Anda di halaman 1dari 32

MODUL 10

Pra Profesi Nifas


2

Kelompok 2
○ Suci Meysun Baddriyah 1710332004
○ Mu’awwidza Badri 1710331003
○ Annisa Karima Harda 1710331009
○ Ovella April Rieza 1710332008
○ Monica Lailatul Murarah 1710333001
○ Maya Regina Jenisa 1710332016
○ Khadijah Ramadani Lubis 1710332011
○ Yunda Siti Nurrahmah 1710331006
○ Putri Azzahra 1710333016

3

Rumusan Masalah
Ny. Sari usia 25 tahun P1A0 post partum hari ke-6 (Enam) datang ke bidan diantar
oleh suaminya dengan keluhan keluar darah segar pervaginam. Pada riwayat persalinan Ny.
Sari mengalami retensio placenta dan atonia uteri baru. Pada pemeriksaan diperoleh hasil
tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, Nadi 100x/i, suhu 390C dan pernafasan 20x/i. TFU
setinggi pusat dan kontraksi uterus lembek. Pada pemeriksaan pervaginam didapatkan
adanya sisa selaput placenta.
Ny.Sari dan keluarga diberikan penjelasan oleh bidan tentang keadaannya kemudian
bidan melakukan pemasangan infus NaCl. Sebelum dirujuk bidan menyarankan agar
disiapkan juga anggota keluarga yang golongannya sama dengan Ny. Sari jika diperlukan
tranfusi darah. Bidan mendampingi ibu sampai di tempat rujukan. Bagaimanakah saudara
menjelaskan tentang kasus di atas?
4
Klasifikasi perdarahan postpartum

Etiologi dan faktor resiko perdarahan postpartum

PEMBAHASAN Patofisiologi perdarahan postpartum

Manifestasi klinis perdarahan postpartum

Diagnosa perdarahan postpartum

Komplikasi perdarahan postpartum

Penatalaksanaan perdarahan postpartum


Klasifikasi
Perdarahan
Postpartum
6
• Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan
postpartum yang terjadi dalam 24 jam pertama
Perdarahan kelahiran. Penyebab utama perdarahan
Postpartum Primer postpartum primer adalah atonia uteri, retensio
& Perdarahan plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
Postpartum inversio uteri.
Sekunder
Manuaba, 2008 • Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu
perdarahan postpartum yang terjadi setelah
24 jam pertama kelahiran. Perdarahan
postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik,
atau sisa plasenta yang tertinggal.
Etiologi dan
Faktor Resiko
Perdarahan
Postpartum
8
Secara medis, perdarahan postpartum
disebabkan oleh faktor 4T yaitu :
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
Tone Dimished: miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir.
Atonia Uteri Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di
sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006).
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta
syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat
diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang
(Rueda et al., 2013).
9
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada
persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang
semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
Tauma : robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
Laserasi jalan persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan
lahir
spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi,
atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Klasifikasi laserasi : (Rohani, Saswita dan Marisah, 2011)
Derajat 1 : Mukosa dan kulit perineum
Derajat 2 : Mukosa vagina, kulit, dan otot perineum
Derajat 3 : Mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
Derajat 4 : Mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa
rektum.
10

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga


atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini
Tissue : Retensio disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
plasenta uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari
perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini
harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta
sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama
sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat
pada persalinan normal (Ramadhani, 2011).
11
Jenis retensio plasenta antara lain (saifuddin, 2002) :
• Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot
korion plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi
fisiologis.
• Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
• Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.
• Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus serosa dinding uterus.
• Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam
kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
12

Gangguan pembekuan darah dapat pula


menyebabkan PPP. Hal ini disebabkan karena
Thrombin : defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran fibrin
yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan
Koagulopati
darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun
didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa
hipofibrinogenemia, trombositopenia, Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome
(hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC),
dan Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006;
Prawirohardjo, 2010).
13
Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan,
saat kehamilan, dan saat persalinan.
• Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks
Faktor Risiko massa tubuh, dan riwayat perdarahan postpartum.
Perdarahan Post
• Faktor risiko selama kehamilan meliputi usia, indeks
Partum
massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum,
kehamilan ganda, plasenta previa, preeklampsia, dan
penggunaan antibiotik.
• Faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa
anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu
tubuh >37⁰, korioamnionitis, dan retensio plasenta
(Briley et al., 2014).
Patofisiologi
Perdarahan
Postpartum
15
Perdarahan berasal dari tempat plasenta, bila tonus uterus tidak ada,
kontraksi uterus lemah, maka anteri-arteri spiral yang seharusnya tertutup
akibat kontraksi uterus tetap terbuka. Darah akan terus mengalir melalui
bekas melekatnya plasenta ke cavum uteri dan seterusnya keluar
pervaginam (El-Refaey, 2003).
Setelah kelahiran anak, otot-otot rahim terus berkontraksi dan plasenta
mulai memisahkan diri dari dinding rahim selama jangka waktu tersebut.
Jumlah darah yang hilang tergantung pada berapa cepat hal ini terjadi.
Biasanya, persalinan kala III berlangsung selama 5-15 menit. Bila lewat dari
30 menit, maka persalinan kala III dianggap lama (DepKes RI, 2004).
Perdarahan postpartum bisa terjadi karena kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta atau karena plasenta melekat terlalu erat pada
dinding uterus (Hakimi, 2003).
Manifestasi
Klinis
Perdarahan
Postpartum
17

Menurut Prawiroharjo (2002) perdarahan post partum bisa


menyebabkan perubahaan tanda vital seperti pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin,menggigil, tekanan darah sistolik
<90 mmHg, nadi >100x/menit, kadar Hb <8 gr%.Ini terutamanya
terjadi pada pendarahan yang tidak jelas.
Namun begitu, nilai tanda tanda vital tersebut kadang-kadang
bisa menyesatkan karena mempunyai bacaan yang normal (McCoy,
2010). Oleh itu, harus berhati-hati supaya tidak timbulnya
hipovolemia yang berat pad pasien (Pritchard, 1991).
Diagnosa
Perdarahan
Postpartum
19
Pada setiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya.
Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum,
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam (Wiknjosastro, 2002).
Tinggi fundus uteri yang normal harusnya berada pada atau di
bawah umbilikus. Tinggi fundus uteri dapat dikenalpastikan dengan
melakukan palpasi abdomen (Alam, 2007).
Pada perdarahan akibat atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi
uterus, sehingga uterus didapatkan membesar dan lembek pada palpasi
(Wiknjosastro, 2002). Sedangkan pada laserasi jalan lahir, uterus tetap
berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras
setelah uri keluar dengan sempurna. Darah berwarna merah kehitaman
dijumpai pada kasusu atoni uteri manakala darah warna merah terang
akan dijumpai pada laserasi jalan lahir (Cunningham, 2005).
20

Pada pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus


dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan
adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-
sisa plasenta (Wiknjosastro, 2002).
Pemeriksaan laboratorium juga bisa dilakukan untuk periksa
darah, Hb, clot observation test (COT)untuk mengetahui apakah
adanya kelainan darah pada ibu (Mochtar,1998). Setelah
membuat diagnosis perdarahan postpartum, perlu diperhatikan
adanyaperdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia.
Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh
dalam keadaan syok (Mochtar,1998).
Komplikasi
Perdarahan
Postpartum
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani 22
dapat mengakibatkan :

1. Syok Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami


hemoragie syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah
yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi
darah ke seluruh tubuh dan dapatmenyebabkan
hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan
cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan
atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak
bagian korteks renal yangdipenuhi 90% darah di ginjal.
Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu
tidak terselamatkan.
23
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan
menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga
termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi
masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah
dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan
postpartum sampai syok. Sindrom inidisebabkan karena
hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis.
Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
Penatalaksanaan
Perdarahan
Postpartum
25
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu
resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok
hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.
Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia
(resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidak sesuaian dalam memberikan
koreksi hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat
perdarahan pascasalin. Meskipun jika terjadi perdarahan kedua komponen
darah (plasma dan sel darah) hilang, tetapi penanganan pertama untuk
menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah
dengan pemberiaan cairan. Larutan kristaloid (saline normal atau ringer
laktat) lebih diutamakan dibanding koloid dan harus segera diberikan
dengan jumlah 3 kali perkiaran darah yang hilang
26
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan
postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan
resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam
traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau
perdarahan tetap terkait trauma.
Jika terdapat perdarahan yang terus-menerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan.
Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat
terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk
menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah
dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih
lanjut (WHO, 2012).
27
Bila isi kavum uteri bersih, robekan jalan lahir tidak
ada atau sudah teratasi dan darah masih merembes,
sangat mungkin diagnosisnya adalah atoni uteri.
Tatalaksananya yaitu :
1. Masase fundus uteri
Masase dilakukan di fundus uteri melalui dinding
depan abdomen dengan gerakan sirkuler dengan
penekanan ke arah kaudal sampai terasa kontraksi
yang kuat. Bila kontraksi telah baik, palpasi uterus
dilakukan setiap 15 menit dan untuk meyakinkan
bahwa uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
meskipun kualitas evidendence nya lemah tetapi
rekomendasi untuk melakukan masase fundus uteri
adalah kuat.
28
2. Kompresi bimanual
Bila dengan masase kontraksi uterus masih
lembek maka langkah kedua Anda harus
melakukan kompresi bimanual. Satu tangan
mengepal berada di forniks anterior dan tangan
yang lain mengangkat dan menekan korpus
uteri ke arah kaudal. Aksi ini dikerjakan sampai
kontraksi timbul dan perdarahan berhenti.
Karena tindakan ini sangat melelahkan maka ini
hanya bersifat sementara sambil menunggu
tindakan definitif, misal selama persiapan dan
transportasi pasien ke kamar operasi atau ke
rumah sakit. Kualitas evidence nya sangat
lemah dan rekomendasinyapun lemah.
29
3. Evakuasi plasenta secara manual
Bila perdarahan terjadi dan plasenta masih
seutuhnya berada di dalam kavum uteri, maka
diagnosis menjadi PPS karena retensi plasenta
dan anda harus melakukan evakuasi plasenta
secara manual. Tangan kanan (bagi yang tidak
kidal) masuk ke dalam kavum uteri secara
obstetrik (mengepal) melalui vagina dan serviks,
selanjutnya mencari tepi plasenta dan
mengelupasnya dari dinding dalam kavum uteri.
Tangan kiri berada di abdomen untuk
memfiksasi korpus uteri. Dengan cara ini harus
dipastikan bahwa tidak ada lagi sisa jaringan
plasenta yang tertinggal di dalam kavum uteri.
30

Daftar Pustaka
 Cunningham, F. Gary . 2012. Obstetri Williams volume 1 edisi
23. Jakarta : EGC
 Manuaba, Ida bagus gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta : EGC
 Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan.2005. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Pillitteri,
 Azrul, 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR/POGI
 Saifuddin, Dkk. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Varney, et. al., 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
31

Thanks!
Any questions?
Q& 32

1. A

Anda mungkin juga menyukai