Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN POST


PARTUM : RETENSIO PLASENTA, ATONIA UTERI

Dosen Pengampu :
Ns. Nilam Noorma, S.Kep., M.Kes 

Oleh :

KELOMPOK XIII

1. Oktavianus Lung
2. Oktavia Okky

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHAP
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Risiko perdarahan berarti berisiko mengalami kehilangan darah baik
internal (terjadi dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar
tubuh) menurut (Tim Pokja DPP PPNI, 2017). Dalam hal ini definisi
perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah anak lahir. Pada periode pasca persalinan, sulit
untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan yang
terdiri dari 1 hingga 4. Definisi perdarahan pasca persalinan adalah
perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Oleh sebab itu maka
batasan operasional untuk periode pasca persalinan adalah setelah bayi
lahir, dimana periode tersebut termasuk dalam persalinan kala III (POGI et
al., 2014).
a. Retensio Plasenta
Retensio plasenta di definisikan sebagai belum lepasnya plasenta
dengan melebihi waktu setengah jam. jika diikuti perdarahan yang
banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada
kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta (Nugroho, 2012).
Belum lahirnya plasenta dapat juga disebabkan karena belum
lepasnya plasenta dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive), plasenta melekat
erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium atau hingga mencapai bawah peritoneum (plasenta
akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan
tetapi belum keluar, dapat disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkaserata plasenta). Dalam keadaan normal,
decidua basalis terletak di antara myometrium dan plasenta. Namun
pada plasenta akreta, decidua basalis tidak ada sebagian atau seluruhnya
sehingga plasenta melekat langsung pada myometrium. Sehingga dapat
menyebabkan rupture dan ketika plasenta dikeluarkan secara paksa
akan menimbulkan perdarahan dalam jumlah banyak.
b. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi lahir (Prawihardjo, 2010).
2. Etiologi
Penyebab munculnya risiko perdarahan pada persalinan kala III ialah
adanya kondisi dimana memungkinkan terjadinya perdarahan pada
persalinan kala III, sehingga perlu diketahui penyebab dari perdarahan pada
persalinan kala III. Menurut Sukarni K & P (2013) penyebab perdarahan
pada persalinan kala III antara lain:
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan pascapersalinan yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan (Nugroho, 2012).
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi seperti:
1) Over distention uterus seperti : gemeli makrosmia, polihidro
amnion, atau paritas tinggi
2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan
kelahiran pendek , partus lama / partus terlantar, malnutrisi
3) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya
plasenta belum lepas dari dinding uterus (Sukarni & Purwaningsih,
2013).
b. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi
uterus (Nugroho, 2012). Menurut Nugroho (2012) retensio plasenta
terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
2) Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
4) Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
5) Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri
3. Manifestasi Klinis
a. Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir setelah 30 menit
Perdrahan segera
Uterus berkontraksi dan keras
b. Atonia Uteri
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Perdarahan segera setelah lahir
4. Patofisiologi
a. Retensio Plasenta
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan.
Jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta yang belum lepas sama sekali dari dinding
uterus karena : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
(plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
sebab villi korialis menembus desidua sampai mimetrium dibawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta), plasenta yang sudah lepas dari
dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserio plasenta) (Sumarah, 2009 ).
Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot rahim dan
menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat
diperkirkan bahwa darah penderita terlalu banyak hilang, keseimbangan
baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam. Plasenta manual
dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat perdarahan post partum
berulang, terjadi perdarahan post partum melebihi 400cc, pada
pertolongan persalinan dengan narkosa, plasenta belum lahir setelah
menunggu selama setengah jam, (Manuaba, I. A. C, 2015).
b. Atonia Uteri
Perdarahan pascapersalinan secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh
darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri
terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Pada perdarahan pascapersalinan, perembesan darah dapat
berlangsung selama beberapa jam yang menyebabkan pengeluaran
darah dalam jumlah besar. Efek perdarahan banyak bergantung pada
volume darah sebelum hamil, tingkat hipervolemia yang dipicu oleh
kehamilan, dan derajat anemia saat persalian (Gant, 2010).
5. Pathway
a. Retensio Plasenta

Trauma jalan lahir, Kegagalan kompresi


episiotomi yang pembuluh darah,
lebar, laserasi miometrium Gangguan koagulasi
perineum, vagina hipotalamus, retensi
dan serviks ruptur sisa plasenta

Resiko Perdarahan

Kehilangan vaskular yang Resiko kekurangan


berlebihan cairan

Gangguan sirkulasi

perifer Kompenasasi jantung paru


Ginjal mengeluarkan
entroportin
hematoma
Hipovolemi takikardi
Intake 02
menurun
Nyeri Akut Tidak terkompensasi vasokontriksi
Keterlambatan
pengisian kapiler
kemerahan hipoksia
Resiko penurunan GFR menurun
Pucar, akral dingin curah jantung

Resiko Takipnea,
Urin output menurun
infeksi Perfusi jaringan
tidak efektif
Pola nafas
Gangguan pola tidak efektif
eliminasi urin
b. Atonia Uteri

Gangguan retraksi
kontraksi otot uterus
menurun

Sinus maternalis tetaterbuka

Penutupan pembuluh darah terlambat

Perdarahan pervaginam

Darah keluar banyak Berkurangnya volume Perdarahan


intravaskuler terus menerus

Eritrosit keluar, HB Transport O2 Volume sekuncup


menurun menurun Cairan tubuh menurun menurun

Fungsi organ Penrunan curah


Mukosa pucat,
terganggu Resiko kekurangan jantung
konjungtiva aanemis
volume cairan
Depresi sumsum suplai darah ke
Perfusi perifer tidak
tulang jaringin menurun
efektif

Pembentukan leukosit
TD menurun, nadi
cepat

Resiko Infeksi
Resiko Syok
6. Pemeriksaan Penunjang
Imron, Asih & Indrasari (2016) menyatakan bahwa diagnosis dapat
ditegakkan dengan melakukan beberapa pemeriksaan diantaranya:
a. Pemeriksaan fisik Pucat, disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, nadi cepat kecil, ekstremitas dingin dan tampak darah keluar
dari vagina secara terus-menerus.
b. Pemeriksaan obstetri
Kontraksi ulkus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila
kontraksi uterus baik mungkin karena perlukaan di jalan lahir.
c. Pemeriksaan ginekologi
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui
kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti tes laboratorium, tes radiologi.
7. Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2017) ada dua tata cara pelaksanaan yang bisa dilakukan
pada ibu risiko perdarahan pada persalinan kala III.
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yang dimaksudkan adalah penatalaksanaan
risiko perdarahan pada ibu persalinan kala III dengan tanpa adanya
komplikasi yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan
aman
c) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e) Atasi syok bila terjadi syok
f) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infuse 20
ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit)
g) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir
h) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar-masuk
i) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
b. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus yang dimaksudkan adalah pelaksanaan pada
ibu risiko perdarahan pada persalinan kala III dengan komplikasi.
Perbedaan komplikasi yang di alami oleh ibu, berbeda juga pelaksanaan
yang akan dilakukan. Pelaksanaan pada komplikasi persalinan kala III
antara lain:
1) Atonia uteri
a) Kenali dan tegakan kerja otot atonia uteri
b) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian
uterotonika, lakukan pengurutan uterus
c) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
d) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan:
 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang
melingkupi uterus. Bila perdarahan berkurang kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan.
 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara
telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium.
 Kompresi aorta abdomalis yaitu raba arteri femoralis
dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai columna vertebralis penekanan yang
tepat akan menghentikan atau mengurangi, denyut arteri
femoralis.
2) Retensio plasenta
a) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil
b) Regangkan tali pusat dan minta ibu untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat
c) Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan
tetesan 40/menit
d) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus
e) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia
f) Lakukan transfuse darah bila diperlukan
g) Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 gr supp/oral)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Keliat et al (2018) pengkajian yang dapat dilakukan pada ibu
persalinan kala III yaitu sebagai berikut:
a. Pengkajian awal/Primary Survey
1) Palpasi uterus: untuk menentukan apakah ada bayi kedua
2) Sirkulasi: tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat
kemudian kembali normal dengan cepat, frekuensi nadi melambat
pada respon terhadap perubahan curah jantung
3) Pengeluaran pervaginam : (ya/tidak), adanya pengeluaran cairan
pada vagina dilihat dari banyaknya cairan yang dikeluarkan normal
atau tidak
4) Perdarahan pervaginam: terjadinya perdarahan pada persalinan
kala III bila darah yang keluar >500 ml
5) Denyut jantung janin: frekuensi denyut jantung janin dalam batas
normal atau tidak dan kualitas dari bunyi denyut jantung baik
Penilaian awal untuk pasien yang masuk ke ruang kritis adalah
pengkajian primer (primary survey).Pendekatan ini ditujukan agar
perawat secara tepat memberikan bantuan kepada pasien. Masalah
yang bisa mengancam jiwa adalah jalan nafas, pernafasan sirkulasi dan
kesadaran diidentifikasi, dievaluasi dalam hitungan menit sejak pasien
itu datang ke ruang kritis. Komponen pengkajian primer (primary
survey) terdiri dari : ABCDE (Airway-Breathing-
CirculationDisability-Exposure) (Maria, 2021) Perlu diingat sebelum
melakukan pengkajian, perawat harus memperhatikan proteksi diri
(keamanan dan keselamatan diri) dan keadaan lingkungan
sekitar.Proteksi diri sangatlah penting bagi perawat dengan tujuan
untuk melindungi dan mencegah terjadinya penularan dari berbagai
penyakit yang dibawa oleh pasien (Jainurakhma, 2021).
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder terdiri dari observasi umum yang teridir dari
keadaan umum pasien, ada tidak nya alergi obat, pemeriksaan fisik
head to toe, pemeriksaan plasenta.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses persalinan
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan retensio plasenta/atonia uteri
c. Resiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dnegan kehilangan
cairan aktif
d. Resiko infeksi b/d luka, trauma jaringan
e. Perfusi perifer tidak efektif b/d gangguan sirkulasi
f. Resiko penurunan curah jantung b/d kehilangan cairan vaskuler
berlebih
3. Intervensi Keperawatan

No. Masalah Keperawatan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


(SDKI)
1 Nyeri Akut D.0077 Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
nyeri pada pasien berkurang atau menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi faktor yang memperberat
b. Meringis menurun
dan memperingan nyeri
c. Sikap protektif menurun
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
d. Gelisah menurun
tentang nyeri
e. Kesulitan tidur menurun
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
f. Menarik diri menurun
respon nyeri
g. Berfokus pada dir sendiri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
menurun
hidup
h. Diaforesis menurun
i. Frekuensi nadi membaik  Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
j. Pola nafas membaik  Monitor efek samping penggunaan
k. Tekanan darah membaik analgetik
l. Prilaku membaik Terapeutik :
m. Pola tidur membaik  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
 fasilitasi istirahat dan tidur
 pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
 jelaskan strategi meredakan nyeri
 anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Resiko perdarahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Perdarahan
berhubungan dengan selama …x… diharapkan tingkat Observasi
komplikasi pasca partum perdarahan menurun. Dengan kriteria hasil  Monitor tanda dan gejala perdarahan
(mis. Atonia uterus, : SLKI Tingkat Perdarahan Terapeutik
retensi plasenta)  Pertahankan bed rest selama perdarahan
a. Kelembapan membran mukosa
 Lakukan manejemen aktif kala III
meningkat
 Berikan oksitosin 10 IU dalam 1 menit
b. Hematemesis dan hematuria
pertama setelah bayi lahir
menurun
 Lakukan penegangan tali pusat
c. Perdarahan vagina menurun
terkendali
d. Tekanan darah membaik
 Lalukan massase uteri
e. Denyut nadi apkial membaik
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Cairan (I.03121)
Observasi:
Ketidakseimbangan selama 3x24 jam diharapkan
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Cairan (D.0036) keseimbangan cairan (L.03020) dapat
 Monitor frekuensinafas
teratasi dengan kriteria hasil :
 Monitor tekanan darah
a. Asupan cairan meningkat
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
b. Output urin meningkat
 Identifikasi resiko ketidakseimbangan
c. Membran mukosa lembab
cairan
d. Edema menurun
Terapeutik
e. Dehidrasi menurun
 Atur intervalwaktu pemantauan sesuai
f. TD, frekuensi nadi, kekuatan nadi
kondisipasien
membaik
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Manajemen Cairan (I.03098)
Observasi:
 Monitor status hidrasi
 Monitor berat badan harian
 Monitor pemeriksaan hasillaboratorium
 Monitor status haemodinamik
Terapeutik:
 Ctata input-output dan hitung balance
cairan setiap 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antidiuretik
4 Resiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
Observasi
selama 3x24 jam tingkat infkesi menurun
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil : sistemik
Terapeutik
a. Demam menurun
 Batasi jumlah pengunjung
b. Kemerahan menurun  Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
c. Nyeri menurun
dengan pasien dan lingkungan pasien
d. Bengkak menurun  Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
e. Kadar sel darah putih membaik
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI
2. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
4. Aspiani, Reni Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas.
Jakarta: Trans Info Media
5. Manuaba, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika
6. Sumarah, 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Jakarta: Fitramaya
7. Gant, Norman F. 2010. Dasar-Dasar Ginecologi & Obstetri. Jakarta: EGC
8. Jainurakhma, J. et al. 2021. Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit
Dalam. Dengan Pendekatan Klinis. 1st edn. Edited by A. Karim. Yayasan
Kita. Menulis.
9. Imron. Asih & Indrasari. 2016. Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Patologi
dalam Kehamilan. Persalinan. Nifas. dan Gangguan Reproduksi. Penerbit
Trans Info Media. Yogyakarta
10. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
11. Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan praktik
keperawatan kesehatan jiwa stuart. Edisi Indonesia (Buku 1). Singapura:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai