rangka dan otot jantung penderita.Antibodi ini bereaksi dengan epitop
pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).Antibodi ini
selaludikaitkan dengan pasienthymomadengan miastenia gravis pada usia
muda. Terdeteksinyatitin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang
kuat akan adanyathymomapada pasienmuda dengan miastenia gravis.1
D. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.7
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukurankecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama
pada penderita dengan usia tua.7
b. MRI
24
kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan
kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda
dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang
jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH)
pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detik-
detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan
sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma
pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah
(2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40
Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik
sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,
dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga
jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf
parasimpatik, dan ganglia perifer.Blokade ini menghasilkan karakteristik
penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris.Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.4
Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada
konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah
salah satu gangguan neurologis yang paling dapat diobati.Beberapa faktor
25
(misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus
dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah.1
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien
myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat
dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat
hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif
dan kapasitas vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,
langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan
melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi
oksigen arteri 97%. IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari
hipotensi yang berhubungan dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus
menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada
dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali
mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika perlu,
agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan ventilator harus
dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi
26
paru.Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan
tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar
(12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan
bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat
(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang
terintubasi.2
Diagnosis MG
MG okular MG MG krisis
generalisata
A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada
“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg
tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic
pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan
bervariasi antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor
short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk
yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan
(SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine
tidak ada.1
c. Edrophonium
25
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk
memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase
inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium
menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di
NMJ.1
B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan
untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di
antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk
mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif.Obat ini biasanya
digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap
AChE inhibitor dan thymectomy.Pengobatan jangka panjang dengan
kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan
perbaikan pada kebanyakan pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya,
perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya
diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan perbaikan
40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG
generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif
lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan
pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi
26
inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.1
C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis
yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja
azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine
digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai
monoterapi.1
b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-
sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama
mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar
ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2
bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan
azathioprine tidak dianjurkan.1
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x
sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)
dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar
paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam
urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien
27
secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu
setiap bulan jika pasien sudah stabil).1
D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan
berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti
dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG
sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.1
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan
menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks
imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi
juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).1
F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam
myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah
diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia gravis (MG) umum.Thimectomi dapat menyebabkan
remisi.American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi
28
untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun.Thimectomi
direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi
atau perbaikan.1
29
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S..................................... No. RM : 1138xxxx
Usia : 56 tahunTgl. Masuk : 30 Juni 2018
Jenis kelamin : perempuan ........................... Tgl. Pengkajian : 16 Juli 2018
Alamat : Tulung Agung....................... Sumber informasi : RM dan keluarga
No. telepon : 08135xxxx............................ Nama klg. dekat yg bisa dihubungi: Tn. F
Status pernikahan : Belum Menikah....................
Agama : Islam..................................... Status : Suami
Suku : Jawa........................................Alamat : Tulung Agung
Pendidikan : SMA..................................... No. telepon : 085xxxxxxxx
Pekerjaan : Swasta................................... Pendidikan : SMA
Lama berkerja : .............................................. Pekerjaan : Swasta
30
Klien datang ke RSSA Malang tanggal 30 Juni 2018 jam 09.00 karena rujukan dari Rumah sakit
Bhayangkara Tulungagung dengan keluhan sesak sejak 10 hari yang lalu. Klien dirujuk karena sesak
tidak kunjung membaik saat di tangani. Saat di UGD RSSA malang klien mengeluh sesak dan
kesulitan untuk bernafas yang terjadi sejak 10 hari yang lalu, batuk selama 3 hari, mata klien sering
menutup sendiri dan pandangan double sejak kurang lebih 3 bulan lamanya, klien sebelumnya pernah
memeriksakan dirinya ke rumah sakit di Tulungagung dan didiagnosa myasthenia gravis sehingga
mendapat terapi obat Mestinon sejak 3 bulan yang lalu, dari hasil pemeriksaan didapatkan GCS
E4V5M6, TD : 180/110 mmHg N : 120 x/mnt RR: 32x/mnt mendapat terapi oksigen Nasal Kanul 4
lpm.
Klien kemudian dipindah ke ruang 12 ICU, Dari hasil pemeriksaan didapatkan GCS 456, TD:
183/80 mmHg, N: 112 x/m, RR 26 x/m, S : 36.4, pada saat pengkajian pasien tampak lemah GCS 4x6,
TD: 200/101 mmHg, N: 106, RR: 19x/m, pasien terpasang ventilator dengan program P-SIMV PEEP
8cmH2O, SIMV Rate: 20 b/min, Fraksi O2 70%, PCabove PEEP 16 cmH2O sputum/secret berwarna
putih kental tidak berbau, dilakukan suction dan terapi nebulasi combivent 3xhari.
Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : tidak memiliki riwayat kecelakaan
b. Operasi (jenis & waktu) : tidak memiliki riwayat operasi
c. Penyakit:
Kronis ............................................................................................................................
Akut : ..........................................................................................................................
d. Terakhir masuki RS : Tidak Pernah
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll): tidak memiliki alergi obat ataupun makanan
Tipe Reaksi Tindakan
Tidak ada alergi - -
3. Imunisasi:
() BCG () Hepatitis
() Polio () Campak
() DPT ( ) ...................
4. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................
Kopi tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................
Alkohol tidak.............................. tidak..................................... tidak.....................................
5. Obat-obatan yg digunakan:
31
Jenis Lamanya Dosis
Mestinon........................................... 3 bulan................................ tidak terkaji
Riwayat Keluarga
Keluarga klien tidak memiliki riwayat Riwayat DM(-), HT (-), penyakit Jantung (-), gagal ginjal (-)
GENOGRAM
= Laki-laki
= Perempuan
X = Meninggal
= Pasien
= Tinggal serumah
D. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan........ Rumah klien bersih
Ventilasi Cukup
Pencahayaan Cukup
E. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0.....................................................2 .........................................................
32
Frekuensi/pola 3 x sehari.................................... 6 x sehari.......................................
Pantangan -
G. Pola Eliminasi
Rumah Rumah Sakit
BAB:
- Frekuensi/pola 2 kali sehari...................................... Belum BAB
- Konsistensi khas feses......................................... Belum BAB
- Warna & bau khas feses......................................... Belum BAB
- Kesulitan tidak ada........................................... tidak ada
- Upaya mengatasi -........................................................ -
BAK:
- Frekuensi/pola 6 x sehari.......................................... terpasang kateter urin BC :
+ 140
- Konsistensi khas urine......................................... khas urine
- Warna & bau kuning, jernih................................... kuning, jernih
- Kesulitan tidak ada........................................... tidak ada
- Upaya mengatasi -........................................................ -
H. Pola Tidur-Istirahat
Rumah Rumah Sakit
Tidur siang:Lamanya 2 jam.......................................... 3 jam
33
- Kenyamanan stlh. tidur nyaman...................................... tidak nyaman
Tidur malam: Lamanya 8 jam.......................................... 8 jam
K. Konsep Diri
1. Gambaran diri: keluarga mengatakan menerima kondisi ibunya saat ini
2. Ideal diri: keluarga klien berharap dapat melakukan aktivitas sehari-harinya seperti dulu
3. Harga diri: keluarga mengatakan menerima kondisinya saat ini.
4. Peran: klien berperan sebagai ibu dan istri dalam keluarganya
34
5. Identitas diri: sebagai ibu dan istri di keluarganya
M.Pola Komunikasi
1. Bicara: () pasien tidak mampu berbicara ( )Bahasa utama: Indonesia/jawa
( ) Tidak jelas ( ) Bahasa daerah: jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian:...................................
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek:...........................................................
2. Tempat tinggal:
( ) Sendiri
() Kos/asrama
() Bersama orang lain, yaitu: anak, suami
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: klien beragama islam dan tidak memiliki pantangan
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
N. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
() perhatian () sentuhan ( ) lain-lain, seperti......................................................................
35
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: berdoa
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak ada.
P. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: tampak lemah, GCS 4x6
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 200/101 mmHg - Suhu : 36 oC
- Nadi : 106 x/meni - RR : 19 x/menit
Berat Badan : 60 kg
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Inspeksi : normocephali, rambut berwarna hitam keputihan, persebaran rambut merata, rambut
rontok, lesi (-).
Palpasi: tidak teraba massa (-).....................................................................................................................
b. Mata:
Inspeksi : simetris, konjungtiva anemis (-), ikterik (-), lesi luka abrasi pada kelopak mata kanan,
respon cahaya +, pupil isokor 3mm|3mm, kelopak mata kanan lebih menutup daripada kiri
c. Hidung:
Inspeksi : simetris, , perdarahan (-), sekret (-), pembauan (+), pernapasan cuping hidung (-)
d. Mulut & tenggorokan:
Inspeksi : mukosa bibir kering , terpasang ventilatori, sariawan (-), produksi sputum berlebih
berwarna putih kental.
e. Telinga:
Inspeksi : simetris, lesi (-), serumen (-), perdarahan (-)
f. Leher:
Inspeksi : lesi (-), distensi vena jugularis (-)
Palpasi : deviasi trachea (-), massa (-), nyeri telan (+), benjoalan pada leher (-)
3. Thorak & Dada:
Jantung
- Inspeksi: tidak ada lesi, pulsasi tidak tampak, terpasang CVC
- Palpasi: nyeri tekan -, pulsasi teraba di ICS 5 MCL sinistra
- Perkusi: dullness,
batas jantung kanan atas ICS 2 parasternal dextra
batas jantung kiri atas ICS 2 parasternal sinistra
36
batas jantung kanan bawah ICS 4 parasternal dextra
batas jantung kiri bawah ICS 5 MCL sinistra
- Auskultasi:S1 S2 tunggal reguler, murmur -, gallop -............................................................................
Paru
- Inspeksi: simetris, lesi -, retraksi dinding dada -, penggunaan otot bantu napas -,
- Palpasi: nyeri tekan -
- Perkusi: sonor
- Auskultasi: vesicular di semua lapang paru,.............................................................................................
ronkhi - - , wheezing - -
- + - -
- + - -
1. Payudara & Ketiak
37
GCS 4x6, compos mentis
NIII, IV, VI tidak ada gangguan, respon cahaya +, ukuran pupil 3|3 mm
NVII tidak ada gangguan
Reflek Babinski normal
Q. Terapi
- Program ventilasi P-SIMV PEEP 8cmH2O, SIMV Rate: 20 b/min, Fraksi O2 70%, PCabove
PEEP 16 cmH2O
- IVFD clinimix 750cc/24 jam
- Metocloperamide 3x10mg CVC
- Levofloxacin 1x 750 mg CVC
- Ranitidin 2x250 mg CVC
- Dexmetomidine 0.2 mcg/kgBB/jam dengan kecepatan pemberian via syringe pump 0.6cc/jam
- Mestinon 6x60 mg NGT
- Valsartan 160-0-160 mg NGT
- Combivent 3x1 hari (nebul)
- Diit TSP 6x200cc
38
Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: Pemerintah/BPJS
Antisipasi masalah perawatan diri setalah pulang: keluarga membantu mengingatkan klien tentang
pengobatan, membantu perawatan klien, membantu memenuhi ADL klien, bila sesak terjadi segera
menuju fasilitas kesehatan.
Rawat jalan ke: Poli syaraf RSSA
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: jadwal minum obat, mengontrol gaya hidup seperti diit
dan aktivitas, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
Keterangan lain: (-)
Jam : 10.48
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL INTERPRETASI
Hematologi
Hemoglobin 11,90 gr/dl 11,4-15,1
Eritrosit (RBC) 4,19.106 /µl 4,0-5,5
Leukosit 25,11 103/µl 4,7-11,3
Hematokrit* 38,90 % 38-42
Trombosit 550.103 /µl 142-424
MCV 92,80 fl 80-93
MCH 28,40 pg 27-31
MCHC 30,60 g/dl 32-36
RDW* 13,00 % 11,5-14,5
39
PDW 9,9 fl 9-13
MPV 9,3 fl 7,2-11,1
P-LCR 18,7 % 15,0-25,0
PCT 0,51 % 0,150-0,400
NRBC Absolute 0,00.103/µl
NRBC percent 0.0 %
Eosinofil 0,5 % 0-4
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 86,9 % 51-67
Limfosit 7,4 % 25-33
Monosit* 5,0 % 2-5
Imature granulosit 0,70 103/µl
Imature granulosit 0,17 %
(%)
Metabolisme
karbohidrat
Glukosa darah 370 mg/dL < 200
sewaktu
Jam : 10.48
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 5.78 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 90 mmol/L 98-106
17 Juli 2018
KIMIA KLINIK
pH 7.12 7.35-7.45
pCO2 98.7 mmHg 35-45
pO2 85.2 mmHg 80-100
HCO3 32.6 mmHg 21-28
Kelebihan basa (BE) 3.2 -3 +3
SaO2 90.9% >95
HB 13.8 g/dL
40
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 5.20 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 96 mmol/L 98-106
18 Juli 2018
KIMIA KLINIK
pH 7.21 7.35-7.45
pCO2 78.7 mmHg 35-45
pO2 117.0 mmHg 80-100
HCO3 31.5 mmHg 21-28
Kelebihan basa (BE) 3.3 -3 +3
SaO2 96.9% >95
HB 13.2 g/dL
ELEKTROLIT
Serum elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 5.20 mmol/L 3,5-5,0
Klorida 95 mmol/L 98-106
41
Kesimpulan :
- Pneumonia
- Efusi pleura kiri sebagian dengan perpadatan
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS Cedera autoimun, gangguan Gangguan ventilasi spontan
sub imun
- ↓
42
gangguan konduksi
neurumuskular
DO
↓
- On ventilator jumlah reseptor asetilkolin
pada membrane postsinaps
- Tipe ventilator : P-SIMV berkurang
- PEEP 8cmH2O ↓
hilangnya reseptor normal
- SIMV Rate: 20 b/min membrane postsinaps pada
sambungan
- Fraksi O2 70% ↓
- PCabove PEEP 16 cmH2O kerusakan pada transmisi
impuls syaraf
- TV (i) / TV (e) : 274 ml ↓
gangguan potrensial aksi sel
- MV (i) / MV (e) : 7,3 lpm saraf
- Inspirasion time : 1.24 ↓
gangguan kontraksi serabut
- FiO2 / konsentrasi O2 : 70 % otot
↓
- SPO2 : 99%
Gangguan otot pernafasan
- ↓
Kelemahan otot pernafasan
- PH 7,14 (7,35 – 7,45) ↓
Penggunaan alat bantu
- PCO2 107,5mmHg (35 – 45)
ventilator
- PO2 123,5 mmHg (80 – 100) ↓
Gangguan ventilasi spontan
- Bikarbonat (HCO3) 37,2
mmol/L (21 – 28)
43
- Ronchi - - gangguan potrensial aksi sel
- + saraf
- + ↓
gangguan kontraksi serabut
- Hasil X-Ray: pneumonia otot
↓
- Efusi pleura sinistra Gangguan otot pernafasan
↓
sekresi mucus meningkat
↓
Keetidakefektifan bersihan
jalan napas
DS: Cedera autoimun, gangguan Gangguan pertukaran gas
sub imun
DO: ↓
- k/u lemah gangguan konduksi
- GCS 4x6, kesadaran compos neurumuskular
↓
mentis
jumlah reseptor asetilkolin
- TD: 200/101mmHg pada membrane postsinaps
- N: 106x/m berkurang
- RR: 2 x/m ↓
hilangnya reseptor normal
- PH 7,14 (7,35 – 7,45)
membrane postsinaps pada
- PCO2 107,5mmHg (35 – 45) sambungan
↓
- PO2 123,5 mmHg (80 – 100) kerusakan pada transmisi
- Bikarbonat (HCO3) 37,2 impuls syaraf
↓
mmol/L (21 – 28) gangguan potrensial aksi sel
saraf
- BE : 8.8 (-3 - +3)
↓
- SaO2 93% gangguan kontraksi serabut
- Asidosis respiratorik otot
↓
- Hasil X-Ray: pneumonia Gangguan otot pernafasan
- Efusi pleura sinistra ↓
Pertukaran gas tidak efektif
Ventilasi tidak adekuat
↓
Gangguan pertukaran gas
44
- N: 101x/m ↓
hilangnya reseptor normal
- RR: 19 x/m
membrane postsinaps pada
- Terpasang ventilator sambungan
- Terpasang CVC ↓
kerusakan pada transmisi
- Terjadi peningkatan TD, nadi,
impuls syaraf
RR dan penuruna SPO2 jika ↓
dilakukan intervensi gangguan potrensial aksi sel
memandikan/suction. saraf
↓
gangguan kontraksi serabut
otot
↓
Gangguan otot pernafasan
↓
Kelemahan otot pernafasan
↓
Penggunaan alat bantu
ventilator
↓
Klien tampak lemah
↓
Intoleran Aktivitas
S: Cedera autoimun, gangguan Defisit Perawatan Diri
sub imun
O: ↓
- k/u lemah gangguan konduksi
neurumuskular
- GCS 4x6, kesadaran compos
↓
mentis jumlah reseptor asetilkolin
- TD: 200/101mmHg pada membrane postsinaps
- N: 106x/m berkurang
↓
- RR: 19 x/m hilangnya reseptor normal
- Terpasang ventilator membrane postsinaps pada
- ADL dibantu sambungan
↓
kerusakan pada transmisi
impuls syaraf
↓
gangguan potrensial aksi sel
saraf
↓
gangguan kontraksi serabut
otot
↓
Gangguan otot pernafasan
↓
Menggunakan ETT dan
ventilator
45
↓
Klien tampak lemah
↓
ADL dibantu
↓
Defisit Perawatan Diri
46
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)
47
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan No. 1
Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme dan kelemahan otot pernafasan d.d penggunaan ventilator
Tujuan :
selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, ventilasi mekanis dapat mendukung pertukaran alveolar dan perfusi jaringan secara
efektif
Kriteria Hasil :
NOC: respon ventilasi mekanik : dewasa
No. Indikator
Volume tidal <100-199 200-299 300-399 400-499 500
Keterangan Penilaian:
a. RR c. Akumulasi sputum
1: jumlah secret banyak
1: 30x/menit
2: secret sampai melewati selang suction
2: 26-29 x/menit 3: secret hanya ditengah-tengah selang suction
4: secret hanya terdapat di ujung suction
3: 24-25 x/menit
5: tidak ada secret yang keluar di selang suction
4: 21-23 x/menit
5: 16-20 x/menit
b. Suara napas tambahan
1: Pleura Friction rub
2: Crackles
3: Ronkhi
4: wheezing
5: Tidak ada (suara napas normal Bronkial, bronkovesikuler, vesikuler)
NIC: Airway Management
1. Jaga kepatenan jalan napas pasien
2. Berikan posisi yang nyaman head up 30 derajat
3. Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi/wheezing)
4. Kolaborasi pemberian terapi oksigen menggunakan ventilator mekanik
Tipe program PC-SIMV, PEEP 8 cmH2O, P insp 16 cmH2O, TV 260-352 mi,
NIC: Airway Suction
1. Lakukan suction secara berkala untuk mengeluarkan secret yang berlebih
2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah tindakan suction
3. Monitor status oksigenasi (SaO2 dan SPO2)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Keterangan Penilaian:
No PO2 PaCO2 SPO2 pH arteri
1 >140 mmHg <19/>45 >75% <7,35 / >7,65
mmHg
2 130 mmHg 20-24 mmHg >80% 7,56-7,60
3 120 mmHg 25-29 mmHg >85% 7,51-7,55
4 110 mmHg 30-34 mmHg >90% 7,46-7,50
5 80-100 mmHg 35-45 mmHg 95-100% 7,35-7,45
NIC: Acid Base Management: Metabolic Alkaliosis
1. Perhatikan kepatenan jalan napas
2. Monitor tanda gejala rendahnya HCO3- (mual, hypercapnia syndrome in mechanically ventilated patients
3. Monitor intake dan output cairan pasien setiap 1 jam
4. Monitor status kesadaran dan neuromuscular sebagai adanya komplikasi dari akaliosis metabolic (reflek otot yang hiperaktif, pusing,
kelemahan, koma)
5. Monitor tanda dan gejala dari GIT (mua, muntah, dan diare)
6. Berikan cairan sesuai indikasi karena adanya kehilangan yang berlebihan dikarenakan penyebab yang mendasar
IMPLEMENTASI
No
dx S O A P I E
No
S O A P I E
Dx
2 - k/u lemah Ketidakefektifan 6. Auskultasi bunyi napas S :-
GCS 4x6, bersihan jalan
tambahan memberikan O2 via ventilator
nafas O:
kesadaran
(ronchi/wheezing) Memantau HR atau nadi k/u lemah
compos
mentis 7. Kolaborasi pemberian brachialis GCS 4x6,
TD: terapi oksigen Mengobservasi RR secara kesadaran
170/70mmHg compos mentis
menggunakan ventilator periodic
N: 104x/m TD:
RR: 19 x/m mekanik Meningkatkan istirahat pasien 152/70mmHg
S: 36 derajat 8. Lakukan suction secara Memberi kan posisi yang N: 102x/m
SaO2 96% berkala untuk RR: 31 x/m
nyaman
Hasil suction: S: 36 derajat
mengeluarkan secret Melakukan suction secara
sputum SaO2 96%
berwarna yang berlebih berkala untuk mengeluarkan Hasil suction:
putih kental 9. Auskultasi suara napas secret yang berlebih sputum
Ronchi sebelum dan sesudah berwarna putih
Mengauskultasi suara napas kental
- -
- + tindakan suction sebelum dan sesudah tindakan Ronchi - -
- + 10.Monitor status - +
suction
oksigenasi (SaO2 dan - +
Monitor status oksigenasi SPO2 A: Masalah belum
SPO2) tertasi
P: Lanjutkan intervensi
No
S O A P I E
Dx
3 - k/u lemah Gangguan 6. Monitor tanda gejala Memonitor tanda gejala S :-
GCS 4x6, pertukaran gas
rendahnya HCO3 (mual, -
rendahnya HCO3 -
(mual, O :
kesadaran
hypercapnia syndrome in hypercapnia syndrome in k/u lemah
compos
mechanically ventilated mechanically ventilated patients GCS 4x6,
mentis
kesadaran
TD: patients Memonitor intake dan output
compos mentis
170/70mmHg 7. Monitor intake dan cairan pasien setiap 1 jam TD:
N: 104x/m
output cairan pasien Memonitor status kesadaran dan 152/70mmHg
RR: 19 x/m
S: 36 derajat setiap 1 jam neuromuscular sebagai adanya N: 104x/m
8. Monitor status kesadaran komplikasi dari akaliosis RR: 31 x/m
S: 36 derajat
dan neuromuscular metabolic (reflek otot yang
Klien tidak
sebagai adanya hiperaktif, pusing, kelemahan, muntah, tidak
komplikasi dari akaliosis koma) diare
metabolic (reflek otot Memonitor tanda dan gejala dari A: Masalah belum
tertasi
yang hiperaktif, pusing, GIT (mual, muntah, dan diare) P: Lanjutkan intervensi
kelemahan, koma) Memonitor hasil Lab terkait
9. Monitor tanda dan gejala (BGA, SE)
dari GIT (mua, muntah,
dan diare)
10. Berikan cairan sesuai
indikasi karena adanya
kehilangan yang
berlebihan dikarenakan
penyebab yang mendasar
EVALUASI
No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 1 S: -
O:
- k/u lemah
- GCS 4x6, kesadaran compos mentis
- TD: 170/70mmHg
- N: 104x/m
- RR: 19 x/m
- Pasien nampak nyaman
- Pasien batuk +
- Hasil suction: sputum berwarna putih kental
- SaO2 96%
No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 3 S: -
O:
k/u lemah
GCS 4x6, kesadaran compos mentis
TD: 170/70mmHg
N: 104x/m
RR: 19 x/m
S: 36 derajat
Klien tidak muntah, tidak diare
Output 1 jam 125cc
Input 1 jam 217cc
63
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
PO2 2 4 2
PaCO2 1
SPO2 5 4 1
pH arteri 1
5 5
5 1
No
Hari/Tgl/ Tanda
Dx Evaluasi
Jam tangan
Kep
16/7/2018 2 S: -
O: k/u lemah
GCS 4x6, kesadaran compos mentis
TD: 170/70mmHg
N: 104x/m
RR: 19 x/m
S: 36 derajat
SaO2 96%
Hasil suction: sputum berwarna putih kental
Ronchi - -
- +
- +
5 3
64
1. Diagnosis Keperawatan (SDKI)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Dislokasi, Sprain
dan Strain berdasarkan SDKI (2015), diantaranya :
1. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d gangguan neuromuskular
2. (D.0063) Gangguan Menelan b.d akalasia
3. (D.0119) Gangguan Komunikasi Verbal b.d gangguan neuormuskular
4. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot
5. (D.0006) Risiko Aspirasi d.d gangguan menelan
6. (D.0143) Risiko Jatuh d.d gangguan penglihatan (ptosis)
65
2. Dispnea menurun status oksigenasi
3. Napas cuping hidung
Terapeutik :
menurun
4. P02 membaik 1.3 Atur posisi kepala 40-60° untuk
5. Pola napas membaik mencegah aspirasi
1.4 Siapkan bag-valve mask di samping
tempat tidur untuk antisipasi
malfungsi mesin
Kolaborasi :
Edukasi :
3.6 Jelaskan cara membuat lingkungan
66
yang nyaman
3.7 Ajarkan pasien dan
keluarga/pengunjung tentang upaya
pencegahan infeksi
4. D.0054 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi I.05173:
Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama minimal 1x
penurunan kekuatan otot 8 jam, mobilitas fisik Observasi :
meningkat, dengan kriteria hasil
4.1 Identifikasi adanya nyeri atau
(L.05042):
keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan
4.2 Identifikasi toleransi melakukan
ekstremitas meningkat
pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat
3. Nyeri menurun Terapeutik :
4. Kecemasan menurun
5. Kelelahan fisik menurun 4.3 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu
4.4 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meingkat pergerakan
4.5 Edukasi :
4.6 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
4.7 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
4.8 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
5. D.0006 Risiko Aspirasi Setelah dilakukan intervensi Penghisapan Jalan Napas I.01020 :
d.d gangguan menelan keperawatan selama minimal
1x8 jam, tingkat aspirasi Observasi :
menurun, dengan kriteria hasil
5.1 Identifikasi kebutuhan dilakukan
(L.01006):
penghisapan
1. Tingkat kesadaran
5.2 Monitor status oksigenasi
meningkat
2. Kemampuan menelan Terapeutik :
meningkat
3. Dispnea menurun 5.3 Gunakan tekniks aseptik
4. Kelamahan otot menurun 5.4 Gunakan prosedural steril dan
diposibel
5.5 Lakukan penghisapan kurang dari
15 detik
5.6 Lakukan penghisapan ETT dengan
tekanan rendah (80-90 mmHg)
5.7 Lakukan penghisapan hanya
sepanjang ETT untuk
meminimalkan invasif
Edukasi :
6. D.0143 Risiko Jatuh d.d Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh I.14540 :
gangguan penglihatan keperawatan selama minimal
1x8 jam, tingkat jatuh menurun,
67
(ptosis) dengan kriteria hasil (L.14138): Observasi :
1. Jatuh dari tempat tidur
menurun 6.1 Identifikasi faktor risiko jatuh
2. Jatuh saat berdiri menurun 6.2 Identifikasi faktor lingkungan yang
3. Jatuh saat duduk menurun meningkatkan risiko jatuh
4. Jatuh saat berjalan menurun
Terapeutik :
Edukasi :
68
BAB IV
KESIMPULAN
1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila
penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis
tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor
imunologik yang paling banyak berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata .
Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa
kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelasdan menurut
osserman terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan Lab penunjang.
6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga
tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau
menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat
alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan
sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan
7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler
69
DAFTAR PUSTAKA
10. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
70
71