Sebagai cara untuk mengingat penyebab perdarahan postpartum, beberapa sumber telah
menyarankan menggunakan singkatan 4T yaitu Tonus, Tissue, Trauma, Trombosis
1.Tonus
Uterus atonia adalah suatu keadaan dimana rahim tidak berkontraksi atau berkontraksi lemah
yang dapat disebabkan oleh overdistensi rahim dan kelelahan rahim. Overdistensi rahim
merupakan faktor risiko utama untuk atonia dapat disebabkan oleh kehamilan multifetal,
makrosomia janin, polihidramnion, atau kelainan janin (misalnya, hidrosefalus berat). Sementara
kelelahan rahim dapat terjadi karena disebabkan oleh persalinan lama atau tenaga melahirkan
yang kuat dan cepat, terutama jika dirangsang. Uterus atonia dapat menimbulkan komplikasi
yang lebih berat yaang disebut uterus inversio, yaitu suatu keadaan dimana puncak uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri hingga keluar melewati vagina.
2.Tissue
kontraksi uterus dan retraksi uterus menyebabkan pelepasan dan pengeluaran plasenta. Pelepasan
plasenta yang lengkap memungkinkan uterus mengecil sehingga oklusi pembuluh darah menjadi
optimal. Pada saat persalinan seorang penolong persalinan harus cermat melakukan pemeriksaan
terhadap plasenta, karena bisa saja plasenta tidak keluar secara lengkap dan tersisa di dalam
rahim sehingga menimbulkan perdarahan postpartum. Selain karena sisa plasenta, perlekatan
plasenta yang terlalu kuat dapat menyebabkan plasenta tertahan didalam rahim atau disebut
dengan retensi plasenta.
3.Trauma
Kerusakan pada jalan lahir dapat terjadi secara spontan atau akibat tindakan yang perlu
dilakukan pada saat melakukan persalinan bayi. Trauma dapat terjadi setelah persalinan sangat
lama atau kuat yang dirangsang dengan oksitosin atau prostaglandin, setelah manipulasi janin
ekstraauterus atau intrauterus, risiko tertinggi terkait dengan versi internal dan ekstraksi kembar
kedua, dan pada saat membersihkan sisa plasenta baik secara manual atau dengan instrumentasi.
Laserasi serviks paling sering dikaitkan dengan forceps, namun laserasi serviks juga dapat terjadi
secara spontan karena ibu mengedan sebelum waktunya. Perineum juga dapat mengalami
laserasi secara spontan atau akibat tindakan episiotomi, dan ruptur uteri dapat terjadi pada
persalinan yang sebelumnya pernah mengalami persalinan sesar.
4.Trombosis
Gangguan sistem koagulasi dan trombositopenia mungkin berhubungan dengan penyakit yang
sudah ada sebelumnya, seperti purpura thrombocytopenic idiopatik, hipofibrinogenemia familial
dan penyakit von Willebrand, atau diperoleh pada saat kehamilan seperti pada sindrom HELLP
(hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit yang rendah), solusio plasenta,
koagulasi intravascular diseminata (DIC), atau sepsis.
1. Definisi prdarahan pasca persalinan
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses
persalinan berlansung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml. kondisi dalam
persalinan menyebabakan kesulitan untuk menentukan volume perdarahan yang terjadi
karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Oleh
sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan
tentang jumlah perdarahan, disebabkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dimana dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti: pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100
x/menit, dan kadar Hb <8 g% (saifuddin, 2001).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang
melewati batas fisiologi normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan
mengeluarakan darah secara fisiologi samapai jumlah 500 ml tanpa menyebabakan
gangguan homeostatis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa
perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikatagorikan sebagai perdarahan pasca bersalin
dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera dtangani secara
serius.
Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang dapat mengganggu homeostatis
tubuh atau megakibatakan tanda hipovolemia termasuk dalam katagori perdarahan pasca
persalinan. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml garus serera
mendapatkan penanganan. Perdarahan pasca persalianandapat terjadi segera setelah janin
lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir (siswosudarmo, 2008).
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun
masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan,
persalinan dan nifas harus dianggap sebagaibsuatu keadaan akut dan serius, karena
dapatmembahayakan ibu dan janin (khoman, 2002).
Berdasarkan waktu kejadiananya perdarahan pasca persalinan dibagi dua bagian, yaitu:
1. Perdarahan pasca persalina dini (Early Post Partum heamorrhage, atau perdarahan
pasca persalinan primer, atau perdarahan pasca persalinan segera). Perdarahan pasca
persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca
persalinan primer adalah atonia uteri, retesio plasenta, robekan jalan lahir.
2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau perdarahan persalinan sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan
sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekuner sering
diakibatkan oleh infeksi, menyusutnya rahim yang tidak baik, atau sisa plaseta yang
tertinggal (Faisal, 2008).
Sebagian besar kehingan darah terjadi akibat arteriol spiral miomestrium dan vena
desidua yang sebelumnya dipasok dan didraninase ruang intervilus plasenta. Karena
kontarksi pada rahim yang sebgaian kosong menyebabkan pemisahan plasenta, terajdinya
perdarahan dan berlanjut hingga otot rahim berkontraksi di sekitar pembuluh darah dan
berkerja sebagai pengikat fisiologi-anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah
pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan perdarahan yang teralalu banyak di
tempat plasenta (Hacker, 2001).
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah dalam uterus masih terbuka. Pelepasan
plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-si- maternalis
di tempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang
terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan da- rah
sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan
menghambat penutupan pembu- luh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca per- salinan. Perlukaan yang luas
akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina (Muhaj, 2009).
Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan :
b. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan nadi, dan nafas
cepat, pucat, eks- tremitas dingin sampai terjadi syok.
c. Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi
jalan lahir.
d. Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa
plasenta, atau trauma jalan lahir.
e. e.Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan ante- partum atau penyebab lain
(Mansjoer, 1999).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan kompli- kasi disamping dapat
menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak bisa menvebabkan
Sheehan sebagai akibat nekroste pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian
tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, runnya berat badan sampai
menimbulkan kakeksia. penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan
rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi amenorea, dan kehilangan
fungsi laktasi (Wiknjosastro, 2002).
1.Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan sege ra setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perda- rahan
sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan men- jepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi
(JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebih cepat
dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah se- banyak
10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada
kehilangan darah 20%, dapat syok.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah
anak lahir, secara rutin di ukur pengeluaran dalam kala III dan 1 jam sesudahnya. Apabila terjadi
perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan
plasenta dengan gera. Di saat plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat
atonia uteri atau perdarahan akibat perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus
membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus
berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut
tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit,
dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian karena
perdarahan pasca persalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan,
terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan
darah banyak. Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab utama kematian dalam persalinan
(Wiknjosastro, 2002)
a. Umur ibu yang terlalu muda ( kurang dari 20 tahun ) atau terlalu tua ( lebihdari 40 tahun )
d.Uterus terlalu regang atau besar ( pada kehamilan kembar atau bayi besar )
e. Kelainan uterus
anemia dalam kehamilan harus diobati karena pendarahan dalam batas_batas normal dapat
membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.apabila sebelumnya penderita sudah
pernah mengalami perdarahan pasca persalinan,persalinan harus langsung dirumah sakit,kadar
fiibrinnogen perlu di periksa pada pendarahan banyak,kematian janin dalam uterus dan sulosio
plasenta (wiknjosastro,2002)
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga
secara aktif,yaitu:
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan taktil
(masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkah-langkah berikut:
a. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari lubang serviks yang dapat
menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dapat dipalpasi, lakukan
katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus berkontraksi
secara baik.
c. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah didnding uterus dan juga merangsang miometrium
untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit , maka
diperlukan tindakan lain.
d. Anjuran keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual
eksternal.
e. Keluarkan tangan perlahan-lahan.
f. Bila ergometrin 0,2 mg secara intramuscular (kontraindikasi hipertensi) atau
misoprostal 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus akan
berkontraksi.
g. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc Ringer
Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin, sehingga
dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan dan
merangsang kontraksi uterus.
h. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.
i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, hal ini
menunjukkan bahwa atonia sederhana, sehingga ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan
transfuse darah.
j. Damping ibu ke tempat rujukan dan terus melakukan kompresi bimanual internal.
k. Lanjut pemberian ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan dengan
laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus.
Kemudian berikan 125 cc/jam (JNPK, 2007)
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali (JNPK, 2007). Perdarahan dalamkeadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir (Hadijono, 2006).
Cedera selama kelahiran merupakan penyebab post partum kedua terbanyak ditemukan. Selama
kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan tetapi lebih
sering ditemukan setelah penggunaan forsep ekstraktor vakum. Dinding pembuluh darah dalam
jalan lahir mengembang selama kehamilan dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi
terutama cendrung terjadi pada t perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis di
sepanjang aspek-aspek posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut
lateral sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan (Hacker, 2001)
a. Klasifikasi klinis
1. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama, karena
akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin serta melemahkan
otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasanya sehingga kepala janin
terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dfengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-
bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Apabila mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek dinamakan robekan perineum
tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior, kulkit
perineum, otot perineum. Dan pada robekan ketiga sampai pada otot sfingter ani,
sedangkan robekan tingkat empat bisa sampai mukosa rectum. 9JPNK, 2007).
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering
terdapat. Mungkin di temukan sesudaj persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan speculum.
Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatai dengan jahitan.(Wiknjosastro, 2002).
3. Robekan serviks
4. Ruptur uteri
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang
umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan
pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian uterus. Pada robekan ini
kadang-kadang sukar membedakan antara rupture uteri dan kolpaporeksis. Apabila
rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura
uteri komplet, jikatidak disebut ruptura inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata,
letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke
kanan. Menurut terjadinya ruptura uteri terjadi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2) Ruptur
uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada perut uterus (Wiknjosastro, 2002).
berikan anestesi pada setiap ibu yang memerlukna penjahitan robekan jalan lahir atau
episiotomy. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa santai.
a) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks ;kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus ,kontraksi yang tetanik dari uterus ; serta
pembentukan constriction ring.
b) Kelainan dari plasenta dan sifat pelekatan plasenta dari uterus.
c) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak retmik ;pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta ; serta pemberian anestesi
( Faisal, 2008).
Dan beberapa kondisi umum yang menjadi penyebab dari retensio plasenta, antara
lain :
a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam.
b) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar Karen aatonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak .Atau karena adanya lingkaran konstriksi
pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
mengalangi plasenta keluar( Plasenta inkarserata ). Plasenta mungkin pula tidak
keluarkarena kandung kemih atau rectum penuh, karena itu keduanya harus
dikosongkan( Mochtar, 1998).
b.Retensio Plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir,maka harus diusahakan
untuk mengeluarkannya ( Wiknjosastro, 2002). Setelah bayi lahir dilakukan dengan
segera manajemen aktif kala III, yaitu :
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
2. Melakukan penanganan tali pusat terkendali.
3. Massase fundus uteri.
Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan
aktif persalinan kala tiga dengan menberikan oksitisin 10 IU intramuskuler dan
teruskan penanganan talipusat terkendali dengan hati-hati. Teruskan melakukan
penangananta lipusat terkendali untuk terakhir kalinya.Jika plasenta masih tetap
belum lahir,rujuk segera kerumah sakit. Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus
segera dilahirkan secara manual.
m. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluasan pelepasan palsenta dengan jalan menggeser tangan ke kiri sambil
digeser keatas (cranial ibu ) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari
dinding uterus.
n. Sementara satu lengan masih di dalam kavum uteri,lakukan eksplorasi untuk
menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
o. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah
uterus ),kemudian instruksikan asisten /penolong untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam membawa plasenta keluar.
p. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis ).uterus
kearah dorsokranial setelah plasenta dolahirkan dan ditempatkan plasenta
didalam wadah yang telah disediakan.
q. .Dekontaminasi sarung tangan sebelum dilepaskan dan peralatan lainnya
digunakan.
r. Lepas dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya didalam larutan klorin
0,5 % selama 10 menit.
s. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.
t. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
u. Periksa kembali tanda vital ibu
v. Catat kondisi ibu dan buat laporan
w. Tulis rencana pengobatan ,tindakan yang masih diperlukan dan asuhan
lanjutan
x. Beritahu pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih
memerlukan peantauan dan asuhan lanjutan.
y. Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan (JNPK,2007).
4. Uterus Atonik
Uterus atonik terjadi karena sisa plasenta atau selaput ketuban tertinggal didalam uterus
dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yangmasih menempel pada dinding
uterus mengakibatkan kontrkasi uterus tidakade kuat sehingga pembuluh darah yang terbuka
pada dinding uterus tidak dapat berkontraksi/terjepit dengan sempurna.
Penanganan:
Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan serviks
hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum
manual atau dilatasi dan kuretase.
5.Inversio Uteri
Inversio uteri terjadi dimana rahim sebagian atau seluruhnya ikut keluar ketika plasenta
lahir. Bagian rahim bagian atas (fundus) menjadi terbalik(inversi) mengarah ke bawah,
tergantung derajatnya bagian rahim ini bisasampai ke mulut rahim hingga keluar dari jalan lahir.
b) Grandemultipara
a) Inversio uteri ringanTerbaliknya fundus uteri kedalam cavum uteri namun belum
dirongga Rahim
b) Inversio uteri sedangFundus uteri terbalik menonjol ke cavum uteri dan sudah
masuk ke dalamvagina
c) Inversio uteri beratUterus dan vagina dalam keadaan terbalik dan sebagian sudah
keluar dari vagina.
Penanganan :
Segera melakukan reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio
telah terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi
untuk dilakukan laparotomi. Bila laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub
total hingga total.
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan, infeksi masa nifas masih
merupakan penyebab tertinggi AKI.Infeksi alat genital merupakan konplikasi masa nifas. Infeksi
yang meluas kesaluran urinary,payudara dan pasca pembedahan merupakan salah satu penyebab
terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas,malaise, denyut nadi cepat.
Gejala local dapat berupa uterus lembek,kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau adanya
dysuria. Ibu berisiko terjadi infeksi post partum karena adanya luka pada bekas pelepasan
plasenta,laserasi pada saluran genital termasuk episiotomi pada perineum,dinding vagina dan
serviks,infeksi post SC yang mungkin terjadi.
1. Pengertian infeksi nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk
kedalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas. Infeksi nifas adalah infeksi
bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan
suhu sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,dengan
mengecualikan 24 jam pertama.( joint commite on maternal welfare,AS). Infeksi nifas
terjadi 1-3 %.Infeksi jalan lahir 25-55% dari semua kasus infeksi.
3. Patofisiologi nifas
Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah didaerah bekas insersio
(pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter 4cm ,
perumukaan tidak rata,berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi oleh
thrombus. Selain itu, kuman dapat masuk melalui serviks,vulva, vagina dan perineum.
Infeksi nifas dapat terjadi karena manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan
dalam berulang ulang dan alat yang terkontaminasi, infeksi nosocomial rumah sakit,
infeksi intrapartum, dan hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban
pecah dini. Factor predisposisi infeksi nifas antara lain:
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan
banyak, pre eklamsia, malnutrisi,anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit
jantung,dsb).
b. Persalinan dengan masalah seperti partus/ persalinan lama dengan ketuban pecah
dini, kariomanionitis,persalinan traumatic, proses pencegahan infeksi yang kurang
baik dan manipulasi yang berlebihan.
c. Tindakan obstetric operatif baik pervaginam maupun per abdominal
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah rongga Rahim
e. Episiotomy atau laserasi jalan lahir
4. Tanda dan gejala infeksi nifas
Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas, warna kemerahan,fungsi organ
terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas adalah sebagai berikut :
a. Infeksi local : warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lochea
bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan meningkat.
b. Infeksi umum : sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah
menurun ,nadi meningkat, pernapasan meningkat dan sesak , kesadaran gelisah
sampai menurun bahkan koma,gangguan involusi uteri, lochea berbau, bernanah
dan kotor.
5. Klasifikasi infeksi nifas
1) Infeksi pada perineum,vulva vagina,serviks dan endometrium, meliputi:
a. Vulvutis
Vulvutis adalah infeksi pada vulva.Vulvitis pada ibu pasca melahirkan
terjadi dibekas sayatan episiotomy atau luka perineum. Tepi luka berwarna
merah dan bengkat,jahitan mudah lepas, luka yang terbuka ulkus dan
mengeluarkan nanah.
b. Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina.Vaginitis pada ibu pasca
melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka
perineum.Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan
getah mengandung nanah dari daerah ulkus.
c. Servisitisi
Infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks, tapi tidak menimbulkan
banyak gejala.Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar
ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke
parametrium.
d. Endometritis
Endpmetritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam post
partum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman memasuki endometrium
(bias any pada luka insersio plasenta ) dalam waktu singkat dan menyebar
keseluruh endometrium . Pada infeksi setempat, radang terbatas pada
endometrium.Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis
dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keeping-keping nekrotis
dan cairan.Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
2) Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah
Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah adalah
septicemia,piemia dan tromboflebitis pelvica. Infeksi ini merupakan infeksi
umum yang disebabkan oleh kuman pathogen streptococcus hemolitikus golongan
A. infeksi ini sangat berbahay dan merupakan 50% dari semua kematian karena
infeksi nifas.
a. Septicemia
Septicemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toksinnya langsung
masuk ke dalam peredaran darah dan menyebabkan infeksi . gejala klinik
septicemia lebih akut antara lain: kelihatan sudah sakit dan lemah sejak
awal ; KU jelek, menggigil, nadi cepat 140-160 x/menit atau lebih; suhu
meningkat antara 39-40 derajat celcius ; TD menurun , KU umum
memburuk ; sesak nafas, kesadaran turun gelisah.
b. Piemia
Piemia dimulai dengan tromflebitis vena-vena pada daerah perlukaan lalu
lepas menjadi embolus-embolus kecil yang dibawa ke peredaran darah,
kemudian terjadi infeksi dan abses pada organ-organ diserangnya.
Gejala klinik piemia :
Rasa sakit pada daerah tromboflebitis,setelah ada penyebaran thrombus
terjadi gejala umum diatas , hasil laboratorium menunjukkan leokositosis,
lochea berbau, bernanah,involusi jelek.
c. Tromboflebitis
Radang pada vena terdiri tromboflebitis pelvis dan femoralis.
Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah pada vena
ovarika,terjadi karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta didaerah
fundus uteri. Sedangkan tromboflebitis femoralis dapat terjadi
tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri,
penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis.Disebabkan
oleh aliran darah lambat pada lipatan paha karena tertekan ligamentum
inguinale dan kadar fibrinogen meningkat pada masa nifas.
3) Infeksi nifas yang penyebaran melalui jalan limfe, ,melalui:
a. Peritonitis
Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvio peritoniatis).
Gejala klinik antara lain : demam, nyeri perut bawah,keadaan umum baik.
Sedangkan peritonitis umum gejalanya : suhu meningkat, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum
douglas,defense musculair,fasies hypocratica. Peritonitis umum dapat
menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian karena infeksi.
b. Parametritis (sellulitis pelvika)
Gejala klinik : nyeri saat dilakukan periksa dalam, demam tinggi menetap,
nadi cepat, perut nyeri sebelah/ kedua belah bagian bawah terjadi
pembentukan infiltrate yang dapat teraba selam periksa dalam. Infiltrate
terkadang menjadi abses.
4) Infeksi nifas yang penyebarannya melalui permukaan endometrium
Infeksi nifas yang penyebarannya melalui permukaan endometrium adalah
salfingitis dan ooforitis. Gejala salfingitis dan ooforitis hanpir sama dengan pelvio
peritonitis.
6. Pencegahan/penanganan infeksi nifas
1) Masa kehamilan
Mencegah factor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan
serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu .pemeriksaan dalam tidak
dilakukan jika tidak ada indikasi. Begitu pula pada koitus ibu hamil tua
hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat
menyebabkan pecahnya ketuban,kalu ini terjadi infeksi akan mudah masuk jalan
lahir.
2) Masa persalinan
Ada beberapa hal yang dapat dicegah selama proses persalinan berlangsung,antara
lain menghindari pemeriksaan dalam berulang-ulang,lakukan bila ada indikasi
dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah , menghindari partus
terlalu lama dan ketuban pecah lama, menjaga strelitas kamar bersalin dan
pakailah masker , alat-alat harus suci hama, perlukaan-perlukaan jalan lahir
karena tindakan baik pervaginam maupun parabdominamdibersihkan,dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas, dan perdarahan yang banyak harus
dicegah,bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfuse
darah.
3) Selama nifas
Pencegahan infeksi selama masa nifas antara lain, adalah perawatan luka post
partum dengan tehnik aseptic, pastikan semua alat dan kain yang berhubungan
dengan dareah genetalia harus suci hama, penderita dengang infeksi nifas
sebaiknya di isolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu nifas
yang sehat, membatasi tamu yang berkunjung, dan sering melakukan mobilisasi
dini.
7. Pengobatan infeksi
Ada beberapa hala yang dapat di lakukan dalam pengobatan infeksi masa nifas antara lain
sebaiknya segra di lakukan kultur dari secret vagina dan servik, luka operasi dan darah,
serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotic yang tepat, pemberian dosisi yang cukup
dan adekuat, memberi antibiotic spectrum luas sambil mengunggu hasil laboratorium,
dan pengobatan pengobatan memeprtinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfuse
darah, makanan yang mengandung zat-zat yang di perlukan tubuh, serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang di jumpainya. Perinsip pengobatan kemotrapi dan
antibiotika infeksi nifas dengan cara sebagai berikut:
1) Pemberian sulfonoid – trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185 gr,
sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185 gr, dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam
kemudian per oral
2) Pemberian penisilin – penisilin-prolaktin 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin
G 500.000 satuan tiap 6 jam atau metsilin setiap 6 jam ampisilin kapsul 4x250 gr
per oral.
3) Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
4) Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
5) Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.
3.Pusing dan lemas yang berlebihan. sakit kepala, nyeri epigastrik, dan penglihatan kabur
Menurut manuaba (2008), pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas. Pusing bisa
disebabkan oleh tekanan darah tinggi (sistol ≥140 mmHg dan distolnya ≥90 mmHg). Pusing
yang berlebihan juga perlu diwaspadai adanya keadaan preeklamsia/ eklamsia post partum, atau
keadaan hipertensi esensial. Puaing dan lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh
anemia bila kadar haemoglobin ≤ 10 gram %. Lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-
tanda bahaya, dimana keadaan lemas disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan
kalori sehingga ibu kelihatan pucat, tekanan darah rendah.
penatalaksanaan :
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, meniral dan vitamin ynag cukup.
c Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.
d Minum suplemen zat besi untuk menambah zat besi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
e Minum suplemen kapsul vitamin A (200.000 IU), untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
mencegah infeksi, membantu pemulihan keadaan ibu serta mentransmisi vitamin A kepada
bayinya melalui proses menyusui. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan. Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan memperlambat proses
involusi uterus.
Pembengkakan pada wajah dan ekremitas merupakan salah satu gejala dari adanya
preeklampsi walaupun gejala utamanya adalah protein urine. Hal ini biasanya terjadi pada akhir-
akhir kehamilan dan terkadang masih berlanjut sampai ibu postpartum. Oedem dapat terjadi
karena peningkatan kadar sodium dikarenakan pengaruh hormonal dan tekanan dari pembesaran
dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam
sela-sela jaringan dan rongga serosa (jarinagn ikat longgar dan rongga badan).
Penyebab (causa) edema adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik,
1. Adanya kongesti pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja
pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan
plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan
2. Obstruksi limfatik apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah
(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil
metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini
sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau
akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar
inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan
permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma
hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe.
Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada
keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas
kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan
osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah.
Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan
edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi
anafilaktik.
4. Hipoproteinemia, menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan
rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar
vaskula sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah
secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa
lambung kelenjar (abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala
sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan
tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler
bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema.
Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan
ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak
mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
6. Retensi natrium dan air, retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil
dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi
hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan
Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada
cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan
1. Gejala
a. nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, suhu normal dan pernafasan meningkat.
b.terdapat oedema pada wajah dan ekstremitas
e. berkeringat
f.aktivitas berkurang
g.Pada tahapan yang parah, tanda-tanda edema dapat berupa kesulitan bernapas, napas
pendek-pendek ketika berbaring, batuk, dan tangan serta kaki jika di sentuh atau dipegang terasa
dingin.
2.Penanganan:
a banyak istirahat
d.perbaiki serta rujuk pasien bila tidak ada tanda perbaikan keadaan umum
g. periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, kaki oedema (periksa adanya oedema
pitting)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih .kejadian
infeksi ini pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung
kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan ,pemeriksaan dalam
yangsering,kontaminasi kuman dari perineum,atau katerisasi yang sering (Kristiadi,2005).
Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. telah
terdapat bukti bahwa beberapa galur E. Coli memiliki fili yang meningkat vilurensinya
(Svandborg-eden, 1982).
Pada masa nifas dini, sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika
sering menurun akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peredangan
kandung kemih juga mungkin berkurang akibat terasa tidak nyaman yang di timbulkan oleh
episiotomi yang lebar, laserasi periuuretra atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan terutama saat infuse oksitosin dihentikan terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urine dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang di sertai kateterisasi
untuk mengeluarkan air yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
Gejala:
Penatalaksanaan:
1) Penanganan umum:
a) Antisipasi setiap kondisi (factor presdiposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang
dapat berlanjut menjadi penyilit/ komfllikasi masa nifas.
b) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi masa
nifas
c) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada
saat kehamilan ataupun persalinan
d) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui
e) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri dirumah dan gejala-gejala yang
harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
f) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir ,dari ibu yang
mengalami infeksi pada aat persalinan,dan berikan hifrasi oral/IV secukupnya.
2) Pengobatan secara umum
a) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dansekret vagina,luka operasi dan darah
serta uji kepekaaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan
b) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat
c) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita ,infuse atau tranfusi darah
berikan,perawatan lainnya sesuai dengan komflikasi yang dijumpai.
3) Penanganan infeksi postpartum
a) Suhu harus diukur dari mulut setidaknya 4 kali sehari.
b) Berikan terpai antibiotic (kolaborasi dengan dokter) ,perhatikn diet.lakukann tranfusi
darah bila perlu,hati-hati bila ada abses,jaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga
perineum.
6.perubahan payudara
Berikut ini beberapa masalah/komflikasi pada payudara pasca persalinan
Penatalaksanaan
1. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal atau lecetnya lebih sedikit.
2. Untuk menghindari tekanan local pada puting, posisi menyusui harus sering diubah.
Dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui pada puting yang nyeri.
Disamping itu,ibu harus yakin bahwa teknik menyusui bayi telah benar,yaitu bayi harus
menyusui sampain areola payudara.
3. Setiap selesai menyusui, sisa ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-anginkan
sebentar agar kering dengan sendirinya.sisa ASI berfungsi sebagai anti-infeksi. Hindari
menggunakan sabun, alkoho atau zat iritan lainnya untuk membersihkan puting susu.
Puting susu dapat diolesi dengan minyak lanolin atau minyak kelapa yang telah dimasak
terlebih dahulu. Ibu harus menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga
payudara tidak menjadi penuhdan bayi tidak perlu menyusu sevara “rakus” karena terlalu
lapar.
4. Periksa apakah bayi menderita moniliasis yang dapat menyebabkan lecet pada puting
susu ibu. Bila ditemukan gejala moniliasis, segera berikan pengobatan (nistatin).
Pencegahan
1. Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alcohol, krim, atau zat-zat iritan lainnya.
2. Sebaiknya biarkan bayi melepaskan sendiri putting susu dai isapannya bukan
memaksanya dengan menarik puting. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang bayi ,
yaitu dengan menekan dagunya atay memasukan jari kelingking yang bersih ke
mulutnya.
3. Posisi menyusui harus benar,yaitu bayi harus menyusu sampai ke areola payudara dan
menggunakan dua payudara secara bergantian.
b.Payudara Bengkak
Pembengkakan ( engorgement) payudara terjadi karena ASI tidak diisiap oleh bayi secara
adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya
pembengkakan. Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan. Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan
intraduktal, yang mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh
payudara meningkat. Akibatnya, payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri. Selanjutnya,
diikuti penurunan produksi ASI danpenurunan refleks let down.bra atau kutang yang ketat juga
menyebabkan engorgement segmental,demikian pula puting yang tidak bersih dapat
menyebabkan sumbatan duktus.
Gejala pembengkakan ini adalah payudara yang mengalami pembengkakan.
Pembengkakan ini ditandai dengan bentuk areola payudara yang lebih menonjol dan puting yang
lebih mendatar, sehingga membuat payudara sukar diisap oleh bayi. Bila keadaan sudah
demikian, kulit padapayudara tampak lebih mengilat, ibu mengalami demam, dan payudara
terasanyeri. Oleh karena itu, sebelum disusukan pada bayi, ASI harus diperas dengan
tangan/pompa terlebih dahulu agar payudara lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusu.
Penataksanaan
Secara singkat, penatalaksanaan payudara bengkak sebagai berikut.
1. Massage payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui
2. Kompres dingin untuk mengurangi statispembuluh darah vena dan rasa nyeri. Dapat
dilakukan secara bergantian dengan kompres panas untuk melancarkan aliran darah
payudara.
sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga lemas karena kehabisan
tenaga setelah persalinan yang dapat mengagnggu nafsu makan, Hendaknya setelah
persalinan lekas berikan minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula. Apabila ibu
menghendaki makanan, berikanlah makanan yang sifatnya ringan walaupun dalam persalinan
lambung dan alat pencernaan tidak langsung turut mengadakan proses persalinan, tetapi
sedikit atau banyak pasti mempengaruhi proses persalinannya. Sehingga alat pencernaan
perlu istirahat guna memulihkan keadaanya kembali.
Oleh karena itu tidak benar bila ibu diberikan makanan sebanyak-banyaknya.
Walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya disebabkan adanya kelelahan yang amat
berat, nafsu makan pun terganggu sehingga ibu tidak ingin makan sampai kehilangan itu
hilang.
1. kemungkinan penyuit
a. Pemenuhan nutrisi pada ibu nifas akan kurang.
b. Terjadi gangguan dalam proses laktasi dan menyusui.
c. Kurang maksimalnya ibu dalam merawat bayinya.
2. Penanganan
a. Pemberian dukungan mental pada ibu.
b. Pemberian KIE mengenai pentingnya asupan gizi yang baik untuk ibu dan bayinya.
c. Kaji sejauh mana dukungan keluarga dalam mengatasi masalah ini.
d. Pasilitasi dengan pemberian bimbingan, dalam penyusunan menu seimbang sesuai
selera ibu.
8.Perubahan pada Ekstremitas (rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di kaki)
Rasa sakit, merah, lunak, atau pembengkakan dikaki yang terjadi pada masa nifas biasa
disebut dengan DVT (deep venous trombosis ). DVT adalah inflamasi vena dengan pembentukan
bekuan yang lebih sering terjadi pada vena femoralis (tungkai) dan vena-vena pada uterus,
ovarium, dan hipogastrik. Pembekuan ini dapat menyebabkan inflamasi, alokal dan menyumbat
vena kemudian pembekuan terlepas menjadi embolus dan bergerak kedalam pembuluh jantung
dan paru-paru sehingga menyumbat pembuluh tersebut.
DVT (deep venous trombosis) atau trombosis vena dalam lebih jarang terjadi, tetapi dapat
menyebabkan terlepasnya bekuan yang kemudian menyebabkan emboli paru hiperkoagulabititas
meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu, parietas, dehidrasi setelah persalinan dan
persalinan melalui seksio sesaria ( SC ). Wanita beresiko lebih besar apabila mereka memiliki
riwayat gangguan tromboimbulus, hipertensi akibat kehamilan dan anemi atau pernah
melahirkan dengan operasi
Resiko DVT ditungkai bawah kiri, terutama setelah secsio secaria, karena kecepatan
aliran darah paling rendah.Gejala DVT biasanya dirasakan nyeri serta mengalami pembengkakan
didaerah yang terkena dan kadang – kadang terjadi demam. Terjadi perbedaan mencolok dalam
ukuran betis atau pada ekstremitas sirkulasi ditungkai bawah serta trombosis mungkin
terpengaruh sehingga tungkai tampak pucat dan dingin serta mungkin oedema.
Penyebab:
a.Perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang
vena dan cabang – cabangnnya
Selama masa nifas dapat terbentuk trhombus sementara pada vena-vena manapun di
pelvis yang mengalami dilatasi dan mungkin lebih sering mengalaminya.
Faktor predisposisi :
a.Obesitas
d.Anestesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama pada keadaan
pembuluh vena.
e.Anemia maternal
g.Endometritis
h.Varicostitis
Gejala:
Penanganan:
d.Hindari pemijatan tungkai pada daerah yang bengkak untuk mencegah bekuan
a.Posisi tidur yang baik selama hamil dan pengeluaran cairan secara teratur akan dapat
mengurangi pembengkakan pada kaki.
b.Segera anjurkan ibu untuk melakukan senam nifas, karena dengan bergeraknya anggota
tubuh maka akan mencegah terjadinya pembengkakan pada kaki.
Penatalaksaan laboratorium:
a.Lakukan pemeriksaan dalam
sumber: Ari Sulistyawati, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, konsep dasar nifas, Yogyakarta :
Andi Jogjakarta